Translated by 2018.
,
Diterjemahkan dari teks milik CH.
Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.
Prepared by Arya Karniawan.
1.1 Therikā
Diucapkan oleh Buddha kepadanya
Sekarang
engkau hidup di antara para Therī, Therikā,
Nama yang
diberikan kepadamu ketika kecil akhirnya menjadi dirimu.
Jadi
tidurlah dengan nyenyak, terbungkus dengan pakaian yang engkau buat,
Nafsu
seksualmu telah layu,
Seperti
sebuah herbal yang mengering di dalam sebuah pot.
1.2 Muttā
Diucapkan oleh Buddha kepadanya
Nama
panggilanmu berarti kebebasan, Muttā,
Jadilah
terbebas dari apa saja yang menahanmu,
Seperti
bulan dari genggaman Rāhu,
Di akhir
suatu gerhana,
Ketika
tidak ada hutang karena pikiran telah terbebaskan sepenuhnya
Engkau
dapat menikmati derma makanan yang dikumpulkan.
1.3 Puṇṇā
Diucapkan oleh Buddha kepadanya
Nama
panggilanmu berarti penuh, Puṇṇā,
Jadilah
penuh dengan hal-hal baik, seperti bulan ketika penuh,
Menerobos
semua yang gelap dengan penuh kebijaksanaan.
1.4 Tissā
Diucapkan oleh Buddha kepadanya
Tissā,
latihlah dirimu dengan ketat, jangan biarkan
Apa yang
dapat menahanmu kembali meliputimu.
Ketika
engkau terbebas dari apapun yang menahanmu
Engkau
dapat hidup di dunia
Tanpa
keburukan yang mengalir keluar dari dalam.
1.5 Tissā Lainnya
Ditujukan untuk dirinya sendiri, mengulang apa
yang telah diucapkan oleh Buddha kepadanya
Tissā,
berpegang teguhlah pada hal-hal yang baik, jangan biarkan saat itu pergi.
Mereka
yang berakhir di neraka menangisi saat-saat yang telah berlalu.
1.6 Dhīrā
Ditujukan untuk dirinya sendiri, mengulang apa
yang telah diucapkan oleh Buddha kepadanya
Nama
panggilanmu berarti kepercayaan diri, Dhīrā,
Jadi
ketahuiah ini untuk dirimu:
Penghentian,
meredanya proyeksi, kebahagiaan,
Mencapai
Nibbāna, keamanan tertinggi dari semua yang menahanmu.
1.7 Vīrā
Ditujukan untuk dirinya sendiri, mengulang apa
yang telah diucapkan oleh Buddha kepadanya
Nama
panggilanmu berarti pahlawan, Vīrā,
Itu nama
yang bagus untukmu karena kualitas-kualitas kepahlawananmu,
Engkau
adalah seorang Bhikkhuni yang mengetahui bagaimana mengetahui dengan baik.
Jagalah
tubuh ini, itulah yang terakhir,
Hanya
memastikan itu tidak menjadi sebuah kendaraan untuk kematian setelah ini.
1.8 Mittā
Ditujukan untuk dirinya sendiri, mengulang apa
yang telah diucapkan oleh Buddha kepadanya
Nama
panggilanmu berarti teman, Mittā,
Engkau
menjadi seorang Bhikkhuni karena keyakinan,
Sekarang
jadilah seorang yang bersenang dalam teman-teman,
Menjadi
terampil dalam moralitas
Demi
keamanan tertinggi dari semua yang menahanmu.
1.9 Bhadrā
Ditujukan untuk dirinya sendiri, mengulang apa
yang telah diucapkan oleh Buddha kepadanya
Nama
panggilanmu berarti menguntungkan, Bhadrā,
Engkau menjadi seorang Bhikkhuni karena keyakinan,
Engkau menjadi seorang Bhikkhuni karena keyakinan,
Sekarang
jadilah seorang yang bersenang dalam hal-hal yang menguntungkan,
Menjadi
terampil dalam moralitas
Demi
keamanan tertinggi dari semua hal yang menahanmu.
1.10 Upasamā
Ditujukan untuk dirinya sendiri, mengulang apa
yang telah diucapkan oleh Buddha kepadanya
Nama
panggilanmu berarti ketenangan, Upasamā,
Engkau
seharusnya menyeberangi banjir di mana kematian berguncang,
Yang sulit
untuk diseberangi,
Jagalah
tubuh ini, itulah yang terakhir,
Hanya
memastikan itu tidak menjadi sebuah kendaraan untuk kematian setelah ini.
1.11 Muttā
Nama
panggilanku berarti kebebasan
Dan aku
cukup terbebas, terbebas dengan baik dari tiga hal yang tidak lurus,
Lesung,
penumbuk, dan suami dengan ketidak-lurusannya.
Aku
terbebas dari kelahiran dan kematian,
Apa yang
menyebabkan kelahiran kembali telah tercabut.
1.12 Dhammadinā
Ia yang
telah membangkitkan keinginan untuk kebebasan,
Dan teguh
pada itu, akan menjadi jernih dalam pikiran.
Ia yang
batinnya tidak tertangkap dalam kenikmatan indra,
Ia yang
mengarah keatas akan terbebaskan.
1.13 Visākhā
Lakukan
apa yang Buddha ajarkan,
Tidak ada
penyesalan setelah melakukannya,
Cepatlah,
cucilah kakimu, duduklah di satu sisi.
1.14 Sumanā
Ketika
engkau melihatnya sebagai penderitaan
Bahkan
unsur-unsur dasar yang membentuk segala sesuatu,
Engkau
tidak akan terlahir kembali,
Tenang
adalah bagaimana engkau akan hidup
Ketika
engkau membuang keinginan untuk hidup lagi.
1.15 Uttarā
Terkendali
dengan tubuh,
Dengan
ucapan, dan dengan pikiran,
Setelah
menarik nafsu keluar dari akarnya,
Aku telah
menjadi dingin, bebas.
1.16 Sumanā Yang Meninggalkan Usia
Tua
Ditujukan untuk dirinya sendiri
Tidurlah
dengan baik, tetua yang tersayang,
Terbungkus
pakaian yang engkau buat,
Nafsu
seksualmu telah layu,
Engkau
telah menjadi dingin, bebas.
1.17 Dhammā
Mengembara
untuk derma makan,
Namun
lemah, bersandar pada tongkat dengaan lengan bergetar,
Aku jatuh
ke tanah tepat disana,
Dan
melihat bahaya di dalam tubuh, batinku menjadi terbebas.
1.18 Saṅghā
Meninggalkan
rumah, meninggalkan keduniawian,
Meninggalkan
anak, ternak, dan semua yang disayang,
Melampaui
keinginan, kemarahan, dan ketidak-tahuan,
Membuang
itu semua,
Setelah
menarik nafsu keluar dari akarnya,
Aku telah
menjadi dingin, aku bebas.
2.1 Abhirūpanandā
Diucapkan oleh Buddha kepadanya sebagai
instruksi
Nama
panggilanmu berarti bersenang dalam kecantikan, Nandā,
Lihatlah
tubuh ini, Nandā, itu sakit, itu kotor, itu busuk.
Gunakan
apa yang tidak menyenangkan untuk mengembangkan pikiran,
Jadikan
itu terfokus dan penuh perhatian.
Kembangkan
perhatian terbuka, lepaskanlah kecenderungan,
Dengan
penguasaan atas keangkuhan, tenang adalah bagaimana engkau akan hidup.
2.2 Jentā
Aku telah
mengembangkan semua tujuh sayap pencerahan,
Jalan
menuju pencapaian Nibbāna
Sama
seperti mereka yang diajarkan oleh Buddha.
Aku telah
melihat Sang Bhagavā,
Ini adalah
tubuh terakhir, lingkaran kelahiran telah sepenuhnya berakhir,
Tidak ada
lagi kelahiran di masa depan.
2.3 Ibu Sumaṅgala
Ditujukan kepada anaknya
Mereka
yang cukup bebas, mereka yang cukup terbebaskan,
Aku
juga terbebas dengan baik dari penumbuk;
Suamiku
yang tidak tahu malu, bahkan kerai di mana ia bekerja,
Dan
pot ku yang baunya seperti sebuah ular air semuanya membuatku jijik.
Ketika
aku menghancurkan kemarahan dan nafsu seksual,
Aku
mengingat suara bambu yang terbelah,
Aku
pergi ke kaki sebuah pohon dan berpikir, “Ah, kebahagiaan,”
Dan
kebahagiaan dari dalam itu, aku mulai bermeditasi.
2.4 Aḍḍhakāsī
Ada
alasannya kenapa aku dipanggil “Setengah-Kāsī”
Sebanyak
negeri Kāsī bernilai,
Hargaku
senilai dengan itu;
Ketika
sebelumnya itu adalah nilaiku,
Setelah
begitu banyak pelanggan
Nilaiku
telah terpotong setengahnya.
Saat
itu aku telah cukup
Dari
apa yang dibawa tubuhku
Dan
dengan letih aku berbalik.
Semoga
aku tidak terlahir lagi dan lagi
Di
dalam kelahiran yang tanpa akhir dan tak terhindarkan.
Aku
telah melihat dengan mataku sendiri
Tiga
hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Apa
yang Buddha ajarkan telah selesai.
2.5 Cittā
Bahkan
walaupun aku kurus kering, lelah, dan sangat lemah,
Tetap
akan kuteruskan, belajar pada sebuah tongkat, mendaki gunung.
Aku
telah melemparkan jubah luarku
Membalikkan
mangkuk milikku,
Aku
belajar dengan melawan sebuah batu
Setelah
selesai membelah
Kumpulan
kegelapan batin.
2.6 Mettikā
Bahkan
walaupun aku menderita, lemah, kemudaanku hilang,
Tetap
akan kuteruskan, belajar pada sebuah tongkat, mendaki gunung.
Aku
telah melemparkan jubah luarku dan membalikkan mangkuk milikku,
Aku
duduk pada sebuah batu, batinku terbebas,
Tiga
hal yang banyak orang tidak mengetahuinya adalah milikku,
Apa
yang Buddha ajarkan telah selesai.
2.7 Mittā
Biasanya
orang-orang melakukan semua delapan sīla perumah tangga
Hanya
pada hari Uposatha,
Tapi
aku melakukannya pada hari keempat belas, kelima belas, delapan,
Dan
bahkan pada hari lainnya setiap dua mingguan,
Senang bahwasanya tubuh surgawi akan menjadi milikku suatu hari
nanti.
Hari ini aku hanya makan satu porsi dalam sehari,
Kepalaku tercukur,
Dan mengenakan jubah luar seorang Bhikkhuni.
Ketakutan dan kesedihan batinku telah pergi:
Aku tidak menginginkan tubuh surgawi manapun.
2.8 Ibu Abhayā
Ditujukan untuk dirinya sendiri, bait pertama
mengulang apa yang telah diucapkan kepadanya oleh anaknya
“Apapun
dari atas sampai telapak kaki, Ibu,
Atau
dari bawah sampai atas kepala,
Refleksikanlah
tubuh ini sebagai kotor dan berbau busuk.”
Dengan
hidup seperti itulah semua nafsu seksual tercabut.
Demam
terbakar itu rusak berhenti, Aku telah menjadi dingin, bebas.
2.9 Abhayā
Dimulai dengan kata-kata yang Buddha ucapkan
kepadanya
“Abhayā,
orang-orang biasanya bergantung pada tubuh yang rapuh ini,”
Ia
berkata, dan ia mengatakan kepadaku untuk penuh perhatian dan kesadaran,
Karena itu
aku harus membuang tubuh ini.
Aku telah
mencapai akhir dari nafsu,
Karena
bersenang dalam ketekunan,
Satu
kesenangan yang diharapkan
Dengan
banyak hal tidak lain adalah penderitaan.
Apa yang
Buddha ajarkan telah selesai.
2.10 Sāmā
Empat
kali, lima kali, aku ingin keluar dari Vihārā,
Dengan
tanpa kedamaian di dalam batinku, tanpa pengendalian atas pikiranku.
Tapi ini
adalah malam kedelapan sejak aku mencabut keluar nafsu,
Aku telah
mencapai akhir dari nafsu,
Dan apa
yang Buddha ajarkan telah selesai
Karena
bersenang dalam ketekunan
Satu
kesenangan yang diharapkan
Dengan
banyak hal tidak lain adalah penderitaan.
3.1 Sāmā Lainnya
Namaku
dapat berarti ia yang memiliki kedamaian pikiran,
Tetapi aku
tidak ingat pernah memiliki kedamaian pikiran apapun,
Meskipun
sudah dua puluh lima tahun sejak aku meninggalkan keduniawian.
Tanpa
kedamaian batin, tanpa pengendalian atas pikiranku,
Saya mulai
takut pada hal-hal yang tidak bisa dihindari,
Setelah
mengingat ajaran dari Sang Penakluk.
Akhir dari
nafsu telah tercapai olehku
Dan apa
yang Buddha ajarkan telah selesai
Karena
bersenang dalam ketekunan
Diharapkan
dengan banyak hal tidak lain adalah penderitaan.
Hari ini
adalah malam ketujuh sejak nafsu telah dihancurkan bagiku.
3.2 Uttamā
Empat
kali, lima kali, aku ingin keluar dari Vihārā,
Batin
tanpa kedamaian, batin tanpa pengendalian.
Aku
mendekati seorang Bhikkhuni,
Ia
terlihat seperti seorang yang dapat kupercaya.
Ia
mengajarkanku Dhamma
Tentang
apa yang membuat seseorang
Tentang
indra dan objeknya
Dan
tentang elemen-elemen dasar yang membentuk segalanya.
Aku
mendengarkan apa yang ia ajarkan,
Mempraktekkan
persis apa yang ia katakan,
Selama
tujuh hari aku duduk dalam satu postur, kaki disilangkan,
Diberikan
untuk kegembiraan dan kebahagiaan.
Pada hari
kedelapan aku meregangkan kakiku,
Setelah
selesai membelah kumpulan kegelapan batin.
3.3 Uttamā Lainnya
Aku telah
mengembangkan semua tujuh sayap pencerahan,
Jalan
menuju pencapaian Nibbāna
Sama
seperti mereka yang diajarkan oleh Buddha.
Aku
menikmati kapanpun aku mau
Yang
adalah kosong, tanpa tanda ataupun ukuran,
Aku adalah
seorang putri Buddha yang sebenarnya,
Selalu
bersenang dalam Nibbāna.
Dorongan
untuk semua nafsu indria telah terpotong,
Apakah itu
surgawi atau manusia,
Lingkaran
kelahiran telah sepenuhnya berakhir,
Sekarang
tidak ada lagi kelahiran di masa depan.
3.4 Dantikā
Setelah
datang
Dari
tempat di mana aku menghabiskan hari di Gunung Gijjhakūṭa,
Aku
melihat seekor gajah pada tepi sungai yang keluar
Dari
sungai di mana ia telah terjatuh kedalamnya
Seorang
pria yang memegang tongkat berkata kepada gajah, “Angkatlah kakimu.”
Dan gajah
itu melangkahkan kakinya kedepan dan pria itu menaikinya.
Aku
melihat bagaimana yang tidak jinak menjadi jinak,
Bagaimana
binatang diatur oleh manusia.
Aku
mengkonsentrasikan pikiranku,
Aku ingin
ke hutan hanya untuk itu.
3.5 Ubbiri
Diucapkan oleh Buddha kepadanya
Ibu,
engkau menangis di dalam hutan, “Oh Jīvā,”
Kendalikan
dirimu, Ubbiri.
Delapan
puluh empat ribu putri, semua dengan nama yang sama,
Ia
yang mengatakan mereka “Hidup”
Semua
telah terbakar di tanah pemakaman,
Jadi
yang mana dari mereka yang engkau tangisi?
Diucapkan oleh Ubbiri
Ia
mencabut keluar anak panah yang bagiku sulit terlihat,
Satu
yang kupelihara didalam batinku,
Ia
membuang kesedihan karena seorang putri,
Kesedihan
yang telah menenggelamkanku.
Hari
ini anak panah telah tercabut,
Aku
tanpa lapar, sepenuhnya terbebas.
Aku
pergi kepada Buddha, Dhamma-Nya, dan Saṅgha-Nya untuk berlindung,
Aku
datang kepada Sang Bijaksana untuk berlindung.
3.6 Sukkā
Diucapkan oleh dewa kepadanya
Apa yang
terjadi pada orang-orang di Rājagaha?
Mereka
duduk seperti mereka sedang mabuk,
Mereka
tidak duduk di dekat Sukkā
Ketika ia
mengajarkan apa yang Buddha ajarkan.
Aku
berpikir mereka yang bijaksana meminum sesuatu yang lain,
Sesuatu
yang memberikan kekuatan, yang lezat dan sangat menarik,
Mereka
minum seperti penjelajah yang meminum air hujan
Yang turun
dari sebuah awan hitam.
Diucapkan oleh Sukkā
Nama yang
engkau panggil berarti terang, Sukkā
Itu nama
yang bagus untukmu karena kondisi batinmu yang terang.
Jagalah
tubuh ini, itulah yang terakhir,
Hanya
memastikan itu tidak menjadi sebuah kendaraan untuk kematian setelah ini.
3.7 Selā
Diucapkan oleh Māra kepadanya
Tidak ada
kebebasan di dunia ini,
Apa yang
akan engkau capai dengan terus menyendiri?
Nikmatilah
nafsu indria sekarang,
Engkau
tidak akan menyesalinya nanti.
Selā membalas
Nafsu
indria adalah seperti pedang dan pancang,
Tubuh,
indra-indra, dan pikiran
Hanyalah
potongan kecil ketika mereka terpotong.
Apa yang
engkau sebut sebagai kesenangan nafsu indria
Bukanlah
kesenangan bagiku sekarang.
Apa yang
engkau anggap sebagai kesenangan adalah tidak bagiku,
Kumpulan
kegelapan batin telah terbelah.
Mengetahui
ini, yang jahat, engkau telah dikalahkan, engkau telah selesai.
3.8 Somā
Diucapkan oleh Māra kepadanya
Sangat
sulit untuk mencapai tempat di mana para bijaksana ingin mencapainya,
Itu tidak
memungkinkan untuk seorang wanita,
Terutama
tidak dengan ia yang hanya berkebijaksanaan dua jari.
Somā membalas
Apakah
dengan menjadi seorang wanita dapat melakukan hal itu?
Apa yang
terpenting adalah batin yang tenang
Dan ia
melihat apa yang sebenarnya.
Apa yang
engkau anggap sebagai kesenangan adalah tidak bagiku,
Kumpulan
kegelapan batin telah terbelah.
Mengetahui
ini, yang jahat, engkau telah dikalahkan, engkau telah selesai.
4.1 Bhaddā Kāpilānī
Kassapa
adalah pewaris Sang Buddha, seorang putraNya, batinnya ditenangkan dengan baik.
Ia
mengetahui kehidupan lampaunya, ia melihat surga dan neraka.
Ia telah
mengakhiri kelahiran, sempurna dalam pengetahuan yang lebih tinggi,
Ia adalah
seorang bijaksana, ia telah menjadi seorang Brāhmaṇa
sejati
Karena ia
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya.
Dengan
cara yang sama, Bhaddā Kāpilānī
Mengetahui
tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Ia telah
melampaui kematian,
Ia menjaga
tubuh ini, mengetahui itulah yang terakhir,
Hanya
memastikan itu tidak menjadi sebuah kendaraan untuk kematian setelah ini.
Sebelumnya
kami adalah suami dan istri,
Namun
dengan melihat bahaya didalam dunia, kami berdua meninggalkan keduniawian,
Kami
membersihkan kotoran-kotoran batin kami,
Kami
menjadi dingin, bebas.
5.1 Syair Seorang Bhikkhuni Tertentu
Sudah dua
puluh lima tahun sejak aku meninggalkan keduniawian
Namun
tidak sesaat pun, tidak bahkan sejentikan jari,
Aku
merasakan ketenangan pikiran.
Dengan
tanpa kedamaian di dalam batinku, dengan dilumuri nafsu indria,
Aku
memasuki Vihāra, meratap, dengan tanganku dibentangkan.
Aku
mendekati seorang Bhikkhuni,
Ia
terlihat seperti seorang yang dapat kupercaya.
Ia
mengajarkanku Dhamma
Tentang
apa yang membuat seseorang
Tentang
indra dan objeknya
Dan
tentang elemen-elemen dasar yang membentuk segalanya.
Mendengarkan
Dhamma darinya, aku datang kepadanya,
Aku
mengetahui kehidupan lampauku,
Dan mata
yang dapat dengan jelas melihat sesuatu yang tidak terlihat.
Aku
mengetahui arah batinku, sekarang aku mendengar dengan jelas.
Kekuatan
luar biasa diketahui secara langsung,
Kekotoran
yang mengalir dari dalam telah dibersihkan,
Enam
kekuatan tercapai, ajaran Buddha telah selesai.
5.2 Vimalā
Mabuk
dengan parasku,
Dengan
tubuhku, kecantikanku, dan reputasiku,
Angkuh
karena kemudaanku, aku memandang rendah wanita lain.
Aku
menghiasi tubuh ini, dengan hiasan yang membuat orang bodoh terbungkam
Seorang
pelacur di pintu, seperti seorang pemburu menebar jerat.
Aku
memperlihatkan hiasanku seperti menunjukan bagian tubuh yang tersembunyi,
Aku
membuat ilusi pada orang-orang, dengan mengolok-olok mereka.
Hari ini
aku mengumpulkan derma makan,
Kepala
tercukur, tertutupi dengan jubah luar,
Duduk di
kaki sebuah pohon saat ini.
Apa yang
kuperoleh tidak direncanakan.
Semua
ikatan telah terpotong, apakah surgawi atau manusia,
Aku telah
membuang semua kekotoran batin,
Aku
menjadi dingin, bebas.
5.3 Sīhā
Tersiksa
dengan gangguan perhatian dan dengan hasrat seksual
Aku selalu
terganggu, tanpa adanya pengendalian atas pikiranku.
Bertindak
dengan pikiran-pikiran kebahagiaan,
Dikalahkan
dengan dorongan kekotoran,
Aku tidak
memiliki kedamaian batin,
Dikendalikan
oleh pikiran yang condong pada kegembiraan.
Kurus,
pucat, dan lemah, aku mengembara selama tujuh tahun
Aku tidak
merasakan kebahagiaan siang atau malam,
Sangat
menderita adalah apa yang kumiliki.
Mengambil
seutas tali, aku ingin pergi ke hutan, dengan berpikir
“Lebih
baik gantung diri daripada menjalani kehidupan yang rendah ini.”
Aku
membuat jerat yang kuat dan mengikatnya pada sebuah dahan,
Namun
tepat ketika aku melilitkan itu ke leher, pikiranku telah terbebaskan.
5.4 Sundarīnandā
Diucapkan oleh Buddha kepadanya
Lihatlah
tubuh ini, Nandā, itu sakit, itu kotor, itu busuk.
Gunakan
apa yang tidak menyenangkan untuk mengembangkan pikiran,
Jadikan
itu terfokus dan penuh perhatian.
Sama
seperti ini, demikian juga itu, sama seperti itu, demikian juga ini:
Bau,
busuk, kesenangan orang-orang bodoh.
Ketika
engkau melihat dengan cara itu,
Siang dan
malam, selalu penuh perhatian,
Suatu hari
engkau akan melihat,
Penembusan
dengan kebijaksanaanmu sendiri.
Diucapkan oleh Sundarīnandā
Tubuh ini
telah dilihat sebagaimana adanya, dalam dan luar,
Ketika aku
memeriksanya dengan teliti dan menyeluruh.
Aku
menjadi lelah dengan tubuh, tanpa ketertarikan dalam batin,
ketekunan,
terlepaskan, pada kedamaian, bebas.
5.5 Nanduttarā
Aku memuja
api, bulan dan matahari, dan para dewa,
Di tepi
sungai, aku ingin turun kedalam air.
Melakukan
banyak ritual, aku mencukur setengah kepalaku,
Aku
membuat sebuah tempat tidur di lantai, aku tidak menikmati makanan saat malam.
Aku kesal
karena terdorong oleh dorongan seksual,
Aku
memanjakan tubuh ini
Dengan
banyak rendaman dan pijatan,
Dan
bersenang dalam perhiasan dan barang mewah.
Kemudian
dengan percaya diri, aku pergi meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa
rumah.
Ketika aku
melihat tubuh sebagaimana adanya, dorongan seksual telah tiada lagi.
Semua
kemenjadian telah terpotong, keinginan dan harapan juga,
Setiap
ikatan telah terlepas, aku telah mencapai kedamaian pikiran.
5.6 Mittākāḷī
Aku pergi
dari rumah menuju kehidupan tanpa rumah dengan percaya diri,
Aku
mengembara dengan, mencari perolehan dan pengakuan.
Aku
mengabaikan tujuan tertinggi, dan mengambil tujuan rendah lainnya,
Dikuasai
oleh dorongan kekotoran, aku tidak pernah mengetahui apakah tujuan seorang
pertapa.
Kemudian
ketika aku duduk di dalam gubukku aku mulai takut pada hal-hal yang tidak bisa
dihindari,
Aku tahu
aku berada di jalan yang salah, dalam pengaruh nafsu.
Kehidupan
adalah singkat,
Usia tua
dan penyakit telah menghancurkanku,
Tidak ada
waktu untuk di sia-siakan
Sebelum
tubuh ini rusak oleh usia tua.
Melihat
pada seseorang dan
Melihat
bahwa orang itu hanya terdiri dari bagian-bagian bukan diri,
Melihat
mereka berubah setiap waktu,
Meningkat
dan memudar,
Aku tegak
berdiri, pikiranku terbebas,
Ajaran
Buddha telah selesai.
5.7 Sakulā
Aku sedang
menetap dirumah ketika aku mendengar ajaran Buddha dari seorang Bhikkhu,
Dan aku
melihat Dhamma yang sempurna, mengetahui kebebasan, keadaan tak berkondisi.
Kemudian
aku pergi meninggalkan putra dan putri, harta dan biji-bijian,
Setelah
mencukur rambutku, aku pergi meninggalkan keduniawian.
Aku
melatih diriku, aku mengembangkan Jalan yang lurus,
Aku
meninggalkan kegembiraan dan kemarahan
Bersama
dengan semua kekotoran batin.
Aku
ditahbiskan sebagai Bhikkhuni, aku mengingat kehidupan lampau,
Mata yang
dengan jelas melihat sesuatu yang tidak terlihat, tanpa noda, terkembang.
Aku
melihat pengalamanku sebagai bukanlah milikku,
Lahir dari
satu kondisi, ditakdirkan pada kehancuran.
Aku telah
terbebas dari semua kekotoran batin,
Aku dingin,
bebas.
5.8 Soṇā
Saat
setelah aku melahirkan sepuluh putra dengan tubuh ini,
Ketika aku
lemah dan tua aku mendekati seorang Bhikkhuni.
Ia
mengajarkanku Dhamma
Tentang
apa yang membuat seseorang,
Tentang
indra dan objeknya,
Dan
tentang elemen-elemen dasar yang membentuk segalanya,
Dan ketika
aku mendengarkan apa yang ia ajarkan,
Aku
mencukur rambutku dan meninggalkan keduniawian.
Dengan
berlatih dalam bimbingannya,
Mataku
melihat dengan jelas sesuatu yang tidak terlihat,
Aku
mengetahui kehidupan lampauku, di mana aku tinggal sebelumnya.
Aku
mengembangkan satu keadaan pikiran
Yang tidak
bergantung pada apapun dan tidak terukur,
Aku
menjadi fokus dan tidak terganggu.
Aku bebas,
dan aku akan selalu terbebaskan sepenuhnya.
Aku mengetahui
lima hal impersonal
Yang
membuat seseorang,
Mereka
mungkin masih berdiri, tetapi akar mereka telah terpotong.
Bahaya
saat ini adalah kesedihan pada usia tua itu sendiri:
Aku tidak
akan terlahir kembali.
5.9 Bhaddā Kuṇḍalakesā
Sebelumnya
aku mengembara dengan rambut tercukur,
Terbungkus
dengan kotor, mengenakan hanya satu pakaian,
Aku
berpikir ada kesalahan pada apa yang tidak ada,
Dan aku
melihat tidak ada kesalahan pada apa yang ada.
Aku pergi
dari tempat peristirahatan siang di gunung Gijjhakūṭa
Dimana aku
melihat Buddha yang tanpa noda dihormati oleh para BhikkhuNya.
Aku
membungkukkan lututku dan memberi hormat,
MenatapNya
aku merangkapkan tanganku dengan hormat.
Ia berkata
kepadaku, “Marilah, Bhaddā.”
Itu adalah
penahbisanku.
Aṅgā,
Magadhā, Vajjī, Kāsī, dan Kosalā—
Selama
lima puluh tahun aku mengembara menikmati derma makanan dari tempat-tempat ini,
Tanpa
terlibat sebuah hutang.
Nama
panggilanku berarti keberuntungan,
Itu
sekarang menjadi diriku.
Upāsaka
yang bijaksana itu membuat banyak jasa
Ketika ia
memberikan sebuah jubah kepadaku,
Inilah
Bhaddā, yang cukup terbebas dari semua belenggu.
5.10 Paṭācārā
Membajak
ladang dengan bajak, menabur benih di tanah,
Merawat
istri dan anak, pria muda menemukan kekayaan.
Jadi
mengapa aku tidak merasakan kebebasan,
Ketika aku
bermoral dan aku mempraktekkan apa yang Sang Guru ajarkan,
Ketika aku
tidak malas dan aku tenang?
Ketika
mencuci kakiku aku membuat air itu berguna dalam cara lain,
Dengan
memperhatikannya bergerak dari tempat yang lebih tinggi ke rendah.
Lalu aku
menahan pikiranku,
Seperti
yang dilakukan seseorang kepada seekor kuda berdarah murni,
Dan aku
mengambil sebuah pelita dan pergi ke dalam gubuk.
Pertama
aku melihat ke tempat tidur, lalu aku duduk di dipan,
Aku
menggunakan sebuah jarum untuk mengeluarkan sumbu pelita.
Seperti
halnya pelita yang keluar, pikiranku telah terbebas.
5.11 Sebuah Kelompok Sebanyak Tiga
Puluh Bhikkhuni
Diucapkan kepada mereka oleh Paṭācārā
Pria muda
menemukan kekayaan
Mengambil
tongkat dan menumbuk padi,
Merawat
istri dan anak.
Lakukan
apa yang Buddha ajarkan,
Tidak ada
penyesalan setelah melakukannya,
Cepatlah,
cucilah kakimu, duduklah di satu sisi.
Tekun
dalam menenangkan pikiran, lakukan apa yang Buddha ajarkan
Diucapkan oleh murid Paṭācārā tentang mereka
Mereka
mendengar perkataannya, apa yang Paṭācārā ajarkan,
Mereka
mencuci kakinya, duduk di satu sisi,
Tekun
dalam menenangkan pikiran, mereka melakukan apa yang Buddha ajarkan.
Pada jaga
malam pertama, mereka mengingat kehidupan lampau mereka,
Pada jaga
malam kedua, mereka memurnikan mata yang dapat melihat apa yang tidak terlihat,
Pada jaga
malam terakhir,
Mereka
membelah kumpulan kegelapan batin.
Dengan
berdiri, mereka menghormat kaki Paṭācārā,
Dan mereka
berkata, “Nasehatmu telah dilakukan,
Kami akan
hidup menghormatimu, seperti tiga puluh dewa
Menghormati
Inda (Skt: Indra), yang tidak terkalahkan oleh yang lain dalam pertempuran.
Kami
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak
mengetahuinya,
Tidak
ada kekotoran dalam batin kami.
5.12 Candā
Di
masa lalu, aku miskin, seorang janda, tanpa anak,
Tanpa
teman atau kerabat, aku tidak mendapatkan makanan atau pakaian.
Mengambil
sebuah mangkuk dan tongkat, aku pergi mengemis dari keluarga ke keluarga,
Aku
mengembara selama tujuh tahun, tersiksa oleh dingin dan panas.
Kemudian
aku melihat seorang Bhikkhuni ketika ia sedang menerima makanan dan minuman.
Mendekatinya,
aku berkata, “Jadikan aku pergi meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa
rumah.”
Dan
ia bersimpati kepadaku dan Paṭācārā membuatku meninggalkan keduniawian,
Ia
memberiku nasehat dan menunjukkan kepadaku tujuan tertinggi.
Aku
mendengarkan perkataannya dan aku bertindak sesuai nasehatnya.
Nasehat
wanita luar biasa itu tidaklah kosong,
Aku
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Batinku
tanpa kekotoran.
6.1 Sebuah Kelompok Sebanyak Lima
Ratus Bhikkhuni
Diucapkan kepada mereka oleh Paṭācārā
Engkau
tetap menangis, “Putraku!”
Untuk
makhluk yang datang atau pergi ke satu tempat
Dan yang
datang dari satu tempat,
Tidak ada
yang engkau tahu.
Tetapi
engkau tidak benar-benar menangis untuknya
Atas apa
yang diketahui engkau akan menghadapinya dimanapun ia:
Itu hanya
sifat manusia.
Ia datang
dari sana tanpa diundang, ia pergi dari sana tanpa permisi,
Ia datang
dari satu tempat atau lain, ia menetap seketika.
Dari sana
ia pergi ke satu arah, dari sana ia akan pergi ke lainnya,
Sesosok
hantu kelaparan akan terlahir kembali sebagai seorang manusia.
Ia pergi
dengan cara yang sama ia datang, apa yang harus ditangisi?
Diucapkan oleh mereka semua satu persatu,
mengulang apa yang Paṭācārā ucapkan
Ia
mencabut keluar anak panah yang bagiku sulit terlihat,
Satu
yang kupelihara didalam batinku,
Ia
membuang kesedihan karena seorang putra,
Kesedihan
yang telah menenggelamkanku.
Hari
ini anak panah telah tercabut,
Aku
tanpa kelaparan, sepenuhnya terbebas.
Aku
pergi kepada Buddha, Dhamma-Nya, dan Saṅgha-Nya untuk berlindung,
Aku
datang kepada Sang Bijaksana untuk berlindung.
6.2 Vāseṭṭhī
Aku
terluka dengan kesedihan karena putraku,
Pikiran
tidak seimbang, gila,
Tanpa
pakaian, rambut tidak terawat,
Aku
berjalan dari tempat ke tempat.
Tidur
pada tumpukan sampah di jalan-jalan,
Di
pemakaman, di jalan raya
Aku
mengembara selama tiga tahun,
Selalu
kelaparan dan kehausan.
Kemudian
aku melihat Sang Sugata berjalan ke arah Mithila,
Penjinak
yang tidak jinak, Yang Sepenuhnya Sadar, Yang tidak takut pada siapapun dan
apapun.
Akal
sehatku kembali, aku menghormatinya dan datang mendekat,
Gotama
mengajarkanku Dhamma karena berbelas kasih kepadaku.
Aku
mendengarkan apa yang Ia ajarkan, aku pergi melepaskan keduniawian menuju
kehidupan tanpa rumah,
Membentuk
diriku dengan apa yang Sang Guru katakan.
Aku
mengetahui secara langsung keadaan yang penuh kebahagiaan.
Semua
kesedihan telah terpotong, ditinggalkan,
Ini
adalah akhir mereka,
Sekarang
aku memahami segala hal,
Bagaimana
kesedihan muncul kembali?
6.3 Khemā
Diucapkan oleh Māra kepadanya
Engkau
muda dan cantik dan begitupula aku,
Datanglah,
Khemā, marilah kita saling menikmati, menyanyikan musik bersama.
Khemā membalas
Tubuh
kotor ini, sakit, sangat mudah rusak, menyusahkan dan memalukan bagiku,
Nafsu
seksualku telah tercabut.
Nafsu
indria adalah seperti pedang dan pancang,
Tubuh,
indra-indra, dan pikiran
Hanyalah
potongan kecil ketika mereka terpotong.
Apa yang
engkau sebut sebagai kesenangan nafsu indria
Bukanlah
kesenangan untukku sekarang.
Apa yang
engkau anggap sebagai kesenangan adalah tidak bagiku,
Kumpulan
kegelapan batin telah terbelah.
Mengetahui
ini, yang jahat, engkau telah dikalahkan, engkau telah selesai.
Engkau
menghormati bintang-bintang,
Melihat
mereka sebagai pembimbing,
Engkau
merawat api di hutan.
Orang
bodoh, engkau berpikir semua itu dapat diandalkan,
Selama
ini tidak mengetahui apa yang sebenarnya.
Tetapi
aku menghormati Sang Buddha, Yang terbaik dari semua manusia.
Dengan
melakukan apa yang Buddha ajarkan
Aku
terbebas dari semua penderitaan.
6.4 Sujatā
Aku
telah berpakaian rapih dan berdandan,
Terbalut
dengan untaian bunga dan pasta cendana,
Mengenakan
semua yang dapat kukenakan,
Para
pembantuku menungguku.
Mengambil
makanan dan minuman,
Semua
jenis makanan dan banyak sekali
Aku
pergi dari rumah
Dan
tiba di taman.
Setelah
aku menikmati diriku di sana, bermain,
Ketika
sedang berjalan kembali kerumah,
Aku
pergi ke hutan Añjana di dekat Sāketa
Untuk
melihat Vihāra.
Apa
yang kulihat adalah cahaya bagi dunia,
Aku
menghormatinya pertama, lalu aku datang mendekat.
Ia
yang memiliki mata untuk melihat apa yang tidak dilihat orang lain
Mengajarkan
Dhamma karena berbelas kasih kepadaku.
Aku
menguasai apa yang aku dengar, Dhamma Sang Bijaksana Agung,
Tepat
di sana, aku menyentuh Dhamma, tanpa noda sebagaimana itu,
Aku
mencapai tempat tanpa kematian.
Aku
mengetahui Dhamma, Aku pergi meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa
rumah,
Aku
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya:
Apa
yang Buddha ajarkan adalah tidak sia-sia.
6.5 Anopamā
Aku
terlahir di keluarga yang baik dengan kekayaan besar dan memiliki banyak hal,
Berparas
bagus, aku adalah putri Megha sendiri.
Aku
hidup sesuai dengan namaku yang berarti “tanpa bandingan.”
Aku
dicari-cari oleh para pangeran, didambakan oleh putra-putra para jutawan,
Sampai
seseorang mengirimi ayahku sepucuk surat: “Berikan aku Anopamā.
Aku
akan memberikan delapan kali berat putrimu Anopamā dalam emas dan perak sebagai
maskawin.”
Aku
melihat Sang Buddha,Yang Terunggul di dunia, tak tertandingi,
Aku
menghormati kakiNya, lalu aku datang mendekat pada satu sisi.
Gotama
mengajarkanku Dhamma karena berbelas kasih kepadaku,
Dan
duduk di sana, aku menjadi ia yang tidak kembali lagi.
Aku
mencukur rambutku dan pergi meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa
rumah,
Hari
ini adalah malam ketujuh sejak nafsu telah dihancurkan bagiku.
6.6 Mahāpājapati Gotamī
Hormat
kepadamu, pahlawan diantara para Buddha, yang terbaik dari semua makhluk,
Engkau
membebaskanku dari penderitaan, sama seperti yang engkau lakukan kepada orang
banyak.
Semua
penderitaan telah diketahui,
Nafsu
yang adalah penyebab penderitaan telah dihancurkan,
Delapan
ruas Jalan dari Para Mulia telah dijelajahi
Dan
penghentian telah tercapai:
Empat
Kebenaran Mulia
Masing-masing
telah dilakukan
Semua
telah diselesaikan olehku.
Aku
telah menjadi seorang ibu, seorang anak,
Seorang
ayah, seorang saudara, dan seorang nenek,
Namun
tidak mengetahui segala sesuatu sebagaimana adanya,
Aku
telah lahir dan lahir kembali,
Tidak
pernah merasa cukup.
Segera
setelah aku melihat Sang Bhagavā, aku mengetahui bahwa ini adalah tubuhku yang
terakhir,
Alam
kelahiran telah selesai, sekarang tidak ada kelahiran kembali bagiku.
Ketika
aku melihat para siswa berkumpul bersama,
Penuh
semangat, teguh, dan selalu berusaha,
Aku
melihat bahwa inilah bagaimana Buddha dihormati dengan benar.
Mahamāyā
melahirkan Gotama demi banyak orang,
Untuk
menyingkirkan kumpulan penderitaan
Dari
semua yang tertimpa penyakit dan kematian.
6.7 Guttā
Diucapkan oleh Buddha kepadanya kemudian
diulang olehnya ketika pencerahan
Guttā,
praktekkanlah apa yang engkau inginkan ketika meninggalkan keduniawian,
Setelah
engkau meninggalkan putra dan kekayaanmu, semua yang engkau cintai.
Jangan
biarkan pikiranmu mengendalikanmu.
Mereka
yang terperdaya dengan pikirannya
Bersenang
di alam Māra,
Terlahir
kembali tanpa akhir, selalu menyisakan ketidaktahuan.
Ada
lima belenggu yang mengikat seseorang pada penderitaan:
Dorongan
seksual, kehendak jahat yang kuat, pikiran bahwa seseorang memiliki sebuah roh,
Melekat
pada praktek yang tak berguna, dan keraguan adalah yang kelima.
Oh
Bhikkhuni, jika engkau membuang belenggu-belenggu ini,
Yang
selalu mengarah kepada alam kelahiran yang rendah,
Engkau
tidak akan menuju pada keadaan ini lagi.
Berpalinglah
dari nafsu, kesombongan, ketidaktahuan dan kegelisahan pikiran,
Potonglah
belenggu dan engkau akan mengakhiri penderitaan.
Bebaskan
dirimu dari kelahiran setelah kelahiran,
Benar-benar
memahami kelahiran kembali,
Dan
engkau akan bergerak diantara segala hal,
Tenang
dan puas dengan mereka sebagaimana adanya.
6.8 Vijayā
Empat
kali, lima kali, aku ingin keluar dari Vihārā,
Dengan
tanpa kedamaian di dalam batinku, tanpa pengendalian atas pikiranku.
Aku
mendekati seorang Bhikkhuni, menghormat kepadanya, menanyainya.
Ia
mengajarkanku Dhamma tentang fisik dan indra.
Tentang
Empat Kebenaran Mulia,
Tentang
bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui,
Dan
kekuatan yang dapat dikembangkan,
Tentang
apa yang membawa kita pada pencerahan,
Delapan
ruas Jalan untuk tujuan tertinggi.
Aku
mendengarkan apa yang ia katakan dan melakukan apa yang ia ajarkan,
Pada jaga
malam pertama, aku mengingat kehidupan lampauku,
Pada jaga
malam kedua, aku dapat melihat apa yang tidak terlihat,
Pada jaga
malam terakhir, aku membelah kumpulan kegelapan batin.
Dan
begitulah aku berdiam, memenuhi tubuhku dengan kegembiraan dan kebahagiaan,
Tujuh
hari setelah membelah kumpulan kegelapan batin,
Aku
merenggangkan kakiku.
7.1 Uttarā
“Pria muda
menemukan kekayaan
Mengambil
tongkat dan menumbuk padi,
Merawat
istri dan anak.
Lakukan
apa yang Buddha ajarkan,
Tidak ada
penyesalan setelah melakukannya,
Cepatlah,
cucilah kakimu, duduklah di satu sisi.
Persiapkan
pikiran, bulatkan tekad, terkonsentrasi;
Lihatlah
pada apa yang pikiranmu bentuk
Yang
datang dari tempat lain, bukanlah dari dirimu.”
Aku
mendengarkan nasehat yang Paṭācārā berikan,
Lalu aku
mencuci kakiku dan datang mendekat pada satu sisi.
Pada jaga
malam pertama, aku mengingat kelahiran lampauku,
Pada jaga
malam kedua, aku dapat melihat apa yang tidak terlihat.
Pada jaga
malam terakhir, aku membelah kumpulan kegelapan batin,
Dan ketika
aku berdiri
Aku
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya.
Apa yang
engkau instruksikan, aku telah melakukannya.
Jadi aku
berdiam,
Mengetahui
tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Tidak ada
yang mengotori batin,
Menghormatimu
dengan cara yang sama
Seperti
tiga puluh dewa menghormati Sakka, yang tidak terkalahkan oleh yang lain dalam
pertempuran.
7.2 Cālā
Setelah
aku mengembangkan perhatian,
Dan
telah menjadi seorang Bhikkhuni yang mengetahui dengan baik cara untuk
mengetahui,
Aku
memasuki tempat kedamaian,
Di
mana semua bentukan batin telah ditenangkan,
Yang
adalah kebahagiaan itu sendiri.
Kemudian Māra berbicara kepadaku:
Siapa
yang harus dicela karena kepalamu yang tercukur?
Engkau
terlihat seperti seorang pertapa,
Namun
itu terlihat seperti engkau tidak suka bersama dengan pertapa lainnya.
Kenapa
engkau melakukan itu, wanita bodoh?
Aku menjawab Māra:
Para
pertapa lain itu adalah orang asing bagiku, mereka bergantung pada pandangan
salah,
Mereka
tidak mengetahui Dhamma, mereka tidak mengetahui tentang kebenaran.
Sang
Buddha telah lahir di antara penduduk Sakya,
Ia
tanpa bandingan,
Ia
mengajarkanku Dhamma
Yang
jauh melampaui semua pandangan salah.
Ia
mengajarkanku tentang penderitaan,
Bagaimana
penderitaan akan menjadi,
Dan
bagaimana seseorang pergi melampauinya;
Ia
mengajarkanku Jalan Mulia Beruas Delapan
Yang
menuju pada berhentinya penderitaan.
Setelah
aku mendengarkan apa yang Ia katakan, aku berdiam
Bersenang
dalam ajaranNya.
Aku
telah melihat dengan mataku sendiri
Tiga
hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Apa
yang Buddha ajarkan telah selesai.
Apa yang
engkau anggap sebagai kesenangan adalah tidak bagiku,
Kumpulan
kegelapan batin telah terbelah.
Mengetahui
ini, yang jahat, engkau telah dikalahkan, engkau telah selesai.
7.3 Upacālā
Diucapkan saat pencerahan Upacālā
Penuh
perhatian, memiliki mata kebijaksanaan,
Setelah
menjadi seorang Bhikkhuni yang mengetahui cara mengetahui dengan baik.
Aku
memasuki keadaan kedamaian
Yang
dinikmati oleh orang mulia.
Diucapkan oleh Māra kepadanya:
Kenapa
tidak bersenang dalam kehidupan?
Semua
orang hidup menikmati kenikmatan fisik,
Nikmatilah
kenikmatan seksual sekarang,
Engkau
tidak akan menyesalinya nanti.
Upacālā membalas
Kematian
datang pada semua yang terlahir,
Dan
sampai itu terjadi
Tangan
dan kaki terpotong,
Ada
perbudakan dan eksekusi dan penderitaan lainnya,
Kelahiran
membawa penderitaan.
Sang
Buddha telah lahir di antara penduduk Sakya,
Tak
terkalahkan,
Ia
mengajarkanku Dhamma
Yang
jauh melampaui kelahiran.
Ia
mengajarkanku tentang penderitaan,
Bagaimana
penderitaan akan menjadi,
Dan
bagaimana seseorang pergi melampauinya;
Ia
mengajarkanku Jalan Mulia Beruas Delapan
Yang
menuju pada berhentinya penderitaan.
Setelah
aku mendengarkan apa yang Ia katakan, aku berdiam
Bersenang
dalam ajaranNya.
Aku
telah melihat dengan mataku sendiri
Tiga
hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Apa
yang Buddha ajarkan telah selesai.
Apa yang
engkau anggap sebagai kesenangan adalah tidak bagiku,
Kumpulan
kegelapan batin telah terbelah.
Mengetahui
ini, yang jahat, engkau telah dikalahkan, engkau telah selesai.
8.1 Sīsūpacālā
Diucapkan ketika pencerahan Sīsūpacālā
Seorang
Bhikkhuni penuh dengan moralitas,
Dengan
cara itu kami mengetahui dunia terkendali dengan baik,
Mencapai
keadaan damai, agung, dan manis.
Diucapkan oleh Māra kepadanya
Ada
para dewa di surga Tāvatiṃsā,
Dewa-dewa
Yāmā, dan juga mereka di alam Tusitā,
Para
dewa yang menciptakan kenikmatan mereka sendiri
Dan
para dewa yang menikmati apa yang dewa lain ciptakan,
Arahkan
pikiranmu kepada kenikmatan di tempat-tempat itu
Yang
pernah engkau nikmati.
Sīsūpacālā membalas
Ada
para dewa di surga Tāvatiṃsā,
Dewa-dewa
Yāmā, dan juga mereka di alam Tusitā,
Para
dewa yang menciptakan kenikmatan mereka sendiri
Dan
para dewa yang menikmati apa yang dewa lain ciptakan,
Namun
mereka semua, waktu dan lagi, kehidupan setelah kehidupan,
Dalam
tubuh apa pun mereka menjadi,
Tidak
akan melampaui perwujudan,
Mereka
hanya berlari setelah lebih banyak kelahiran dan kematian.
Seluruh
dunia menyala, seluruh dunia terbakar,
Seluruh
dunia berkobar, seluruh dunia berguncang.
Sang
Buddha mengajarkan Dhamma yang tidak dapat diguncang.
Tak
ada bandingannya
Dan
tidak diketahui oleh orang biasa,
Tetapi
aku telah menetapkan pikiran untuk itu.
Setelah
aku mendengarkan apa yang Ia katakan, aku berdiam
Bersenang
dalam ajaranNya.
Aku
telah melihat dengan mataku sendiri
Tiga
hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Apa
yang Buddha ajarkan telah selesai.
Apa yang
engkau anggap sebagai kesenangan adalah tidak bagiku,
Kumpulan
kegelapan batin telah terbelah.
Mengetahui
ini, yang jahat, engkau telah dikalahkan, engkau telah selesai.
9.1 Ibu Vaḍḍha
Diucapkan kepada anaknya
Vaḍḍha,
semoga engkau tidak pernah memiliki nafsu apapun dalam dunia ini
Dan
semoga engkau tidak mengambil penderitaan lagi dan lagi.
Para
bijaksana hidup bahagia,
Terbebas
dari keinginan,
Keraguan
dihalau, dingin, jinak,
Tidak
mengalir keluar dari dalam, Vaḍḍha.
Vaḍḍha,
semoga engkau mempraktekkan Jalan yang para Resi itu lakukan.
Jalan
yang memberikan pandangan terang dan mengakhiri penderitaan.
Vaḍḍha, mengetahui ibunya sekarang telah
tercerahkan, berkata
Ibu,
itu jelas bagiku
Bahwa
engkau mengetahui apa yang engkau bicarakan,
Engkau
adalah seseorang yang memberiku kelahiran,
Namun
aku adalah seseorang yang yakin
Bahwa
keinginan tidak ada pada dirimu.
Ibunya membalas
Apa
pun itu
Yang
kemunculannya karena sesuatu,
Tak
peduli seberapa rendah, tinggi, atau diantaranya,
Tidak
peduli seberapa kecil atau menit,
Aku
tidak memiliki keinginan untuk itu.
Semua
kekotoran yang dapat mengalir keluar dari dalam telah hilang,
Aku
pergi berusaha dan bermeditasi,
Aku
telah melihat dengan mataku sendiri
Tiga
hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Apa
yang Buddha ajarkan telah selesai.
Vaḍḍha kemudian berkata
Sepertinya
ia telah memegang tongkat kendali,
Ketika
ibuku, dengan belas kasih
Mendorongku
maju
Dengan
syair-syair tentang tujuan tertinggi.
Aku
mendengarkan kata-katanya,
Instruksi
dari ia yang memberiku kelahiran,
Dan
aku merasa sangat terdesak untuk mencapai keadaan kebebasan.
Berusaha,
tekun, tidak mengendur siang atau malam,
Didorong
oleh ibuku, aku mencapai kedamaian tertinggi.
10.1 Kisāgotamī
Kisāgotamī berucap dengan mengingat semua yang
telah ia capai karena persahabatan yang baik Sang Buddha
Sang
bijaksana memuji memiliki teman-teman baik
Bagi
siapapun dimanapun di alam semesta.
Dengan
menjaga persahabatan dengan teman-teman baik
Bahkan
seorang bodoh menjadi bijaksana.
Teruslah
bersahabat dengan orang baik,
Kebijaksanaan
meningkat bagi ia yang melakukannya.
Dengan
bersahabat dengan orang baik
Seseorang
terbebas dari semua penderitaan.
Seseorang
seharusnya mengetahui penderitaan,
Asal
mula penderitaan dan terhentinya,
Delapan
Ruas Jalan.
Seorang dewi mengatakan tentang keadaan
menjadi seorang wanita
Menjadi
seorang wanita adalah penderitaan,
Itu
telah ditunjukkan oleh Sang Buddha,
Penjinak
mereka yang harus dijinakan.
Berbagi
suami dengan istri lainnya adalah penderitaan untuk sebagian,
Sementara
bagi yang lain, memiliki seorang bayi satu saja adalah penderitaan yang lebih
dari cukup.
Sebagian
orang memotong lehernya,
Yang
lain mengambil racun,
Sebagian
meninggal dalam kehamilan
Dan
kemudian ibu dan anak keduanya mengalami penderitaan.
Kisāgotamī sendiri mengatakan tentang bahaya
menjadi seorang wanita, dengan menceritakan kisah Paṭācārā
Saat
akan melahirkan
Ketika
masih di jalan,
Aku
menemukan suamiku meninggal
Tepat
di jalan sana;
Aku
melahirkan
Sebelum
aku sampai ke rumah.
Kedua
putra dari wanita yang malang ini
Terlalu
cepat meninggal, suaminya juga meninggal
Tepat
di jalan sana,
Bahkan
ketika ibunya, ayah, dan saudara
Dibakar
pada satu kayu pemakaman.
Kisāgotamī melanjutkan tentang dirinya
Wanita
yang malang, keluargamu juga meninggal,
Penderitaan
tanpa akhir telah menjadi milikmu,
Air
matamu telah mengalir
Selama
ribuan kelahiran.
Setelah
hidup di tengah sebuah pemakaman
Tubuh
putramu sekarang hanya sesuatu yang dimakan,
Keluarga
telah hancur, dihina oleh semua, suami telah meninggal,
Ia
mencapai apa yang tanpa kematian.
Aku
mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan
Yang
menuju pada apa yang tanpa kematian,
Nibbāna
yang diketahui secara langsung.
Aku
telah melihat diriku sendiri pada cermin Dhamma.
Sekarang
aku seseorang
Dengan
anak panah kekotoran yang tercabut,
Dengan
beban yang diletakkan,
Yang
telah melakukan apa yang harus dilakukan.
Bhikkhuni
Kisagotami
Pikirannya
terbebas
Katakan
ini.
11.1 Uppalavaṇṇā
Mengingat kisah lainnya ketika ia melihat
bahaya dalam dorongan seksual
Kita
adalah ibu dan putri,
Namun
kita berbagi satu suami,
Aku
takut pada apa yang akan datang dari itu,
Itu
adalah kejahatan dan membuat bulu badanku berdiri tegak.
Dorongan
seksual, menjadikan mereka terkutuk,
Mereka
kotor, busuk, berbahaya,
Dan
mereka semua tepat di sana
Di
mana ibu dan putri berbagi satu suami.
Melihat
bahaya dalam dorongan seksual,
Dan
melihat kebebasan dari nafsu
Dari
sudut keamanan,
Ia
pergi meninggalkan keduniawian di Rājagaha,
Dari
kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.
Diucapkan oleh ia setelah ia melihat ke
belakang setelah pencapaiannya
Aku
mengetahui kehidupan lampauku
Dan
mata yang dapat dengan jelas melihat sesuatu yang tidak terlihat,
Aku
mengetahui arah batinku, sekarang aku mendengar dengan jelas.
Kekuatan
luar biasa diketahui secara langsung,
Kekotoran
yang mengalir dari dalam telah dibersihkan,
Enam
kekuatan tercapai, ajaran Buddha telah selesai.
Diucapkan olehnya kepada Buddha saat keajaiban
ganda
Dengan
kekuatan itu, aku menciptakan dari ketiadaan
Sebuah
kereta dengan empat kuda,
Aku
menghormati kaki Sang Buddha,
Pelindung
dunia tidak seperti yang lain.
Diucapkan untuknya oleh Māra ketika ia
melihatnya beristirahat satu hari
Engkau
datang ke pohon ini ketika mekar sempurna
Dan
sekarang engkau berdiri di sana
Selalu
sendirian di kaki sebuah pohon Sāla,
Tidak
ada seorangpun di sini.
Anak
bodoh, tidakkah engkau takut pada tongkat penggaruk?
Uppalavaṇṇā membalas
Bahkan
jika ratusan ribu penyamun telah datang
Aku
tidak akan merinding, ataupun gentar sedikitpun.
Jadi,
Māra, Apa yang akan engkau lakukan,
Ketika
itu semua hanyalah dirimu sendiri?
Mungkin
aku hanya akan menghilang
Atau
mungkin aku akan masuk ke dalam perutmu,
Mungkin
aku akan berdiri di antara alis matamu,
Tetapi
dimanapun itu,
Engkau
tidak bisa melihat
Di
mana aku berdiri.
Aku
memiliki pikiran yang terkendali,
Kekuatan
yang luar biasa adalah milikku yang dapat kugunakan,
Enam
kekuatan telah dicapai olehku,
Ajaran
Buddha telah selesai.
Nafsu
indria adalah seperti pedang dan pancang,
Tubuh,
indra-indra, dan pikiran
Hanyalah
potongan kecil ketika mereka terpotong.
Apa yang
engkau sebut sebagai kesenangan nafsu indria
Bukanlah
kesenangan bagiku sekarang.
Apa yang
engkau anggap sebagai kesenangan adalah tidak bagiku,
Kumpulan
kegelapan batin telah terbelah.
Mengetahui
ini, yang jahat, engkau telah dikalahkan, engkau telah selesai.
12.1 Puṇṇā
Puṇṇā berbicara kepada seorang Brāhmaṇa
Aku
membawa air,
Bahkan
ketika sedang dingin
Aku
tetap pergi turun ke dalam air,
Takut
dengan tongkat majikanku,
Takut
pada perkataan dan kemarahannya.
Tetapi
apakah yang engkau takuti, Brāhmaṇa
Ketika
engkau pergi ke dalam air,
Tubuhmu
gemetar
Seperti
engkau merasakan digin yang menusuk?
Brāhmaṇa menjawab
Meskipun
engkau mengetahuiku, Puṇṇika
Engkau
akan tetap bertanya kenapa aku melakukan
Tindakan
yang terampil ini,
Penghalang
buah kejahatan telah selesai.
Siapapun
yang melakukan suatu tindakan jahat,
Apakah
tua atau muda,
Adalah
terbebas dari buah kejahatan itu
Dengan
mandi di dalam air.
Puṇṇa
Siapa
yang mengatakan itu kepadamu,
Seperti
seorang yang tidak tahu berkata kepada seorang yang tidak tahu,
Orang
itu terbebas dari buah kejahatan
Dengan
mandi di dalam air?
Bukankah
para katak dan kura-kura
Semua
akan pergi ke surga,
Dan
begitupun para pengamat air dan buaya,
Dan
yang lainnya yang hidup di air,
Seperti
halnya pembunuh domba dan pembunuh babi,
Pemancing
dan penjebak binatang,
Pencuri
dan penjagal,
Semua
yang biasa berbuat kejahatan?
Mereka
terbebas dari buah kejahatan mereka
Jika
sungai-sungai ini dapat membawa pergi kejahatan yang telah dilakukan?
Namun
jika sungai-sungai ini dapat membawa pergi semua kebaikan yang telah dilakukan
juga,
Engkau
akan menyalahkan dirimu sendiri tentang itu,
Tidakkah
engkau takut akan itu, Brāhmaṇa,
Setiap
kali engkau pergi ke dalam air?
Brāhmaṇa
Ketika
engkau berkata kepadaku,
“Jangan
lakukan itu, jangan biarkan kedinginan menyerang kulitmu,”
Engkau
menuntunku yang berada di jalan yang salah
Ke
Jalan mereka yang Mulia,
Wanita
baik, aku memberikanmu selendang ini
Yang
menutupiku ketika aku mandi di dalam air,
Biarkan
ini menjadi milikmu, aku tidak menginginkannya.
Puṇṇa
Jika
engkau takut menderita, jika engkau tidak suka menderita,
Jangan
melakukan tindakan jahat, apakah terbuka atau secara tersembunyi.
Jika
engkau akan melakukan tindakan jahat,
Atau
telah melakukannya,
Engkau
tidak akan terbebas dari penderitaan yang datang kepadamu,
Bahkan
jika engkau melompat dan lari.
Jika
engkau takut menderita, jika engkau tidak suka menderita,
Berlindunglah
pada Buddha, Dhamma yang Ia ajarkan,
Dan
Saṅgha yang memiliki kualitas seperti Ia,
Kembangkan
moralitas bajikmu, yang akan menjadi keuntungan bagimu.
Brāhmaṇa
Aku
berlindung pada Buddha, Dhamma yang Ia ajarkan,
Dan
Saṅgha yang memiliki kualitas seperti Ia,
Aku
akan mengembangkan moralitas bajikku, yang akan menjadi keuntungan bagiku.
Aku
mungkin terlahir di dalam sebuah keluarga Brāhmaṇa,
Namun
sekarang aku benar-benar adalah seorang Brāhmaṇa,
Aku
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Aku
terpelajar, aku telah mencapai pengetahuan tertinggi,
Aku
telah dibersihkan.
13.1 Ambapālī
Rambut
di kepalaku sebelumnya ikal,
Hitam,
seperti warna lebah,
Sekarang
karena usia tua
Mereka
seperti goni.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Rambut
di kepalaku sebelumnya harum
Seperti
sebuah kotak harum yang dipenuhi dengan bunga,
Sekarang
karena usia tua
Itu
tercium seperti bulu kelinci.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
itu indah dengan diikat oleh tusuk rambut
Seperti
sebuah hutan belukar yang tebal dan ditanam dengan baik,
Sekarang
karena usia tua
Itu
menjadi jarang di banyak titik.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
kepalaku indah, dihiasi dengan kepangan,
Diperindah
dengan emas di tengah belahan rambut,
Sekarang
karena usia tua
Itu
telah menjadi gundul.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
alisku indah
Seperti
garis kontur yang pertama kali digambar oleh seorang artis yang baik,
Sekarang
karena usia tua
Mereka
berbelok karena kerutan.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
mataku hitam dan bersih,
Seperti
perhiasan yang indah dan cemerlang,
Sekarang
diserang dengan usia tua, mereka tidak lagi bersinar.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Ketika
aku muda, hidungku sangat indah,
Itu
halus, tinggi, dan sempurna untuk wajahku,
Sekarang
karena usia tua
Itu
seperti sebuah garis kulit basah,
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
telingaku indah
Seperti
gelang yang dibuat dengan baik, diselesaikan untuk kesempurnaan,
Sekarang
karena usia tua
Mereka
tak berbelok karena kerutan.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
gigiku indah,
Mereka
terlihat seperti pucuk pisang,
Sekarang
karena usia tua,
Mereka
rusak dan kuning.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
aku dapat menyanyi merdu
Seperti
burung Kokilā di hutan lebat,
Sekarang
karena usia tua,
Terkadang
suaraku serak.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
leherku indah
Seperti
kulit kerang yang lembut dan terpoles,
Sekarang
karena usia tua
Itu
bengkok dan berbentuk aneh.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
kedua lenganku indah
Seperti
palang besi bulat untuk mengunci pintu,
Sekarang
karena usia tua
Mereka
keabuan seperti kulit pohon Pāṭali.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
kedua tanganku indah,
Dihiasi
dengan cincin lembut yang terbuat dari emas,
Sekarang
karena usia tua,
Mereka
seperti akar pohon dan akar sayuran.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
payudaraku indah,
Penuh,
bulat, berdekatan, besar,
Sekarang
mereka turun ke bawah,
Seperti
kantung air kosong yang terbuat dari kulit.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
tubuhku indah,
Seperti
sebuah lempengan emas yang dipoles,
Sekarang
ini tertutup
Dengan
kerutan yang sangat baik.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
pahaku indah,
Seperti
belalai seekor gajah,
Sekarang
karena usia tua,
Mereka
adalah batang bambu.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
betisku indah,
Dihiasi
dengan gelang kaki lembut yang terbuat dari emas,
Sekarang
karena usia tua,
Mereka
seperti pembalik wijen.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Sebelumnya
kakiku indah,
Mereka
begitu lembut seperti penuh dengan katun,
Sekarang
karena usia tua
Mereka
keriput, dengan kapalan yang retak.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
Tubuh
ini sebelumnya terlihat seperti itu,
Sekarang
lemah dengan usia dan jatuh dari kebanggaannya,
Ini
adalah rumah bagi banyak penderitaan,
Seperti
sebuah rumah tua, plesternya jatuh ke bawah.
Itu
sama seperti Sang Buddha, pembabar kebenaran, katakan,
Tidak
ada yang berbeda dari itu.
13.2 Rohinī
Mengulang ketika pencerahannya apa yang dulu
ayahnya katakan kepadanya
Wanita
baik, engkau tertidur sambil berkata. “pertapa,”
Engkau
bangun mengatakan hal yang sama.,
Engkau
memberikan pujian hanya kepada pertapa,
Hal
itu pasti adalah apa yang engkau cita-citakan.
Engkau
memberikan banyak makanan dan minuman kepada pertapa,
Rohinī,
sekarang aku bertanya kepadamu,
Apakah
alasannya mengapa
Engkau
sangat menyukai pertapa?
Mereka
tidak suka bekerja, mereka malas,
Hidup
dengan apa yang diberikan orang lain,
Penuh
dengan harapan, menyukai hal-hal yang manis,
Jadi
apakah alasannya mengapa
Engkau
sangat menyukai pertapa?
Mengingat apa yang ia jawab
Engkau
telah bertanya kepadaku tentang pertapa
Untuk
waktu yang lama, ayah,
Aku
akan memuji mereka untukmu,
Kebijaksanaan
mereka, moralitas mereka, dan usaha mereka.
Mereka
suka bekerja, mereka tidak malas,
Mereka
melakukan berbagai tindakan terbaik,
Itulah
bagaimana mereka menyingkirkan nafsu seksual dan kemarahan—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Mereka
telah menghancurkan tiga akar kejahatan,
Mereka
melakukan apa yang murni,
Semua
kejahatan telah terhalau bagi mereka—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Apa
yang mereka lakukan dengan jasmani adalah murni,
Dan
itu sama dengan apa yang mereka katakan,
Bahkan
apa yang mereka pikirkan adalah murni—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Tanpa
noda seperti kulit kerang atau seperti mutiara itu sendiri,
Murni
dari dalam dan luar,
Dipenuhi
dengan hal-hal yang terang—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Terpelajar,
mereka mengetahui apa yang Buddha ajarkan dengan batin,
Mereka
mengajarkan DhammaNya dan tujuannya—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Terpelajar,
mereka mengetahui apa yang Buddha ajarkan dengan batin,
Mulia,
mereka menjalani apa yang Buddha ajarkan,
Pikiran
terfokus, penuh perhatian—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Mereka
bepergian jauh, selalu penuh perhatian,
Mengulang
kata-kata bijaksana, batinnya tenang,
Mereka
mengetahui bagi dirinya sendiri akhir penderitaan—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Apapun
desa yang mereka tinggalkan,
Mereka
tidak melihat ke belakang dengan kemelekatan apapun,
Dengan
tanpa kerinduan, mereka terus berjalan—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Mereka
tidak menyimpan apapun yang mereka miliki
Di
suatu gudang atau di sebuah pot atau sebuah kotak,
Mencari
pengganti untuk apa yang telah disiapkan—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Mereka
tidak mengambil emas
Atau
koin emas dan perak,
Mereka
memperoleh dengan apapun yang tersedia—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Mereka
yang telah meninggalkan keduniawian
Dari
berbagai keluarga dan dari berbagai daerah
Dan
mereka tetap berteman satu sama lain—
Dan
itulah alasannya kenapa
Pertapa
sangat kusukai.
Mengulang apa yang ayahnya kemudian ucapkan
kepadanya
Rohinī,
sayangku, aku dapat melihat
Bahwa
engkau terlahir di keluarga kita karena satu alasan,
Engkau
memiliki keyakinan pada Buddha,
Dan
engkau sangat menghormati DhammaNya
Dan
SaṅghaNya.
Engkau
memahami bahwa komunitas ini
Adalah
ladang yang baik untuk membuat jasa,
Jadi
biarlah para pertapa ini mengambil pemberian kami.
Jika
engkau takut menderita,
Jika
engkau tidak suka menderita,
Pemberian
apapun yang dilakukan
Akan
memberikan akibat yang besar.
Mengulang apa yang ia katakan kepada ayahnya
Berlindunglah
pada Buddha, Dhamma yang Ia ajarkan,
Dan
Saṅgha yang memiliki kualitas seperti Ia,
Kembangkan
moralitas bajikmu, yang akan menjadi keuntungan bagimu.
Mengulang apa yang ayahnya katakan
Aku
berlindung pada Buddha, Dhamma yang Ia ajarkan,
Dan
Saṅgha yang memiliki kualitas seperti Ia,
Aku
akan mengembangkan moralitas bajikku, yang akan menjadi keuntungan bagiku.
Aku
mungkin terlahir di dalam sebuah keluarga Brāhmaṇa,
Namun
sekarang aku benar-benar adalah seorang Brāhmaṇa,
Aku
mengetahui tiga pengetahuan, aku terpelajar,
Aku
telah mencapai pengetahuan tertinggi,
Aku
telah dibersihkan.
13.3 Cāpā
Di
masa lalu
Bukankah
itu aku yang membawa tongkat pertapa?
Sekarang
aku adalah seorang pemburu rusa,
Tak
dapat keluar dari lumpur busuk
Dan
mencapai pantai lainnya
Karena
nafsu keinginan.
Yakin
bahwa aku akan tetap tergila-gila,
Istriku
memberikan semua perhatiannya kepada putra kami, untuk membuat ia bahagia,
Namun
aku kembali memotong ikatanku dengannya
Aku
akan meninggalkan keduniawian lagi.
Cāpā
Tolong
jangan marah kepadaku, pria besar,
Bijaksanawan
agung, janganlah marah.
Tidak
ada kemurnian pikiran
Bagi
ia yang dikuasai kemarahan.
Dari
mana pengendalian diri akan datang?
Suami Cāpā
Aku
akan meninggalkan Nālā,
Siapa
yang dapat hidup di sini di Nālā?
Pertapa
bajik terjebak
Dengan
kecantikan tubuh wanita.
Cāpā
Datanglah
kemari, tampan, menetaplah,
Nikmatilah
apa yang engkau mau
Seperti
engkau sebelumnya denganku,
Aku
akan mengikuti perintahmu,
Dan
engkau akan menjadi kerabatku.
Suami Cāpā
Cāpā,
jika hanya ada seperempat
Dari
apa yang engkau katakan
Itu
akan lebih dari cukup
Bagi
pria lain jatuh cinta denganmu.
Cāpā
Tampan,
tubuhmu
Seperti
sebuah pohon Takkāriṃ, di puncak gunung
Indah
ketika mekar sempurna,
Seperti
mekarnya tanaman Dāḷima
Atau
seperti pohon Pāṭali
Berdiri
tegak di tengah sebuah pulau.
Jika
engkau pergi, pergi meninggalkanku,
Siapa
yang akan secara fisik menikmati tubuhku
Diperindah
dengan cendana,
Dibalut
dengan pakaian terbaik dari Kāsī?
Suami Cāpā
Engkau
ingin menangkapku,
Seperti
penangkap burung dengan jerat burung.
Engkau
tidak akan menjebakku
Dengan
tubuhmu yang menarik.
Cāpā
Dan,
tampan, bagaimana dengan anak ini,
Lahir
karenamu?
Yang
akan engkau tinggalkan
Ketika
engkau meninggalkanku,
Yang
memiliki anak ini?
Suami Cāpā
Mereka
yang bijaksana
Pergi
meninggalkan anak,
Kerabat,
dan kekayaan,
Pertapa
agung meninggalkan dunia
Seperti
seekor gajah memutuskan pengikatnya.
Cāpā
Aku
akan memukul anakmu
Membaringkannya
di tanah,
Memakai
sebuah tongkat atau pisau padanya,
Dan
kemudian karena kesedihan atas anakmu
Engkau
tidak akan pergi.
Suami Cāpā
Bahkan
jika engkau memberikan anak itu
Pada
serigala atau anjing,
Engkau
tidak akan membuatku berbalik,
Engkau
pembuat anak yang malang.
Cāpā
Semoga
berhasil untukmu kalau begitu, tampan,
Tapi
kemana engkau akan pergi,
Ke
desa atau kota apa,
Ke
kota besar atau ibukota apa?
Suami Cāpā
Sebelumnya
aku adalah pemimpin yang lain,
Semua
bangga bahwa kami adalah pertapa
Bahkan
ketika kami belum sepenuhnya,
Kami
pergi dari kota ke kota,
Ke
kota besar dan ke ibukota.
Sang
Bhagavā, Sang Buddha telah dekat
Tepat
di tepi Sungai Nerañjara,
Di
mana Ia mengajarkan Dhamma
Yang
mengarah pada berakhirnya semua penderitaan
Untuk
semua makhluk.
Aku
akan pergi ke tempat di mana Ia berada
Dan
Ia akan menjadi guruku.
Engkau
juga harus mengucapkan pujian
Tentang
Yang Tertinggi di dunia.
Dan
engkau juga harus menghormatiNya dengan memutariNya,
Dan
memberi Ia pemberian yang layak bagiNya
Inilah
apa yang memungkinkan bagi kita—
Katakanlah
demikian, untuk kita berdua, engkau dan aku.
Cāpā
Aku
juga akan mengucapkan pujian
Tentang
Yang Tertinggi di dunia,
Dan
setelah menghormatiNya dengan mengelilingiNya
Aku
akan memberi Ia pemberian yang layak.
Mereka yang menghimpun kata-kata ini berkata
Dan
begitulah suaminya yang tampan pergi
Ke
Sungai Nerañjara.
Di
mana ia melihat Buddha mengajar
Tentang
tempat tanpa kematian yang manis semanis nektar,
Tentang
penderitaan dan kemunculannya,
Tentang
mengatasi penderitaan,
Dan
Jalan Mulia Beruas Delapan
Yang
berakhir dengan berakhirnya penderitaan.
Setelah
menghormati kakiNya
Dan
memutariNya,
Ia
mendedikasikan jasanya ke Cāpā
Dan
pergi meninggalkan keduniawian menuju keadaan tanpa rumah.
Ia
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Apa
yang Buddha ajarkan telah selesai.
13.4 Sundarī
Mengulang ketika pencerahannya sebuah dialog
dengan ayah Sundarī
Gadisku,
di masa lalu orang-orang memanggilmu
Seorang
yang memakan putranya yang telah mati,
Engkau
terus menangis keras untuk mereka siang dan malam.
Hari
ini, Brāhmaṇa wanita, meskipun engkau telah memakan
Ribuan
anak,
Mengapa,
Vāseṭṭhi, engkau tidak menangis keras?
Vāseṭṭhi membalas ayahnya
Sebanyak
ratusan anak,
Sama
seperti ratusan kerabat,
Milikku
maupun milikmu
Telah
termakan di masa lalu, Brāhmaṇa.
Sekarang
aku mengetahui cara untuk meninggalkan kelahiran dan kematian,
Aku
tidak akan meratap ataupun menangis,
Dan
aku tidak lagi bersedih.
Ayah Sundarī
Apa
yang engkau katakan sungguh menakjubkan, Vāseṭṭhi;
Siapa
yang mengajarkanmu DhammaNya
Sehingga
engkau dapat berkata sesuatu karena terinspirasi seperti ini?
Vāseṭṭhi
Sang
Buddha berada di dekat kota Mithila, Brāhmaṇa,
Di
sana Ia mengajarkan Dhamma
Yang
mengarah pada berakhirnya semua penderitaan
Untuk
semua makhluk.
Aku
telah mendengar Dhamma dari Ia Yang Layak Dihormati,
Kebenaran
yang membebaskan dari semua yang menahan kita kembali,
Dan
sesaat setelah Dhamma itu diketahui,
Aku
dapat menghalau kesedihanku karena kehilangan anak.
Ayah Sundarī
Aku
juga akan pergi ke tempat di dekat Mithila itu,
Aku
harap Sang Bhagavā itu akan membebaskanku
Dari
semua penderitaan juga.
Mereka yang menghimpun kata-kata ini berkata
Brāhmaṇa
itu melihat Sang Buddha,
Melihat
bahwa ia telah terbebas dan tidak akan terlahir kembali,
Dan
Sang Bijaksana itu Yang telah pergi melampaui penderitaan
Mengajarkan
Dhamma kepadanya,
Ia
mengajarkan tentang penderitaan,
Bagaimana
penderitaan muncul,
Dan
bagaimana seseorang pergi melampauinya,
Ia
mengajarkan Jalan Mulia Beruas Delapan
Yang
menuju kepada berakhirnya penderitaan.
Saat
ketika Dhamma itu diketahui
Ia
menemukan kesenangan dalam meninggalkan keduniawian,
Dan
setelah tiga malam,
Sujata
mengetahui tiga hal
Yang
banyak orang tidak mengetahuinya.
Ayah Sundarī
Kemarilah,
kusir, ambillah kereta ini dan pergi,
Sampaikan
harapanku untuk kesehatannya kepada istriku
Namun
katakan kepadanya bahwa aku telah pergi meninggalkan keduniawian,
Dan
bahwa aku mengetahui tiga hal
Yang
banyak orang tidak mengetahuinya setelah tiga malam.
Diucapkan oleh mereka yang menghimpun
kata-kata ini
Kusir
itu mengambil kereta dan seribu koin,
Ia
memberikan pesan kepada Brāhmaṇa wanita
Tentang
harapan suaminya untuk kesehatannya,
Bahwa
Sujatā telah pergi meninggalkan keduniawian,
Dan
bahwa ia mengetahui tiga hal
Yang
banyak orang tidak mengetahuinya setelah tiga malam.
Ibu Sundarī
Hanya
mendengar bahwa suamiku mengetahui
Tiga
hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Aku
merasa seperti aku memiliki satu mangkuk penuh untuk diberikan,
Dan
begitu juga, kusir,
Aku
memberimu kuda ini dan kereta dan seribu koin.
Kusir
Brāhmaṇa
wanita, engkau dapat menyimpan kuda dan kereta juga seribu koin itu,
Aku
juga akan pergi meninggalkan keduniawian
Di
hadapanNya yang memiliki kebijaksanaan terbaik.
Ibu Sundarī
Sundarī,
ayahmu telah meninggalkan keduniawian
Pergi
meninggalkan gajah-gajah, sapi-sapi, dan kuda-kuda,
Perhiasan
dan anting, dan semua kekayaan rumah ini,
Engkau
adalah pewaris di keluarga ini, sekarang engkau dapat menikmati kekayaan ini.
Sundarī
Ayahku
telah meninggalkan keduniawian
Pergi
meninggalkan gajah-gajah, sapi-sapi, dan kuda-kuda,
Perhiasan
dan anting, dan semua kekayaan rumah ini,
Karena
ia terdesak oleh kesedihan pada putranya,
Dan
aku juga akan pergi meninggalkan keduniawian, karena aku terdesak
oleh
kesedihan pada saudaraku juga.
Ibu Sundarī
Semoga
itu semua menjadi seperti yang engkau harapkan, Sundarī,
Namun
di sana nanti akan mengambil sebagai derma apa yang orang lain buang
Dan
mengenakan kain buangan sebagai jubah.
Bila
engkau dapat bahagia dengan hal-hal seperti itu,
Di
dunia nanti, engkau akan terbebas
Dari
semua kekotoran dari dalam.
Sundarī berkata kepada Penahbisnya
Mata
yang dapat melihat yang tidak terlihat
Aku
telah memurnikannya melalui latihan,
Aku
mengetahui kehidupan lampauku, Ayya,
Aku
mengetahui di mana aku telah tinggal sebelumnya.
Dengan
bergantung padamu, Therī yang cantik,
Engkau
yang adalah sebuah hiasan Saṅgha.
Aku
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya,
Apa
yang Buddha ajarkan telah selesai.
Izinkanlah
aku, Ayya, untuk pergi ke Sāvatthi,
Aku
akan mengaum seperti seekor singa di hadapan Sang Buddha.
Sundarī berkata kepada dirinya sendiri saat ia
mendekati Sang Buddha di Sāvatthi
Lihatlah
Sang Guru, Sundarī,
Ia
berwarna emas, kulitNya semua keemasan,
Sang
Buddha yang adalah Penjinak mereka yang tidak jinak,
Yang
tidak takut pada siapapun dan apapun.
Semoga
Sang Buddha melihatku datang kepadanya,
Melihat
bahwa aku sepenuhnya terbebas, terbebas dari semua yang menahan kita kembali,
Nafsu
seksual telah hilang, terbebas, apa yang harus dilakukan telah dilakukan,
Bebas
dari semua kekotoran dari dalam.
Sundarī kepada Buddha
Sundarī
adalah muridmu, Pahlawan Besar,
Ia
meninggalkan Bārāṇasi dan pergi ke tempat di mana Engkau berada,
Dan
sekarang ia membungkuk ke kakiMu.
Engkau
adalah Buddha, Engkau adalah guruku,
Brāhmaṇa,
aku adalah putriMu,
AnakMu,
lahir dari mulutMu,
Semua
yang harus dilakukan telah dilakukan,
Aku
terbebas dari semua kekotoran dari dalam.
Diucapkan oleh Buddha kepada SundarI
Wanita
yang beruntung, engkau diterima di sini,
Di
sinilah engkau berada,
Sama
seperti mereka yang telah menjinakkan dirinya sendiri,
Yang
nafsu seksualnya telah hilang, yang telah terbebas,
Yang
telah melakukan apa yang harus dilakukan
Dan
telah terbebas dari semua kekotoran dari dalam,
Semua
yang telah datang dan membungkuk ke kaki Sang Guru.
13.5 Subhā, Putri Pandai
Besi
Pertama
kali aku mendengar Dhamma Sang Buddha ketika aku masih muda,
Suatu
hari ketika aku mengenakan pakaian bersih,
Dan
dengan usahaku sendiri,
Memahami
Empat Kebenaran Mulia.
Di
sana aku menemukan bahwa aku memiliki
Ketidaksukaan
yang besar untuk semua indra-indraku yang menemukan kesenangan,
Aku
takut pada tubuhku sendiri,
Dan
aku menginginkan kebebasan dari semua itu.
Aku
meninggalkan kerabatku, para budak, dan para pekerja,
Desa-desa
yang kaya dan ladang-ladangnya,
Semua
yang menyenangkan dan menggembirakan,
Aku
meninggalkan lebih dari sebuah kekayaan kecil, aku pergi meninggalkan
keduniawian,
Aku
pergi melangkah, dengan keyakinanku yang seperti itu,
Ke
dalam Dhamma yang telah dibabarkan dengan baik.
Jadi
tidaklah tepat bagiku sekarang,
Ketika
aku tidak menginginkan apapun sama sekali,
Untuk
kembali lagi
Kepada
perak dan emas yang telah kubuang.
Perak
dan emas tidaklah mengarah
Pada
pencerahan dan kedamaian,
Mereka
tidak cocok untuk seorang pertapa,
Mereka
adalah kekayaan yang tidak mulia.
Kekayaan
datang dengan kerakusan, membuat kepalamu berputar,
Itu
mendelusi dan itu meningkatkan kekotoran,
Itu
membawa banyak penyesalan dan berbahaya,
Tidak
ada yang dapat engkau andalkan dengan kekayaan.
Seseorang
mendapatkan kegembiraan di dekat kekayaan, dan mereka mendapatkan kecerobohan
juga,
Pikiran
mereka menjadi kotor,
Kekayaan
membuat mereka selalu berselisih satu sama lain,
Dan
mereka bertarung dengan diri mereka sendiri tanpa henti.
Kematian
dan perbudakan, bencana dan perampokan,
Kesedihan
dan ratapan—ada banyak sekali penderitaan
Bagi
mereka yang tertangkap pada apa yang menyenangkan indra-indra.
Kerabatku,
engkau tahu bahwa aku telah meninggalkan keduniawian,
Bahwa
aku telah melihat apa yang menakutkan didalam apa yang menyenangkan
indra-indra,
Jadi
mengapa engkau mencoba untuk membawaku kembali ke kesenangan-kesenangan itu
Seperti
engkau adalah musuhku?
Emas
dan uang tidaklah mengurangi
Kekotoran
yang mengalir keluar dari dalam,
Desakan
yang datang dari indra-indra kita adalah musuh,
Penjagal,
musuh yang mengikat kita dengan tali.
Kerabatku,
engkau tahu bahwa aku telah meninggalkan keduniawian,
Bahwa
kepalaku telah tercukur dan aku mengenakan sebuah jubah Bhikkhuni,
Jadi
mengapa engkau mencoba untuk membawaku kembali ke kesenangan-kesenangan itu
Seperti
engkau adalah musuhku?
Mengambil
sebagai derma apa yang orang lain buang
Dan
mengenakan kain buangan sebagai sebuah jubah,
Itulah
apa yang pantas bagiku,
Itu
adalah semua yang diperlukan bagi seseorang yang tanpa rumah.
Bijaksanawan
agung telah meninggalkan semua kesenangan indra,
Kesenangan
surgawi dan manusia,
Mereka
bebas, di tempat yang damai,
Mereka
telah mencapai kebahagiaan yang tetap.
Biarkan
aku bahkan tidak menemukan sesuatu yang menyenangkan indra-indra,
Tidak
ada tempat yang aman di antara mereka,
Mereka
adalah musuh, penjagal,
Penderitaan
yang mereka bawa adalah seperti api besar.
Keserakahan
adalah berbahaya, menakutkan,
Menghancurkan,
itu berduri,
Itu
sangat salah, dan juga begitu berbahaya,
Itu
membuat seseorang gila.
Dorongan
yang datang dari indra-indra adalah masalah,
Mereka
menakutkan, seperti kepala ular,
Namun
orang biasa, selalu buta, selalu bodoh,
Tetap
bersenang dengan mereka.
Banyak
orang di dunia sesungguhnya adalah bodoh.
Karena
lumpur dari apa yang menyenangkan indra-indra,
Mereka
tidak tahu dimana belenggu kelahiran dan kematian berada.
Karena
dorongan indra-indra,
Manusia
bahagia mengikuti jalan
Untuk
hidup menderita,
Mereka
membawa kesakitan pada diri mereka sendiri.
Itulah
bagaimana dorongan indra-indra memberikan kita musuh,
Mereka
membakar dan mengotori,
Umpan
didalam jerat dunia,
Belenggu,
mengikat pada tindakan kita.
Dorongan
indra-indra sangat menjengkelkan, begitu menarik,
Mereka
masalah bagi pikiran, mereka adalah
Sebuah
jaring yang disiapkan sebagai perangkap oleh Māra
Untuk
mengotori makhluk-makhluk.
Dorongan
indra-indra adalah bahaya tanpa akhir,
Mereka
membawa banyak jenis penderitaan dan adalah sebuah racun yang kuat,
Mereka
memberikan sedikit kepuasan, dan setelahnya membawa kesedihan,
Mereka
menghanguskan kesempatan baik yang datang.
Karena
dorongan indra-indra,
Aku
telah hancur berkali-kali.
Aku
tidak akan kembali pada itu lagi,
Sekarang
aku selalu bersenang dalam Nibbāna.
Menginginkan
untuk menjadi dingin,
Aku
bertarung dengan dorongan indra-indra.
Aku
akan hidup dengan tekun
Ketika
ikatan dari desakan-desakan itu berlalu.
Aku
akan pergi pada jalan itu
Yang
dengan para bijaksanawan agung telah mencapai Nibbāna.
Itu
tanpa kesedihan, tanpa kesalahan, penuh kedamaian, lurus,
Jalan
Mulia Berunsur Delapan.
Diucapkan oleh Buddha untuk memuji Subhā
Lihatlah
pada Subhā, putri pandai besi,
Ia
telah menjadi tenang,
Ia
bermeditasi pada kaki sebuah pohon.
Hari
ini adalah delapan hari sejak ia meninggalkan keduniawian, penuh keyakinan,
Ia
cantik karena ia telah merealisasikan Dhamma,
Yang
diajarkan oleh Uppalavaṇṇā, ia mengetahui
Tiga
hal yang banyak orang tidak mengetahuinya
Dan
ia telah pergi meninggalkan kematian.
Subhā
adalah seorang budak yang telah bebas, ia sekarang tidak memiliki hutang,
Seorang
Bhikkhuni yang mengetahui cara mengetahui dengan baik,
Terbebas
dari apapun yang menahannya kembali,
Ia
telah melakukan apa yang harus dilakukan
Dan
bebas dari kekotoran yang mengalir keluar dari dalam.
Diucapkan oleh mereka yang menghimpun
kata-kata ini
Sakka,
penguasa para makhluk, menggunakan kekuatannya
Untuk
datang dengan sejumlah dewa,
Dan
ia menghormati Subhā, putri pandai besi.
14.1 Subhā Dari Hutan
Jīvakamba
Sebagai
seorang Bhikkhuni Subhā memasuki Hutan Jīvakamba yang indah
Seorang
pria hidung belang memegangnya dan Subhā berkata demikian kepadanya:
Subhā
Teman,
tidaklah benar bagi seorang pria
Untuk
menyentuh seorang wanita yang telah meninggalkan keduniawian,
Kenapa
engkau menghalangi jalanku?
Aku
dalam keadaan murni, dan tanpa cela,
Ini
adalah disiplin yang diajarkan oleh Sang Sugata
Instruksi
Guruku,
Instruksi
yang aku hormati,
Kenapa
engkau menghalangi jalanku?
Pikiranmu
terganggu, aku tidak,
Engkau
tidak murni, aku tidak,
Pikiranku
terbebas dimanapun aku berada.
Kenapa
engkau menghalangi jalanku?
Pria hidung belang
Engkau
muda dan polos,
Bagaimana
bisa meninggalkan keduniawian adalah benar bagimu?
Ayolah,
singkirkan jubah kuning itu,
Marilah
kita saling menikmati satu sama lain di hutan ini,
Semua
bunganya sedang bermekaran.
Udaranya
manis,
Pepohonan
berdiri tegak, serbuk sari dimana-mana,
Ayolah,
awal musim semi adalah musim untuk kebahagiaan,
Marilah
kita saling menikmati satu sama lain di hutan ini,
Semua
bunganya sedang bermekaran.
Pepohonan
tertutupi bunga-bunga
Seperti
bulu badan yang berdiri tegak,
Mereka
nampak merintih dalam kenikmatan ketika angin berhembus,
Kesenangan
cinta apakah yang akan ada untukmu
Jika
engkau masuk ke dalam hutan sendirian?
Engkau
ingin masuk ke dalam hutan yang luas tanpa seorang teman,
Menakutkan
dan sendirian,
Dipenuhi
dengan kumpulan binatang buas,
Bergema
dengan suara-suara gajah betina yang digemari oleh pejantan.
Engkau
akan terlihat menonjol, berkeliaran di dalam hutan,
Seperti
sebuah boneka yang berkilauan emas
Atau
seperti sesosok peri cantik di Cittaratha.
Dengan
apa aku harus menyebutmu, ketika tidak ada yang sebanding denganmu,
Engkau
sangat indah, begitu indah dengan pakaian-pakaian bagus itu
Dan
dengan selendangmu yang halus dari Kāsī.
Aku
akan patuh pada perintahmu
Jika
kita hidup bersama di dalam hutan,
Tidak
ada yang lebih aku cintai selain engkau,
Gadis
dengan mata yang menawan seperti Kinnari.
Jika
engkau melakukan apa yang aku sarankan, engkau akan bahagia.
Ayolah,
buatlah sebuah rumah denganku,
Engkau
akan hidup di dalam keamanan suatu istana,
Biarkan
wanita menunggumu.
Bungkuslah
dirimu dengan syal-syal dari Kāsī ini.
Pakailah
sedikit kosmetik dan parfum,
Ketika
aku memperoleh berbagai macam hiasan,
Emas,
permata, dan mutiara, untukmu.
Naiklah
kedalam kasur baru ini, ini begitu mewah,
Berbau
harum dari kayu cendana,
Yang
indah, ini menyebar, melempar, dan menutupi,
Dan
diatasnya adalah kanopi berwarna putih bersih.
Atau,
yang suci, apakah engkau lebih suka menjadi tua
Dengan
tubuhmu yang tak tersentuh,
Seperti
sebuah teratai biru yang muncul dari air
Namun
tak tersentuh oleh tangan-tangan manusia?
Subhā
Engkau
benar-benar tidak waras.
Apa
yang engkau lihat
Ketika
engkau melihat tubuh ini,
Diisi
sedemikian dengan hal-hal yang telah mati,
Ditakdirkan
sedemikian pada kehancuran hanya untuk mengisi pemakaman?
Pria hidung belang
Aku
melihat matamu! Mereka seperti mata rusa muda,
Mereka
seperti mata Kinnari di gua pegunungan.
Melihat
matamu hanya meningkatkan kesenanganku
Dalam
bersiap-siap untuk bercinta denganmu.
Mata
itu! Melihat mereka
Seperti
pucuk teratai biru pada wajahmu yang keemasan
Hanya
meningkatkan nafsuku
Dalam
bersiap-siap untuk bercinta denganmu.
Bahkan
setelah engkau telah pergi jauh,
Aku
akan mengingatmu dan matamu,
Bulu
matamu yang panjang, tatapanmu yang murni,
Gadis
dengan mata menawan seperti Kinnari,
Tidak
ada yang lebih baik dari matamu.
Subhā
Engkau
bernafsu pada seorang putri Sang Buddha.
Engkau
pasti ingin untuk pergi ke tempat di mana tidak ada orang yang telah
mendatanginya,
Menginginkan
bulan sebagai mainan,
Dan
ingin melompati gunung Meru juga.
Di
dunia ini dengan para dewanya
Tidak
ada apapun yang aku inginkan;
Jika
sesuatu yang aku inginkan memang ada,
Aku
tidak tahu apakah itu,
Apapun
itu, Sang Jalan dari Guruku
Telah
menghancurkan dorongan untuk itu sampai ke akarnya.
Aku
tidak melihat adanya sesuatu yang layak diinginkan,
Sang
Jalan telah menghancurkan dorongan untuk hal-hal itu sampai ke akarnya.
Jika
sesuatu muncul sehingga aku mungkin merasakan dorongan untuk itu,
Dorongan
itu seperti sebuah bara api yang melompat dari lubang api hanya untuk keluar,
Seperti
sebuah mangkuk beracun yang menguap tak tersentuh.
Mungkin
ada orang-orang yang tidak memikirkan segalanya,
Mungkin
ada mereka yang belum melihat Sang Guru,
Engkau
seharusnya bernafsu pada salah satu dari mereka,
Namun
cobalah untuk menggoda seseorang yang mengetahui dan engkau akan menderita.
Perhatianku
berdiri teguh
Di
tengah celaan dan pujian,
Kebahagiaan
dan penderitaan,
Mengetahui
bahwa apa yang tersusun adalah busuk,
Pikiranku
tidak melekat kemanapun.
Aku
adalah murid Sang Sugata,
Bepergian
pada kendaraan yang hanya dapat berjalan di Jalan Beruas Delapan.
Anak
panah telah tercabut,
Kekotoran
yang mengalir keluar dari dalam telah dibuang,
Aku
bahagia bahwa aku telah pergi ke tempat yang sunyi.
Aku
telah melihat boneka yang dilukis dan boneka itu menari,
Terikat
dan diikat bersama dengan batang dan benang.
Ketika
batang dan benang telah terpotong,
Dilepaskan,
dibuang, dan bertebaran,
Pecah
menjadi serpihan kecil yang tidak dapat dilihat—
Apakah
engkau menetapkan pikiranmu di sana?
Bagian
tubuhku adalah seperti itu,
Mereka
tidak ada tanpa serpihan kecil yang lebih kecil,
Dan
tubuh itu sendiri tidak ada tanpa bagian-bagian itu—
Apakah
engkau menetapkan pikiranmu di sana?
Engkau
melihat beberapa figur dilukis pada sebuah dinding,
Diwarnai
dengan warna kuning yang membuat tubuh mereka terlihat hidup,
Namun
apa yang engkau lihat adalah berlawanan dari apa yang engkau pikirkan,
Engkau
berpikir engkau melihat manusia ketika tidak ada manusia di sana.
Yang
buta, engkau berlari setelah hal-hal yang tidak ada di sana,
Hal-hal
yang adalah seperti sihir ilusi
Atau
sebuah pohon emas yang dilihat dalam mimpi.
Mata
hanyalah bola kecil dalam berbagai bentuk.
Dengan
air matanya, mata adalah gelembung air diantara kelopak matanya,
Seperti
sebuah bola kecil dari resin di lubang sebuah pohon,
Dan
lendir keputihan keluar darinya.
Diucapkan oleh mereka yang menghimpun
kata-kata ini
Kemudian
ia yang sangat menyenangkan ketika menatapnya,
Pikirannya
tidak melekat dan dengan tanpa kemelekatan terhadap matanya,
Mencungkilnya
dan memberikannya kepada pria itu, dengan berkata,
“Ini,
ambillah mata ini, ini milikmu.”
Nafsu
seksual pria itu berakhir di sana selamanya
Dan
ia meminta ampunannya, dengan berkata,
“Yang
Suci, jadilah utuh kembali, ini tidak akan terulang lagi.
Melukai
seseorang adalah seperti memeluk api,
Itu
seolah-olah seperti menangani seekor ular beracun,
Jadilah
utuh kembali, maafkan aku.”
Bhikkhuni
itu yang telah terbebas pergi ke tempat di mana Buddha berada,
Dan
ketika ia melihat tanda-tanda indah keagunganNya pada tubuhNya,
Matanya
kembali seperti sedia kala.
15.1 Isidāsī
Diucapkan oleh mereka yang menghimpun
kata-kata ini
Di
Pāṭaliputta, kota yang dinamai dari sebuah bunga
Dan
yang adalah bagian terbaik dari bumi,
Ada
dua Bhikkhuni, masing-masing dengan kualitas menakjubkan,
Masing-masing
berasal dari keluarga-keluarga baik di dalam Suku Sakya.
Isidāsī
adalah seorang dan Bhikkhuni Bodhi adalah yang lainnya,
Masing-masing
bermoral dan terpelajar,
Mereka
bersenang dalam meditasi dan pembelajaran,
Semua
kekotoran yang mengendap telah dihancurkan.
Setelah
mereka memakan derma mereka dan mencuci mangkuk mereka,
Ketika
duduk dengan bahagia di satu tempat terpencil,
Mereka
melantunkan ucapan yang penting ini.
Diucapkan oleh Bodhi
Engkau
sangat indah, gadis Isidāsī, tidak ada kemudaanmu yang hilang,
Apa
yang telah engkau lihat adalah sangat keliru
Itukah
yang membuatmu bersungguh-sungguh pada pelepasan keduniawian?
Diucapkan oleh mereka yang menghimpun
kata-kata ini
Ketika
berada di tempat terpencil itu ia merasa harus menjawabnya,
Isidāsī,
yang terpelajar sebagai seorang pembabar, berkata,
“Dengarkan,
Bodhi, pada bagaimana aku meninggalkan keduniawian.”
Isidāsī
Ayahku
adalah seorang yang kekayaannya terkenal di Ujjeni,
Ia
juga bermoral.
Aku
adalah putri satu-satunya, yang dicintainya,
Kesenangan
baginya, fokus kebaikannya.
Kemudian
para pelamar datang dari Sāketa untuk melamarku,
Semua
berasal dari sebuah keluarga mulia,
Di
antara mereka ada seoang pria lainnya yang kekayaannya terkenal.
Ayah
memberikanku sebagai menantu kepadanya.
Aku
menunggu ibu mertua dan ayah mertuaku,
Pagi
dan malam, aku menempatkan kepalaku di kaki mereka,
Aku
menghormati mereka seperti yang telah kupelajari.
Aku
menjadi bingung bila aku melihat
Saudari-saudari
suamiku,
Saudara-saudaranya,
atau para pelayannya,
Bahkan
jika aku melihat suamiku sendiri,
Dan
aku meninggalkan kursiku.
Aku
mencoba untuk menyenangkan mereka dengan semua jenis makanan dan minuman,
Aku
membawakan apapun kelezatan yang tersedia
Dan
memberikan masing-masing apapun yang disukai.
Terbangun
pada saat jam-jam awal,
Aku
datang ke rumah dan berhenti di depan pintu,
Setelah
mencuci tangan dan kakiku
Aku
datang kepada suamiku dengan tangan disilangkan.
Aku
membawa sebuah sisir dan hiasan,
Sebuah
kotak hiasan mata, dan sebuah cermin,
Dan
aku mendandani suamiku sendiri dengan baik,
Seperti
yang dilakukan seorang pelayan.
Aku
memasak nasi susu untuknya, kemudian mencuci mangkuknya dengan tanganku
sendiri,
Aku
mengamati suamiku, seperti yang seorang ibu lakukan pada putra tunggalnya.
Suamiku
hanya memperlakukanku secara salah,
Ketika
aku bermoral, tidak malas, dan penurut,
Ia
hanya mempermalukanku ketika aku menunggunya dengan penuh cinta.
Ia
akan berkata ke ibu dan ayahnya,
“Aku
ingin pergi, aku tidak memerlukan izinmu untuk pergi,
Aku
tidak akan tinggal dengan Isidāsī,
Aku
tidak ingin tinggal dalam satu rumah dengannya.”
“Jangan
berkata demikian, putraku,
Isidāsī
adalah bijaksana dan cantik,
Ia
bangun lebih awal dan tidak malas.
Apa
yang tidak engkau sukai, putraku?”
“Bukan
karena ia menyakitiku, itu hanya karena aku tidak dapat berdiri disampingnya,
Aku
membencinya dan aku sudah merasa cukup,
Aku
ingin pergi, aku tidak memerlukan izinmu untuk pergi.”
Setelah
mereka mendengar demikian, mertuaku menanyaiku,
“Apa
yang telah engkau lakukan?
Katakan,
katakan apa yang sebenarnya terjadi.”
“Aku
tidak melakukan kesalahan apapun, aku tidak pernah melukainya,
Aku
bahkan tidak pernah mengucapkan kata yang tidak baik,
Apa
yang harus kulakukan ketika suamiku sangat membenciku?”
Mereka
membawaku kembali ke rumah ayahku dengan tidak senang,
Tanpa
mengerti apa yang telah terjadi, mereka berkata,
“Ketika
mengawasi putra kami, kami kehilangan perwujudan Lakkhi. (Skt: Lakshmi)”
Kemudian
ayahku memberikanku kepada seorang pria kaya dari keluarga yang kedua.
Pria
yang kekayaannya terkenal itu mendapatkanku tapi hanya dengan setengah
maskawin.
Aku
tinggal di rumahnya hanya untuk sebulan,
Bermoral,
tanpa kesalahan, memperhatikan keinginannya,
Namun
ia memperlakukanku lebih seperti seorang budak daripada seorang istri.
Ayahku
kemudian berkata kepada seorang pertapa yang mengembara untuk derma,
Seorang
pria yang menjinakkan dirinya sendiri dan dapat menjinakkan orang lain.
“Jadilah
istri bagi anakku di dalam rumahku, buanglah pakaian buangan yang engkau
kenakan dan mangkukmu.”
Ia
hidup bersama kami selama dua minggu sebelum ia berkata kepada ayahku,
“Berikan
kembali pakaian buangan dan mangkuk itu, aku akan mengembara untuk derma lagi.”
Ayahku
berkata kepadanya, dan kemudian ibuku dan semua kerabatku,
“Apa
yang tidak dilakukan untukmu? Katakan saja dan ia akan melakukannya.”
Ia
membalas, “Apapun yang dapat aku lakukan untuk diriku sendiri sudah cukup
bagiku,
Aku
tidak mau untuk tinggal dalam satu rumah dengan Isidāsī.”
Tidak
ada yang menghentikannya ketika ia pergi dan aku ditinggal sendiri,
Aku
berpikir, “Antara aku akan pergi diam-diam untuk mati atau aku akan pergi
meninggalkan keduniawian.”
Kemudian
Jinadattā, mengembara untuk makan, datang ke rumah ayahku.
Sangat
jelas bahwa ia disiplin, terpelajar, dan bermoral.
Sesaat
setelah aku melihatnya, aku bangkit dari tempat dudukku dan memberikannya
kepada ia;
Ketika
ia telah duduk, aku membungkuk ke kakinya dan memberinya makanan.
Aku
mencoba untuk menyenangkannya dengan semua jenis makanan dan minuman,
Aku
membawakan apapun kelezatan yang tersedia,
Dan
kemudian aku berkata, “Ayya, aku ingin pergi meninggalkan keduniawian.”
Ayah
langsung berkata kepadaku, “Anakku, engkau dapat mempraktekkan Ajaran Buddha di
sini dirumah, puaslah dengan memberikan makanan dan minuman kepada para pertapa
dan yang terlahir dua kali.”
Aku
mulai menangis dan menunjukkan hormatku dengan tanganku yang dirangkapkan,
Aku
berkata kepada ayah, “Aku telah melakukan kejahatan
Dan
aku harus menghancurkan kamma ini.”
Ayahku
mengalah dan berkata, “semoga engkau mencapai pencerahan,
Dhamma
yang tertinggi dan kebebasan yang baik,
Semoga
engkau mencapai semuanya yang adalah pengalaman manusia yang terbaik.”
Aku
menghormati kedua orang tuaku dan kemudian semua kerabatku,
Aku
pergi meninggalkan keduniawian dan tujuh hari kemudian
Aku
mengetahui tiga hal yang banyak orang tidak mengetahuinya.
Aku
mengetahui tujuh kelahiranku sebelumnya dan apa penyebabnya
Semua
itu terjadi kepadaku di kehidupan ini,
Aku
akan menceritakan itu kepadamu, dengarkanlah dengan hati-hati.
Sebelumnya
aku adalah seorang pengrajin emas yang kaya di kota Erakaccha,
Tetapi
kemudaanku membuat kepalaku berputar,
Dan
aku melakukan hubungan seksual dengan istri orang lain.
Ketika
aku mati, aku dimasak di neraka untuk waktu yang lama,
Dan
kemudian setelah keluar dari sana, aku memasuki rahim seekor monyet.
Seorang
monyet yang besar, pemimpin pasukan,
Mengebiri
aku ketika aku berusia tujuh hari,
Ini
adalah hasil kamma untuk tindakan asusilaku.
Di
hutan Sindhavā aku meninggal,
Dan
kemudian aku memasuki rahim kambing lumpuh, bermata satu.
Sebagai
seekor kambing, aku dikebiri,
Dan
aku selalu menderita karena hama,
Anak-anak
menaikiku selama dua belas tahun,
Semua
untuk tindakan asusilaku.
Setelah
kematianku sebagai seekor kambing, aku terlahir sebagai seekor sapi
Milik
seorang pedagang ternak, seekor anak sapi dengan warna merah resin,
Aku
dikebiri ketika aku berusia dua belas bulan.
Aku
telah menarik kereta barang, bajak, dan gerobak,
Aku
menjadi buta,selalu tersiksa, dan tidak sehat, semua untuk tindakan asusilaku.
Setelah
kematianku sebagai sapi jantan, aku lahir pada sebuah jalan,
Dalam
perumah tangga seorang budak,
Aku
adalah bukan pria atau wanita,
Aku
punya organ seksual ketiga, semua untuk tindakan asusilaku.
Aku
mati ketika aku berusia tiga puluh tahun dan terlahir kembali menjadi putri
pengrajin gerobak,
Dalam
suatu keluarga yang menderita dan miskin, selalu
Diserang
oleh banyak kreditur.
Ketika
bunga pinjaman telah terakumulasi dan besar,
Seorang
pemimpin karavan mengambilku dari rumah secara paksa,
Dan
menyeret aku yang sedang menangis pergi menjauh.
Putranya
Giridāsa melihat bahwa aku telah mencapai pubertas
Dalam
usiaku yang keenam belas dan ia mengklaim diriku sebagai miliknya.
Ia
telah memiliki istri lain,
Seseorang
yang bermoral, berkualitas baik, dengan reputasi yang baik,
Ia
mencintai suaminya, namun aku membuat ia membenciku.
Jadi
itulah semua hasil kammaku,
Ketika
mereka semua membuangku dan meninggalkanku,
Bahkan
ketika aku menunggu pada mereka seperti seorang budak,
Namun
sekarang aku telah mengakhiri semua itu.
16.1 Sumedhā
Ketika
aku adalah Sumedhā,
Putri
Raja Koñca dari Mantāvati dan Ratu utamanya,
Aku
berubah oleh mereka yang hidup menjalankan apa yang Buddha ajarkan.
Melalui
mereka, aku menjadi bermoral, pandai, terpelajar,
Disiplin
dalam ajaran Sang Buddha,
Dan
aku datang kepada kedua orang tuaku dan berkata,
“Semoga
kalian berdua mendengarkan dengan hati-hati.
Aku
bersenang dalam Nibbāna,
Semua
tentang kehidupan adalah tidak pasti
Bahkan
jika itu adalah kehidupan seorang dewa,
Mengapa
aku harus bersenang pada hal-hal yang tidak layak diinginkan,
Hal-hal
dengan kenikmatan yang sangat sedikit dan gangguan yang sangat banyak.
Semua
yang diinginkan indra-indra adalah pahit,
Namun
si bodoh jatuh pingsan dengan hal-hal beracun demikian
Hanya
untuk berakhir di neraka untuk waktu yang lama,
Di
sana mereka menderita dan pada akhirnya mereka hancur.
Orang-orang
bodoh tidak dapat mengendalikan apa yang mereka lakukan
Dengan
tubuh mereka, ucapan, atau pikiran,
Menangis
dimanapun mereka dihukum
Untuk
perbuatan jahat mereka,
Selalu
menambah kejahatan bagi dirinya sendiri.
Mereka
bodoh, tidak bijaksana, lengah,
Terkunci
dalam penderitaan mereka yang muncul,
Bahkan
ketika seseorang mencoba untuk mengajarkan mereka,
Mereka
pelupa, tidak merealisasikan
Bahwa
mereka hidup diluar kebenaran mulia.
Ibu,
banyak orang tidak memahami
Kebenaran
ini yang diajarkan oleh Buddha,
Mereka
mengambil kesenangan dalam apapun sehubungan dengan kehidupan
Dan
mereka sangat ingin lahir diantara para dewa.
Bahkan
kelahiran diantara para dewa adalah tidak pasti,
Itu
hanyalah kelahiran ditempat lain yang sama-sama tidak kekal,
Namun
entah bagaimana orang bodoh tidak takut
Dari
menjadi terlahir lagi dan lagi.
Ada
empat tempat penghukuman
Dan
dua lainnya adalah dimana kita akan terlahir kembali.
Tidak
ada meninggalkan keduniawian dari neraka
Sebelumnya
engkau disana untuk dihukum.
Berikan
aku izin, kalian berdua, untuk pergi meninggalkan keduniawian sekarang
Dalam
ajaran Sang Buddha, Ia yang dengan sepuluh kekuatan,
Aku
tidak memiliki tanggung jawab lainnya dan aku akan mendorong diriku
Untuk
membuat akhir dari kelahiran dan kematian.
Aku
selesai dengan bersenang pada kehihupan,
Aku
selesai juga dengan kesialan dari memiliki tubuh,
Berikan
aku izin dan aku akan pergi meninggalkan keduniawian
Demi
akhir dari nafsu untuk kemenjadian.
Ketika
Sang Buddha muncul,
Nasib
buruk dapat dihindari dan nasib baik dapat dimiliki;
Selama
aku hidup, aku akan menjaga Sīlāku,
Aku
tidak akan mengotori kehidupan suci.”
Kemudian
Sumedhā berkata kepada ibu dan ayahnya,
“Aku
tidak akan makan makanan apapun lagi sebagai seorang perumah tangga,
Jika
aku tidak memperoleh izin untuk meninggalkan keduniawian,
Aku
akan berada dirumahmu, tapi aku mungkin juga akan mati.”
Ibunya
menderita dan menangis
Dan
muka ayahnya ditutupi dengan air mata,
Mereka
mencoba beralasan dengan Sumedhā
Yang
telah jatuh ke lantai istana.
“Bangunlah,
anakku, apakah gunanya air mata ini?
Engkau
telah berjanji dalam pernikahan,
Engkau
telah diberikan kepada Raja Aṇīkadatta yang tampan
Yang
berada di Vāraṇavati.
Engkau
akan menjadi istri Raja Aṇīkadatta,
Ratu
utamanya, dan ingatlah, anakku,
Menjaga
Sīlā, menjalani kehidupan suci,
meninggalkan
keduniawian, semua itu sulit dilakukan.
Dalam
dunia kerajaan, disana ada kekuasaan, kekayaan, kekuatan,
Hal-hal
untuk dinikmati dan kebahagiaan.
Engkau
adalah seorang gadis muda, nikmatilah kenikmatan tubuh
Dan
nikmatilah kekayaan. Biarkan pernikahanmu terjadi, anakku.”
Sumedhā
menjawab mereka,
“Itu
tidaklah seperti demikian sama sekali, eksistensi adalah tidak bernilai,
Aku
akan meninggalkan keduniawian atau aku akan mati,
Namun
aku tidak mau menikah.
Kenapa
aku harus melekat, seperti seekor cacing,
Pada
sebuah tubuh yang hanya akan berubah menjadi seonggok mayat,
Sebuah
karung yang selalu mengeluarkan kekotoran, menakutkan, berbau
Kotor
dan busuk, diisi dengan berbagai kotoran?
Aku
dengan pasti mengetahui tubuh itu seperti apa.
Itu
menjijikan, seonggok mayat, makanan bagi para burung dan cacing,
Ditutupi
dengan daging dan darah,
Jadi
kenapa itu harus diberikan dalam pernikahan?
Tubuh
ini akan diangkat,
Tanpa
kesadaran, ke pemakaman,
Itu
akan dibuang seperti sebuah kayu
Oleh
kerabat yang merasa jijik.
Setelah
mereka melempar itu sebagai makanan bagi makhluk lain,
Bahkan
ibu dan ayah seseorang, menjadi jijik, mencuci diri mereka sendiri,
Dan
itu bahkan akan semakin menjijikan bagi semua orang.
Orang-orang
melekat pada tubuh ini,
Meskipun
itu tanpa inti,
Dan
hanyalah sebuah ikatan dari tulang dan urat,
Sebuah
tubuh busuk yang dipenuhi dengan ludah, air mata, tinja, dan urin.
Jika
ibu seseorang membukanya
Dan
menarik keluar apa yang didalam,
Bahkan
ia tidak tahan dengan baunya
Dan
akan menjadi jijik dengan itu.
Jika
aku merenungkan dengan hati-hati
apa yang membuat seseorang
Tentang
indra dan objeknya, elemen-elemen dasar
Yang
membentuk segalanya, aku melihat semua itu tersusun,
Itu semua
berakar dalam kelahiran dan adalah kondisi untuk penderitaan,
Jadi
mengapa aku ingin menikah?
Bahkan
bila tiga ratus pedang baru memotong tubuhku
Hari demi
hari selama seratus tahun,
Itu akan
lebih bernilai
Jika itu
membawa pada akhir penderitaan.
Siapapun
akan menetapkan pembantaian ini pada dirinya sendiri
Ketika
mereka memahami instruksi Sang Guru,
Saṃsāra
adalah panjang bagi mereka
Yang
lahir lagi dan lagi
Hanya
untuk terbunuh lagi dan lagi.
Tidak
ada akhir di sana
Pada
pembantaian yang terjadi didalam Saṃsāra,
Diantara
para dewa dan manusia,
Diantara
para binatang, asura, hantu kelaparan, dan juga di neraka.
Begitu
banyak pembantaian
Bagi
mereka yang berada di neraka untuk hukuman,
Namun
bahkan bagi para dewa di sana tidak ada tempat yang aman.
Tidak
ada yang lebih baik dari kebahagiaan Nibbāna.
Mereka
yang telah mencapai Nibbāna
Adalah
mereka yang disiplin
Dengan
ajaran Ia yang dengan sepuluh kekuatan,
Hidup
dengan meredakan, mereka berusaha untuk akhir kelahiran dan kematian.
Hari
ini, ayah, aku akan pergi meninggalkan keduniawian,
Apa
baiknya kenikmatan yang sementara?
Aku
bosan dengan apa yang menyenangkan indra,
Semua
itu seperti muntah,
Seperti
sebuah pohon palem dengan ujung terpotong.”
Ketika
ia berkata demikian kepada ayahnya,
Aṇīkadatta,
kepada siapa ia dijanjikan untuk menikah,
Tiba
di kota Vāraṇavati pada saat yang ditentukan untuk pernikahan.
Tepat
pada saat itu, Sumedhā mencukur rambutnya,
Hitam,
tebal, dan lembut, dengan sebilah pisau,
Ia
pergi kedalam istana dan mengunci dirinya didalam
Dan
menutup dirinya didalam dengan dirinya memasuki Jhāna pertama.
Aṇīkadatta
telah mencapai kota
Saat
yang sama ia pergi kedalam keadaan bahagia itu,
Didalam
istana, Sumedhā mengembangkan
Persepsi
ketidak-kekalannya.
Ketika
ia sedang memfokuskan perhatiannya dalam meditasi,
Aṇīkadatta
memasuki istana dengan cepat,
Tubuhnya
bahkan lebih indah dengan perhiasan dan emas,
Dan
ia memohon kepada Sumedhā dengan penuh hormat.
“Dalam
dunia kerajaan, disana ada kekuasaan, kekayaan, kekuatan,
Hal-hal
untuk dinikmati dan kebahagiaan.
Engkau
adalah seorang gadis muda,
Nikmatilah
kenikmatan tubuh,
Kebahagiaan
untuk jasmani adalah langka di dunia ini
Kerajaan
dianugerahkan kepadamu,
Nikmatilah
apa yang harus dinikmati, dan jadilah dermawan,
Janganlah
membuat dirimu sendiri bersedih, engkau membuat orang tuamu menderita.”
Namun
Sumedhā mengetahui bahwa dorongan indra-indra tidak menuju kemanapun
Dan
delusinya tentang dunia telah lenyap.
Ia
mulai berbicara, “Engkau seharusnya tidak bersenang
Di
dalam kenikmatan indra, lihatlah bahaya didalamnya.
Mandhātā
adalah seorang raja yang dikenal dunia,
Tidak
ada seseorang yang memiliki kekayaan atau kenikmatan lebih dari ia,
Namun
bahkan ia mati dengan tidak puas,
Keinginannya
tidak terpenuhi.
Bahkan
jika terjadi hujan setiap jenis perhiasan,
Cukup
untuk mengisi sepuluh arah,
Tetap
saja tidak ada kepuasan pada keinginan indra-indra.
Manusia
selalu mati dengan tidak puas.
Kenikmatan
indra adalah seperti rumah jagal,
Mereka
seperti sebuah kepada ular, mereka membakar seperti sebuah obor,
Mereka
memberikan kenikmatan sebanyak sebuah tengkorak.
Kenikmatan
indra adalah tidak kekal
Tidak
tetap, mereka datang dengan penderitaan,
Mereka
adalah racun yang kuat, sebuah bola besi panas yang turun ke tenggorokan,
Mereka
adalah akar dari kesakitan, dan penderitaan adalah buahnya.
Kenikmatan
indra adalah seperti buah sebuah pohon,
Seperti
sepotong daging, kesakitan adalah mereka yang sebenarnya,
Kenikmatan
indra menipu seperti sebuah mimpi,
Mereka
seperti barang pinjaman.
Kenikmatan
indra adalah seperti pedang dan pancang,
Seperti
penyakit, seperti bisul, begitu perih dan menyakitkan,
Mereka
seperti sebuah lubang pembakaran bara,
Akar
kesakitan, menakutkan dan fatal.
Kenikmatan
indra memberikan banyak penderitaan,
Mereka
yang mengetahuinya menyebut mereka rintangan,
Engkau
harus pergi,
Aku
sendiri tidak percaya dengan eksistensi.
Apa
yang orang lain dapat lakukan untukku
Ketika
kepalanya sendiri sedang terbakar?
Ketika
usia tua dan kematian berada tepat dibelakangnya,
Ia
harus mencoba untuk mengakhiri mereka.”
Pada
saat itu, Sumedhā membuka pintu
Dan
melihat ibu dan ayahnya dan juga Aṇīkadatta
Semuanya
duduk di lantai, menangis,
Dan
ia berkata kepada mereka:
“Saṃsāra
adalah panjang bagi orang bodoh
Dan
bagi mereka yang menangis lagi dan lagi
Karena
pembunuhan seorang ayah
Atau
pembunuhan seorang saudara atau kematiannya sendiri.
Ketika
engkau mengingat saṃsāra
Sebagaimana
adanya untuk para makhluk,
Mengingat
air mata, susu ibu, darah,
Gunung
tulang dari mereka yang lahir lagi dan lagi.
Pikirkan
lautan ketika mengingat air mata,
Susu
ibu, dan darah,
Pikirkan
gunung Vipula
Ketika
menghitung tulang yang hanya satu makhluk telah miliki.
Jika
seluruh wilayah Jambudīpa
Dihancurkan
hingga bola-bola kecil
Seukuran
buah kecil,
Jumlah
mereka akan tetap lebih sedikit
Dari
jumlah ibu dan nenek yang telah engkau miliki.
Pikirkan
tentang semua rumput, ranting, dan daun di sana,
Bahkan
jika mereka dihancurkan sampai pecahan yang lebih kecil
Mereka
akan tetap lebih sedikit dari jumlah ayah dan kakek yang telah engkau miliki.
Ingatlah
kura-kura buta di lautan timur
Dan
lubang dalam sebuah kuk mengapung di lautan lainnya,
Ingatlah
bagaimana kura-kura itu menempatkan kepalanya di dalam kuk,
Itulah
kesempatan kita untuk memiliki kelahiran sebagai manusia.
Ingatlah
tubuh, itu tidak memiliki inti diri didalamnya,
Sebuah
kemalangan di dalamnya, tidak lebih dari sebuah gelembung,
Lihatlah
pada apa yang membuat seseorang, itu semua tidak kekal,
Pikirkan
neraka yang dipenuhi dengan pembantaian.
Ingatlah
semua yang terus mengisi pemakaman,
Ingatlah
untuk ketakutan menjadi seekor ‘buaya,’
Ingatlah
Empat Kebenaran Mulia.
Ketika
engkau dapat merasakan manisnya makanan surgawi,
Mengapa
engkau ingin merasakan lima hal yang pahit?
Dan
kenikmatan indra
Sebenarnya
lebih pahit dari lima hal yang pahit.
Ketika
manisnya makanan surgawi tanpa kematian muncul,
Mengapa
engkau menginginkan kenikmatan indra yang menyakitkan?
Semua
kesenangan indra terbakar, busuk, masalah, dan gelora.
Ketika
teman-teman muncul,
Mengapa
engkau menginginkan kenikmatan indra
Yang
adalah hanya begitu banyak musuh?
Mereka
seperti para raja, pencuri, banjir, dan orang-orang yang tidak disukai
Dalam
bagaimana berbahayanya mereka bagimu.
Ketika
kebebasan muncul, mengapa seseorang menginginkan
Penjara
dan eksekusi?
Di
dalam kenikmatan indra, orang-orang merasakan
Penderitaan
dari perbudakan dan pemukulan terhadap keinginan mereka.
Ikatan
rumput, ketika disulut api,
Membakar
mereka yang menggenggamnya dan tidak ingin melepasnya,
Kenikmatan
indra seperti obor
Yang
tidak akan dilepas seseorang yang menahan mereka.
Kenapa
meninggalkan kebahagiaan besar
Karena
kebahagiaan kecil yang dorongan indra-indra janjikan?
Janganlah
menderita kemudian seperti ikan Puthuloma
Yang
menelan kail hanya untuk memakan umpan.
Ketika
di antara hal-hal itu yang menyenangkan indra-indra,
Kendalikanlah
dorongan indra, sama seperti seekor anjing yang ditahan dengan sebuah rantai,
Bila
tidak dorongan indra-indra akan menendangmu
Seperti
yang dilakukan seorang berkasta rendah kepada seekor anjing.
Jika
engkau tercucuk pada kenikmatan indra,
Engkau
akan merasakan penderitaan yang tanpa akhir,
Begitu
banyak kesedihan pikiran,
Jadi
tinggalkanlah kenikmatan yang tidak dapat diandalkan itu.
Ketika
tidak ada penuaan di sana,
Mengapa
siapapun menginginkan kenikmatan indra,
Sejak
penuaan sendiri ada di tengah mereka,
Sama
seperti kesakitan dan kematian selalu datang bersama dengan kelahiran?
Ini
adalah sesuatu yang memiliki tanpa usia tua, memiliki tanpa kematian,
Ini
adalah keadaan tanpa kesedihan,
Tanpa
usia tua dan kematian,
Tanpa
permusuhan, tanpa keramaian,
Tanpa
kegagalan, tanpa ketakutan, tanpa masalah.
Keadaan
tanpa kematian ini telah dicapai oleh banyak orang,
Itu
seharusnya dapat dicapai hari ini oleh kita,
Pada
seseorang yang dapat dengan mudah menetapkan diri mereka,
Namun
itu tidak memungkinkan bagi ia yang tidak mau berusaha.”
Saat
Sumedhā berbicara, ia tidak bersenang
Dalam
kemunculan yang tersusun di dunia,
Namun
akhirnya untuk meyakinkan Aṇīkadatta,
Ia
melempar rambutnya yang telah dipotong ke lantai.
Aṇīkadatta
berdiri dan merangkapkan tangannya dengan penuh hormat,
Ia
meminta ayahnya Sumedhā untuk mengizinkan Sumedhā meninggalkan keduniawian
Jadi
ia dapat melihat Nibbāna dan Empat Kebenaran Mulia.
Diizinkan
pergi oleh ibu dan ayahnya,
Ia
pergi meninggalkan keduniawian, dengan ketakutannya pada kesedihan yang akan
segera datang,
Dan
ia merealisasikan enam kekuatan yang lebih tinggi dan buah tertinggi
Ketika
ia masih berlatih.
Pencapaian
Nibbāna bagi putri raja itu
Adalah
menakjubkan dan luar biasa,
Namun
begiupun juga apa yang ia katakan tentang kelahiran ia sebelumya:
“Ketika
Sang Buddha Koṇāgamana sedang
Dalam
sebuah kediaman baru di sebuah Vihāra,
Aku
adalah satu dari tiga wanita yang bersahabat
Yang
memberikan sebuah Vihāra kepadaNya
Sebagai
hasilnya, kami terlahir di antara para dewa
Sepuluh
kali, seratus kali,
Seribu
kali, sepuluh ribu kali,
Siapa
yang dapat mengatakan berapa kali
Kita
terlahir di antara para dewa hanya dari pemberian itu.
Ketika
kami terlahir di antara para dewa, kami memiliki kekuatan yang besar,
Dan
itu juga sama ketika mereka lahir di antara para manusia,
Aku
bahkan adalah Ratu pemimpin, permata seorang wanita,
Untuk
seorang Raja yang adalah seorang penguasa seluruh dunia.
Pemberian
itu adalah akar yang menyebabkan indra kedamaianku
Dalam
ajaran Buddha,
Pertemuan
pertama dengan Buddha sebelumnya itu
Mengarah
ke Nibbāna bagiku yang bersenang dalam DhammaNya.
Mereka
yang percaya ajaran
Dari
Ia yang memiliki kebijaksanaan sempurna
Dan
melakukan apa yang Ia ajarkan,
Mereka
menjadi jijik dengan eksistensi,
Dan
berbalik darinya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar