Rabu, 01 Juni 2022

Tibetan Mūlasarvāstivāda Bhikṣu Prātimokṣa Sutra

Prātimokṣa ini berasal dari terjemahan Inggris edisi Suttacentral yang telah diedit dan dimodernisasi oleh Bhikkhu Sujato pada 12 Agustus 2016. Teks aslinya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mahāmahopādhyāya Satis Chandra Vidyabhusana yang dipublikasikan pada Journal of the Asiatic Society of Bengal, Maret dan April 1915, hal. 29–139. Teks aslinya (berikut teks original berbahasa Tibetnya) dapat dilihat di sini. Saya (Arya Karniawan) yang menerjemahkan Prātimokṣa ini. Prātimokṣa ini tidak pernah dipublikasikan kemanapun selain di sini. Jika terdapat kesalahan dalam terjemahan ini, jangan sungkan komen di kolom komentar. Copyright Prātimokṣa ini adalah:


Translated by Arya Karniawan, 2022.

Diterjemahkan dari teks milik Mahāmahopādhyāya Satis Chandra Vidyabhusana.

Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.

Prepared by Arya Karniawan.



Tibetan Mūlasarvāstivāda Bhikṣu Prātimokṣa Sutra


(Dalam Bahasa Tibet dge slong so sor thar pa'i mdo)


Syair-syair Pengantar


Puji-pujian Prātimokṣa Sutra


Bersujud kepada Yang Maha Tahu


Aku bersujud kepada Yang Terunggul diantara makhluk-makhluk

yang merupakan suatu bendera kemuliaan yang terkenal di tiga dunia,

yang memproklamirkan dalam suatu auman singa pesan Keyakinan Suci,

yang memperoleh harta berharga dari Kemahatahuan,

yang kakinya disentuh oleh mahkota-permata Brahma dan Indra

dan yang menyeberangi lautan penderitaan yang tak berdasar dan tak terbatas. 1


Pratimokṣa Sūtra adalah dasar dari latihan dalam Kemahatahuan,

Pratimokṣa Sūtra adalah sebuah peti permata yang disimpan terpisah dalam Saṃgha para Bhikṣu,

Pratimokṣa Sūtra adalah suatu danau nan luas yang dipenuhi dengan aturan-aturan disiplin Buddhis,

dan Pratimokṣa Sūtra adalah esensi dari semua hal yang ada di alam semesta yang tak terukur dan tak terbatas. 2


Pratimokṣa Sūtra adalah pemimpin besar dari semua Dharma suci

yang diajarkan oleh Sang Guru Keyakinan;

dan Pratimokṣa Sūtra adalah toko besar dari semua artikel studi

bagi Saṃgha para Bhikṣu yang sebanding dengan pedagang. 3


Pratimokṣa Sūtra adalah obat untuk menyembuhkan penyakit

dari mereka yang menderita karena pelanggaran Śīla;

dan Pratimokṣa Sūtra adalah cambuk besi bagi para pemuda yang tertipu oleh usia mereka. 4


Pratimokṣa Sūtra adalah sarana untuk menyeberangi lautan siklus keberadaan nan luas,

dan Pratimokṣa Sūtra adalah suatu tanggul yang kokoh dan suatu jembatan

bagi mereka yang bergerak menuju alam kehidupan yang baik. 5


Pratimokṣa Sūtra adalah jalan yang menuju kepada penaklukan masalah,

Pratimokṣa Sūtra adalah panduan yang terbaik bagi raja,

dan Pratimokṣa Sūtra muncul sebagai sebuah tangga

untuk memasuki kota kebebasan. 6


“Ketika Aku memasuki Nirvāṇa, Pratimokṣa Sūtra akan menjadi Guru kalian.”

Mengingat kata-kata itu kalian harus, O Saṃgha para Bhikṣu,

berkumpul bersama untuk membacakannya dengan hormat kepada Sang Buddha sendiri.

Pratimokṣa Sūtra adalah nama agung dari Sang Buddha—sangatlah langka di seluruh dunia. 7


Sangatlah sulit untuk memperoleh kelahiran sebagai manusia,

masih sangat jarang untuk menjadi seorang Bhikṣu,

dan yang lebih langka lagi adalah kode etik dari Śīla para Bhikṣu yang sempurna;

dan meskipun kode etik Śīla mungkin benar-benar murni,

sangatlah sulit untuk mendapatkan seorang pembimbing spiritual yang baik. 8


Mengetahui bahwa sangat jarang seorang Buddha muncul di dunia ini

dan bagi sesosok makhluk untuk terlahir sebagai seorang manusia,

atau untuk menjadi seorang Bhikṣu,

atau untuk mendapatkan kode etik Śīla yang sempurna,

atau untuk mendapatkan seorang pembimbing spiritual yang baik—

Para bijaksana berkeinginan untuk melakukan kebajikan bagi diri mereka sendiri,

dan ingin mencapai dua jalan dengan buahnya haruslah berusaha,

dengan sungguh-sungguh, untuk mendengarkan Pratimokṣa Sūtra. 9 dan 10


Para Buddha, berdiam dalam pelepasan keduniawian,

yang adalah pemimpin para Bhikṣu dan pemilik Vinaya,

berkeinginan mencapai pembebasan sejati,

selalu menjaga Prātimokṣa Sūtra. 11


Bahkan dalam jutaan tahun adalah sulit

untuk mendengar, menerima, dan memahami Pratimokṣa Sūtra—

untuk mempraktekkannya jauh lebih sulit. 12


Kelahiran para Buddha adalah berkah,

Pembabaran Dharma juga adalah berkah,

keharmonisan dalam Saṃgha para Bhikṣu adalah sebuah kebahagiaan

dan pengabdian mereka yang rukun sungguhlah membahagiakan. 13


Melihat Orang Mulia adalah berkah,

Persahabatan dengan yang berjiwa suci juga adalah berkah

dan tidak terlihatnya orang-orang jahat

Tentu saja hal ini selalu (dianggap) kebahagiaan. 14


Melihat orang yang menjalankan Śīla adalah berkah,

melihat orang yang terpelajar juga adalah berkah,

melihat para Arhat adalah kebahagiaan untuk menyingkirkan kelahiran kembali. 15


Sungai dengan tepi yang menyenangkan adalah berkah

dan seseorang yang bermeditasi pada Dharma adalah berkah;

pencapaian kebijaksanaan adalah suatu kebahagiaan

dan begitu pula penghancuran kesombongan. 16


Kemunculan orang-orang yang

telah dengan sempurna menjinakkan indera mereka adalah berkah,

telah menua di kediaman-kediaman monastik yang damai

dan telah menetap pada masa muda mereka

di hutan orang terpelajar. 17


Ucapan Bhikṣu yang Mengulang Pratimokṣa Sūtra


Para Āyuṣmant, beberapa musim dalam setahun telah berakhir dan beberapa akan datang. Berapa banyak? Sangat banyak. Para Āyuṣmant, karena usia tua dan kematian semakin mendekat, dan karena ajaran Sang Guru akan segera binasa, Saṃgha para Bhikṣu haruslah mempraktikkan Vinaya. Sang Tathāgata, Sang Arhat Yang Mencapai Pencerahan Sempurna. Beberapa orang yang juga mengikutinya dengan sungguh-sungguh mencapai berkah Dharma yang mengarah pada pencerahan. Saṃgha Bhikṣu kita, para pengikut Sang Buddha, terlibat di sini dalam hal-hal yang cukup mengkhawatirkan. Tindakan kita menjadi tercela, kita harus mempertimbangkan apa yang harus menjadi tugas utama Saṃgha kita.


Marilah kita meminta persetujuan, dan bertanya tentang kemurnian, dari para Bhikṣu yang tidak datang. Setelah itu aku harus mengulang hal ini:


Bersujud kepada Sakya Simha dengan telapak tangan terlipat

Kalian mendengar dariku demi disiplin kalian

Pratimokṣa Sūtra yang dibacakan. 18


Setelah mendengar apa yang telah dikatakan oleh Sang Bijaksanawan Agung,

Kalian harus bertindak sesuai dengan yang dikatakan,

dan harus meneguhkan diri kalian dengan rajin

untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran yang terkecil. 19


Pratimokṣa Sūtra ini memanglah sebuah pengekang

Bagi seorang yang melangkah maju dengan upaya yang terus-menerus

dan yang menyerang pikirannya yang seperti kuda dengan cambuk yang tajam

membuatnya mengikuti instruksi yang keluar dari mulut Sang Buddha. 20


Orang-orang hebat yang tidak berbalik

bahkan dengan ucapan mereka dari jalan yang benar,

adalah setara dengan kuda berdarah murni

yang memperoleh kemenangan pasti dalam perang delusi. 21


Mereka, yang kepadanya (menganggap) ini bukanlah sebuah pengekang

atau yang tidak menginginkannya di dalam batin mereka,

dibingungkan oleh perang delusi

dan mengembara jauh dalam keadaan yang membingungkan. 22


Pengantar


Para Āyuṣmant, dengarkanlah aku, aku berharap. Hari ini adalah hari ke-14 atau ke-15 dari penanggalan lunar untuk perayaan Poṣadha oleh Saṃgha para Bhikṣu. Jika hal ini layak bagi Saṃgha, marilah kita merayakan Poṣadha dan membacakan Prātimokṣa Sūtra. O para Āyuṣmant, kita melakukan upacara Poṣadha dan melafalkan Pratimokṣa Sūtra.


Siapa saja di antara kalian yang telah melakukan kesalahan, biarlah ia mengakuinya. Jika tidak ada kesalahan, janganlah mengatakan apa pun. Jika tidak ada yang dikatakan aku memahami bahwa para Āyuṣmant benar-benar murni. Seperti halnya seorang Bhikṣu memberikan jawaban jika sebuah pertanyaan diajukan kepadanya secara terpisah, demikianlah setiap Bhikṣu memberikan jawaban ketika sebuah pertanyaan diulang tiga kali di dalam suatu Saṃgha Bhikṣu seperti ini. Bhikṣu apapun dalam Saṃgha seperti itu, yang diinterogasi tiga kali, tidak mengakui suatu kesalahan yang diingatnya adalah bersalah karena mengucapkan kebohongan yang disengaja. Mengucapkan suatu kebohongan yang disengaja, para Āyuṣmant, telah dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai penghalang pada Sang Jalan. Oleh karena itu seorang Bhikṣu yang telah melakukan suatu kesalahan dan ingin membersihkannya harus mengakui kesalahan itu jika ia mengingat hal yang sama. Setelah membuat pengakuan ia akan berdiam dalam kebahagiaan. Namun jika ia tidak mengakui atau mengungkapkan kesalahannya, ia tidak akan bahagia.


O para Āyuṣmant, aku telah membacakan pengantar Prātimokṣa Sūtra. Sekarang aku bertanya kepada kalian apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini. Aku bertanya kepada kalian untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya. Dalam hal ini para Āyuṣmant benar-benar murni, oleh karena itu mereka tidak mengatakan apa pun, demikianlah aku memahaminya.


Empat Pārājika Dharmā


Ringkasan: Perilaku tidak murni, pencuri, pembunuh, dan kebohongan ini adalah empat (pelanggaran) sehubungan dengan aturan-aturan yang diberikan di sini.


Inilah, para Āyuṣmant, empat Pārājika Dharmā yang diketahui berasal dari Prātimokṣa Sūtra yang dibacakan setiap setengah bulan.


  1. Bhikṣu apapun, yang telah menerima sistem pelatihan ke-Bhikṣu-an dan tidak meninggalkan atau melukainya, memanjakan dirinya dalam hubungan seksual yang tidak murni bahkan dengan seekor binatang buas, mengalami Kekalahan dan tidak boleh hidup di dalam Saṃgha para Bhikṣu.


  1. Bhikṣu apapun yang tinggal di suatu desa atau Vihara mengambil sesuatu yang tidak diberikan—yang dihitung sebagai pencurian—sedemikian rupa sehingga seorang raja atau seorang menteri akan menangkapnya dan membunuh, memenjarakan atau mengusirnya dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang pencuri, engkau bodoh. , engkau tidaklah jujur”—Bhikṣu itu, yang mengambil sesuatu yang tidak diberikan, mengalami Kekalahan dan tidak boleh hidup di dalam Saṃgha para Bhikṣu.


  1. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja mengambil kehidupan seorang manusia, atau menyediakan senjata untuk kematiannya, atau mencari seorang pembunuh terhadapnya, atau menghasutnya untuk menghancurkan diri sendiri atau memuji kematian dengan mengatakan, “Tuan, kebaikan apakah yang engkau dapatkan dari kehidupan yang penuh keburukan, tidak murni dan celaka ini?; adalah lebih baik bagimu untuk mati daripada hidup”—yaitu, dengan berkehendak dan dengan sengaja menghasut seorang manusia untuk bunuh diri atau mengagungkan kepadanya pujian kematian sedemikian rupa sehingga sebagai akibatnya ia meninggal. Bhikṣu itu yang demikian menyebabkan kematian seorang manusia mengalami Kekalahan dan tidak boleh hidup di dalam Saṃgha para Bhikṣu.


  1. Bhikṣu apapun yang tanpa memiliki suatu pengetahuan yang jelas dan sempurna berbicara tentang dirinya sendiri, “Aku memiliki pengetahuan adiduniawi, aku adalah yang terpilih, aku seorang spesialis, aku tahu ini, aku melihat ini, tanpa praktik seperti demikian, sesuatu tidak diketahui dan sesuatu tidak terlihat; dan menemukan bahwa pelanggaran telah muncul dari pengakuan seperti demikian dan berkeinginan untuk membersihkan dirinya sendiri darinya, Bhikṣu itu di lain kesempatan, apakah diminta atau tidak, mengatakan demikian, “O para Āyuṣmant, ketika aku tidak tahu, aku mengatakan bahwa aku tahu, ketika aku tidak melihat aku mengatakan bahwa aku melihat, hal itu hanyalah bahasa yang sia-sia, liar dan keliru”—Bhikṣu yang berbicara dengan cara ini, kecuali melalui keyakinan yang berlebihan, mengalami Kekalahan dan tidak boleh hidup di dalam Saṃgha para Bhikṣu.


Aku telah, O para Āyuṣmant, membacakan empat Pārājika Dharmā. Jika seorang Bhikṣu telah melakukan pelanggaran yang muncul dari pelanggaran aturan-aturan ini, ia mengalami Kekalahan dan setelahnya tidak boleh tinggal di dalam Saṃgha para Bhikṣu, hak-hak istimewanya telah dicabut.


Dalam hal ini aku bertanya, “O para Āyuṣmant, apakah kalian benar-benar murni?” Untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya aku bertanya, “O para Āyuṣmant, apakah kalian benar-benar murni?” Dalam hal ini para Āyuṣmant benar-benar murni, oleh karena itu mereka tidak mengatakan apapun, demikianlah aku memahaminya.


Tiga Belas Saṃghāvaśeṣā Dharmā 


Ringkasan:

Mengeluarkan air mani, kontak, diskusi, pelayanan tubuh, perantara, gubuk, Ārāma, tidak berdasar, suatu hal yang sepele, menyebabkan perpecahan, memihak, perusak keluarga, dan ucapan kasar.


Inilah, para Āyuṣmant, tiga belas Saṃghāvaśeṣā Dharmā yang diketahui berasal dari Prātimokṣa Sūtra yang dibacakan setiap setengah bulan.


  1. Mengeluarkan air mani dengan sengaja, kecuali dalam suatu mimpi, adalah suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Bhikṣu apapun yang datang, dengan suatu pikiran cabul, melakukan kontak fisik dengan seorang wanita atau memegang tangannya atau bahunya atau kepangan rambutnya, atau menyentuh bagian lain dari tubuhnya untuk kesenangan, melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Bhikṣu apapun yang melakukan, dengan suatu pikiran cabul, suatu diskusi jahat dengan seorang wanita mengenai hubungan seksual, seperti yang dilakukan seorang pemuda dengan seorang gadis, melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Bhikṣu apapun, untuk mengamankan pelayanan tubuh seorang wanita untuk dirinya sendiri, mengatakan, dengan suatu pikiran cabul, di hadapannya, bahwa “pelayanan yang diberikan oleh tubuhnya sendiri, melalui hubungan seksual, kepada seorang Bhikṣu dengan karakter, perilaku, dan kemurnian demikian sepertiku, adalah yang terbaik dari semua pelayanan”—(ia) memuji pelayanan tubuh wanita, melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Bhikṣu apapun yang menyampaikan kata-kata seorang pria kepada seorang wanita atau seorang wanita kepada seorang pria bertindak sebagai perantara bagi seorang istri, seorang selingkuhan atau bahkan untuk seorang pelacur, melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Jika seorang Bhikṣu membawa bahan material dan membangun sebuah gubuk yang dibangun untuk dirinya sendiri, terlepas dari seorang orang awam, ia harus berhati-hati dalam mengamati ukuran yang sesuai. Dan inilah ukurannya: bagian dalam gubuk harus memiliki panjang dua belas span Buddha (1 span Buddha = 25cm) dan tujuh span lebarnya. Untuk pemeriksaan lokasi ia harus membawa suatu Saṃgha Bhikṣu yang harus menilai bahwa lokasi tersebut cocok, tidak berbahaya dan mudah diakses. Jika Bhikṣu itu, walaupun situs tersebut tidak cocok atau berbahaya atau tidak mudah diakses, membawa bahan-bahan atas tanggungannya sendiri dan membangun sebuah gubuk yang dibangun untuk dirinya sendiri terlepas dari seorang umat awam tanpa membawa Saṃgha Bhikṣu untuk memeriksa atau tanpa menunjukkan lokasinya kepada mereka dan juga menyimpang dari ukuran yang sesuai—(ia) melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Jika seorang Bhikṣu berusaha membangun untuk para Bhikṣu sebuah Ārāma dimana akan ada seorang umat awam yang tinggal, ia harus membawa suatu Saṃgha Bhikṣu untuk pemeriksaan lokasi tersebut, yang menilai bahwa lokasi tersebut cocok, tidak berbahaya dan mudah untuk diakses. Jika Bhikṣu itu, walaupun lokasinya tidak cocok, berbahaya dan tidak mudah diakses, membangun Ārāma untuk para Bhikṣu dimana akan ada seorang umat awam yang tinggal, tanpa membawa Saṃgha Bhikṣu untuk memeriksa atau tanpa menunjukkan kepada mereka lokasinya—(ia) melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Bhikṣu apapun yang cenderung pemarah, karena kedengkian, menuduh (suatu pelanggaran) Pārājika terhadap seorang Bhikṣu yang tidak bersalah, yang tidak berdasar, dengan berpikir “Dengan demikian aku dapat menyingkirkannya dari jalan kemurnian”; dan kemudian di lain waktu apakah ditanyakan atau tidak ditanyakan mengatakan bahwa tuduhan itu tidak berdasar dan bahwa itu cenderung karena kedengkian—(ia) melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Jika seorang Bhikṣu yang cenderung pemarah, karena kedengkian, menuduh (suatu pelanggaran) Pārājika terhadap seorang Bhikṣu yang tidak bersalah, yang tidak nyata namun sesuai dengan perselisihan lain, dengan berpikir “Dengan demikian aku dapat menyingkirkannya dari jalan kemurnian”; dan kemudian di lain waktu apakah ditanyakan atau tidak ditanyakan mengatakan bahwa tuduhan itu tidak nyata dan bahwa tuduhan itu diajukan karena telah dihubungkan dengan suatu bagian dari perselisihan lain, Bhikṣu itu yang karena kedengkian dan melalui imajinasi belaka cenderung menuduh berdasarkan pada suatu hal sepele demikian melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Bhikṣu apapun yang berusaha menyebabkan perpecahan di dalam suatu Saṃgha para Bhikṣu yang harmonis atau terus-menerus menekankan hal-hal yang dianggap menyebabkan perpecahan, harus ditanggapi oleh para Bhikṣu yang lain sebagai berikut: “O Āyuṣmant, janganlah berusaha menyebabkan perpecahan di dalam Saṃgha para Bhikṣu yang harmonis, janganlah terus-menerus menekankan hal-hal yang dianggap menyebabkan perpecahan, hiduplah dengan harmonis dengan Saṃgha para Bhikṣu, Saṃgha yang harmonis tidak akan ada perubahan dan mereka menjadi damai, tidak akan ada perpecahan: menyatu satu sama lain, seperti susu yang menyatu dengan air, mereka menerangi Dharma Sang Buddha dan hidup dalam kebahagiaan. Āyuṣmant, engkau (haruslah) meninggalkan keputusanmu untuk menyebabkan perpecahan dalam Saṃgha para Bhikṣu.” Jika Bhikṣu yang ditanggapi demikian oleh para Bhikṣu yang lain meninggalkan keputusannya, itu adalah baik. Tetapi jika ia tidak meninggalkannya, ia harus ditegur untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya. Ketika ditegur demikian secara formal jika ia meninggalkan keputusannya, itu baik; tetapi jika ia tidak meninggalkannya, ia melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Jika beberapa Bhikṣu tertentu—satu, dua atau lebih—melakukan, karena persahabatan, berpihak kepada seorang Bhikṣu yang membicarakan perpecahan, dan berkata kepada Saṃgha para Bhikṣu demikian: “O para Āyuṣmant, jangan berkata apapun yang baik atau buruk kepada Bhikṣu yang tidak setuju ini. Mengapa demikian? Karena, para Āyuṣmant, Bhikṣu itu berbicara sesuai dengan Dharma, ia berbicara sesuai dengan Vinaya, menerima dengan baik Dharma dan Vinaya, ia menjaganya dengan hati-hati dan melaksanakannya, dan ia berbicara dengan pengetahuan dan bukan sebaliknya. Karena ia hanya berbicara ketika ia begitu diinginkan, adalah keinginan kami bahwa ia harus berbicara.” Kemudian Saṃgha para Bhikṣu harus menjawab para Bhikṣu demikian: “Para Āyuṣmant, janganlah mengatakan bahwa Bhikṣu yang tidak setuju berbicara sesuai dengan Dharma; bahwa ia berbicara sesuai dengan Vinaya; bahwa ia menerima dengan baik Dharma dan Vinaya, menjaganya dengan hati-hati dan melaksanakannya; bahwa ia berbicara dengan pengetahuan dan bukan sebaliknya dan karena ia hanya berbicara ketika ia sangat diinginkan, adalah keinginan kami bahwa ia harus berbicara.” Mengapa demikian? “O para Āyuṣmant, Bhikṣu yang tidak setuju ini berbicara tidak sesuai dengan Dharma, ia berbicara tidak sesuai dengan Vinaya, ia tidak menerima dengan baik Dharma dan Vinaya untuk menjaganya dengan hati-hati atau melaksanakannya. Ia berbicara tanpa pengetahuan dan bukan sebaliknya. Karena ia hanya berbicara ketika ia sangat diinginkan, janganlah, para Āyuṣmant, menginginkan ia untuk berbicara. Janganlah, para Āyuṣmant, menginginkan agar terdapat perpecahan dalam Saṃgha para Bhikṣu: sebaliknya, para Āyuṣmant, seharusnya menginginkan agar terdapat keharmonisan dalam Saṃgha. Saṃgha para Bhikṣu yang harmonis tidak akan ada perubahan, mereka menjadi damai, tidak akan ada perpecahan: menyatu satu sama lain, seperti susu yang menyatu dengan air, mereka menerangi Dharma Sang Buddha dan hidup dalam kebahagiaan. Janganlah, para Āyuṣmant, berpihak kepada Bhikṣu ini yang membicarakan perpecahan didalam Saṃgha.” Jika para Bhikṣu yang dijawab demikian oleh Saṃgha meninggalkan upaya mereka, itu baik. Jika mereka tidak meninggalkannya, mereka harus ditegur secara formal untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya. Ketika ditegur demikian secara formal jika mereka meninggalkan upaya mereka, itu baik. Namun jika mereka tidak meninggalkannya, mereka melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Jika banyak Bhikṣu yang berdiam di dekat suatu desa atau suatu kota merusak keluarga dan melakukan kejahatan dan keluarga yang dirusak oleh mereka terlihat, terdengar, dan diketahui, dan kejahatan yang dilakukan juga terlihat, terdengar, dan diketahui, para Bhikṣu itu harus ditegur oleh suatu Saṃgha para Bhikṣu demikian: “O para Āyuṣmant, kalian adalah perusak keluarga dan pelaku kejahatan; keluarga-keluarga yang dirusak oleh kalian telah terlihat, terdengar, dan diketahui; dan kejahatan kalian juga telah terlihat, terdengar dan diketahui: para Āyuṣmant, kalian telah tinggal di sini cukup lama, pergilah sekarang dari tempat ini.” Ketika ditegur demikian, jika mereka menjawab Saṃgha para Bhikṣu sebagai berikut: “O para Āyuṣmant, beberapa dari kalian di sini berjalan dalam nafsu, beberapa dalam kebencian, beberapa dalam delusi dan beberapa dalam ketakutan; dan untuk pelanggaran yang serupa, kalian mengusir beberapa Bhikṣu sementara yang lain tidak kalian usir”—Saṃgha harus menjawab sebagai balasan demikian: “O para Āyuṣmant, janganlah mengatakan bahwa beberapa dari kami berjalan dalam nafsu, beberapa dalam kebencian, beberapa dalam delusi dan beberapa dalam ketakutan; dan untuk pelanggaran yang serupa, kami mengusir beberapa Bhikṣu sementara yang lain tidak kami usir. Mengapa demikian? Kami para Bhikṣu tidak berjalan dalam nafsu, kami tidak berjalan dalam kebencian, kami tidak berjalan dalam delusi dan kami tidak berjalan dalam ketakutan. Para Āyuṣmant, kalian adalah perusak keluarga dan pelaku kejahatan; dan kalian sendiri telah melihat, mendengar, dan mengetahui para perusak keluarga dan pelaku kejahatan: hentikanlah ucapan kalian bahwa kami para Bhikṣu berjalan dalam nafsu, dalam kebencian, dalam delusi dan dalam ketakutan.” Jika para Bhikṣu yang tegur oleh Saṃgha para Bhikṣu itu meninggalkan upaya jahat mereka, itu baik. Tetapi jika mereka tidak meninggalkannya, mereka harus ditegur secara formal untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya. Jika mereka kemudian meninggalkan upaya jahat mereka, itu baik; tetapi jika tidak, mereka melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


  1. Jika seorang Bhikṣu yang berbicara kasar, ketika ditegur oleh suatu Saṃgha para Bhikṣu tentang hal-hal pelatihan yang sesuai dengan Dharma dan Vinaya yang dinyatakan oleh Sang Buddha, mengatakan: “Para Āyuṣmant, janganlah mengatakan apapun, baik ataupun buruk, kepadaku; Aku juga tidak akan mengatakan apapun, baik ataupun buruk, kepada kalian; para Āyuṣmant, hindarilah berbicara kepadaku, aku juga akan menghindari untuk berbicara kepada kalian. Sesungguhnya tidak ada yang perlu dibicarakan”—ia harus ditegur oleh Saṃgha para Bhikṣu sebagai berikut: “O Āyuṣmant, ketika engkau ditegur oleh Saṃgha para Bhikṣu tentang hal-hal pelatihan yang sesuai dengan Dharma dan Vinaya yang dinyatakan oleh Sang Buddha, janganlah menjadikan dirimu seseorang yang tidak dapat ditegur, jadikanlah dirimu sendiri sebagai seseorang yang dapat kita tegur. Āyuṣmant, ketika para Bhikṣu berbicara kepadamu sesuai dengan Dharma dan Vinaya, engkau juga harus berbicara kepada mereka sesuai dengan hal yang sama. Dengan saling berbicara dan saling menginstruksikan kalian menyelamatkan satu sama lain dari jatuh ke dalam pelanggaran. Demikianlah pertumbuhan ke-Bhikṣu-an yang dibangun oleh Samyak-sambuddha kita, Bhagavān Tathāgata, Penakluk para musuh. Āyuṣmant, tinggalkanlah upayamu untuk tidak dapat ditegur.” Jika Bhikṣu yang ditegur demikian oleh Saṃgha para Bhikṣu meninggalkan upayanya, itu baik. Tetapi jika ia tidak meninggalkannya, ia harus ditegur secara formal untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya. Jika ia kemudian meninggalkan upayanya, itu baik; tetapi jika ia tidak meninggalkannya, ia melakukan suatu pelanggaran yang menyebabkan Penangguhan dari ke-Bhikṣu-an.


Para Āyuṣmant, aku telah membacakan tiga belas Saṃghāvaśeṣā Dharmā. Dari aturan ini sembilan yang pertama menjadi pelanggaran begitu dilakukan, sedangkan empat sisanya tidak menjadi pelanggaran hingga akhir dari teguran ketiga. Jika seorang Bhikṣu melakukan salah satu dari pelanggaran ini, ia harus, meskipun bertentangan dengan keinginannya, tinggal di suatu kediaman terpisah selama sekian hari sebanyak ia dengan sadar menyembunyikan pelanggarannya. Setelah ini dilakukan ia harus, selama enam hari berikutnya, mengembangkan penghormatan terhadap ke-Bhikṣu-an. Setelah itu ia harus, sementara bertindak sesuai dengan Dharma, ditempatkan kembali di suatu tempat di mana terdapat suatu Saṃgha paling sedikit berjumlah dua puluh Bhikṣu. Jika Saṃgha itu beranggotakan kurang dari dua puluh, bahkan dengan (kurang) satu, Bhikṣu itu harus dikembalikan, ia tidak dipulihkan dan Saṃgha itu pantas untuk dikecam. Ini adalah cara yang ditentukan dalam hal ini.


Dalam hal ini aku bertanya, “O para Āyuṣmant, apakah kalian benar-benar murni?” Untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya aku bertanya, “O para Āyuṣmant, apakah kalian benar-benar murni?” Dalam hal ini para Āyuṣmant benar-benar murni, oleh karena itu mereka tidak mengatakan apapun, demikianlah aku memahaminya.


Dua Aniyata Dharmā


Ringkasan: Duduk pada suatu tempat terasing yang tertutup.


Inilah, para Āyuṣmant, dua Aniyata Dharmā yang diketahui berasal dari Prātimokṣa Sūtra yang dibacakan setiap setengah bulan.


  1. Jika seorang Bhikṣu duduk bersama dengan seorang wanita di suatu tempat terasing yang tertutup, sesuai untuk menyalurkan nafsu seksual; dan jika seorang Upāsika yang kejujurannya tidak diragukan menuduhnya dengan salah satu dari tiga pelanggaran, yaitu, Pārājikā atau Saṃghāvaśeṣā atau Pāyantikā, maka Bhikṣu itu, jika ia mengakui bahwa ia duduk di sana, harus dianggap bersalah atas pelanggaran yang telah dilakukannya atau yang dituduhkan kepadanya. Ini adalah suatu hal yang tidak tentu.


  1. Jika seorang Bhikṣu duduk bersama dengan seorang wanita di tempat terasing yang tertutup, namun yang tidak sesuai untuk menyalurkan nafsu seksual; dan jika seorang Upāsika yang kejujurannya tidak diragukan menuduhnya melakukan salah satu dari dua pelanggaran, yaitu, Saṃghāvaśeṣā atau Pāyantikā, maka Bhikṣu itu, jika ia mengakui bahwa ia duduk di sana, harus dianggap bersalah atas pelanggaran yang telah dilakukannya atau yang dituduhkan kepadanya. Ini adalah suatu hal yang tidak tentu.


Para Āyuṣmant, aku telah membacakan dua Aniyata Dharmā. Aku bertanya kepada kalian apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya aku bertanya kepada kalian apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Dalam hal ini para Āyuṣmant benar-benar murni, oleh karena itu mereka tidak mengatakan apapun, demikianlah aku memahaminya.


Tiga Puluh Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā


Bagian Pertama


Ringkasan:

Menyimpan, meninggalkan, menyimpan sebagai suatu simpanan, mencuci, menerima, meminta, cukup untuk jubah atas dan bawah, dana, mengambil masing-masing secara terpisah dan mengirim.


Inilah, para Āyuṣmant, tiga puluh Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā yang diketahui berasal dari Prātimokṣa Sūtra yang dibacakan setiap setengah bulan.


  1. Seorang Bhikṣu, setelah satu set jubah Kathina telah diperoleh dan dipersiapkan untuknya, (ia) dapat menyimpan sebuah jubah tambahan selama sepuluh hari, tetapi jika ia menyimpannya untuk waktu yang lebih lama, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika seorang Bhikṣu, setelah satu set jubah Kathina telah diperoleh dan disiapkan untuknya, meninggalkan dengan bercanda bahkan untuk satu malam salah satu dari tiga jubah yang diizinkan, kecuali dengan izin dari Saṃgha para Bhikṣu, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Setelah satu set jubah Kathina telah diperoleh dan disiapkan untuk seorang Bhikṣu, jika satu set jubah lainnya dipersembahkan kepadanya di luar musimnya, jubah itu dapat diterima olehnya jika ia menginginkannya. Setelah diterima, kekurangannya (dalam hal panjang, dll.) harus segera dilengkapi. Ketika tidak mampu melengkapi kekurangannya, jika ia memiliki suatu harapan untuk segera melengkapinya, ia dapat menyimpan set itu selama sebulan. Jika ia menyimpannya di luar waktu itu, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang menyebabkan jubah lamanya dicuci, diwarnai atau disetrika oleh seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang menerima sebuah jubah dari tangan seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, kecuali dalam pertukaran, melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang meminta sebuah jubah kepada Upāsaka atau Upāsika yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, kecuali pada musim yang tepat, melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.

Di sini musim yang tepat menandakan waktu ketika Bhikṣu itu telah dirampok jubahnya atau ketika jubahnya telah hancur, terbakar atau terbawa oleh angin atau air. Ini adalah musim yang tepat di sini.


  1. Jika seorang Bhikṣu telah dirampok jubahnya, atau jika jubahnya telah hancur, terbakar atau terbawa angin atau air, ia harus pergi ke seorang Upāsaka atau Upāsika yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, untuk hal yang sama. Jika Upāsaka yang berkeyakinan menawarinya suatu pilihan diantara bahan-bahan untuk banyak jubah, Bhikṣu itu harus mengambil bahan yang cukup untuk membuat jubah atas dan bawah sesuai ukuran. Jika ia mengambil bahan di luar batas, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika sejumlah dana untuk sebuah set jubah telah disisihkan untuk seorang Bhikṣu tertentu oleh seorang Upāsaka atau Upāsika yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, dengan mengatakan, “Aku akan, dengan sejumlah dana ini, membeli satu set jubah ini dan itu dan akan memberikan jubah yang sama kepada seorang Bhikṣu dengan nama ini dan itu ketika ia tiba”—dan jika Bhikṣu tersebut, sebelum persembahan telah diberikan kepadanya, pergi ke Upāsaka atau Upāsika dan ingin mendapatkan sesuatu yang bagus, dengan berkata: “O tuan yang ramah, dana yang engkau telah sisihkan untuk sebuah set jubah untukku, dengan itu engkau membeli satu set ini dan satu dan memberiku jubah yang sama pada waktunya”—jika set jubah tersebut dipersiapkan seperti demikian, maka Bhikṣu yang mengungkapkan suatu keinginan untuk jubah yang bagus melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika sejumlah dana untuk suatu set jubah telah disisihkan oleh seorang Upāsaka dan hal yang sama telah dilakukan oleh istrinya, untuk seorang Bhikṣu tertentu yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan salah satu dari mereka, dengan mengatakan, “Kami akan, dengan sejumlah dana ini, membeli suatu set jubah ini dan itu untuk seorang Bhikṣu bernama ini dan itu ketika ia tiba”—dan jika Bhikṣu tersebut, sebelum persembahan telah diberikan kepadanya, pergi ke Upāsaka dan istrinya dan mengungkapkan suatu keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang bagus, dengan berkata: “O tuan (dan) nyonya yang ramah, sejumlah dana yang masing-masing dari kalian telah sisihkan untuk suatu set jubah untukku, dengan dana itu biarlah kalian masing-masing membeli satu set ini dan itu dan melipat kedua set menjadi satu dan memberiku jubah yang sama”—jika set-set jubah disiapkan seperti demikian, maka Bhikṣu yang mengungkapkan keinginan itu melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika seorang raja atau seorang menteri atau seorang brāhmaṇa atau seorang perumah tangga atau seorang warga kota atau seorang penduduk desa atau seorang yang kaya atau seorang pedagang mengirimkan melalui seorang utusan sejumlah dana untuk sebuah set jubah kepada seorang Bhikṣu tertentu, dan jika utusan tersebut pergi ke Bhikṣu tersebut dengan lembut berkata: "O Āyuṣmant, sejumlah dana untuk sebuah set jubah telah dikirimkan kepadamu melaluiku, terimalah dengan kemurahan hati." Kemudian Bhikṣu itu harus menjawab utusan tersebut sebagai berikut: “O Teman, tidaklah sesuai bagi kami untuk menerima sejumlah dana untuk jubah, tetapi kami dapat menerima sebuah set jubah dari jenis yang sesuai pada waktu yang tepat.” Jika kemudian utusan itu menjawab demikian: “Āyuṣmant, apakah engkau mempunyai pembantu untuk mengurus keperluanmu?” Kemudian para Bhikṣu yang ingin mendapatkan jubah tersebut harus menunjuk kepadanya seorang penjaga Vihara atau umat awam lainnya sebagai pembantu yang memenuhi kebutuhannya. Utusan yang mengambil sejumlah dana untuk satu set jubah harus pergi ke pembantu dan menginstruksikannya sebagai berikut: “O pembantu, temanku, bantulah aku. Dengan sejumlah dana untuk satu set jubah ini, semoga engkau membelikan satu set jubah ini dan itu, dan berikan dengan Bhikṣu yang sama bernama ini dan itu ketika ia tiba.” Setelah mengatakan semuanya dengan jelas dan menunjukkan semuanya dengan akurat, utusan itu harus mendekati Bhikṣu itu dan menyapanya sebagai berikut: “O Āyuṣmant, aku telah memberikan instruksi yang jelas kepada pembantu yang ditunjukkan, bahwa ketika Āyuṣmant tiba di sana, ia akan memberimu sebuah set jubah pada waktu yang tepat.' Bhikṣu yang berkeinginan untuk mendapatkan set jubah harus pergi ke pembantu dan memberitahunya: “O teman, aku menginginkan satu set jubah.” Pembantu dengan demikian harus dibujuk dua atau tiga kali dan ia harus diingatkan tentang set jubah. Jika dengan membujuk dan mengingatkan pembantu dua atau tiga kali ia berhasil mendapatkan set jubah, itu baik. Jika ia tidak berhasil mendapatkannya, maka Bhikṣu itu pergi ke pembantu untuk keempat, kelima atau keenam kalinya dan menunggu tanpa berbicara sepatah kata pun. Jika sambil berdiam diri menunggu hingga kelima atau keenam kalinya, ia berhasil mendapatkan set jubah, itu baik. Namun jika menunggu bahkan hingga keenam kalinya ia tidak berhasil mendapatkan set jubah, dan kemudian dengan dirinya sendiri berupaya melebihi (upaya) keenam kalinya dan berhasil mendapatkan set jubahnya, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


Dalam kasus tidak mendapatkan satu set jubah, biarlah ia pergi sendiri atau mengirim seorang utusan ke tempat, dari mana sejumlah dana datang, untuk mengatakan: “O tuan yang baik, ketahuilah bagimu bahwa sejumlah dana yang engkau kirim untuk jubah seorang Bhikṣu tidak bermanfaat baginya. O tuan, jagalah agar uangmu tidak terbuang sia-sia.” Ini adalah cara yang tepat dalam hal ini.


Bagian Kedua


Ringkasan: Sehelai sutra, seluruhnya dari wol, dua bagian, enam tahun, satu span penuh, perjalanan, mencuci, emas dan perak, (koin) perak, dan jual beli.


  1. Bhikṣu apapun yang mendapatkan sebuah kain duduk baru yang terbuat dari sutra melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang mendapatkan sebuah kain duduk yang seluruhnya terbuat dari wol domba hitam melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika seorang Bhikṣu membuat sebuah kain duduk baru, dua bagiannya harus terdiri sepenuhnya dari wol domba hitam, bagian ketiga dari wol putih dan bagian keempat dari wol campuran. Jika seorang Bhikṣu membuat kain duduk tanpa dua bagiannya yang terdiri dari wol hitam murni, bagian ketiga dari wol putih dan bagian keempat dari wol campuran, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Seorang Bhikṣu, yang telah membuat sebuah kain duduk, harus menggunakannya, bahkan (jika) bertentangan dengan keinginannya, selama enam tahun. Jika ia membuat sebuah kain duduk lain yang dibuat dalam waktu (kurang dari) enam tahun—apakah kain duduk yang lama telah ia tinggalkan atau tidak tanpa izin dari Saṃgha para Bhikṣu, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika seorang Bhikṣu mendapatkan selembar kain duduk baru yang dijadikan sebuah tempat duduk untuk dirinya sendiri, ia harus, untuk merusaknya, menambalnya dengan sebuah kain yang seluas 1 span Buddha yang diambil dari semua bagian kain duduk lama yang sebelumnya ia gunakan. Jika Bhikṣu itu, dengan tujuan untuk tidak merusak kain duduk yang baru, tidak mengambil sepotong dengan luas satu span Buddha dari semua bagian yang lama, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika seorang Bhikṣu, ketika ia sedang dalam suatu perjalanan, mendapatkan beberapa wol domba, ia harus menerimanya jika ia menginginkannya; dan setelah menerimanya ia boleh membawanya dengan tangannya sendiri, jika tidak ada yang membawakannya, untuk jarak tiga Yojana. Jika ia membawanya lebih jauh, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang mempunyai suatu bulu domba yang dicuci, diwarnai, atau disisir oleh seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang menerima emas atau perak dengan tangannya sendiri atau membuat orang lain menerimanya untuknya, melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang melakukan berbagai transaksi dalam (koin) perak melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang melibatkan dirinya sendiri dalam berbagai jenis transaksi jual beli melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


Bagian Ketiga


Ringkasan: Dua aturan tentang mangkuk, dua aturan tentang penenun, pemberian yang diambil kembali, bulan terakhir musim gugur, berada di suatu kediaman terasing, bahan-bahan untuk jubah, peruntukan, dan disimpan di gudang.


  1. Seorang Bhikṣu dapat menyimpan sebuah mangkuk ekstra selama sepuluh hari. Jika ia menyimpannya di luar masa itu, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang memiliki sebuah mangkuk yang tidak pecah di lima bagian dan yang masih dapat digunakan, namun berkeinginan untuk mendapatkan sesuatu yang bagus, mencari dan memperoleh sebuah mangkuk baru sebagai ganti mangkuk yang dimilikinya, melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


Mangkuk itu harus diserahkan oleh Bhikṣu itu ke Saṃgha Bhikṣunya; dan mangkuk mana pun yang dimiliki oleh Saṃgha itu yang dianggap sebagai mangkuk terburuk, mangkuk itu harus diberikan kepada Bhikṣu itu dengan mengatakan: “Inilah, Bhikṣu, mangkukmu: mangkuk ini tidak boleh diberikan atau ditinggalkan tetapi harus disimpan hingga rusak.” Ini adalah cara yang tepat dalam hal ini.


  1. Bhikṣu apapun yang mendapatkan, dengan meminta, seikat wol dan mengirimkannya kepada seorang penenun yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya untuk menenunnya menjadi sebuah kain dan memperoleh kain itu, melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika seorang Upāsaka atau Upāsika meminta seorang penenun yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan mereka untuk membuatkan sebuah kain untuk seorang Bhikṣu, dan jika Bhikṣu tersebut, sebelum persembahan dilakukan, pergi ke penenun dan berkata: “O teman, ketahuilah bahwa kain yang engkau buat itu adalah untukku: buatlah kain itu menjadi panjang dan lebar, tebal dan ditenun dengan baik. Jika engkau melakukannya, aku akan memberimu hadiah—makanan, minuman, atau hal kecil apapun yang dapat dimakan.” Jika Bhikṣu tersebut memberikan sedikit imbalan dengan cara ini karena telah membuat kain tersebut, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang memberikan Bhikṣu lain sebuah set jubah, namun setelahnya (menjadi) marah atau tidak senang mengambilnya atau menyebabkannya diambil kembali dengan mengatakan: “O Bhikṣu, set jubah itu tidak diberikan kepadamu, kembalikanlah”, dan jika Bhikṣu kedua karena memiliki jubah ekstra mengembalikan set jubah itu, Bhikṣu pertama melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika seorang Bhikṣu, pada bulan terakhir di musim gugur, sepuluh hari sebelum selesai, diberikan satu set jubah, ia dapat menerimanya jika ia menyukainya dan dapat menyimpannya sebagai cadangan hingga saat penyerahan jubah, tetapi jika ia menyimpannya lebih lama ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Jika suatu kediaman terasing para Bhikṣu berpotensi menimbulkan ketakutan atau bahaya, seorang Bhikṣu yang berdiam di kediaman itu karena didorong oleh ketakutan atau bahaya dapat, jika ia menyukainya dan jika musim hujan telah berakhir, meninggalkan salah satu dari ketiga jubahnya di dalam suatu gubuk (pada suatu desa); dan jika ada alasan yang cocok, ia dapat pergi dari kediaman tanpa jubah selama enam hari. Jika ia memisahkan dirinya dari jubah di luar masa itu, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Ketika satu bulan musim panas masih tersisa, seorang Bhikṣu dapat menyediakan sendiri bahan-bahan untuk jubah musim hujan; dan ketika setengah bulan musim panas tersisa, ia dapat membuat dan memakainya. Jika Bhikṣu tersebut menyediakan sendiri bahan-bahan untuk jubah ketika lebih dari satu bulan musim panas belum berlangsung, atau jika ia membuat dan memakainya ketika lebih dari setengah bulan musim panas belum berlangsung, ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja mengambil untuk peruntukannya sendiri suatu properti yang dimaksudkan untuk Saṃgha para Bhikṣu, melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


  1. Obat-obatan yang diresepkan oleh Sang Buddha, Sang Bhagavān untuk manfaat para Bhikṣu yang sakit adalah sebagai berikut, yaitu mentega, minyak, madu dan gula. Obat-obatan tersebut dapat diterima oleh seorang Bhikṣu yang sakit dan disimpan hingga hari ketujuh untuk digunakan. Jika ia menyimpannya untuk digunakan di luar masa itu,  ia melakukan suatu pelanggaran yang melibatkan Penyitaan.


O para Āyuṣmant, aku telah membacakan tiga puluh Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā. Sehubungan dengan ini, aku bertanya kepada kalian, O para Āyuṣmant, apakah kalian benar-benar murni? Untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya aku bertanya kepada kalian, para Āyuṣmant, apakah kalian benar-benar murni? Dalam hal ini para Āyuṣmant benar-benar murni.  oleh karena itu mereka tidak mengatakan apapun. Demikianlah aku memahaminya.


Sembilan Puluh Pāyantikā


Ringkasan Keseluruhan: Dengan sadar, benih, tidak diwakili, lagi dan lagi, air, rumah, dengan sengaja, banyak undangan, perampok dan hiburan.


Bagian Pertama


Ringkasan: Mengucapkan suatu kebohongan, mengucapkan keburukan, memfitnah seorang Bhikṣu, berselisih, membabarkan, membacakan, keburukan, kekuatan batin, untuk diketahui, menghancurkan yang kecil.


Inilah, para Āyuṣmant, sembilan puluh Pāyantikā Dharmā yang diketahui berasal dari Prātimokṣa Sūtra yang dibacakan setiap setengah bulan.


  1. Dengan sadar mengucapkan sebuah kebohongan adalah suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Mengatakan keburukan seseorang adalah suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Memfitnah seorang Bhikṣu adalah suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengungkit kembali perselisihan dengan seorang Bhikṣu yang damai, mengetahui bahwa terakhir kali permasalahan tersebut telah diselesaikan sesuai dengan Vinaya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang membabarkan khotbah, dalam lebih dari lima atau enam kata, kepada seorang wanita, kecuali di hadapan seseorang yang dapat memahami apa yang dikatakan, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang membacakan khotbah bersama-sama dengan seorang yang tidak ditahbiskan, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengatakan tentang keburukan Bhikṣu lain kepada seseorang yang tidak ditahbiskan, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengatakan tentang kekuatan batin dirinya sendiri atau Bhikṣu lain kepada seseorang yang tidak ditahbiskan, bahkan jika perkataannya benar, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang sebelumnya telah melakukan apa yang sesuai kemudian setelahnya mengatakan demikian: “Para Bhikṣu telah, demi persahabatan, memberikan barang-barang milik Saṃgha kepada orang-orang mereka sendiri” melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun, ketika Prātimokṣa Sūtra sedang dibacakan, mengatakan: “O para Āyuṣmant, apalah gunanya membaca setiap setengah bulan Śīla yang  kecil sehubungan dengan 'penyesalan para Bhikṣu', 'kekaguman dalam pikiran', 'menjadi tidak nyaman', dll. .” (Ia) dengan demikian menghancurkan Śīla yang kecil, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian Kedua


Ringkasan: Benih, mengejek, instruksi, dipan, matras, pengusiran, gangguan oleh seorang yang datang kemudian, bergerak, menyiram dan membangun kembali.


  1. Menghancurkan atau menyebabkan hancurnya sekumpulan benih dan tempat tinggal makhluk hidup adalah suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Mencemooh atau melecehkan seseorang adalah suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan


  1. Tidak mendengarkan Śīla adalah suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengambil sebuah dipan, kursi, bangku, selimut, bantal atau tikar milik suatu Saṃgha para Bhikṣu dan meletakkannya sendiri di atas tanah membuatnya siap untuk digunakan atau memerintahkan seseorang untuk melakukannya, dan kemudian pergi tanpa mengembalikannya sendiri ke tempat semula, atau memerintahkan seseorang untuk melakukannya, kecuali jika terdapat alasan untuk melakukan hal tersebut, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang membentangkan atau menyebabkan terbentangnya suatu matras rumput atau daun di suatu Ārāma milik Saṃgha para Bhikṣu dan kemudian pergi tanpa melipatnya sendiri atau memerintahkan seseorang untuk melakukannya, kecuali jika terdapat alasan untuk melakukan hal tersebut, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang marah atau tidak senang mengusir atau menyebabkan terusirnya Bhikṣu lain dari suatu Vihara milik suatu Saṃgha para Bhikṣu, kecuali jika terdapat alasan untuk melakukan hal tersebut, melakukan suatu pelanggaran yang memerlukan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang tiba setelah Bhikṣu lain ke dalam suatu Vihara milik suatu Saṃgha para Bhikṣu, berbaring atau duduk dengan sadar melanggar batas ruang yang ditempati oleh Bhikṣu yang tiba sebelumnya berpikir bahwa ia akan pergi jika ia merasa tidak nyaman, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang datang ke lantai atas suatu Vihara milik suatu Saṃgha para Bhikṣu, berbaring atau duduk dengan seluruh bebannya pada suatu dipan atau bangku yang kakinya diketahui dapat digerakkan, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja menyiram atau menyebabkan tersiramnya air yang mengandung serangga di dalamnya ke rumput, kotoran atau debu, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika suatu Ārāma besar akan dibangun untuk seorang Bhikṣu, ia, setelah memeriksa kusen pintu, baut-baut, dan jendela-jendela untuk suplai cahaya dll., dapat membangun dengan batu bata dan lumpur dua atau tiga kali, namun jika ia membangun di luar hal ini ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian Ketiga


Ringkasan: Tidak ditunjuk, matahari telah terbenam, nasi, jubah yang diberikan, jubah yang dibuat, dengan perjanjian, perahu, duduk di suatu tempat yang terasing, berdiri di suatu tempat yang terasing dan diperoleh oleh seorang Bhikṣuṇī.


  1. Bhikṣu apapun yang tidak ditunjuk oleh suatu Saṃgha para Bhikṣu memberikan nasihat kepada seorang Bhikṣuṇī, kecuali jika ia memiliki kualitas yang sesuai dengan penunjukkan tersebut, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang Bhikṣu, bahkan ketika ditunjuk oleh suatu Saṃgha para Bhikṣu, memberikan nasihat kepada seorang Bhikṣuṇī setelah matahari terbenam, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang Bhikṣu berbicara kepada sekelompok Bhikṣu demikian: “Para Bhikṣu menyampaikan nasihat kepada para Bhikṣuṇī untuk sesuap nasi”, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang Bhikṣu memberikan jubahnya (yang compang-camping) kepada seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang membuat jubah atau menyebabkannya dibuat untuk seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang bepergian dengan perjanjian pada suatu jalan ditemani seorang Bhikṣuṇī, kecuali pada kesempatan yang tepat, melakukan suatu pelanggaran yang memerlukan Penebusan.


Kesempatan yang tepat di sini adalah: Ketika jalan yang mereka lalui diketahui berpotensi memunculkan ketakutan dan bahaya.


  1. Bhikṣu apapun yang menaiki suatu perahu dengan ditemani seorang Bhikṣuṇī, baik di hulu atau hilir suatu sungai, kecuali untuk tujuan menyeberang ke sisi lain, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang duduk bersama dengan seorang Bhikṣuṇī di atas suatu kain duduk pada suatu tempat terasing yang tertutup, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang berdiri bersama dengan seorang Bhikṣuṇī pada suatu tempat terasing yang tertutup, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja memakan makanan yang diperoleh oleh seorang Bhikṣuṇī pada suatu rumah di mana ia belum diundang, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian Keempat


Ringkasan: Dalam hal pergi lagi dan lagi, suatu rumah penginapan, tepung, makanan, menawarkan, waktu yang tepat, waktu yang salah, disimpan, bagian mulut dan makanan lezat.


  1. Dalam hal pergi lagi dan lagi untuk menerima seporsi makanan, kecuali pada saat yang tepat, adalah suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Ini adalah saat yang tepat, yaitu. ketika seorang Bhikṣu sedang sakit, ketika ia memiliki beberapa pekerjaan, ketika ia dalam suatu perjalanan, atau ketika jubah sedang diberikan.


  1. Seorang Bhikṣu yang baru saja datang dan tidak sakit dapat menerima seporsi makanan di suatu rumah penginapan, tetapi jika ia menerima lebih dari itu, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang brāhmaṇa atau seorang umat awam yang berkeyakinan mempersembahkan kepada para Bhikṣu, yang telah datang ke rumahnya, tepung, kue, dll., mereka dapat, jika mereka menyukainya, mengambil dua atau tiga mangkuk penuh, tetapi jika mereka mengambil lebih banyak, mereka melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Mengambil dua atau tiga mangkuk penuh, mereka harus pergi ke luar hutan dan membaginya di antara para Bhikṣu di sana dengan mengatakan “kami telah selesai makan.” Ini adalah cara yang sesuai.


  1. Bhikṣu apapun yang telah selesai makan, mengambil lagi, ketika diundang, makanan atau minuman, kecuali yang telah tersisa, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengetahui bahwa seorang Bhikṣu tertentu telah selesai makan, mengundangnya dan menawarkannya makanan atau minuman yang belum tersisa, sambil berkata, “O Āyuṣmant, kemarilah, ambilah”, dengan maksud untuk membuatnya jatuh ke dalam kesalahan moral, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Dalam hal pergi ke dalam suatu kelompok untuk menerima makanan, kecuali pada waktu yang tepat, adalah suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Di sini waktu yang tepat adalah: ketika terdapat penyakit, ketika terdapat beberapa pekerjaan, ketika dalam suatu perjalanan, ketika terdapat suatu perkumpulan besar atau ketika terdapat undangan umum untuk para Bhikṣu. Ini adalah waktu yang tepat.


  1. Bhikṣu apapun yang mengambil makanan atau minuman pada waktu yang salah melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang memakan makanan, keras atau lunak, yang telah disimpan, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang menempatkan (sesuatu) sebagai makanan, pada bagian mulutnya, apapun yang tidak diberikan kepadanya, kecuali air dan tusuk gigi, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Sang Buddha, Sang Bhagavān (telah) menetapkan makanan lezat berikut ini untuk para Bhikṣu: susu, dadih, mentega, ikan, daging, dan daging kering. Jika seorang Bhikṣu, yang tidak sakit, mengambil makanan lezat ini untuk dikonsumsi sendiri dari rumah seorang umat awam, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian Kelima


Ringkasan: Mengandung makhluk hidup, dalam hal duduk di suatu tempat untuk tidur, berdiri, seorang petapa telanjang, pasukan, dua hari, dalam hal pergi ke barisan pertempuran, memukul, mengancam dan keburukan.


  1. Bhikṣu apapun yang menggunakan air, mengetahui bahwa air itu mengandung makhluk hidup di dalamnya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengetahui bahwa seorang pria dan seorang wanita sedang tidur bersama di sebuah rumah, pergi ke sana dan duduk di kursi, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang berdiri di bagian terasing yang tertutup dari sebuah rumah di mana ia mengetahui bahwa seorang pria dan seorang wanita sedang tidur bersama, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang memberikan dengan tangannya sendiri makanan, (baik) keras atau lunak, kepada seorang petapa telanjang atau pengembara, pria atau wanita, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang pergi untuk melihat pasukan yang tersusun dalam barisan pertempuran, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika terdapat kesempatan bagi seorang Bhikṣu untuk pergi ke suatu tempat untuk melihat pasukan, ia boleh tinggal di sana selama dua hari. Jika ia tinggal lebih lama, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika sementara tinggal di sana selama dua hari, Bhikṣu itu pergi ke barisan pertempuran atau menikmati pemandangan bendera yang terbaik, pasukan yang terbaik, atau apel militer, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Pengampunan.


  1. Bhikṣu apapun yang marah atau tidak senang memukul Bhikṣu lain, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang marah atau tidak senang dengan Bhikṣu lain mengancamnya bahkan dengan tinjunya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang Bhikṣu dengan sadar menyembunyikan keburukan Bhikṣu lain, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian Keenam


Ringkasan: Menyenangkan, api, Saṃgha, tidak ditahbiskan, kualitas, berbicara, Śrāmaṇera, menodai, suatu permata dan cuaca panas.


  1. Bhikṣu apapun yang mencari keributan dengan mengatakan hal tersebut kepada Bhikṣu lain: “O Āyuṣmant, kemarilah, marilah kita pergi ke desa untuk meminta makanan, minuman, dan apapun yang sesuai,” dan kemudian tanpa pergi mengumpulkan derma makanan (ia) mengatakan: “O Āyuṣmant, pergilah, berbicara denganmu atau duduk denganmu tidak menyenangkan bagiku, aku lebih suka duduk sendirian dan berbicara sendiri, ”ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun, yang tidak sakit, menyalakan atau menyebabkan api menyala untuk kenyamanannya sendiri, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang memberikan sesuatu kepada seorang Bhikṣu dari Saṃgha tertentu dan kemudian marah atau tidak senang menuduhnya dengan pelanggaran yang melibatkan penyitaan dengan mengatakan: “Aku memberikan barang itu untuk Saṃgha dan bukan untuk dirimu”, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang berbaring lebih dari dua malam di tempat yang sama dengan orang yang tidak ditahbiskan, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang berkata: “Dengan cara ini aku memahami Dharma Sang Bhagavān bahwa kualitas-kualitas yang dinyatakan oleh Sang Bhagavān sebagai penghalang kemajuan spiritual bukanlah penghalang yang sebenarnya,” harus ditegur oleh para Bhikṣu sebagai berikut: “Janganlah mengatakan demikian, Āyuṣmant; janganlah membuat kesaksian palsu tentang Sang Bhagavān, itu tidak baik; Sang Bhagavān tidak mengatakan demikian; O Āyuṣmant, kualitas-kualitas yang dinyatakan sebagai penghalang kemajuan spiritual memang memberikan penghalang dan ini telah dibabarkan oleh Sang Bhagavān dalam berbagai cara.” Jika Bhikṣu itu ketika ia telah ditegur oleh para Bhikṣu meninggalkan pendapatnya, itu baik. Jika ia tidak meninggalkannya, ia harus ditegur untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya. Jika ia kemudian meninggalkan pendapatnya, itu baik tetapi jika ia tidak meninggalkannya, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengetahui bahwa Bhikṣu yang disebutkan dalam aturan sebelumnya tidak bertindak sesuai dengan Vinaya dan sejak saat itu tidak meninggalkan pendapat jahatnya, menyambutnya, berbicara dengannya, tinggal bersamanya, makan bersamanya atau bahkan tidur dengannya di satu tempat, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bahkan jika seorang Śrāmaṇera berkata: “Inilah yang aku ketahui tentang Dharma yang dibabarkan oleh Sang Bhagavān, yaitu. bahwa praktik nafsu yang dikatakan sebagai penghalang kemajuan spiritual tidak benar-benar memberikan penghalang,” harus ditegur oleh para Bhikṣu sebagai berikut: “O Śrāmaṇera, janganlah mengatakan demikian, janganlah membuat kesaksian palsu terhadap Sang Bhagavān, tidaklah baik bagimu untuk memfitnah Sang Bhagavān; Sang Bhagavān tidak mengatakan demikian. O Śrāmaṇera, telah dinyatakan berkali-kali oleh Sang Bhagavān bahwa praktik nafsu adalah penghalang kemajuan spiritual. O Śrāmaṇera, tinggalkanlah pendapatmu itu.” Jika Śrāmaṇera yang ditegur oleh para Bhikṣu meninggalkan pendapatnya, itu baik. Tetapi jika ia tidak meninggalkannya, ia harus diberitahu dan ditegur untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya. Jika ia kemudian meninggalkan pendapatnya, itu baik. Jika tidak, maka ia harus ditegur sebagai berikut: “O Śrāmaṇera, mulai hari ini janganlah mengatakan bahwa Sang Bhagavān, Sang Tathāgata, Samyaksaṃbuddha, adalah gurumu; janganlah menduduki posisi seorang Bhikṣu, pembimbing, atau sejenisnya; engkau akan, tidak seperti Śrāmaṇera lainnya, tidak lagi menikmati hak-hak untuk tidur dengan para Bhikṣu selama dua malam. O orang bodoh, pergilah, pergilah!”


Bhikṣu apapun yang bergaul, berbicara dengannya atau tidur di satu tempat dengan seorang Śrāmaṇera yang telah diusir, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang Bhikṣu memperoleh sebuah jubah baru, ia harus menodainya, memilih salah satu dari tiga cara untuk menodainya, yaitu: membuat bagiannya berwarna biru, merah, atau oranye. Jika ia menggunakan jubah baru tanpa menodainya dengan salah satu dari tiga cara, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengambil dengan tangannya sendiri atau menyebabkan orang lain mengambilnya, kecuali di suatu Ārāma atau di suatu Vihara, sebuah permata atau apapun yang dianggap sebagai sebuah permata, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Seorang Bhikṣu dapat mengambil sebuah permata atau apapun yang dianggap sebagai sebuah permata di suatu Ārāma atau di suatu Vihara dengan tujuan mengembalikannya kepada pemiliknya. Di sini itulah cara yang sesuai.


  1. Sang Bhagavān memerintahkan agar mandi dilakukan setiap setengah bulan. Seorang Bhikṣu yang melakukannya lebih sering, kecuali pada waktu yang tepat, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Di sini inilah waktu yang tepat, yaitu: satu setengah bulan musim panas dan bulan pertama musim hujan, dua dan setengah bulan cuaca panas ini (masa pancaroba?), dan ketika terdapat penyakit, ketika terdapat beberapa pekerjaan dan ketika terdapat angin dan hujan.


Bagian Ketujuh


Ringkasan: Perusak, penyesalan, jari, olahraga, bersama dengan, menakutkan, menyembunyikan, tidak diberikan secara formal, tidak berdasar dan melakukan suatu perjalanan tanpa kehadiran seorang pria.


  1. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja merusak kehidupan seekor binatang, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang entah bagaimana berbicara dengan sengaja tentang Bhikṣu lain bahwa ia tidak merasakan kebahagiaan bahkan untuk sesaat dan menghasilkan penyesalan dalam dirinya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang Bhikṣu mencolek seseorang dengan jarinya, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang Bhikṣu berolahraga di air, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang tidur bersama dengan seorang wanita di tempat yang sama, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang menakuti Bhikṣu lain, atau membuatnya, bahkan untuk bercanda, bingung tentang apa yang harus dilakukan, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang menyembunyikan atau menyebabkan untuk menyembunyikan jubah, mangkuk, tikar, jarum atau ikat pinggang atau kebutuhan lainnya dari kehidupan pertapaan milik seorang Bhikṣu, Bhikṣuṇī, Antevāsin, Śrāmaṇerika atau Śrāmaṇerika, kecuali terdapat alasan untuk melakukannya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang memberikan suatu jubah kepada Bhikṣu lain kemudian terus menggunakannya seolah-olah tidak diberikan secara formal, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang marah atau tidak senang memberikan suatu tuduhan "Saṃghāvaśeṣā" terhadap seorang Bhikṣu yang tanpa cela dan suci yang tidak berdasar, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang melakukan suatu perjalanan bersama dengan seorang wanita bahkan ke desa terdekat, tanpa kehadiran pria lain, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian Kedelapan


Ringkasan: Perampok, di bawah dua puluh tahun, menggali, undangan, melatih, bertikai, pergi tanpa mengatakan apapun, tidak sopan, meminum dan pada waktu yang salah.


  1. Bhikṣu apapun yang melakukan perjalanan dengan perjanjian di sepanjang rute yang sama dengan suatu karavan para perampok, bahkan sejauh ke desa berikutnya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang mengakui terlibat dalam suatu penahbisan ke-Bhikṣu-an penuh seseorang yang berusia di bawah dua puluh tahun, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Penahbisan orang tersebut tidak sah dan para Bhikṣu juga tercela. Dalam hal ini inlah cara yang benar.


  1. Bhikṣu apapun yang menggali tanah dengan tangannya sendiri atau mempekerjakan orang lain untuk menggalinya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Seorang Bhikṣu dapat menerima undangan selama empat bulan. Jika ia menerimanya untuk waktu yang lebih lama, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Pengecualian dapat dilakukan dalam kasus undangan terpisah, undangan berulang, undangan pada suatu kesempatan khusus dan undangan terus-menerus. Dalam hal ini inilah cara yang benar.


  1. Bhikṣu apapun yang ditegur oleh para Bhikṣu demikian: “Āyuṣmant, engkau seharusnya melatih dirimu sendiri dalam cara atau pembelajaran ini”, kemudian menjawab demikian: “Dengan perkataan-mu, aku tidak akan melatih diriku pada pelatihan hingga aku menanyakannya kepada para Bhikṣu yang adalah bendaharawan Dharma, Vinaya dan Mātṛkā: engkau seperti anak-anak yang tidak bijaksana, tidak terpelajar, dan bodoh”—melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Seorang Bhikṣu, bahkan jika ia berkeinginan untuk mencapai kemahatahuan, harus melatih dirinya pada pelatihan. Para Bhikṣu yang merupakan bendaharawan Dharma, Vinaya dan Mātṛkā juga harus ditanyai.


Dalam hal ini inilah cara yang benar.


  1. Bhikṣu apapun yang duduk diam mendengarkan ketika para Bhikṣu sedang bertikai, membuat suatu keributan, menunjukkan ketidaksetujuan atau terlibat dalam suatu perselisihan, dengan niat semata-mata untuk mengetahui apapun yang mereka ucapkan, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun, ketika Saṃgha para Bhikṣu terlibat dalam penyelidikan formal, bangkit dari tempat duduknya dan pergi tanpa mengatakan apapun kepada para Bhikṣu yang tinggal, kecuali jika terdapat suatu alasan untuk melakukannya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika Bhikṣu (yang disebut dalam aturan sebelumnya) tidak menunjukkan sopan santun, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Jika seorang Bhikṣu meminum bir jagung atau minuman keras yang disuling sehingga menjadi mabuk, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang memasuki suatu desa pada waktu yang salah tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada Bhikṣu yang tinggal di sana, kecuali jika terdapat alasan untuk melakukannya, melakukan suatu pelanggaran yang memerlukan Penebusan.


Bagian Kesembilan


Ringkasan: Menerima makanan, fajar, pertama kali, kotak jarum, kain duduk, gatal, jubah [hujan], dan jubah Sang Sugata.


  1. Bhikṣu apapun, yang telah diundang ke suatu rumah untuk menerima makanannya, terus berjalan ke rumah lain baik sebelum waktu makan atau setelah waktu makan tanpa mengatakan apapun kepada si pengundang, kecuali jika terdapat alasan untuk melakukannya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang di pagi hari sebelum fajar menyingsing, ketika permata-permata dan barang-barang yang dianggap permata belum dikumpulkan, terlihat pergi menjauh dari pintu atau batas pintu rumah raja Kṣatriya yang ditahbiskan, kecuali jika terdapat alasan untuk melakukannya, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun, ketika Prātimokṣa Sūtra setiap setengah bulan sedang dibacakan, mengatakan demikian: “O para Āyuṣmant, sekarang untuk pertama kalinya aku menyadari bahwa aturan ‘ini’ terkandung dalam Sūtra dan termasuk di dalamnya”; dan jika para Bhikṣu lain memperhatikan tentang Bhikṣu itu sebagai demikian: “Bhikṣu ini telah duduk membaca Prātimokṣa Sūtra dua atau tiga kali, apalagi lebih sering, ia tidak boleh diabaikan karena memperlihatkan ketidaktahuan ini, namun ia harus ditangani sesuai dengan Dharma untuk pelanggaran yang dilakukannya”; Penyesalan harus diungkapkan kepadanya sebagai demikian: “O Āyuṣmant, ini adalah suatu kejahatan, ini adalah suatu kerugian bagimu ketika Prātimokṣa Sūtra dibacakan, engkau tidak mendengarkannya dengan hormat, engkau tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang adiduniawi dan suci engkau tidak memperhatikannya dengan saksama, engkau tidak terkesan terhadapnya dalam pikiranmu, engkau tidak mencondongkan telingamu terhadapnya, dan engkau tidak merenungkannya dengan sepenuh hati.” Bhikṣu yang kepadanya penyesalan diungkapkan melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


  1. Bhikṣu apapun yang menyebabkan suatu kotak jarum dibuat dari gading, tulang atau tanduk, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan. Kotak jarum yang dibuat harus dirusak.


  1. Ketika seorang Bhikṣu memiliki suatu ranjang atau kursi yang dibuat untuk ke-Bhikṣu-an, ia harus membuat kakinya setinggi delapan ruas jari, sesuai dengan ruas jari Sang Buddha (2.08 cm), tidak termasuk bagian di dalam ranjang atau kursi. Ia yang melebihi batas itu melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian ranjang atau kursi yang berlebih harus dipotong.


  1. Bhikṣu apapun yang membuat atau menyebabkannya terbuat untuk ke-Bhikṣu-an sebuah ranjang atau kursi yang diisi dengan kapas, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Dari ranjang atau kursi yang diisi, kapas harus dikeluarkan.


  1. Ketika seorang Bhikṣu menyiapkan suatu kain duduk untuk diduduki, kain duduk itu harus dengan ukuran yang tepat. Di sini ukuran yang tepat, yaitu. dua span Sang Buddha panjangnya, satu setengah lebarnya dan satu span di batasan. Jika ia melebihi batas itu, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian yang berlebih dari kain duduk yang dibuat harus dipotong.


  1. Bhikṣu apapun yang akan membuat suatu kain untuk penutup gatal harus dibuat dengan ukuran yang tepat. Di sini ukuran yang tepat dari kain penutup gatal: panjangnya empat span dan lebarnya dua span, sesuai span Sang Buddha. Jika ia melebihi batas itu, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian berlebih dari kain yang dibuat harus dipotong.


  1. Jika seorang Bhikṣu akan membuat suatu jubah untuk musim hujan, jubah itu harus [dibuat] dengan ukuran yang tepat. Di sini ukuran yang tepat dari jubah musim hujan adalah: panjangnya enam span dan lebarnya dua setengah span, sesuai span Sang Buddha. Jika ia melebihi batas itu, ia melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Bagian berlebih dari jubah yang dibuat harus dipotong.


  1. Bhikṣu apapun yang ingin memiliki sebuah jubah yang dibuat lebih besar dari dimensi jubah Sang Sugata, melakukan suatu pelanggaran yang membutuhkan Penebusan.


Inilah ukuran jubah Sang Sugata: panjangnya sepuluh span dan lebarnya enam span, sesuai span Sang Sugata.


O para Āyuṣmant, aku telah membacakan sembilan puluh Pāyantikā Dharmā. Dalam hal ini aku bertanya kepada para Āyuṣmant: “Apakah kalian benar-benar murni?” Untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya aku bertanya kepada para Āyuṣmant: “Apakah kalian benar-benar murni?” Para Āyuṣmant benar-benar murni dalam hal-hal ini. Oleh karena itu mereka tidak mengatakan apapun. Demikianlah aku memahaminya.


Empat Pratideśanīyā Dharmā


Ringkasan: Desa, rumah lainnya, perumah tangga terpelajar dan tempat terasing. Aturan pengakuan terhadap empat hal ini dibabarkan oleh Sang Buddha, Pembabar Yang Dermawan.


Inilah, para Āyuṣmant, empat Pratideśanīyā Dharmā yang diketahui berasal dari Prātimokṣa Sūtra yang dibacakan setiap setengah bulan.


  1. Bhikṣu apapun yang, ketika seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya berada di jalan raya selama kunjungannya ke suatu desa untuk [mengumpulkan] derma makanan, menerima darinya dengan tangannya sendiri, baik lunak atau keras, dan meminum atau memakannya, harus pergi ke luar suatu hutan dan membuat pengakuan kepada para Bhikṣu sebagai berikut: “O para Āyuṣmant, aku telah melakukan suatu tindakan yang rendah dan tidak pantas yang perlu diakui dan karena itulah aku mengakuinya.” Ini adalah suatu hal yang perlu diakui.


  1. Ketika banyak Bhikṣu yang diundang ke rumah seorang umat awam sedang makan, jika seorang Bhikṣuṇī tertentu yang tinggal di sana berkata: “berikan sup di sini, berikan nasi di sini, berikan kacang-kacangan di sini, berikan lagi di sini”, ia harus ditegur oleh para Bhikṣu sebagai berikut: “Minggirlah, Ayya, untuk sementara waktu hingga para Bhikṣu selesai makan.” Jika bahkan seorang Bhikṣu tidak berani untuk menegur Bhikṣuṇī dengan cara di atas, maka semua Bhikṣu [harus] pergi ke luar suatu hutan dan membuat pengakuan kepada para Bhikṣu sebagai berikut: “O para Āyuṣmant, kami telah melakukan suatu tindakan yang rendah dan tidak pantas yang perlu diakui dan karena itulah kami mengakuinya.” Ini adalah suatu hal yang perlu diakui.


  1. Bhikṣu apapun yang menerima dengan tangannya sendiri makanan, baik lunak atau keras, di [rumah] seorang perumah tangga terpelajar yang telah dinyatakan oleh Saṃgha berada di bawah peraturan pelajar, tanpa sebelumnya diundang, dan meminum atau memakannya, harus pergi ke luar suatu hutan dan membuat pengakuan kepada para Bhikṣu sebagai berikut: “O para Āyuṣmant, aku telah melakukan suatu tindakan yang rendah dan tidak pantas yang perlu diakui dan karena itulah aku mengakuinya.” Ini adalah suatu hal yang perlu diakui.


  1. Bhikṣu apapun, ketika ia berdiam di suatu pertapaan yang terletak di suatu wilayah yang terasing, tidak aman dan dikelilingi berbagai bahaya, menerima makanan di luar hutan, lunak atau keras, yang sebelumnya tidak diberitahukan kepadanya, dan meminum atau memakannya, [dan] kehidupan seseorang yang mempersembahkan makanan demikian berada dalam bahaya, harus pergi ke luar hutan dan membuat pengakuan kepada para Bhikṣu sebagai berikut: “O para Āyuṣmant, aku telah melakukan suatu tindakan yang rendah dan tidak pantas yang perlu diakui dan karena itulah aku mengakuinya.” Ini adalah suatu hal yang perlu diakui.


O para Āyuṣmant, aku telah membacakan empat Pratideśanīyā Dharmā. Dalam hal ini aku bertanya kepada para Āyuṣmant: “Apakah kalian benar-benar murni?” Untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya aku bertanya kepada para Āyuṣmant: “Apakah kalian benar-benar murni?” Para Āyuṣmant benar-benar murni dalam hal-hal ini. Oleh karena itu mereka tidak mengatakan apapun. Demikianlah aku memahaminya.


Banyak Śaikṣā Dharmā


Bagian Pertama


Ringkasan: Tujuh aturan tentang jubah bawah, tiga aturan tentang jubah atas, lima aturan tentang ikat pinggang, dll., lima aturan tentang menutupi kepala, dll., lima aturan tentang melompat, dll., lima aturan tentang tubuh, dll., sembilan aturan tentang duduk, dan delapan aturan tentang memberi dan menerima.


Inilah, para Āyuṣmant, banyak Śaikṣā Dharmā yang diketahui berasal dari Prātimokṣa Sūtra yang dibacakan setiap setengah bulan.


  1. Aku akan memakai jubah bawahku mengelilingiku.


  1. Aku akan memakai jubah bawahku agar tidak terlalu ketat.


  1. Aku akan memakai jubah bawahku agar tidak terlalu longgar (melorot ke lantai).


  1. Aku akan memakai jubah bawahku agar tidak menggantung seperti belalai gajah.


  1. Aku akan memakai jubah bawahku agar tidak terlipat seperti daun pohon palem.


  1. Aku akan memakai jubah bawahku agar tidak terlihat seperti bulu-bulu gandum.


  1. Aku akan memakai jubah bawahku agar tidak terlihat seperti kepala ular yang melebar.


  1. Aku akan memakai jubah atasku mengelilingiku.


  1. Aku akan memakai jubah atasku agar tidak terlalu ketat.


  1. Aku akan memakai jubah atasku agar tidak terlalu longgar.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah dengan jubahku yang diikat dengan baik.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah dengan jubahku yang dikenakan dengan baik.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah dengan sedikit berkata-kata.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menggerakkan mataku ke sana kemari.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah dengan melihat hanya setinggi suatu kuk.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menutupi kepalaku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa membuat ekspresi cemberut.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menekan kepalaku ke bahuku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menggantungkan kedua tangan di leherku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menyilangkan lenganku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa melompat-lompat.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa meregangkan lengan dan kakiku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa berjongkok.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa bersandar di dadaku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa bersandar ke sampingku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menggoyangkan tubuhku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menggoyangkan tanganku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menggerakkan kepalaku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa menyatukan lenganku.


  1. Aku akan berjalan diantara rumah-rumah tanpa merumitkan tanganku.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan duduk di suatu dipan tanpa diundang.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan menempati suatu tempat duduk tanpa memeriksanya.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan duduk di suatu kursi dengan seluruh berat tubuhku.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan duduk sambil meletakkan kakiku di atas yang lainnya.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan duduk sambil meletakkan pahaku di atas yang lainnya.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan duduk sambil meletakkan pergelangan kakiku di atas yang lainnya.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan duduk sambil mengerutkan kakiku.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan duduk sambil merentangkan kakiku.


  1. Ketika berada diantara rumah-rumah aku tidak akan duduk dengan membuat alat kelaminku terlihat.


  1. Aku akan mengambil makananku dengan perilaku yang layak.


  1. Aku tidak akan menutupi makananku.


  1. Aku tidak akan membuat mangkukku penuh dengan kari.


  1. Aku akan melihat ke arah mangkuk dan batas bibirnya.


  1. Aku tidak akan mengulurkan mangkuk hingga makanan, keras atau lunak, datang.


  1. Aku tidak akan karena keserakahan menutupi nasi dengan kari.


  1. Aku tidak akan karena keserakahan menutupi kari dengan nasi.


  1. Aku tidak akan memegang suatu (penutup) mangkuk di atas makanan, keras atau lunak.


Bagian Kedua


Ringkasan: Enam aturan tentang cara makan yang baik, lima aturan tentang suara tsu-tsu, dll., dan lima aturan tentang menjilati tangan, dll.


  1. Aku akan menghabiskan makananku dengan perilaku yang berwibawa.


  1. Suapan yang dimakan tidak boleh terlalu kecil.


  1. Suapan yang dimakan tidak boleh terlalu besar.


  1. Suapan yang dimakan harus berukuran sedang.


  1. Mulut(ku) tidak boleh terbuka lebar hingga suapannya habis dimakan.


  1. Tidak ada yang harus diucapkan ketika mulut dipenuhi dengan suapan makanan.


  1. Aku tidak akan membuat suara tsu-tsu.


  1. Aku tidak akan membuat suara cag-cag.


  1. Aku tidak akan membuat kebisingan hu-hu.


  1. Aku tidak akan membuat suara phu-phu.


  1. Aku tidak akan makan dengan menjulurkan lidahku.


  1. Aku tidak akan memilih satu jenis jagung dari yang lainnya.


  1. Aku tidak akan memilih satu jenis rasa dari yang lainnya.


  1. Aku tidak akan menggembungkan pipiku (dengan sisa makanan).


  1. Aku tidak akan menjilat langit-langit mulutku.


  1. Aku akan makan tanpa memotong suapanku menjadi beberapa bagian.


  1. Aku tidak akan menjilati tanganku.


  1. Aku tidak akan menjilati mangkukku.


  1. Aku tidak akan menggoyang-goyangkan tanganku.


  1. Aku tidak akan menggoyang-goyangkan mangkukku.


  1. Aku tidak akan memakan makananku dengan membuatnya seperti sebuah pagoda.


Bagian Ketiga


Ringkasan: Empat aturan sehubungan dengan mencela, dll., sepuluh aturan yang sehubungan dengan mangkuk derma, lima aturan tentang berdiri, dll., lima aturan tentang menutupi kepala, dll., lima aturan tentang dengan rambut yang dikepang, dll., lima aturan tentang menunggangi seekor gajah, dll., enam aturan tentang memegang sebilah tongkat, dll di tangan, dan empat aturan untuk orang sakit.


  1. Aku tidak akan melihat mangkuk seorang Bhikṣu yang duduk di sampingku dengan maksud untuk mengkritiknya.


  1. Aku tidak akan menggenggam dengan tanganku sebuah kendi air sementara tanganku kotor dengan sisa-sisa makanan.


  1. Aku tidak akan menuangkan air yang kotor dengan sisa makanan kepada seorang Bhikṣu yang duduk di sampingku.


  1. Aku tidak akan menuangkan air yang dikotori dengan sisa makanan ke dalam (pelataran dalam) sebuah rumah tanpa izin dari pemilik rumah.


  1. Aku tidak akan menuangkan sisa-sisa makanan dari dalam mangkukku.


  1. Aku tidak akan meletakkan mangkukku di tanah tanpa penahan apapun.


  1. Aku tidak akan meletakkan mangkukku di suatu tebing curam, atau di suatu jurang yang dalam, atau di suatu lereng yang curam.


  1. Aku tidak akan mencuci mangkukku dalam posisi berdiri.


  1. Aku tidak akan mencuci mangkukku di suatu tebing curam, atau di suatu jurang yang dalam, atau di suatu lereng yang curam.


  1. Aku tidak akan mengambil air kedalam mangkuk dermaku dari suatu sungai berarus deras dan menariknya melawan arus.


  1. Ketika berdiri aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang tetap duduk, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang tetap berbaring, kecuali ia sedang sakit.


  1. Ketika duduk di kursi yang rendah, aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang duduk di kursi yang tinggi, kecuali ia sedang sakit.


  1. Ketika berjalan di belakang, aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang berjalan di depanku, kecuali ia sedang sakit.


  1. Ketika berjalan di pinggir suatu jalan, aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang berjalan di [tengah] jalan, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang kepalanya tertutup, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang pakaiannya ketat, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memeluk orang lain, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang menggantungkan kedua tangannya di leher, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang menyilangkan lengannya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang dengan rambut dikepang, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memakai suatu penutup kepala, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memakai mahkota di kepalanya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memiliki suatu karangan bunga yang mengelilingi kepalanya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang kepalanya ditutupi sekelilingnya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang menunggangi seekor gajah, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang menunggangi seekor kuda, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang dibawa dengan sebuah tandu, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang duduk di sebuah kereta, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memakai sepatu ber hak tinggi, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memegang sebilah tongkat di tangannya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memegang sebuah payung di tangannya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memegang sebuah senjata di tangannya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memegang sebilah pedang di tangannya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memegang sebuah kapak perang di tangannya, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memakai sebuah rompi perang, kecuali ia sedang sakit.


  1. Aku tidak akan buang air besar dan kecil dalam posisi berdiri, kecuali aku sedang sakit.


  1. Aku tidak akan buang air besar, kecil, membuang ludah, ingus, atau muntahan ke dalam air, kecuali aku sedang sakit.


  1. Aku tidak akan buang air besar, kecil, membuang ludah, ingus, atau muntahan ke suatu tempat yang ditutupi oleh rumput hijau, kecuali aku sedang sakit.


  1. Aku tidak akan memanjat suatu pohon yang lebih tinggi dari tinggi orang dewasa, kecuali aku didesak oleh bahaya apapun.


O para Āyuṣmant, aku telah membacakan banyak Śaikṣā Dharmā. Dalam hal ini aku bertanya kepada para Āyuṣmant: “Apakah kalian benar-benar murni?” Untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya aku bertanya kepada para Āyuṣmant: “Apakah kalian benar-benar murni?” Dalam hal ini para Āyuṣmant benar-benar murni. Oleh karena itu mereka tidak mengatakan apapun. Demikianlah aku memahaminya.


Tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā


Ringkasan: Dengan kehadiran, dengan ingatan, tidak gila, dengan mayoritas, dengan menyelidiki sifat sejati, dengan menutupi dengan rumput, dan dengan penerimaan.


Inilah, para Āyuṣmant, tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā yang diketahui berasal dari Prātimokṣa Sūtra yang dibacakan setiap setengah bulan.


  1. Dalam kasus perselisihan yang harus diselesaikan dalam kehadiran, penyelesaiannya harus dilakukan dengan kehadiran para pihak yang bersangkutan.


  1. Dalam kasus perselisihan yang harus diselesaikan dengan ingatan, penyelesaiannya harus dilakukan dengan ingatan tertuduh.


  1. Dalam kasus perselisihan yang harus diselesaikan untuk seseorang yang tidak lagi gila, penyelesaiannya harus dilakukan dengan anggapan bahwa orang tersebut tidak lagi gila.


  1. Dalam kasus perselisihan yang harus diselesaikan oleh suatu mayoritas [suara] para Bhikṣu, penyelesaiannya harus dilakukan oleh mayoritas.


  1. Dalam kasus perselisihan yang harus diselesaikan dengan suatu penyelidikan tentang sifat aslinya, penyelesaiannya harus dilakukan dengan penyelidikan.


  1. Dalam kasus perselisihan yang harus diselesaikan dengan cara menutupi dengan rumput, penyelesaiannya harus dilakukan dengan menutupi dengan rumput.


  1. Dalam kasus perselisihan yang harus diselesaikan oleh suatu penerimaan, penyelesaiannya harus dilakukan oleh penerimaan dari tertuduh.


Jika perselisihan-perselisihan muncul, perselisihan-perselisihan ini harus diselesaikan—diselesaikan dengan sempurna—melalui tujuh aturan yang disebutkan di atas untuk penyelesaian perselisihan sesuai Dharma, Vinaya, dan Ajaran Sang Guru.


O para Āyuṣmant, aku telah membacakan tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā. Dalam hal ini aku bertanya kepada para Āyuṣmant: “Apakah kalian benar-benar murni?” Untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya aku bertanya kepada para Āyuṣmant: “Apakah kalian benar-benar murni?” Dalam hal ini para Āyuṣmant benar-benar murni. Oleh karena itu mereka tidak mengatakan apapun. Demikianlah aku memahaminya.


O para Āyuṣmant!


Telah dibacakan Pengantar Prātimokṣa Sūtra.


Telah dibacakan Pārājika Dharmā.


Telah dibacakan tiga belas Saṃghāvaśeṣā Dharmā.


Telah dibacakan dua Aniyata Dharmā.


Telah dibacakan tiga puluh Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā.


Telah dibacakan sembilan puluh Pāyantikā Dharmā.


Telah dibacakan empat Pratideśanīyā Dharmā.


Telah dibacakan banyak aturan—seratus dua belas [maksudnya 108 aturan?]—Śaikṣā Dharmā.


Telah dibacakan Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā.


Bhagavān Tathāgata Arhat Samyaksambuddha menyampaikan aturan-aturan ini yang termasuk dan terkandung di dalam Sūtra.


Di sini mungkin timbul aturan-aturan lain yang sesuai dengan Keyakinan. Dalam hal ini juga kalian harus menyesuaikan diri kalian kepadanya, setuju kepadanya, berbahagia di dalamnya, menyayanginya di dalam batin kalian tanpa perselisihan, mengingat dan dengan saksama menjalaninya.


Syair-syair Kesimpulan


Para Buddha mengatakan bahwa kesabaran adalah pertapaan yang terbaik

dan itu adalah Nirvāṇa terbaik:

ia yang melukai orang lain bukanlah seseorang yang meninggalkan keduniawian,

dan ia yang menghina orang lain bukanlah seorang petapa. 23


Seperti halnya seseorang yang memiliki mata

dan daya upaya keluar dari semua bahaya,

demikianlah engkau menghindari semua pelanggaran di dunia ini

dengan menjalani kehidupan seorang bijaksana. 24


Tidak mencela, tidak melukai,

hidup terkendali di dalam Vinaya,

moderatlah dalam hal makan,

tidur dan duduk sendiri

dan berdiam dalam pikiran-pikiran tertinggi—

ini memang Ajaran para Buddha. 25


Seperti halnya seekor lebah hinggap di atas sepucuk bunga

dan tidak merusak warna serta aromanya,

Namun pergi menjauh,

Demikianlah seorang bijaksana tinggal di desanya. 26


Seorang bijaksana tidak memperhatikan keburukan orang lain

atau apa yang orang lain lakukan atau tinggalkan,

Namun iia harus melihat hanya pada perilakunya sendiri,

apakah itu benar atau tidak. 27


Seseorang yang memahami pemikiran-pemikiran tertinggi,

mempelajari karakteristik dasar seorang suciwan,

dan terus memikirkan kedamaian,

mencapai Nirvāṇa, penghentian sepenuhnya. 28


Kebajikan sangat meningkat pada seseorang yang dermawan,

tidak ada musuh bagi seseorang yang terkendali dengan baik,

seorang suciwan menjauhi segala pelanggaran

dan seseorang yang masalahnya telah selesai mencapai Nirvāṇa. 29


Tidak melakukan pelanggaran apapun,

mempraktikkan kebajikan dan untuk membersihkan pikiran seseorang,

itulah Ajaran para Buddha. 30


Adalah baik mengendalikan tubuh,

mengendalikan ucapan adalah baik,

sungguh baik mengendalikan pikiran,

terkendali dalam segala hal adalah baik.

Seorang Bhikṣu yang terkendali dalam segala hal terbebas dari kesedihan. 31


ia yang menjaga ucapannya, mengendalikan pikirannya

dan tidak membiarkan tubuhnya melakukan kejahatan apa pun—

dibersihkan dalam aktivitasnya di tiga jalur ini—

mencapai Sang Jalan yang diajarkan oleh para bijaksana. 32


Vipaśyī Sang Pelihat Sang Sempurna,

Śikhī Sang Pemilik Kuncup Yang Menawan,

Viśvabhu Sang Pelindung Segalanya,

Krakucchanda Sang Pemutus Rantai Transmigrasi,

Kanakamuni Sang Bijaksanawan Emas,

Kāśyapa Sang Penjaga Cahaya

dan Śākyamuni Gautama, Dewa dari para dewa—

tujuh Bhagavān yang terkenal di alam semesta ini,

Para Pelindung hebat dan Para Pahlawan Yang Bijaksana,

mengajarkan dan menyebarkan Prātimokṣa Sūtra secara lengkap terperinci. 33 dan 34


Prātimokṣa Sūtra dihormati oleh semua Buddha dan Śrāvaka.

Dengan menunjukkan rasa hormat kepadanya engkau akan

mencapai Nirvāṇa yang tidak disebabkan. 35


Bangkitlah, mulailah sebuah jalan hidup baru,

beralih ke agama Buddha

dan taklukkanlah pasukan Sang Penguasa Kematian

seperti seekor gajah menghancurkan sebuah rumah alang-alang. 36


Seseorang yang dengan bersungguh-sungguh mempraktikkan Ajaran Disiplin ini,

akan mengakhiri semua penderitaan

dengan menghindari siklus kelahiran. 37


Untuk membantu satu sama lain dalam menjaga Śīla

dan menyebarkan Dharma,

Sutra Prātimokṣa ini harus dibacakan

dan pembersihan pelanggaran harus dilakukan

oleh Saṃgha para Bhikṣu. 38


Bagi mereka yang telah membacakan Sutra

dan bagi mereka pembersihan pelanggaran telah dilakukan

haruslah menjaga Śīla ini,

seperti seekor banteng mempertahankan ekornya. 39


Jasa apapun yang telah aku capai

dengan membacakan Prātimokṣa Sūtra,

dengan jasa itu semoga seluruh dunia

mencapai posisi Bijaksanawan Agung. 40


Sūtra Prātimokṣa telah selesai.


Pratimokṣa Sūtra ini diterjemahkan (ke dalam bahasa Tibet) oleh Jinamitra, seorang guru besar Vinaya dari sekolah Ārya Mūlasarvāstivāda dan guru Vaibhāṣika dari Kāśmīra—dengan kerjasama dari penerjemah resmi dan editor Tibet Yang Mulia Kluji-rgyal-mtshan dari kota Cog-gru.


Tibetan Udānavarga

  Udānavarga ini dikompilasikan oleh Dharmatrāta. Diterjemahkan ke dalam bahasa Tibet oleh Pandita dari India bernama Vidyaprabhakara dan Lo...