Minggu, 31 Januari 2021

Mūlasarvāstivāda Bhikṣuṇī Prātimokṣa Sutra

Prātimokṣa ini berasal dari terjemahan Inggris milik KLT (nama disamarkan, karena saya belum meminta izin untuk menerjemahkannya). Saya (Arya Karniawan) yang menerjemahkan Prātimokṣa ini. Prātimokṣa ini tidak pernah dipublikasikan kemanapun selain di sini. Jika terdapat kesalahan dalam terjemahan ini, jangan sungkan komen di kolom komentar. Copyright Prātimokṣa ini adalah:

Translated by Arya Karniawan2021.
Diterjemahkan dari teks milik KLT.
Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.
Prepared by Arya Karniawan.

Seperti yang diminta oleh "mNga 'bdag dpel hla btsan po" yang Sangat Mulia, teks ini telah diterjemahkan [dari bahasa Sanskerta ke bahasa Tibet] oleh Jinamitra, seorang guru Vinaya dari aliran sekolah Arya Mūlasarvāstivāda dan Ācārya dari aliran Kashmir Vaibhāṣika, dan [orang Tibet] yang agung, editor dan penerjemah "Cog ro klu'i rgyal mtsan."


Mūlasarvāstivāda Bhikṣuṇī Prātimokṣa Sutra

(Dalam Bahasa Tibet: dDge slong ma'i so sor thar pa'i rndo)

 

Bagian Pertama

 

Aku bersujud kepada Yang Maha Tahu.

Aku bersujud kepada Yang Terunggul:

Sang Buddha, Sang pemandu dan pelindung, Dharma yang terbaik,

dan Arya Saṃgha.

Penyebab pembebasan penuh dari penderitaan

Adalah Prātimokṣa,

Jadi dengarkan baik-baik penjelasan ini.

Panji merdu terkenal di tiga dunia.

 

Yang membabarkan Dharma terbaik

Bagaikan Auman Singa.

Yang Maha Tahu, Engkau yang memiliki

Harta Karun Tiga Permata:

Brahma dan Indra menyentuh kakimu

Dengan mahkota permata mereka.

 

Kami bersujud, menyentuh dahi kami,

Kepada Pemimpin dari semua makhluk,

Yang telah menyeberangi kedalaman yang tak terbatas

Dari lautan penderitaan.

Prātimokṣa adalah dasar untuk berlatih

Tiga pelatihan dari Yang Maha Tahu,

Dan merupakan wadah dari Tiga Permata.

Jadi aku akan menjelaskannya di tengah-tengah Arya Saṃgha.

 

Vinaya Saṃbuddha adalah penuh seperti samudra luas,

Dan Prātimokṣa ini adalah hati dan esensi(nya)

Rumah semua pengetahuan mendalam yang tak terbatas.

 

Ini adalah jenis tertinggi dari semua Dharma,

Dan pemimpin tertinggi para makhluk [dari saṃsara].

[Prātimokṣa] ini bagaikan sebuah toko yang bagus

Tentang pelatihan moralitas untuk Saṃgha,

Dengan banyak hal untuk dipilih atau ditolak.

 

Ini adalah obat yang membersihkan

Racun dari kebungkaman akibat rusaknya Śīla.

Ini adalah kail besi [yang menyelamatkan] manusia-manusia muda

Dari kesalahan di masa muda.

 

Ini adalah metode untuk menyeberang menuju pembebasan

Dari siklus keberadaan yang lebih dalam dari lautan.

Ini adalah jembatan yang pasti

Bagi makhluk yang bepergian ke alam kelahiran kembali yang lebih tinggi.

 

Inilah jalan untuk menaklukkan delusi,

Pembimbing yang luar biasa bahkan untuk raja.

Ini adalah fondasi yang menopang tangga

Untuk memasuki kota pembebasan.

 

"Saat Aku telah Parinirvāṇa, melampaui dukacita,

[Prātimokṣa] ini akan menjadi pembimbingmu," Sabda Sang Buddha.

Ia sangat menghormati Prātimokṣa ini,

Dan memujinya di tengah komunitas Saṃgha.

 

Bahkan suara dari sabda Buddha

Sangatlah jarang di dunia.

Sangatlah jarang menemukan kelahiran sebagai seorang manusia.

Sangatlah sulit menjadi seorang yang meninggalkan keduniawian.

 

Begitu pula, mereka yang telah meninggalkan keduniawian

Dan menjaga Śīla dengan sempurna sangatlah jarang.

Bahkan jika mereka menjaga Vinaya secara menyeluruh,

Mereka mengalami kesulitan besar dalam menemukan teman yang baik.

 

Kemunculan seorang Buddha di dunia,

Menjadi seorang manusia dan seorang yang meninggalkan keduniawian,

Memiliki Śīla yang sempurna dan teman-teman yang Mulia

Hal ini benar-benar sulit untuk ditemukan.

 

Setelah menemukannya, orang bijaksana bertekad untuk menjadi baik.

Mereka yang ingin mencapai hasil demikian

Dan yang ingin menjaga Śīla mereka:

Dengarkanlah dengan saksama Prātimokṣa ini.

 

Sang Buddha muncul dalam aspek seorang manusia yang meninggalkan keduniawian,

Pemimpin dari semua Bhikṣu dengan Indriya yang dijinakkan.

Mereka yang benar-benar menginginkan pembebasan:

Selalu mempertahankan Prātimokṣa!

 

Bahkan selama 10 juta kalpa,

Sangatlah jarang ditemukan mereka yang mendengar Prātimokṣa

Dan bergantung padanya,

Terlebih lagi yang mempraktikkannya.

 

Kemunculan para Buddha adalah yang terbaik.

Pengajaran Dharma juga adalah yang terbaik.

Saṃgha yang harmonis adalah yang terbaik.

Tapa para Saṃgha adalah yang terbaik.

 

Melihat para Arya adalah yang terbaik.

Persahabatan dengan para Arya adalah yang terbaik.

Tidak melihat makhluk yang belum matang,

Hal ini selalu yang terbaik.

 

Melihat mereka yang memiliki Śīla adalah yang terbaik.

Melihat mereka yang terpelajar adalah yang terbaik.

Melihat para Arhat yang terbebas dari kelahiran kembali di masa depan,

Ini juga adalah yang terbaik.

 

Arus Dharma adalah yang terbaik.

Makhluk yang mempelajari Dharma adalah yang terbaik.

Mencapai kebijaksanaan adalah yang terbaik.

Memadamkan kesombongan "aku" adalah yang terbaik.

 

Benar-benar menenangkan indria,

Menua dalam kedamaian monastik,

Mendengarkan [ajaran] lagi dan lagi

Sungguh luar biasa tinggal di hutan seumur hidup!

 

Para Ārya,

Sekian bulan musim panas telah berlalu

Dan hanya sekian [waktu] yang tersisa.

Para Ārya,

Penuaan dan kematian pasti akan datang.

Ajaran Sang Buddha akan hancur.

Gunung Meru Dharma akan hancur.

Roda Dharma akan berhenti.

Lampu Dharma akan padam.

Lautan Dharma akan mengering.

Kegelapan dari ketidaktahuan akan menjadi lebih kuat.

Makhluk-makhluk yang berhasil akan sepenuhnya lenyap.

Dan jika tidak ada praktisi yang berhasil,

Dalam waktu yang singkat tidak akan ada cahaya di dunia.

Untuk alasan itulah, para Ārya,

Berlatihlah dengan penuh perhatian!

 

Pencerahan para Buddha,

Ia Yang Tercerahkan Sempurna,

Dan Jalan di mana kita mencapai pencerahan itu,

Dicapai oleh mereka yang berlatih dengan penuh perhatian.

Para siswa Sang Buddha

Yang membatasi keterlibatan dan aktivitas mereka.

Oleh karena itu, pada awal prosedur Saṃgha apa pun,

Kami meminta para Ārya yang tidak bisa hadir

Apakah mereka benar-benar murni.

Ini adalah sebuah pengumuman. Ini sangatlah diakui.

 

KepadaNya, Singa Śākya

Dengan merangkapkan tangan,

Kami melafalkan Prātimokṣa,

Untuk tujuan menenangkan [delusi].

Mohon dengarkan saat aku melafalkan.

 

Setelah mendengar [Prātimokṣa ini],

Bertindak sesuai dengan kata-kata Sang Bijaksanawan Agung.

Terlibat dalam latihan dengan tekun

Untuk mengatasi pelanggaran yang halus,

Menghabiskan waktunya untuk berjuang terus-menerus,

Masihlah sulit untuk menjinakkan pikiran yang bagaikan kuda liar ini.

Pengekang Prātimokṣa ini

Bagaikan paku tajam yang mengarahkan dengan benar.

 

Prātimokṣa memiliki banyak kualitas.

Jika seseorang menghindari dan melampaui

Halangan-halangan dari Prātimokṣa ini,

Seseorang demikian dikenal sebagai orang baik,

Dan benar-benar menang dalam mengatasi delusi.

 

Siapapun yang tidak memiliki pengekang [Prātimokṣa] ini,

Dan tidak pernah ingin mempraktikkannya,

Adalah seseorang yang gelisah di dalam pertempuran delusi,

Tidak dapat mengontrol atau menstabilkan pikiran yang mengembara.

 

Para Ārya Saṃgha, mohon dengarkan aku. Hari ini, tanggal empat belas/ lima belas penanggalan bulan, adalah hari Upoṣadha bagi Saṃgha. Jika Saṃgha yang telah berkumpul telah siap, biarlah Saṃgha berkumpul secara harmonis untuk melaksanakan Upoṣadha bagi Saṃgha dan pembacaan Prātimokṣa Sutra pada hari ini. Ini adalah mosinya.

 

Para Ārya, ini adalah Upoṣadha kita. Sekarang aku akan membacakan Prātimokṣa Sutra. Kalian harus mendengarkan dengan penuh perhatian dan merenungkannya dengan baik. aku akan menjelaskan: Mereka yang telah melakukan pelanggaran harus mengungkapkannya. Mereka yang tidak melakukannya, harus tetap diam. Jika kalian diam, aku akan tahu bahwa para Ārya benar-benar murni. Ketika seseorang mempertanyakan kalian, kalian harus menanggapi dengan cara ini. Para Bhikṣuṇī di kumpulan akan membuat pernyataan dengan cara ini sebanyak tiga kali. Ketika para Bhikṣuṇī di kumpulan membuat pernyataan dengan cara ini sebanyak tiga kali, jika ada Bhikṣuṇī yang telah melakukan suatu pelanggaran mengingatnya dan tidak mengungkapkannya, ia akan bersalah karena dengan sengaja berbohong. Sang Penakluk berkata bahwa berbohong dengan sengaja adalah suatu penghalang [Dharma]. Jika seorang Bhikṣuṇī mengingat pelanggarannya dan ingin terbebas dari pelanggarannya, ia harus mengakuinya dan mengungkapkannya. Jika ia mengungkapkannya, ia akan mencapai dan berdiam dalam kebahagiaan. Jika ia tidak mengungkapkan dan mengakuinya, ia tidak akan [mencapai dan berdiam dalam kebahagiaan].

 

Para Ārya, aku telah membacakan kata pengantar dari pembacaan Prātimokṣa Sutra. Sekarang aku bertanya kepada kalian, para Ārya, apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Aku bertanya kepada kalian untuk kedua dan ketiga kalinya, apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Jika para Ārya benar-benar murni dalam hal ini, aku mengetahuinya dari keheningan kalian.

 

Delapan Pārājikā Dharmā

 

[Secara ringkas, ini termasuk] perilaku tidak suci, mencuri, membunuh seorang manusia, berbohong, menyentuh tubuh seorang laki-laki, membuat janji [untuk bertemu dengan seorang laki-laki], [menyembunyikan Pārājikā] seorang teman, dan mengikuti Bhikṣu yang dikeluarkan.

 

Para Ārya, ini adalah delapan Pārājikā Dharmā dari Prātimokṣa Sutra, yang bacakan dua kali dalam sebulan.

 

1. Jika seorang Bhikṣuṇī yang berdiam sesuai dengan pelatihan bersama dengan para Bhikṣuṇī melanggar pelatihan, mengabaikan pelatihan, dan dengan tidak sopan terlibat dalam aktivitas seksual, bahkan dengan seekor hewan, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Pārājikā dan diusir dari komunitas monastik.

 

2. Jika seorang Bhikṣuṇī, baik di suatu kota atau di suatu tempat terasing, mengambil sesuatu yang belum diberikan kepadanya, mencuri sesuatu yang bernilai sedemikian rupa sehingga dianggap sebagai pencurian dan dapat dicela oleh seorang raja atau pejabat tinggi yang akan mengatakan, "Oh saudari, engkau adalah seorang perampok. Engkau bodoh. Engkau dungu. Engkau adalah pencuri," dan akan membuatnya dieksekusi, ditangkap, atau dibuang atau jika ia menyuruh orang lain melakukannya, Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Pārājikā dari mengambil apa yang tidak diberikan dan diusir dari komunitas monastik.

 

3. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja menghilangkan hidup seorang manusia atau sebuah janin dengan tangannya sendiri, memberikan sebuah senjata kepada seseorang, menghasut seseorang untuk mengambil sebuah senjata, mendesak(nya) untuk mati, atau memuji kematian, dengan berkata, "Mengapa (menjalani) kehidupan (yang) begitu busuk, mengerikan, tanpa kebajikan? Akan lebih mudah untuk mati daripada menjalani kehidupan seperti itu," dengan suatu keinginan dan gagasan demikian dalam pikirannya, Jika ia menggunakan berbagai metode yang tak terhitung banyaknya untuk menyebabkan kematian atau memuji kematian, kemudian pada saat itu selesai dilakukan, Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Pārājikā dan diusir dari komunitas monastik.

 

4. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki kemampuan batin, tidak mengetahui segalanya, mengatakan, "Aku telah melampaui kemampuan manusia. Aku telah mencapai tingkatan seorang Superior," dan seterusnya. "Aku mengetahui ini dan memahami itu," dan jika ia mengatakan bahwa ia mengetahui hal-hal yang tidak ia ketahui, kemudian, setelah ditanyai atau tidak di lain waktu, ingin terbebas dari suatu pelanggaran, kemudian ia berkata, "Para Ārya, aku mengatakan bahwa aku tahu atau merasakan apa yang tidak aku ketahui atau rasakan," tidak hanya karena kebanggaan semata tetapi dengan kehendak yang disengaja untuk mengucapkan suatu kebohongan, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Pārājikā dan diusir dari komunitas monastik.

 

5. Jika seorang Bhikṣuṇī, yang terangsang oleh nafsu, melakukan kontak jasmani dengan seorang laki-laki yang terangsang oleh nafsu, sehingga mereka saling bersentuhan antara mata dan lutut, dan jika ia menghendaki pengalaman saat bersentuhan sepenuhnya, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Pārājikā dan diusir dari komunitas monastik.

 

6. Jika seorang Bhikṣuṇī, yang terangsang oleh nafsu, bersama dengan seorang laki-laki yang terangsang oleh nafsu, menggoda, memikat, berperilaku secara tidak sopan, memasuki suatu tempat bersama dengannya, membuat gerakan centil atau tanda mengundang, mengizinkan ia untuk mendekatinya atau pergi bersamanya, atau berbaring merentangkan tangan dan kakinya di tempat yang cocok untuk hubungan antara seorang pria dan seorang wanita, kemudian ketika seorang Bhikṣuṇī melakukan tindakan seperti delapan hal ini, ia melakukan sebuah Pārājikā dan diusir dari komunitas monastik.

 

7. Jika seorang Bhikṣuṇī, mengetahui bahwa Bhikṣuṇī lain telah melakukan sebuah Pārājikā, menyembunyikannya, dan kemudian, ketika kehidupan Bhikṣuṇī itu telah melemah atau meninggal atau keluar (dari kehidupan monastik) atau pergi ke daerah lain atau ke sekte lain [non-Buddhis], pada saat itu jika ia berkata, "Para Ārya, aku tahu bahwa Bhikṣuṇī itu telah melakukan sebuah Pārājikā," maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Pārājikā dan diusir dari komunitas monastik.

 

8. Jika seorang Bhikṣuṇī, mengetahui bahwa seorang Bhikṣu telah diusir oleh sebuah karman dari Bhikṣu Saṃgha yang harmonis, mengetahui bahwa Bhikṣu Saṃgha yang harmonis telah memutuskan bahwa ia tidak layak dihormati, dan bahwa setelah bersikeras dalam perilakunya yang disengaja, ia telah meninggalkan dan tunduk pada pengekangan Bhikṣu Saṃgha dan mengajarkan yang lain untuk melakukan demikian, tetap dalam batasan dan memohon pengampunan, dengan mengatakan kepadanya, "Āyuṣmant, setelah bersikeras dalam perilakumu yang disengaja, jangan meninggalkan dan tunduk pada pengekangan Bhikṣu Saṃgha dan mengajarkan yang lain untuk melakukan demikian. Tetaplah dalam batasan, tetapi janganlah menyesalinya. Aku akan memberikanmu sebuah mangkuk derma, jubah atas, saringan air, mangkuk, ikat pinggang. Saat engkau membaca, melafalkan, atau berlatih, aku akan menyenangkanmu dan melayanimu dengan apapun yang engkau sukai." Kemudian para Bhikṣuṇī menegur Bhikṣuṇī itu, dengan berkata, "Ārya, engkau bergaul dengan seorang Bhikṣu yang telah diusir oleh Saṃgha yang harmonis. Bhikṣuṇī Saṃgha yang harmonis telah memutuskan bahwa ia tidak layak dihormati. setelah bersikeras dalam perilakunya yang disengaja, ia telah meninggalkan dan tunduk pada pengekangan Bhikṣu Saṃgha dan mengajarkan yang lain untuk melakukan demikian, tetap dalam batasan dan memohon pengampunan. Mengetahui hal ini, engkau seharusnya tidak berkata kepadanya, "Āyuṣmant, setelah bersikeras dalam perilakumu yang disengaja, jangan meninggalkan dan tunduk pada pengekangan Bhikṣu Saṃgha dan mengajarkan yang lain untuk melakukan demikian. Tetaplah dalam batasan, tetapi janganlah menyesalinya. Aku akan memberikanmu sebuah mangkuk derma, jubah atas, saringan air, mangkuk, ikat pinggang. Saat engkau membaca, melafalkan, atau berlatih, aku akan menyenangkanmu dan melayanimu dengan apapun yang engkau sukai." Jangan katakan itu. Ārya, berhentilah mengikuti seseorang yang telah diusir.'' Jika Bhikṣuṇī itu, ketika dinasihati oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Pārājikā dan diusir dari komunitas monastik.

 

Para Ārya, aku telah selesai membacakan delapan Pārājikā Dharmā. Jika seorang Bhikṣuṇī melakukan salah satu dari pelanggaran ini, ia adalah seorang yang terkalahkan dan kembali ke asalnya [menjadi tidak ditahbiskan]. Ia tidak diperkenankan untuk tinggal bersama dengan para Bhikṣuṇī dan tidak berhak untuk menikmati keuntungan dari tinggal bersama mereka. Sekarang aku bertanya kepada kalian, para Ārya, apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Aku bertanya kepada kalian untuk kedua dan ketiga kalinya, apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Jika para Ārya benar-benar murni dalam hal ini, aku mengetahuinya dari keheningan kalian.

 

Dua Puluh Saṃghāvaśeṣā Dharmā

 

[Ini termasuk] bertindak sebagai perantara, tuduhan tak berdasar, menuduh dengan implikasi, sesuatu, bebas dari nafsu, pada siang hari, pada malam hari, berjalan di jalan, menyeberangi sungai, kesepakatan, [dan seterusnya].

 

Para Ārya, ini adalah dua puluh Saṃghāvaśeṣā Dharmā dari Prātimokṣa Sutra, yang bacakan dua kali dalam sebulan.

                                

1. Jika seorang Bhikṣuṇī menyampaikan kata-kata seorang pria kepada seorang wanita atau kata-kata seorang wanita kepada seorang pria, ia sendiri bertindak sebagai seorang perantara, ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

2. Jika seorang Bhikṣuṇī, menjadi marah dan dengki, secara tidak berdasar menuduh seorang Bhikṣuṇī yang murni, yang tanpa kesalahan (dengan tuduhan) telah melakukan Pārājikā sehingga merusak perilakunya yang murni, dan jika ia di lain waktu, apakah ia ditanyai atau tidak, menyatakan bahwa tuduhannya tidak berdasar, bahwa ia marah dan membuat tuduhan karena marah, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

3. Jika seorang Bhikṣuṇī, menjadi marah dan dengki, menggunakan semacam bukti yang tidak relevan, menuduh seorang Bhikṣuṇī yang murni, yang tanpa kesalahan (dengan tuduhan) telah melakukan Pārājikā sehingga merusak perilakunya yang murni, dan ketika di lain waktu, apakah ia ditanyai atau tidak , jika diketahui bahwa ia hanya mengarang tuduhan tanpa dasar apapun, menggunakan semacam bukti yang tidak relevan, berbicara atas dasar kemarahan dan kebencian, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

4. Jika seorang Bhikṣuṇī yang terangsang oleh nafsu menerima sesuatu dari seorang laki-laki yang terangsang oleh nafsu, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

5. Jika seorang Bhikṣuṇī berkata kepada Bhikṣuṇī lainnya, "Jika engkau tidak terangsang oleh nafsu, bebas dari nafsu, engkau dapat menerima sesuatu dari seorang pria yang terangsang oleh nafsu," maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

6. Jika seorang Bhikṣuṇī meninggalkan kediamannya [dan keluar] sendirian di malam hari, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

7. Jika seorang Bhikṣuṇī meninggalkan kediamannya [dan keluar] sendirian di siang hari, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

8. Jika seorang Bhikṣuṇī berjalan sendirian di suatu jalan, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

9. Jika seorang Bhikṣuṇī menyeberangi sebuah sungai sendirian, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

10. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja memberikan penahbisan penuh kepada seorang wanita yang belum diizinkan oleh keluarganya atau walinya dan yang belum mendapat izin dari raja, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

[Kelompok berikutnya termasuk] memperoleh kekayaan atau harta yang telah meninggal, memulihkan kembali seorang Bhikṣuṇī, meninggalkan, berselisih, mengungkit, bergaul, mengakibatkan orang lain bergaul, mengasingkan Saṃgha, membentuk sebuah kelompok, perusak, dan tidak menyenangkan.

 

11. Jika seorang Bhikṣuṇī, karena kemelekatan, mengejar kekayaan atau harta milik seseorang yang telah meninggal, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

12. Jika seorang Bhikṣuṇī mengetahui bahwa seorang Bhikṣuṇī telah diusir oleh sebuah Karman dari Bhikṣuṇī Saṃgha yang harmonis, menuntunnya ke luar batas (sima) dan melakukan sebuah ritual pengampunan untuknya, maka ia melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada pelanggaran pertama.

 

13. Jika seorang Bhikṣuṇī, menjadi gelisah karena amarah, menjadi marah dan mengatakan, "Aku meninggalkan Buddha, aku meninggalkan Dharma, aku meninggalkan Saṃgha. Para pertapa Buddhis bukanlah satu-satunya yang menjaga disiplin moral, memiliki kualitas, hidup suci dan berprilaku bajik. Para Brāhmaṇa dan pertapa lainnya juga menjaga disiplin moral, memiliki kualitas, hidup suci dan berprilaku bajik. Aku dapat mempraktikkan kehidupan suci di antara mereka." Kemudian para Bhikṣuṇī harus mengatakan, "Ārya, engkau seharusnya tidak menjadi gelisah karena amarah, menjadi marah dan tidak senang, dengan mengatakan, "Aku meninggalkan Buddha, aku meninggalkan Dharma, aku meninggalkan Saṃgha. Para pertapa Buddhis bukanlah satu-satunya yang menjaga disiplin moral, memiliki kualitas, hidup suci dan berprilaku bajik. Para Brāhmaṇa dan pertapa lainnya juga menjaga disiplin moral, memiliki kualitas, hidup suci dan berprilaku bajik. Aku dapat mempraktikkan kehidupan suci di antara mereka." Ārya, kami menasihatimu untuk meninggalkan suatu pandangan yang tidak bajik demikian." Jika Bhikṣuṇī itu meninggakan perbuatan buruknya ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada peringatan ketiga.

 

14. Jika seorang Bhikṣuṇī terlibat dalam perselisihan, para Bhikṣuṇī harus menegurnya dengan mengatakan, "Ārya, janganlah berselisih, mengungkit kesalahan, bertikai, dan berkelahi." Jika ia membalasnya dengan mengatakan, "Para Bhikṣuṇī bertindak dengan keberpihakan, bertindak dengan kebencian, bertindak dengan ketidaktahuan, bertindak dengan ketakutan. Para Bhikṣuṇī [yang lain] berselisih seperti ini, tetapi beberapa [dari mereka] diusir sedangkan yang lain tidak," para Bhikṣuṇī harus mengatakan kepadanya , 'Para Bhikṣuṇī tidak berselisih, mengungkit kesalahan, bertikai, dan berkelahi. Ketika engkau sedang dinasihati, janganlah membalas dengan mengatakan, 'Beberapa Bhikṣuṇī bertindak dengan keberpihakan, bertindak dengan kebencian, bertindak dengan ketidaktahuan, bertindak dengan ketakutan. Para Bhikṣuṇī berselisih, tetapi beberapa [dari mereka] diusir sedangkan yang lain tidak.' Ārya, kami menasihatimu untuk berhenti mengucapkan kata-kata demikian, 'Mereka bertindak dengan keberpihakan, bertindak dengan kebencian, bertindak dengan ketidaktahuan, bertindak dengan ketakutan.'" Jika Bhikṣuṇī itu menyesal ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada peringatan ketiga.

 

15. Jika seorang Bhikṣuṇī menggoda para wanita, memikat mereka, dan berperilaku buruk, hidup dan bergaul erat dengan mereka, para Bhikṣuṇī harus mengatakan kepadanya, "Ārya, janganlah berdiam dan bersama-sama (terlibat) pergaulan yang erat, dan berdiam serta bersosialisasi dengan erat, menggoda, memikat, dan berperilaku buruk secara bersama-sama demikian. Engkau seharusnya tinggal secara terpisah. Jika engkau tinggal secara terpisah, perilaku bajikmu akan meningkat dan kebijaksanaanmu tidak akan berkurang." Jika Bhikṣuṇī itu, ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada peringatan ketiga.

 

16. Jika seorang Bhikṣuṇī, mengetahui bahwa para Bhikṣuṇī itu telah tinggal secara terpisah karena mereka telah dinasehati oleh Saṃgha yang harmonis untuk tinggal secara terpisah, mendekati mereka dan berkata, "Para Ārya, kalian berdua seharusnya tidak tinggal secara terpisah. Jika kalian berdua tinggal secara terpisah, perilaku bajik kalian akan berkurang dan pengetahuan kalian tidak akan bertambah. Jika kalian berdua bergaul dan tinggal bersama, dengan bergaul bersama dan tinggal bersama, perilaku bajik kalian akan bertambah dan pengetahuan kalian tidak akan berkurang," maka para Bhikṣuṇī harus menegur Bhikṣuṇī itu, dengan mengatakan," Ārya, Engkau seharusnya tidak berkata kepada para Bhikṣuṇī yang berdiam serta bergaul bersama; menggoda, memikat, dan berperilaku buruk; mengetahui bahwa mereka harus tinggal secara terpisah, 'Para Ārya, kalian berdua seharusnya tidak tinggal secara terpisah. Jika kalian berdua tinggal secara terpisah, perilaku bajik kalian akan berkurang dan pengetahuan kalian tidak akan bertambah. Jika kalian berdua bergaul dan tinggal bersama, dengan bergaul bersama dan tinggal bersama, perilaku bajik kalian akan bertambah dan pengetahuan kalian tidak akan berkurang,' Ārya, Engkau harus meninggalkan suatu pandangan yang tidak bajik demikian." Jika Bhikṣuṇī itu, ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada peringatan ketiga.

 

17. Jika seorang Bhikṣuṇī, yang menyebabkan perselisihan dalam Saṃgha yang harmonis, secara kontroversial membuka kembali suatu perselisihan yang telah diselesaikan, dan terus melakukannya, para Bhikṣuṇī harus berkata kepada Bhikṣuṇī itu, "Ārya, engkau tidak seharusnya menciptakan perselisihan dalam Saṃgha yang harmonis dan terus menciptakan masalah yang menyebabkan perselisihan. Jagalah keharmonisan Saṃgha. Janganlah mengganggu keharmonisan Saṃgha. Janganlah mengganggu kebahagiaannya. Berusahalah untuk kebaikan bersama dan bercampur seperti susu dan air. Tetap bersama dengan bahagia seperti yang dijelaskan dalam Ajaran Buddha. Ārya, kami menginstruksikanmu untuk menahan diri dari [tindakan] mengganggu Saṃgha seperti ini." Jika Bhikṣuṇī itu, ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada peringatan ketiga.

 

18. Misalkan beberapa Bhikṣuṇī membentuk sebuah kelompok, bergaul dengan seorang Bhikṣuṇī yang berbicara (secara) memecah belah, apakah itu satu, dua, atau banyak kelompok yang mengikutinya, dan jika para Bhikṣuṇī itu berkata, "Para Ārya, janganlah mengatakan apapun kepada Bhikṣuṇī ini tentang apa bajik dan tidak bajik. Janganlah mengatakan apapun kepada Bhikṣuṇī ini. Mengapa? Karena, para Ārya, Bhikṣuṇī ini mengucapkan Dharma dan Vinaya. Kami sependapat dan setuju dengan penjelasannya yang sangat baik tentang Dharma dan Vinaya. Bhikṣuṇī ini berbicara tentang apa yang ia pahami dan tidak berbicara tentang apa yang tidak ia pahami. Apapun yang disukai dan diterima oleh Bhikṣuṇī ini, kami juga menyukai dan menerimanya," maka para Bhikṣuṇī harus menegur para Bhikṣuṇī tersebut, dengan mengatakan," Para Ārya, janganlah menerimanya. Para Ārya, janganlah menginginkan untuk mengganggu keharmonisan Saṃgha. Para Ārya, kalian seharusnya menginginkan untuk keharmonisan dalam Saṃgha. Para Ārya, ciptakanlah keharmonisan dalam Saṃgha. Janganlah mengganggu keharmonisan Saṃgha. Janganlah mengganggu kebahagiaannya. Berusahalah untuk kebaikan bersama dan bercampur seperti susu dan air. Jika kalian tetap bersama dengan bahagia seperti yang dijelaskan dalam Ajaran Buddha, kalian akan hidup dalam kebahagiaan. Para Ārya, kami menginstruksikan kalian untuk meninggalkan ucapan yang memecah belah dan menciptakan kelompok yang mengganggu Saṃgha. Jika para Bhikṣuṇī itu, ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, mereka harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga mereka dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, mereka meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka para Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada peringatan ketiga.

 

19. Misalkan banyak Bhikṣuṇī, yang tinggal di suatu desa atau kota, merusak para perumah tangga dan terlibat dalam perilaku yang tidak bajik, sehingga tindakan merusak para perumah tangga mereka terlihat, terdengar, dan menjadi terkenal, dan perilaku tidak bajik mereka juga terlihat, terdengar, dan menjadi terkenal. Maka para Bhikṣuṇī harus menegur para Bhikṣuṇī itu dengan mengatakan, "Para Ārya, kalian telah merusak para perumah tangga dan terlibat dalam perilaku yang tidak bajik. Karena tindakan merusak para perumah tangga kalian telah terlihat, terdengar, dan menjadi terkenal, dan perilaku tidak bajik kalian juga telah terlihat, terdengar, dan menjadi terkenal, para Ārya, kalian harus tinggal di tempat lain mulai sekarang." Jika para Bhikṣuṇī itu berkata kepada para Bhikṣuṇī (penegur), "Beberapa Bhikṣuṇī bertindak dengan keberpihakan, kebencian, ketidaktahuan, dan ketakutan. Untuk pelanggaran demikian, beberapa Bhikṣuṇī diusir, tetapi yang lain tidak," Para Ārya, kalian tidak seharusnya mengatakan, 'Para Ārya, beberapa Bhikṣuṇī bertindak dengan keberpihakan, kebencian, ketidaktahuan, dan ketakutan. Untuk pelanggaran demikian, beberapa Bhikṣuṇī diusir, tetapi yang lain tidak.' Mengapa? Karena para Bhikṣuṇī tidak bertindak dengan keberpihakan, tidak bertindak dengan kebencian, tidak bertindak dengan ketidaktahuan, tidak bertindak dengan ketakutan. Kalian para Bhikṣuṇī yang telah merusak para perumah tangga dan terlibat dalam perilaku yang tidak bajik. Perumah tangga yang kalian rusak telah terlihat, terdengar, dan menjadi terkenal dan perilaku tidak bajik kalian juga telah terlihat, terdengar, dan menjadi terkenal. Kalian seharusnya berhenti untuk mengucapkan kata-kata demikian. 'Para Ārya bertindak dengan keberpihakan, bertindak dengan kebencian, bertindak dengan ketidaktahuan, bertindak dengan ketakutan.'" Jika para Bhikṣuṇī itu, ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, mereka harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga mereka dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, mereka meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka para Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada peringatan ketiga.

 

20. Jika seorang Bhikṣuṇī yang berwatak tidak menyenangkan, dan ketika Bhikṣuṇī lain berbicara kepadanya tentang apa yang sesuai dengan Dharma seperti yang terkandung dalam khotbah-khotbah Sang Buddha dan pelatihan dasar dan berbicara kepadanya sesuai dengan Vinaya, ia berkata "Para Ārya sekalian, jangan mengatakan apa pun kepadaku tentang apa yang bajik dan apa yang tidak bajik, dan aku juga tidak akan mengatakan apa pun kepada kalian tentang apa yang bajik dan tidak bajik. Para Ārya, berhentilah berbicara kepadaku seperti itu dan aku tidak akan mengatakan apapun kepada kalian semua." Kemudian para Bhikṣuṇī harus mengatakan kepada Bhikṣuṇī itu, "Ārya, jika para Bhikṣuṇī berbicara kepadamu sesuai dengan Dharma seperti yang terkandung dalam khotbah-khotbah Sang Buddha dan pelatihan dasar dan berbicara kepadamu sesuai dengan Vinaya, janganlah menjadikan dirimu sebagai seseorang yang tidak bisa dinasihati. Jadilah seseorang yang bisa dinasihati oleh para Ārya." Jika para Bhikṣuṇī berbicara kepadamu sesuai dengan Dharma dan Vinaya, engkau, Ārya, juga harus berbicara kepada mereka sesuai dengan Dharma dan Vinaya. Oleh karenanya, kalian harus berbicara satu sama lain, menasihati dan mengajarkan satu sama lain, dan memeriksa tiap pelanggaran satu sama lain. Dengan cara ini, Saṃgha Sang Bhagava, Tathāgata, Arhat, Samyaksaṃbuddha berkembang. Ārya, berhentilah menjadi orang yang tidak bisa dinasihati." Jika Bhikṣuṇī itu, ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Saṃghāvaśeṣā pada peringatan ketiga.

 

Para Ārya, aku telah selesai membacakan dua puluh Saṃghāvaśeṣā Dharmā. Dua belas di antaranya merupakan pelanggaran pada saat pertama; delapan menjadi pelanggaran setelah peringatan ketiga. Seorang Bhikṣuṇī yang telah melakukan salah satu dari pelanggaran ini, bahkan bertentangan dengan kehendaknya, harus tinggal secara terpisah selama sekian hari sejak ia dengan sengaja menyembunyikannya. Setelah ia tinggal secara terpisah, ia harus melakukan Mānatva di hadapan kedua Saṃgha selama setengah bulan. Setelah Bhikṣuṇī itu telah melakukan Mānatva dan menjalani waktunya untuk tinggal secara terpisah dan setelah Saṃgha puas dengan pelaksanaan prosedur yang tepat, ia dapat dibebaskan oleh kedua Saṃgha, yang terdiri dari empat puluh anggota secara keseluruhan. Jika kedua Saṃgha yang berkumpul bahkan kurang satu [jumlahnya] dari empat puluh anggota dan mengampuni Bhikṣuṇī itu, tidak hanya ia tidak diampuni, tetapi kedua Saṃgha juga dalam kesalahan. Ini adalah prosedurnya. Sekarang aku bertanya kepada kalian, para Ārya, apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Aku bertanya kepada kalian untuk kedua dan ketiga kalinya, apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Jika para Ārya benar-benar murni dalam hal ini, aku mengetahuinya dari keheningan kalian.

 

Tiga Puluh Tiga Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā

 

[Ini termasuk] menyimpan, terpisah dari, menyimpan, mencuci, mengambil, meminta, jubah atas dan bawah, dana, secara terpisah, mengirim, [dan seterusnya.]

 

Para Ārya, ini adalah tiga puluh tiga Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā dari Prātimokṣa Sutra, yang bacakan dua kali dalam sebulan.

 

1. Setelah memperoleh [lima] jubah dan setelah menerima Kaṭhina, seorang Bhikṣuṇī dapat menyimpan jubah ekstra yang tidak diberkati (diikut-sertakan dalam ritual Kaṭhina) selama sepuluh hari setelah waktu Kaṭhina. Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

2. Setelah memperoleh [lima] jubah dan setelah menerima Kaṭhina, jika seorang Bhikṣuṇī tinggal secara terpisah, melampaui batas, dari salah satu dari lima jubah bahkan untuk satu malam, kecuali jika ia mendapatkan izin dari Saṃgha, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

3. Setelah seorang Bhikṣuṇī memperoleh [lima] jubah dan setelah menerima Kaṭhina, Bhikṣuṇī tersebut dapat menerima sepotong kain diluar waktunya dengan harapan menemukan [kain tambahan untuk membuat sebuah jubah]. Setelah menerimanya, ia dapat menyimpannya hanya jika ia membuatnya dengan cepat [menjadi sebuah jubah]. Jika tidak cukup, ia dapat menyimpan kain itu selama satu bulan dengan harapan bisa mencukupi kekurangannya. Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

4. Jika seorang Bhikṣuṇī mencuci jubah lama, memasak, atau merendam dan memukul [sebuah tempat tidur] untuk Bhikṣu yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

5. Jika seorang Bhikṣuṇī mengambil sebuah jubah dari seorang Bhikṣu yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, kecuali dalam pertukaran, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

6. Jika seorang Bhikṣuṇī mendatangi seorang perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya atau istri perumah tangga (tersebut) dan meminta sebuah jubah, kecuali pada waktu yang diperbolehkan, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā. Waktu [yang diperbolehkan] adalah ketika jubah Bhikṣuṇī itu telah dicuri, hilang, terbakar, terbawa angin, atau terbawa air.

 

7. Jika jubah seorang Bhikṣuṇī telah dicuri, hilang, terbakar, terbawa angin, atau terbawa air, ia dapat mendekati seorang perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya atau istrinya dan meminta jubah. Jika seorang seorang Brāhmaṇa atau seorang umat pemilik rumah (tersebut) menawarkannya banyak (jubah), dan seorang Bhikṣuṇī menginginkannya, ia dapat menerima sebuah jubah atas dan sebuah jubah bawah paling banyak. Jika ia menerima lebih dari itu, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

8. Misalkan seorang perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya atau istrinya menyisihkan sejumlah dana untuk sebuah jubah untuk seorang Bhikṣuṇī dengan mengatakan, 'Dengan dana ini aku akan membeli sebuah jubah tertentu untuk seorang Bhikṣuṇī tertentu" Kemudian sebelum waktu yang tepat tiba bagi jubah untuk dipersembahkan, Bhikṣuṇī itu, dengan berpikir untuk mendapatkan lebih karena ia menginginkan yang bagus, mendekati perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya atau istrinya dan mengatakan, "Akan lebih baik jika, dengan dana yang engkau sisihkan untuk jubahku, engkau dapat menyisihkan sejumlah dana (tambahan) untuk membeli sebuah jubah tertentu untukku." Jika ia mendapatkannya, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

9. Misalkan dua orang perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya atau istri mereka masing-masing menyisihkan sejumlah dana untuk membeli sebuah jubah tertentu untuk seorang Bhikṣuṇī dan keduanya masing-masing berpikir, "Kami akan menyisihkan sejumlah dana untuk membeli sebuah jubah tertentu untuk seorang Bhikṣuṇī tertentu ketika waktu yang tepat untuk mempersembahkan jubah telah tiba." Kemudian jika, sebelum waktu yang tepat tiba untuk mempersembahkan jubah, Bhikṣuṇī itu berpikir untuk mendapatkan lebih karena ia menginginkan yang bagus, dan mendekati para perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya atau para istri mereka dan mengatakan, "Akan lebih baik jika kalian dapat mengambil sejumlah dana yang telah kalian sisihkan masing-masing untuk membeli sebuah jubah untukku dan menggabungkannya dengan dana yang telah disisihkan oleh orang lain untuk membelikan sebuah jubah untukku, sehingga ketika waktunya telah tiba, kedua dana tersebut dapat digabungkan dan jubah itu akan (berkualitas) bagus." Jika ia mendapatkannya, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

10. Misalkan seorang raja, seorang pejabat tinggi, seorang Brāhmaṇa, seorang perumah tangga, seorang penduduk kota, seorang penduduk desa. seorang yang kaya, seorang pedagang, atau seorang kapten kapal mengirimkan dengan tangan seorang utusan sejumlah dana untuk [membeli] sebuah jubah, dan utusan tersebut membawa dana untuk jubah itu ke tempat seorang Bhikṣuṇī dan berkata kepada Bhikṣuṇī itu, "Ārya, yang bijaksana, seorang raja tertentu, atau seorang pejabat tinggi, seorang Brāhmaṇa, seorang perumah tangga, seorang penduduk kota, seorang penduduk desa. seorang yang kaya, seorang pedagang, atau seorang kapten kapal telah mengirim sejumlah dana untuk sebuah jubah. Ārya, demi belas kasihan, mohon terimalah (dana ini)." Kemudian Bhikṣuṇī (itu harus) berkata kepada utusan, "O utusan, tidaklah pantas bagi seorang Bhikṣuṇī untuk menerima dana untuk sebuah jubah. Kami dapat menerimanya (jubah) pada waktu yang tepat untuk memperoleh jubah." Kemudian utusan tersebut bertanya kepada Bhikṣuṇī, "Apakah para Ārya memiliki seorang pelayan atau seseorang yang menerima sesuatu atas nama mereka?" dan Bhikṣuṇī yang menginginkan sebuah jubah (harus) menjawab, "Ada seorang pengurus Vihāra atau pelayan Upāsika yang mengatur keperluan Bhikṣuṇī." Kemudian utusan tersebut pergi ke pelayan dengan dana untuk sebuah jubah yang ia bawa dan mengatakan, "Pelayan, dengan dana ini belilah sebuah jubah tertentu dan berikan kepada Bhikṣuṇī ini, sehingga ia dapat memilikinya pada waktu yang tepat.'' Kemudian, setelah menginstruksikan dan menjelaskan hal-hal tersebut dengan benar kepada pelayan, utusan itu pergi ke Bhikṣuṇī itu dan berkata kepadanya, "Ārya, aku telah menginstruksikan dengan benar pelayan yang engkau tunjuk dan berkata bahwa engkau akan mendekati orang itu untuk mendapatkan jubah di waktu yang tepat." Kemudian Bhikṣuṇī yang menginginkan sebuah jubah mendekati pelayan itu dan berkata kepadanya, “Aku berharap dapat memiliki sebuah jubah.” Untuk kedua dan ketiga kalinya ia harus mendekati pelayan tersebut untuk menginformasikan dan mengingatkannya dengan mengatakan, “Aku berharap dapat memiliki sebuah jubah." Jika, ketika ia menginformasikan dan mengingatkannya untuk kedua dan ketiga kalinya, ia mendapatkan jubah itu, itu bagus. Jika ia tidak mendapatkannya, ia boleh datang dan berdiri sambil berdiam diri di sana untuk yang keempat, kelima, atau keenam kalinya. Jika, ketika ia datang dan berdiri sambil berdiam diri di sana untuk yang keempat, kelima, atau keenam kalinya, ia mendapatkan jubahnya, itu bagus. Jika ia tidak mendapatkannya, dan mencoba lagi (lebih jauh) dan mendapatkan jubahnya, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā. Jika ia tidak mendapatkannya, ia harus pergi ke tempat di mana utusan tersebut datang dengan membawa sejumlah dana jubah atau mengirim seorang utusan yang dapat diandalkan untuk menjelaskan, "Dana jubah yang engkau kirimkan untuk seorang Bhikṣuṇī tertentu belum diterima oleh Bhikṣuṇī itu. Aku ingin memberitahumu agar kekayaanmu tidak sia-sia." Ini adalah cara yang tepat.

 

[Kumpulan Śīla berikutnya termasuk] emas dan perak, mencolok, jual beli, mencari, penenun, menambah, merampas apa yang telah diberikan, dedikasi, menyimpan, menyimpan, dan memberkati.

 

11. Jika seorang Bhikṣuṇī mengambil uang, perak, atau emas dengan tangannya sendiri atau menyuruh orang lain untuk melakukannya, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

12. Jika seorang Bhikṣuṇī terlibat dalam perilaku mencolok [seperti praktek rentenir], ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

13. Jika seorang Bhikṣuṇī terlibat dalam (praktik) jual beli, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

14. Jika seorang Bhikṣuṇī mencari sebuah mangkuk derma baru ketika ia memiliki mangkuk yang kurang dari lima retakan, hanya karena ia ingin mendapatkan yang bagus, dan jika ia mendapatkannya, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā. Ia harus mempersembahkan mangkuk derma ini kepada para Bhikṣuṇī sesuai urutan dan harus memberikannya kepada Bhikṣuṇī mana pun yang pada (urutan) terakhir (dan ia) mengatakan, "Janganlah melepaskannya. Janganlah mempercayakannya. Jangan berikan kepada yang lain, tetapi gunakan dengan hati-hati sampai rusak sepenuhnya. " Ini adalah ritualnya.

 

15. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan dirinya sendiri meminta benang dan memiliki seorang penenun yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya (untuk) membuatnya menjadi sebuah jubah untuknya, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

16. Jika seorang perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya atau istri perumah tangga (tersebut) memiliki seseorang yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya untuk menenun [sebuah jubah] untuk seorang Bhikṣuṇī, dan Bhikṣuṇī itu, sebelum persembahan diberikan kepadanya, mendekati penenun itu dan berkata, "Oh, tuan, ketahuilah bahwa jubah yang engkau tenun ini sedang ditenun untukku. Tenunlah dengan lebar, panjang, lembut, dan baik. Aku akan memberimu sesuatu sebagai imbalan, seperti seporsi makanan, sebuah perkakas, atau uang (seharga) makanan," dan jika Bhikṣuṇī itu memberikan imbalan seperti seporsi makanan, sebuah perkakas, atau uang (seharga) makanan untuk memperoleh jubah (tersebut), ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

17. Misalkan seorang Bhikṣuṇī memberikan jubah kepada seorang Bhikṣuṇī, namun kemudian menjadi marah, kesal, atau tidak puas, dan mengambilnya kembali atau meminta orang lain mengambilnya kembali, dengan mengatakan, "Bhikṣuṇī jubah ini tidak diberikan kepadamu, jadi kembalikanlah." Jika Bhikṣuṇī itu memiliki sebuah (jubah) tambahan, ia harus mengembalikannya; ketika ia melakukannya, [Bhikṣuṇī pertama] melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

18. Jika seorang Bhikṣuṇī mengetahui bahwa seseorang telah mempersembahkan harta untuk Saṃgha, dan harta itu malah diselewengkan untuk seseorang, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

19. Sang Buddha mengijinkan para Bhikṣuṇī yang sakit untuk meminum obat-obatan yang secara individu dikatakan bermanfaat, seperti ghee, minyak, mentega, madu, dan gula. Jika seorang Bhikṣuṇī yang sakit menginginkannya, ia dapat menyimpan dan menggunakannya hingga tujuh hari yang telah diberkati (diberikan). Jika ia menggunakannya lebih lama dari itu, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

20. Seorang Bhikṣuṇī dapat menyimpan sisa makanan di mangkuknya selama satu malam. Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

21. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak memiliki jubah atasnya diberkati pada bulan baru atau bulan purnama (15 dan 30 lunar), ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

[Kumpulan Śīla berikutnya termasuk] memberikan, tidak memberikan, meminta, sebuah jubah, untuk sebuah  jubah, untuk tempat tidur, untuk sebuah tempat tinggal musim panas, seseorang, Saṃgha, melepaskan, berat, dan ringan.

 

22. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan jubah Kaṭhina pada waktu yang salah, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

23. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak memberikan jubah pada waktu yang tepat, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

24. Jika seorang Bhikṣuṇī secara terbuka meminta untuk dirinya sendiri, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

25. Jika seorang Bhikṣuṇī menyimpan sebuah jubah atau makanan yang diperoleh untuk orang lain, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

26. Jika seorang Bhikṣuṇī mendapatkan [sebuah donasi] untuk sebuah jubah namun memutuskan bahwa (donasi) itu lebih cocok untuk makanan dan menyimpannya untuk makanan, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

27. Jika seorang Bhikṣuṇī mendapatkan [sebuah donasi] untuk tempat tidur namun memutuskan bahwa (donasi) itu lebih cocok untuk makanan dan menyimpannya untuk makanan, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

28. Jika seorang Bhikṣuṇī mendapatkan [sebuah donasi] untuk sebuah tempat tinggal musim panas namun memutuskan bahwa (donasi) itu lebih cocok untuk makanan dan menyimpannya untuk makanan, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

29. Jika seorang Bhikṣuṇī memperoleh [sebuah donasi] untuk banyak Bhikṣuṇī, namun menggunakan semuanya untuk satu orang, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

30. Jika seorang Bhikṣuṇī memperoleh [sebuah donasi] untuk digunakan oleh Bhikṣuṇī Saṃgha, namun menggunakannya untuk dirinya sendiri, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

31. Jika seorang Bhikṣuṇī, karena nafsu, membungkus sebuah bungkusan dan kemudian melepaskannya, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

32. Jika seorang Bhikṣuṇī menyentuh sebuah jubah yang berat dan berharga, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

33. Jika seorang Bhikṣuṇī menyentuh sebuah [jubah] yang ringan dan berharga, ia melakukan sebuah Naisargika Pāyantikā.

 

[Śīla Bhikṣu berikut:] kapas, hanya, dua bagian, enam, rentang jari, jalan, mencuci, menyimpan, kuda, retret, dan kain besar tidak termasuk [dari Śīla para Bhikṣuṇī, dan yang lainnya termasuk dengan] Saṃghāvaśeṣā.

 

Para Ārya, aku telah selesai membacakan tiga puluh tiga Naisargika Pāyantikā Dharmā. Sekarang aku bertanya kepada kalian, para Ārya, apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Aku bertanya kepada kalian untuk kedua dan ketiga kalinya, apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Jika para Ārya benar-benar murni dalam hal ini, aku mengetahuinya dari keheningan kalian.

 

Ini adalah kesimpulan bagian pertama dari Bhikṣuṇī Prātimokṣa Sutra.

 

Kebohongan, benih, tempat tinggal, mengumpulkan, kesejahteraan makhluk hidup, hewan, mencuri, dan makanan adalah Śīla yang dianut [oleh para Bhikṣu dan Bhikṣuṇī]. Kebohongan, kesalahan, memfitnah seorang Bhikṣu, mengungkit kembali pertikaian lama, mengajar, melafalkan, kesalahan, kualitas, mencela, dan meremehkan [adalah Śīla yang dianut secara eksklusif oleh para Bhikṣu].

 

Bagian Kedua

 

Seratus Delapan Puluh Pāyantikā Dharmā

 

[Kumpulan pertama Pāyantikā Dharmā termasuk] kebohongan, keburukan, fitnah seorang Bhikṣu[ṇī], mengungkit kembali pertikaian lama, mengajarkan, melafalkan, dan meremehkan.

 

Para Ārya, ini adalah seratus delapan puluh Pāyantikā Dharmā dari Prātimokṣa Sutra, yang bacakan dua kali dalam sebulan.

 

1. [Jika seorang Bhikṣuṇī] dengan sengaja mengucapkan sebuah kebohongan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

2. [Jika seorang Bhikṣuṇī] berbicara buruk tentang seseorang, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

3. [Jika seorang Bhikṣuṇī] memfitnah seorang Bhikṣuṇī (lain), ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

4. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja mengungkit kembali pertikaian yang telah diselesaikan dengan sebuah prosedur dari Saṃgha yang harmonis, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

5. Jika seorang Bhikṣuṇī mengajarkan lebih dari lima atau enam baris Dharma kepada seorang pria, kecuali seorang wanita yang berpengetahuan [hadir], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

6. Jika seorang Bhikṣuṇī melafalkan Dharma bersama dengan seseorang yang belum sepenuhnya ditahbiskan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

7. Jika seorang Bhikṣuṇī berbicara tentang pelanggaran serius kepada seseorang yang belum sepenuhnya ditahbiskan, kecuali Saṃgha telah melaksanakan [sebuah pengampunan], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

8. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan jujur ​​berbicara tentang kemampuan batinnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

9. Jika seorang Bhikṣuṇī yang sebelumnya berperilaku baik kemudian berkata, "Para Ārya, demi persahabatan, peruntukkanlah kepada perorangan harta yang telah diperuntukkan untuk Saṃgha," ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

10. Jika seorang Bhikṣuṇī, pada saat pembacaan Prātimokṣa Sutra dua kali dalam sebulan, meremehkan Śīla dengan mengatakan, "Para Bhikṣuṇī, apa gunanya kita melafalkan Śīla pada Prātimokṣa Sutra yang sangat sepele dan kecil ini setiap setengah bulan, ketika itu hanya menyebabkan penyesalan, membebani pikiran kita, dan membuat kita berpikir negatif," ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan selanjutnya dari Pāyantikā termasuk] benih, menjahati, nasihat, tempat tidur, tikar, melanggar batas, menembus, mengabaikan, dan membangun dua lapisan.

 

11. Jika seorang Bhikṣuṇī menghancurkan suatu timbunan benih atau tempat tinggal makhluk hidup, atau menyuruh orang lain melakukannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

12. Jika seorang Bhikṣuṇī menjahati [orang lain secara langsung] atau tidak langsung, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

13. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak mendengarkan nasihat, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

14. Jika seorang Bhikṣuṇī meletakkan di atas tanah, di tempat yang tidak tertutup sebuah tempat tidur, kursi, kasur, selimut, bantal, atau bantal bundar milik Saṃgha, atau menyuruh orang lain melakukannya, dan pergi tanpa mengambilnya kembali dan menaruhnya kembali atau menginstruksikan orang lain untuk melakukannya atau mempercayakannya kepada Bhikṣuṇī lain, kecuali jika ada alasan [untuk perilaku tersebut], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

15. Jika seorang Bhikṣuṇī meletakkan sebuah alas rumput atau sebuah alas daun di Vihāra, atau menyuruh orang lain melakukannya, dan pergi tanpa mengambilnya kembali dan menaruhnya kembali atau menginstruksikan orang lain untuk melakukannya, kecuali jika ada alasan [untuk perilaku tersebut], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

16. Jika seorang Bhikṣuṇī, mengetahui bahwa ada Bhikṣuṇī lain yang tinggal di Vihāra sebelum ia (datang), datang ke sana dan mengganggunya, dengan berpikir, "Siapapun yang ada di sini akan merasa tidak nyaman dan pergi," dengan sengaja duduk atau berbaring di tempat itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

17. Jika seorang Bhikṣuṇī duduk atau berbaring dengan berat di atas atap suatu bangunan Vihāra di atas sebuah tempat tidur atau kursi. mengetahui bahwa kakinya mungkin akan menembus (lantai atap), ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

18. Jika seorang Bhikṣuṇī, mengetahui bahwa ada makhluk hidup di dalamnya, menuangkan air ke atas rumput, tanah liat, atau tanah atau menyuruh orang lain melakukannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

19. Jika seorang Bhikṣuṇī membangun suatu tempat tinggal musim panas yang besar atau menyuruh orang lain membangunnya, setelah menentukan bagaimana cara untuk memasang kusen pintu, baut, dan jendela, ia dapat membangun dinding dengan dua atau tiga lapis (plaster). Jika ia membangunnya dengan lebih dari itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[kumpulan berikutnya termasuk] tempat tinggal, pati, makanan lunak, memaksa, berkumpul, sebelum waktunya, menyimpan, dari mulut ke tenggorokan.

 

20. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit mencari tempat bermalam di suatu tempat tinggal, ia harus memakan derma makan sekali. Jika ia makan lebih dari itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

21. Jika banyak Bhikṣuṇī pergi [untuk menerima derma makan] ke para rumah tangga, dan jika para Brāhmaṇa atau para perumah tangga yang berkeyakinan tersebut mempersembahkan pati dan kue kepada seorang Bhikṣuṇī pada waktu yang tepat, Bhikṣuṇī itu dapat menerima dua atau tiga mangkuk penuh jika ia mau. Jika ia menerima lebih dari itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā. Setelah menerima dua atau tiga mangkuk penuh, ia boleh membawanya kembali ke Vihāra untuk dibagikan dengan Bhikṣuṇī lain di sana dan dapat juga memakannya sendiri. Ini adalah prosedurnya.

 

22. Jika seorang Bhikṣuṇī yang telah selesai makan kembali memakan makanan padat atau lunak, bahkan ketika tindakan itu tidak dilarang oleh peraturan lain, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

23. Jika seorang Bhikṣuṇī mengetahui bahwa seorang Bhikṣuṇī telah menyelesaikan makannya tetapi mencari kesempatan untuknya melakukan suatu pelanggaran dan, dengan niat ini, mendorongnya untuk makan lebih banyak pada saat itu yang dapat menjadi sebuah pelanggaran, dengan mengatakan, "Ārya, makanlah dan minumlah ini," ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

24. Jika para Bhikṣuṇī berkumpul untuk makan, kecuali pada waktu yang diizinkan, mereka melakukan sebuah Pāyantikā. Waktu yang diizinkan adalah ketika mereka sakit, ketika mereka bekerja, ketika mereka dalam perjalanan, ketika mereka di atas perahu, ketika ada suatu pertemuan besar, dan ketika ada suatu undangan [makan siang] ke Saṃgha. Inilah waktunya.

 

25. Jika seorang Bhikṣuṇī mengambil makanan padat atau lunak pada waktu yang tidak diizinkan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

26. Jika seorang Bhikṣuṇī memakan makanan padat atau lunak yang telah disimpan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

27. Jika seorang Bhikṣuṇī memasukkan ke dalam mulutnya makanan yang belum diberikan kepadanya, kecuali air atau tusuk [sikat] gigi, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk makhluk hidup, telanjang, pasukan, melihat, dua malam, barisan, berkelahi, memukul, menyiapkan, dan pelanggaran serius.

 

28. Jika seorang Bhikṣuṇī secara sadar menggunakan air yang berisi makhluk hidup, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

29. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan makanan atau minuman dengan tangannya sendiri kepada seorang pertapa telanjang atau kepada seorang pertapa pengembara pria atau wanita, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

30. Jika seorang Bhikṣuṇī pergi melihat barisan pasukan untuk berperang, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

31. Jika ada alasan bagi seorang Bhikṣuṇī untuk pergi ke kamp pasukan, Bhikṣuṇī itu dapat tinggal selama dua malam. Jika ia tinggal lebih lama dari itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

32. Jika seorang Bhikṣuṇī , ketika tinggal di kamp pasukan selama dua malam, kemudian pergi untuk melihat barisan pasukan, pertempuran, bendera besar, pasukan yang berkumpul, atau suatu tinjauan militer dan menikmati hal tersebut, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

33. Jika seorang Bhikṣuṇī, menjadi marah, kesal, atau tidak puas, memukul seorang Bhikṣuṇī, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

34. Jika seorang Bhikṣuṇī, menjadi marah, kesal, atau tidak puas, bersiap untuk memukul seorang Bhikṣuṇī dan bahkan mengangkat kepalan tangannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

35. Jika seorang Bhikṣuṇī mengetahui pelanggaran serius Bhikṣuṇī lain tetapi menyembunyikannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk menyenangkan, api, Saṃgha, tidak sepenuhnya ditahbiskan, Dharma, berbicara, Śrāmaṇerika, mengganti warna, benda berharga, dan musim panas.

 

36. Jika seorang Bhikṣuṇī, mencari sebuah argumen, dengan berpikir 'Biarlah aku mencari argumen dengan Bhikṣuṇī ini" dan berkata kepada Bhikṣuṇī itu, "Ārya, kemarilah. Pergilah denganku ke beberapa perumah tangga dan aku akan meminta mereka (untuk) memberikanmu makanan, minuman, atau apa pun yang engkau inginkan," namun tidak memberinya apa-apa, dan kemudian mengatakan, "Tidaklah menyenangkan duduk dan berbicara denganmu. Sangatlah menyenangkan bagiku untuk duduk sendiri. Pergilah!." Jika ia mengatakan ini, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

37. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit menyalakan sebuah api demi keuntungannya sendiri atau menyuruh orang lain melakukannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

38. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan kepada seorang Bhikṣuṇī sesuatu yang diharapkannya sesuai dengan aturan Saṃgha namun kemudian, menjadi marah, kesal, dan tidak puas, menuduhnya dengan pelanggaran yang mengakibatkan penyitaan dan berkata, "Bhikṣuṇī, aku memberikan ini kepada Saṃgha dan bukan kepadamu, "ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

39. Jika seorang Bhikṣuṇī tinggal di satu tempat selama lebih dari dua malam dengan seseorang yang belum ditahbiskan sepenuhnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

40. Jika seorang Bhikṣuṇī mengatakan, "Aku telah memahami Dharma tentang [nafsu menjadi suatu] penghalang yang diajarkan oleh Sang Buddha, namun meskipun ia mengajarkan demikian, [nafsu] bukanlah suatu penghalang," para Bhikṣuṇī harus menegur Bhikṣuṇī itu dengan mengatakan, “Ārya, janganlah mengatakan, 'Aku telah memahami Dharma tentang [nafsu menjadi suatu] penghalang yang diajarkan oleh Sang Buddha, namun meskipun ia mengajarkan demikian, [nafsu] bukanlah suatu hambatan,' Janganlah merendahkan Sang Buddha. Itu bukanlah apa yang Sang Buddha katakan. Ārya, Sang Buddha telah memberikan banyak ajaran bahwa penghalang adalah penghalang. Jika engkau bergantung pada itu, engkau akan melihat bahwa [nafsu] adalah penghalang. Tinggalkan pandanganmu yang tidak bajik (itu)." Jika Bhikṣuṇī itu, ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka Bhikṣuṇī itu melakukan sebuah Pāyantikā.

 

41. Jika seorang Bhikṣuṇī, mengetahui bahwa seseorang telah mengatakan hal-hal yang tidak sesuai dengan Dharma dan belum meninggalkan pandangannya yang tidak bajik tersebut namun terlibat dalam suatu pembicaraan yang membingungkan, lalu mengundangnya untuk datang, selalu tinggal bersamanya, selalu menggunakan barang-barang bersama dengannya, dan tidur di satu tempat bersamanya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

42. Jika seorang Śrāmaṇerika mengatakan, "Aku mengetahui Dharma yang diajarkan oleh Sang Buddha bahwa nafsu adalah penghalang, namun mereka bukanlah penghalang," kemudian para Bhikṣuṇī harus menegur Śrāmaṇerika itu dengan mengatakan, “Śrāmaṇerika, engkau tidak seharusnya mengatakan, 'Aku mengetahui Dharma yang diajarkan oleh Sang Buddha bahwa nafsu adalah penghalang, namun mereka bukanlah penghalang,' Janganlah merendahkan Sang Buddha. Tidak ada kehendak baik yang datang dari merendahkan Sang Buddha. Sang Buddha tidak mengatakan demikian. Śrāmaṇerika, nafsu adalah suatu penghalang, dan jika Ia mengajarkan demikian, maka nafsu adalah suatu penghalang. Śrāmaṇerika, engkau harus meninggalkan pandanganmu yang tidak bajik (itu)." Jika Śrāmaṇerika itu, ketika dinasihati demikian oleh para Bhikṣuṇī, meninggakan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, ia harus dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali sehingga ia dapat meninggakan perbuatan buruknya. Jika, setelah dinasihati dan diinstruksikan dengan benar dua atau bahkan tiga kali, ia meninggalkan perbuatan buruknya, itu bagus. Jika tidak, maka para Bhikṣuṇī harus berkata kepada Śrāmaṇerika itu: "Mulai sekarang, Śrāmaṇerika, janganlah mengatakan bahwa Samyaksaṃbuddha, Tathāgata, Buddha adalah gurumu. Janganlah mengikuti para ahli tertinggi dalam praktik suci. Seorang Śrāmaṇerika [biasanya] diperbolehkan untuk tinggal sampai dua malam di tempat yang sama dengan para Bhikṣuṇī, tetapi sekarang engkau tidak diperbolehkan untuk melakukannya. Engkau, wanita bodoh, telah diusir. Pergilah ke tempat lain."Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja tinggal dekat dengan seorang Śrāmaṇerika yang telah diusir, menginstruksikannya, selalu menggunakan barang-barang bersamanya, melakukan kegiatan monastik dengannya, dan tidur bersama di tempat yang sama dengannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

43. Jika seorang Bhikṣuṇī memperoleh sebuah jubah baru, ia harus menodainya dengan salah satu dari tiga warna yang sesuai, biru, merah, atau oranye. Jika seorang Bhikṣuṇī menyimpan dan menggunakan sebuah jubah baru tanpa menodainya dengan salah satu dari tiga warna yang sesuai, biru, merah, atau oranye, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

44. Jika seorang Bhikṣuṇī menyentuh dengan tangannya sendiri atau menyuruh orang lain untuk menyentuh suatu benda berharga atau sesuatu yang dianggap sebagai benda berharga kecuali di pekarangan monastik [Ārāma] atau tempat tinggal Saṃgha [Vihāra], ia melakukan sebuah Pāyantikā. Ketika berurusan dengan suatu benda yang dianggap berharga di dalam pekarangan monastik, ia harus menanganinya dengan berpikir, "Siapa pun yang memilikinya boleh mengambilnya." Ini adalah prosedurnya.

 

45. Sang Buddha bersabda bahwa mandi dapat dilakukan setiap setengah bulan. Seseorang yang melakukannya di waktu lain, kecuali pada waktu yang diizinkan, melakukan sebuah Pāyantikā. Waktu yang diperbolehkan adalah selama dua setengah bulan di musim panas atau tiga setengah bulan di musim kering yang dimulai di musim panas. Saat-saat khusus adalah saat ia sakit, saat bekerja, ketika dalam perjalanan, saat berangin, saat hujan, dan saat hujan badai. Ini adalah waktunya.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk binatang, penyesalan, menggelitik, bermain, bersama, menakuti, menyembunyikan, tidak berdasar, dan melakukan perjalanan tanpa seorang wanita.

 

46. ​​Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja merenggut kehidupan suatu makhluk yang termasuk dalam golongan binatang, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

47. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja, berpikir untuk merusak kebahagiaan seorang Bhikṣuṇī lain bahkan untuk sesaat, karena alasan itu menyebabkan penyesalan yang muncul pada Bhikṣuṇī itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

48. Jika seorang Bhikṣuṇī menggelitik seseorang dengan jarinya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

49. Jika [seorang Bhikṣuṇī] bermain di air, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

50. Jika seorang Bhikṣuṇī tidur di tempat yang sama bersama dengan seorang laki-laki, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

51. Jika seorang Bhikṣuṇī menakuti seorang Bhikṣuṇī atau menyuruh orang lain untuk melakukannya, bahkan hanya untuk bercanda, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

52. Jika seorang Bhikṣuṇī menyembunyikan, atau menyuruh orang lain menyembunyikan, mangkuk derma, jubah atas, saringan air, gelas, ikat pinggang, atau kebutuhan hidup Saṃgha lainnya dari seorang Bhikṣuṇī, Śikṣamāṇā, atau Śrāmaṇerika, hanya untuk alasan itu [yaitu,

 untuk bercanda], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

53. Jika seorang Bhikṣuṇī, yang menjadi marah dan dengki, secara tidak berdasar menuduh seorang Bhikṣuṇī yang murni, yang tanpa kesalahan telah melakukan sebuah Pārājikā, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

54. Jika seorang Bhikṣuṇī melakukan sebuah perjalanan bahkan sampai ke desa berikutnya dengan seorang laki-laki, tanpa ditemani dengan seorang perempuan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk pencuri, menggali tanah, mengundang, menasihati, bertengkar, pergi tanpa memberi tahu, tidak menghormati, minum alkohol, dan waktu yang tidak tepat.

 

55. Jika seorang Bhikṣuṇī melakukan sebuah perjalanan bahkan sampai ke desa berikutnya dengan seorang pencuri, tanpa tujuan yang sama, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

56. Jika seorang Bhikṣuṇī menggali tanah dengan tangannya sendiri atau menyuruh orang lain untuk melakukannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

57. Seorang Bhikṣuṇī dapat berjanji untuk menerima undangan [untuk derma makan] hingga empat bulan. Jika ia berjanji lebih lama dari itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā. Pengecualian diperbolehkan ketika ia diundang secara individu, ketika ia diundang berulang kali, ketika ia diundang pada suatu kesempatan tertentu, dan ketika ia diundang selamanya. Ini adalah waktunya.

 

58. Jika para Bhikṣuṇī berkata kepada seorang Bhikṣuṇī , "Ārya, engkau harus berlatih sesuai dengan nasihat ini," dan jika, ketika diinstruksikan demikian, Bhikṣuṇī tersebut berkata, "Hingga aku bertanya kepada para guru Sūtra, para guru Vinaya, dan para guru Abhidharma, aku tidak akan berlatih sesuai nasihat dari kalian yang kekanak-kanakan, bodoh, tidak jelas, dan tidak terpelajar," ia melakukan sebuah Pāyantikā. Seorang Bhikṣuṇī yang ingin mencapai Kemahatahuan haruslah berlatih sesuai dengan nasihatnya. Seorang Bhikṣuṇī seharusnya juga bertanya kepada para guru Sūtra, para guru Vinaya, dan para guru Abhidharma. Ini adalah prosedurnya.

 

59. Jika seorang Bhikṣuṇī menghembuskan isu dengan para Bhikṣuṇī lain, memprovokasi mereka, menyebabkan perselisihan dan pertengkaran, dengan berpikir ia akan dapat mengatakan, "Aku mendengar para Bhikṣuṇī mengatakan hal-hal demikian," dan berdiri diam hanya agar ia dapat melaporkan pertikaian mereka, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

60. Jika seorang Bhikṣuṇī, ketika Saṃgha sedang melakukan suatu diskusi sesuai dengan Dharma, bangkit dari tempat duduknya dan pergi tanpa mengatakan apapun dan tidak berbicara dengan para Bhikṣuṇī yang ada di sana, kecuali jika ada alasan untuk melakukannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

61. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak menunjukkan rasa hormat, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

62. Jika seorang Bhikṣuṇī meminum alkohol, yang terbuat dari biji-bijian atau hasil suling, hingga mabuk, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

63. Jika seorang Bhikṣuṇī pergi ke suatu desa pada waktu yang tidak tepat tanpa memberitahu Bhikṣuṇī lainnya, kecuali ada alasan untuk melakukannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk makanan, fajar, masih banyak lagi, kotak jarum, kaki tempat tidur, menghamparkan, kain duduk, luka, dan jubah atas Tathagata.

 

64. Jika seorang Bhikṣuṇī yang diundang oleh seorang perumah tangga untuk suatu jamuan makan pergi ke perumah tangga lainnya sebelum atau sesudah [jamuan makan] tanpa memberitahu perumah tangga [yang mengundangnya], kecuali jika ada alasan untuk itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

65. Jika seorang Bhikṣuṇī melewati suatu pintu yang dikunci atau di sekitar suatu pintu yang dikunci dari seorang Raja Kṣatriya yang disucikan di mana benda-benda berharga atau apa yang dianggap sebagai benda berharga belum disembunyikan, di antara malam dan fajar, kecuali jika ada alasan untuk melakukannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

66. Jika seorang Bhikṣuṇī pada saat pembacaan Prātimokṣa Sutra dua kali dalam sebulan mengatakan, "Para Ārya, hal-hal demikian yang termasuk di dalam Sutra. Ini adalah pertama kalinya aku menyadari bahwa itu semua ada di dalam Sutra. Para Bhikṣuṇī yang mengetahui bahwa Bhikṣuṇī itu sebelumnya telah hadir dalam Upoṣadha Karman dua, tiga, atau bahkan beberapa kali, bahkan jika Bhikṣuṇī itu tidaklah terpelajar atau belum diajari, pelanggaran apa pun yang ia lakukan harus ditangani sesuai dengan Dharma. Ketika mereka berkata kepadanya, "Engkau telah hadir pada saat pembacaan Prātimokṣa Sutra dua kali dalam sebulan namun engkau, Bhikṣuṇī, tidak mendapatkan manfaat, telah tersinggung, tidak mendapatkan keuntungan, karena engkau tidak menghormatinya, tidak menghargainya, tidak memusatkan pikiran kepadanya, tidak berkonsentrasi kepadanya, tidak mendengarkannya, tidak mendengarkannya dengan penuh perhatian. Engkau seharusnya menyesal bahwa apa yang belum engkau temukan, engkau belum temukan, dan apa yang engkau temukan belum engkau temukan dengan baik.” Sekalipun Bhikṣuṇī itu merasa menyesal, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

67. Jika seorang Bhikṣuṇī memiliki sebuah kotak jarum yang terbuat dari gigi, tulang, atau tanduk dan memegangnya dengan tangannya sendiri, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

68. Jika seorang Bhikṣuṇī membuat sebuah tempat tidur atau tempat duduk untuk Saṃgha, itu harus dibuat dengan ukuran tidak lebih dari delapan rentangan jari Sang Tathāgata [lebarnya], di luar bagian lekukan kakinya. Jika ia membuatnya lebih tinggi dari itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

69. Jika seorang Bhikṣuṇī menghamparkan kapuk di suatu atas tempat tidur atau tempat duduk Saṃgha atau menyuruh orang lain untuk melakukannya, setelah tersusun, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

70. Jika seorang Bhikṣuṇī membuat sebuah kain duduk, itu harus dibuat sesuai dengan ukuran [yang ditentukan]. Ukuran sebuah kain duduk adalah sejauh rentangan jari Sang Tathāgata. Ia harus membuatnya dengan lebar dua rentangan jari untuk lebarnya dan satu setengah rentangan jari untuk panjangnya. Jika ia membuatnya lebih besar dari itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

71. Jika seorang Bhikṣuṇī membuat sebuah perban untuk luka, itu harus dibuat sesuai dengan ukuran [yang ditentukan]. Ukuran perban untuk luka adalah empat rentangan jari Sang Tathāgata untuk panjangnya dan dua untuk lebarnya. Jika ia membuatnya lebih besar dari itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

72. Jika seorang Bhikṣuṇī memnuat [sebuah jubah atas] yang dibuat sebesar jubah atas Sang Tathāgata atau lebih besar dari jubah Sang Tathāgata, ia melakukan sebuah Pāyantikā. Ukuran jubah atas Tathāgata adalah sepuluh rentangan jari Sang Tathāgata untuk panjangnya dan enam rentangan jari Sang Tathāgata untuk lebarnya. Ini adalah ukuran jubah atas Sang Tathāgata.

 

Ini adalah tujuh puluh dua [Pāyantikā Dharmā] yang dianut bersama dengan para Bhikṣu. [Tambahan] 106 untuk para Bhikṣuṇī menyusul. Śīla umum adalah belum mencapai, menipu, merawat, mendengarkan, singgasana, sendirian, gelas, sepatu, bawang putih, Dharma, keinginan, tidak pergi, dan lebih rendah.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk belum mencapai, pelayan, banyak pelayan, dua belas, dua puluh, menikah, dua, tidak melatihnya, melatihnya, dan menjual Dharma.

 

73. Jika seorang Bhikṣuṇī yang dirinya sendiri telah sepenuhnya ditahbiskan mengizinkan seorang gadis yang belum mencapai usia dua belas tahun untuk memasuki kehidupan pelepasan keduniawian dan menahbiskannya secara penuh, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

74. Jika seorang Bhikṣuṇī memiliki seorang pelayan untuk menemaninya, kecuali diizinkan oleh Saṃgha, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

75. Jika seorang Bhikṣuṇī memiliki banyak pelayan untuk menemaninya, kecuali diizinkan oleh Saṃgha, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

76. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja memberikan penahbisan penuh kepada seorang wanita yang belum mencapai usia dua belas tahun, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

77. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja memberikan penahbisan penuh kepada seorang wanita yang belum menikah yang belum mencapai usia dua belas tahun, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

78. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan penahbisan penuh kepada seorang wanita yang telah menikah yang telah mencapai usia dua belas tahun tanpa memberinya enam akar dan enam Śīla Śikṣamāṇā selama dua tahun, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

79. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan penahbisan penuh kepada seorang wanita yang belum menikah yang telah mencapai usia dua puluh, tanpa memberinya enam akar dan enam Śīla Śikṣamāṇā selama dua tahun, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

80. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan penahbisan penuh kepada seorang wanita tanpa melatihnya selama dua tahun dalam enam akar dan enam Śīla Śikṣamāṇā, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

81. Jika seorang Bhikṣuṇī melatih [seorang wanita] dalam enam akar dan enam Śīla Śikṣamāṇā, namun tidak memberikan penahbisan penuh kepadanya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

82. Jika seorang Bhikṣuṇī berkata kepada seorang wanita yang ingin ditahbiskan sepenuhnya, "Berikan aku sebuah jubah dan kemudian aku akan memberikanmu penahbisan penuh," dengan mengatakan itu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

83. Jika seorang Bhikṣuṇī berkata kepada seorang perumah tangga wanita, "Tinggalkanlah kehidupan rumah tangga dan setelahnya (engkau) tidak akan sulit untuk ditahbiskan," namun kemudian tidak menahbiskannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

84. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan penahbisan setiap tahun, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

85. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja menahbiskan seorang wanita tanpa izin dari walinya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

86. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja menahbiskan seorang wanita yang mengalami gangguan emosi, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

87. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja menahbiskan seorang wanita hamil, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

88. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja menahbiskan seorang wanita yang tersiksa dengan kesengsaraan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

89. Jika seorang Bhikṣuṇī dengan sengaja menahbiskan seorang wanita yang gelisah, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

90. Jika seorang Bhikṣuṇī menahbiskan atau memberikan pelatihan penuh kepada seorang wanita namun tidak membantunya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

91. Jika seorang Bhikṣuṇī melihat hambatan untuk menahbiskan atau memberikan pelatihan penuh kepada seorang wanita tetapi tidak mengatakan apa-apa, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

92. Jika seorang Bhikṣuṇī menahbiskan atau memberikan pelatihan penuh kepada seorang wanita tetapi tidak melatihnya dalam Śīla, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk merawat, resin, jari, telapak tangan, dua yang terasing, dua yang tidak terlindung, dan berbisik di telinga.

 

93. Jika seorang Bhikṣuṇī tinggal dekat dengan seseorang tetapi tidak merawatnya ketika ia sakit, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

94. Jika seorang Bhikṣuṇī memasukkan suatu model resin [berbentuk sebuah organ pria] ke dalam bagian pribadinya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

95. Jika seorang Bhikṣuṇī mencuci bagian pribadinya dengan lebih dari dua ruas jari, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

96. Jika seorang Bhikṣuṇī mencuci bagian pribadinya dengan telapak tangan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

97. Jika seorang Bhikṣuṇī mencabut bulu kemaluannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

98. Jika seorang Bhikṣuṇī duduk di suatu tempat yang terasing dan terlindung bersama dengan seorang perumah tangga [laki-laki], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

99. Jika seorang Bhikṣuṇī duduk di suatu tempat yang terasing dan terlindung bersama dengan seorang Bhikṣu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

100. Jika seorang Bhikṣuṇī berdiri di suatu tempat yang terbuka bersama dengan seorang perumah tangga [laki-laki], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

101. Jika seorang Bhikṣuṇī berdiri di suatu tempat yang terbuka bersama dengan seorang Bhikṣu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

102. Jika seorang Bhikṣuṇī berbisik di telinga seorang perumah tangga [laki-laki], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk mendengarkan, dua dari Bhikṣu, dua dari pengetahuan, membuka suatu perban luka, anak, rumah, tidak menyelidiki, dan tidur di malam hari sendirian.

 

103. Jika seorang Bhikṣuṇī mendengarkan seorang perumah tangga [laki-laki] berbisik di telinganya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

104. Jika Bhikṣuṇī berbisik di telinga seorang Bhikṣu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

105. Jika seorang Bhikṣuṇī mendengarkan seorang Bhikṣu berbisik di telinganya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

106. Jika seorang Bhikṣuṇī memperoleh pengetahuan duniawi dari seorang perumah tangga, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

107. Jika seorang Bhikṣuṇī mempelajari pengetahuan duniawi dari seorang perumah tangga, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

108. Jika seorang Bhikṣuṇī membalut suatu luka dengan sihir dan kemudian, setelah membalutnya, tidak melepaskan balutannya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

109. Jika seorang Bhikṣuṇī membesarkan seorang anak, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

110. Jika seorang Bhikṣuṇī tidur pada malam hari di rumah perumah tangga lain tanpa memberitahukan kepada perumah tangga [yang dengannya ia tinggal], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

111. Jika seorang Bhikṣuṇī pergi tidur di suatu tempat yang terlindung pada malam hari tanpa menyelidikinya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

112. Jika seorang Bhikṣuṇī tidur di suatu kediaman tanpa Bhikṣuṇī lain, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk tidur di satu tempat tidur, lima menggosok, mencuci, wewangian, wijen, dan membasuh di sungai.

 

113. Jika seorang Bhikṣuṇī tidur dengan seorang Bhikṣuṇī di satu tempat tidur, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

114. Jika seorang Bhikṣuṇī menyuruh seorang Bhikṣuṇī untuk menggosok tubuhnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

115. Jika seorang Bhikṣuṇī menyuruh seorang Śikṣamāṇā untuk menggosok tubuhnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

116. Jika seorang Bhikṣuṇī menyuruh seorang perumah tangga wanita untuk menggosok tubuhnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

117. Jika seorang Bhikṣuṇī menyuruh seorang pertapa wanita untuk menggosok tubuhnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

118. Jika seorang Bhikṣuṇī menyuruh seorang wanita untuk membasuh tubuhnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

119. Jika seorang Bhikṣuṇī menggunakan bahan-bahan wewangian pada tubuhnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

120. Jika seorang Bhikṣuṇī menggunakan sisa wijen pada tubuhnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

121. Jika seorang Bhikṣuṇī bergandengan tangan dengan seseorang (wanita) dan memandikannya di sungai, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk perhiasan, menari, bernyanyi, alat musik, dan payung.

 

122. Jika seorang Bhikṣuṇī menyisir rambutnya dengan sebuah sikat, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

123. Jika seorang Bhikṣuṇī menyisir rambutnya dengan sebuah sisir, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

124. Jika seorang Bhikṣuṇī menyisir rambutnya dengan sebuah sisir alis, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

125. Jika seorang Bhikṣuṇī menyisir rambutnya dengan ketiganya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

126. Jika seorang Bhikṣuṇī memakai hiasan-hiasan rambut, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

127. Jika seorang Bhikṣuṇī memakai suatu perhiasan (untuk) wanita awam, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

128. Jika seorang Bhikṣuṇī menari, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

129. Jika seorang Bhikṣuṇī bernyanyi, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

130. Jika seorang Bhikṣuṇī menyentuh alat-alat musik, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

131. Jika seorang Bhikṣuṇī memegang sebuah payung, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk sepatu, singgasana, angkuh, mengajar, memintal, pekerjaan rumah tangga, makanan mentah, jubah, menjual makanan, dan mengisi perutnya.

 

132. Jika seorang Bhikṣuṇī memakai sepatu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

133. Jika seorang Bhikṣuṇī menerima penghormatan dari orang lain ketika duduk di suatu singgasana, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

134. Jika seorang Bhikṣuṇī duduk dengan angkuh menginstruksikan banyak perumah tangga, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

135. Jika seorang Bhikṣuṇī pergi untuk mengajar Dharma tanpa didesak untuk duduk di suatu rumah (milik perumah tangga), ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

136. Jika seorang Bhikṣuṇī memintal benang, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

137. Jika seorang Bhikṣuṇī melakukan pekerjaan rumah tangga, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

138. Jika seorang Bhikṣuṇī memasak makanan mentah, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

139. Jika seorang Bhikṣuṇī menyimpan sebuah jubah milik Bhikṣuṇī Saṃgha untuk dirinya sendiri, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

140. Jika seorang Bhikṣuṇī menjual makanan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

141. Jika seorang Bhikṣuṇī, setelah makan hingga mengisi perutnya, bangkit dari tempat duduknya dan makan lagi, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk bawang putih, kain menstruasi, kain mandi, meminta seseorang mencuci, jubah pelepasan keduniawian, menukar, pujian, perumah tangga, tempat tinggal, dan sesuatu yang ditemukan.

 

142. Jika seorang Bhikṣuṇī memakan bawang putih, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

143. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak menyimpan sebuah kain untuk menstruasi, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

144. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak menyimpan sebuah kain mandi, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

145. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan pakaiannya kepada orang lain untuk dicuci, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

146. Jika seorang Bhikṣuṇī memberikan sebuah jubah pelepasan keduniawian kepada seorang perumah tangga untuk dipakai, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

147. Jika seorang Bhikṣuṇī menukar jubah atas atau jubah luarnya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

148. Jika seorang Bhikṣuṇī iri pada pujian, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

149. Jika seorang Bhikṣuṇī iri pada para perumah tangga, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

150. Jika seorang Bhikṣuṇī iri pada sebuah tempat tinggal, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

151. Jika seorang Bhikṣuṇī iri pada sesuatu yang ditemukan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

152. [Teks hilang dari buku, kemungkinan adalah:] Jika seorang Bhikṣuṇī mengganggu Bhikṣuṇī lain yang tiba lebih awal, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk Dharma, dua dari mengusir, berdiskusi, bersumpah, menyerang, melecehkan, memarahi, menyiram, dan mengabaikan untuk menyelesaikan pertikaian.

 

153. Jika seorang Bhikṣuṇī iri pada Dharma, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

154. Jika seorang Bhikṣuṇī menjadi marah, kesal, atau tidak senang dan mengusir seorang Bhikṣuṇī keluar dari Vihāra, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

155. Jika seorang Bhikṣuṇī, mengetahui bahwa seorang Bhikṣuṇī pernah tinggal di sana sebelum [ia], kemudian mengusirnya keluar, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

156. Jika seorang Bhikṣuṇī mendiskusikan pelanggaran seorang Bhikṣuṇī yang tidak ia lihat, dengar, atau dicurigai, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

157. Jika seorang Bhikṣuṇī mengucapkan sebuah sumpah, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

158. Jika seorang Bhikṣuṇī menjadi kesal, menggerutu, atau tidak senang, dan menyerang dirinya sendiri, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

159. Jika seorang Bhikṣuṇī melecehkan [Bhikṣuṇī lain] dalam Saṃgha Bhikṣuṇī, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

160. Jika seorang Bhikṣuṇī memarahi [Bhikṣuṇī lain] dalam Saṃgha Bhikṣuṇī, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

161. Jika seorang Bhikṣuṇī menyiram air ke pelayan utamanya, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

162. Jika seorang Bhikṣuṇī, ketika memiliki kekuasaan untuk melakukannya, tidak menyelesaikan suatu pertikaian yang muncul di antara para Bhikṣuṇī, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk permintaan, instruksi, masa Varṣā,

Pravāraṇā, Upoṣadha, Kaṭhina, diberikan, kain donasi, Vihāra, dan pergi jauh di musim panas.

 

163. Jika seorang Bhikṣuṇī meminta izin setelah melewati malam, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

164. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak mendengarkan instruksi dan ajaran yang diberikan oleh seorang Bhikṣu setiap setengah bulan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

165. Jika seorang Bhikṣuṇī menjalani masa Varṣā di tempat yang tidak ada Bhikṣu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

166. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak melakukan ritual Pravāraṇā [pada akhir masa Varṣā] mengumumkan di hadapan kedua Saṃgha apa yang telah dilihat, didengar, atau dicurigai, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

167. Jika seorang Bhikṣu melakukan Upoṣadha tanpa seorang Bhikṣu, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

168. Jika seorang Bhikṣuṇī mendekati orang miskin untuk sebuah jubah Kaṭhina, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

169. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak membagikan dengan hati-hati kepada kumpulan kain Kaṭhina yang telah diberikan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

170. Jika seorang Bhikṣuṇī, berharap untuk mendapatkan lebih banyak kain donasi, tidak membagikannya kepada kumpulan yang telah didonasikan, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

171. Jika seorang Bhikṣuṇī pergi ke tempat lain tanpa menyerahkan tempatnya di Vihāra, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

172. Jika seorang Bhikṣuṇī melakukan suatu perjalanan jauh selama masa Varṣā, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

[Kumpulan] Śīla berikutnya termasuk tidak pergi, dicurigai, dalam konflik, bertikai, mengajukan pertanyaan, sendirian, hidup, dan tanpa melihat-lihat bagian ini.

 

173. Jika seorang Bhikṣuṇī tidak melakukan perjalanan sejauh 500 rentangan tangan setelah masa Varṣā, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

174. Jika seorang Bhikṣuṇī pergi ke suatu daerah yang wilayahnya dicurigai [berbahaya], ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

175. Jika seorang Bhikṣuṇī pergi ke suatu daerah yang wilayahnya sedang dalam konflik, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

176. Jika seorang Bhikṣuṇī bertikai di kediaman (makhluk) lain, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

177. Jika seorang Bhikṣuṇī mengajukan pertanyaan pada waktu yang tidak tepat, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

178. Jika seorang Bhikṣuṇī pergi ke toilet sendirian, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

179. Jika seorang Bhikṣuṇī buang air besar atau buang air kecil di atas rumput hidup, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

180. Jika seorang Bhikṣuṇī membuang kotoran atau air seni ke suatu dinding tanpa melihat, ia melakukan sebuah Pāyantikā.

 

Dari 180 Bhikṣuṇī Pāyantikā Dharmā ini, 108 Śīla adalah khusus untuk para Bhikṣuṇī dan 72 dianut bersama dengan para Bhikṣu.

 

Mengusir, tidak menunjuk, senja, makanan, dua jubah atas, perahu dengan tujuan bersama, perahu, dan dua terasing, meminta seseorang menyiapkan, lagi dan lagi, derma, duduk di suatu tempat tidur, berdiri, tanpa sanksi, belum dua puluh, dan kain besar. Delapan belas pelanggaran ini adalah sisa nasihat [khusus untuk para Bhikṣu].

 

Para Ārya, aku telah selesai membacakan seratus delapan puluh Pāyantikā Dharmā. Sekarang aku bertanya kepada kalian, para Ārya, apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Aku bertanya kepada kalian untuk kedua dan ketiga kalinya, apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Jika para Ārya benar-benar murni dalam hal ini, aku mengetahuinya dari keheningan kalian.

 

Sebelas Pratideśanīyā Dharmā

 

Ini termasuk susu, dadih, mentega, ghee, minyak, madu, gula, ikan, daging, daging kering, dan suatu rumah ia yang sedang berlatih.

 

Para Ārya, ini adalah sebelas Pratideśanīyā Dharmā dari Prātimokṣa Sutra, yang bacakan dua kali dalam sebulan.

 

1. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta susu dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

2. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta dadih dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

3. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta mentega dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

4. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta ghee dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

5. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta minyak dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

6. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta madu dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

7. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta gula dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

8. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta ikan dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

9. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta daging dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

10. Jika seorang Bhikṣuṇī yang tidak sakit melakukan pelanggaran meminta daging kering dari rumah orang lain untuk dirinya sendiri dan mengonsumsinya, ia harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

11. Ia juga harus mengakui pelanggaran ini: Di dalam rumah seorang yang sedang berlatih, Seorang (Bhikṣuṇī) terikat oleh aturan pelatihan dari Saṃgha. Jika seorang Bhikṣuṇī yang terikat oleh aturan pelatihan dari Saṃgha pergi ke seorang perumah tangga ketika ia tidak diundang dan mengambil makanan lunak atau keras dengan tangannya sendiri dan (kemudian) meminum atau memakannya, maka Bhikṣuṇī itu harus pergi ke bagian luar Vihāra dan berkata kepada para Bhikṣuṇī, "Para Ārya, aku mengakui pelanggaran Pratideśanīyā ini yang patut dicela dan membuatku tidak sesuai untuk tinggal. Aku mengakui pelanggaran ini.”

 

Para Ārya, aku telah selesai membacakan sebelas Pratideśanīyā Dharmā. Sekarang aku bertanya kepada kalian, para Ārya, apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Aku bertanya kepada kalian untuk kedua dan ketiga kalinya, apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Jika para Ārya benar-benar murni dalam hal ini, aku mengetahuinya dari keheningan kalian.

 

Banyak Śaikṣā Dharmā

 

Śīla ini termasuk delapan jubah bawah, tiga jubah atas, enam terkendali dengan baik, lima menutupi kepala dan seterusnya, lima melompat dan seterusnya, lima kelompok lain, delapan duduk, dan delapan menerima persembahan.

 

Para Ārya, ini adalah banyak Śaikṣā Dharmā dari Prātimokṣa Sutra, yang bacakan dua kali dalam sebulan.

 

1. Berlatih dalam memakai jubah bawah yang menutupi sekeliling.

 

2. [Berlatih dalam] tidak memakainya terlalu ketat.

 

3. [Berlatih dalam] tidak memakainya terlalu menggantung.

 

4. [Berlatih dalam] tidak memakainya seperti gading gajah.

 

5. [Berlatih dalam] tidak memakainya [dilipat] seperti sebuah daun palem.

 

6. [Berlatih dalam] tidak memakainya seperti biji-bijian yang dibungkus.

 

7. [Berlatih dalam] tidak memakainya seperti sebuah kepala ular.

 

8. Berlatih dalam tidak memakai jubah bawah tanpa menunjukkan bagian pinggang.

 

9. [Berlatih dalam] memakai jubah atas menutupi sekeliling.

 

10. [Berlatih dalam] tidak memakainya terlalu ketat.

 

11. Berlatih dalam tidak memakainya terlalu menggantung.

 

12. [Berlatih dalam] menjaga [pikiran] terkendali dengan baik.

 

13. [Berlatih dalam] memakai jubah dengan benar.

 

14. [Berlatih dalam] tidak membuat kebisingan.

 

15. [Berlatih dalam] tidak melihat sekeliling dengan kebingungan.

 

16. [Berlatih dalam berjalan] sambil melihat satu arah kedepan.

 

17. Berlatih dalam tidak berjalan ke rumah-rumah lain karena kemelekatan.

 

18. [Berlatih dalam berjalan] tanpa menutupi kepala.

 

19. [Berlatih dalam berjalan] tanpa mengenakan [jubah atas] terlalu ketat.

 

20. [Berlatih dalam berjalan] tanpa menggantungkan jubah atas [di sekitar bahu].

 

21. [Berlatih dalam berjalan] tanpa menggenggam tangan di belakang leher.

 

22. Berlatih dalam berjalan ke rumah rumah lain tanpa menggenggam tangan di belakang kepala.

 

23. [Berlatih dalam berjalan] tanpa melompat-lompat.

 

24. [Berlatih dalam berjalan] tanpa meregangkan [tangan dan kaki].

 

25. [Berlatih dalam berjalan] tanpa berjongkok.

 

26. [Berlatih dalam tidak berjalan] di atas mata kaki seseorang.

 

27. Berlatih dalam berjalan ke rumah-rumah lain tanpa menjaga [tangan di pinggul].

 

28. [Berlatih dalam berjalan] tanpa memutar tubuh.

 

29. [Berlatih dalam berjalan] tanpa mengayunkan lengan.

 

30. [Berlatih dalam berjalan] tanpa memutar kepala.

 

31. [Berlatih dalam berjalan] tanpa menyentuh bahu.

 

32. Berlatihlah dalam tidak berpegangan tangan saat berjalan ke rumah-rumah lain.

 

33. [Berlatih dalam tidak duduk] tanpa memeriksa tempat duduk.

 

34. [Berlatih dalam] tidak duduk dengan [berat] beban seluruh tubuh.

 

35. [Berlatih dalam] tidak menyilangkan kaki.

 

36. [Berlatih dalam] tidak menyilangkan paha.

 

37. [Berlatih dalam] tidak menempatkan satu pergelangan kaki di atas yang lain.

 

38. [Berlatih dalam] tidak menekuk kaki.

 

39. [Berlatih dalam] tidak meregangkan kaki.

 

40. Berlatih dalam tidak memperlihatkan kemaluan ketika duduk di suatu tempat duduk di rumah lain.

 

41. [Berlatih dalam] menerima makanan dengan benar.

 

42. [Berlatih dalam] tidak mengisi [mangkuk] sampai penuh.

 

43. [Berlatih dalam menerima] sayuran [dan nasi] secara seimbang.

 

44. [Berlatih dalam] pergi ke perumah tangga secara berurutan.

 

45. [Berlatih dalam] melihat [dengan penuh perhatian] ke mangkuk derma.

 

46. [Berlatih dalam] tidak mengulurkan mangkuk derma sebelum makanan tiba.

 

47. [Berlatih dalam] tidak menutupi sayuran dengan nasi, dan tidak menutupi nasi dengan sayuran, demi nafsu.

 

48. Berlatih dalam tidak memegang mangkuk derma di atas makanan.

 

Berikutnya adalah enam ketika makan dengan tertib, lima saat mengunyah dan seterusnya, lima saat memisahkan butiran dan seterusnya, dan lima saat menjilat tangan dan seterusnya.

 

49. [Berlatih dalam] makan dengan tertib.

 

50. [Berlatih dalam] tidak makan dengan suapan yang sangat kecil.

 

51. [Berlatih dalam] tidak makan dengan suapan yang sangat besar.

 

52. [Berlatih dalam] makan dalam jumlah makanan yang sesuai.

 

53. [Berlatih dalam] tidak membuka mulut lebar-lebar sebelum makanan tiba.

 

54. Berlatih dalam tidak berbicara dengan mulut penuh makanan.

 

55. [Berlatih dalam] tidak membuat suara mengunyah.

 

56. [Berlatih dalam] tidak membuat suara menggigit.

 

57. [Berlatih dalam] tidak membuat suara selurupan.

 

58. [Berlatih dalam] tidak membuat suara tiupan.

 

59. Berlatih dalam tidak memakan makanan dengan lidah menjulur.

 

60. [Berlatih dalam] tidak memakan satu butir nasi dalam satu waktu.

 

61. [Berlatih dalam] tidak meremehkan [makanan].

 

62. [Berlatih dalam] tidak menggeser [makanan] dari pipi ke pipi.

 

63. [Berlatih dalam] tidak membuat suara berdecak di langit-langit mulut.

 

64. Berlatih dalam tidak meninggalkan sisa makanan yang tidak dimakan.

 

65. [Berlatih dalam] tidak menjilati tangan.

 

66. [Berlatih dalam] tidak menjilati mangkuk derma.

 

67. [Berlatih dalam] tidak menggoyangkan tangan [untuk melepaskan makanan yang menempel].

 

68. [Berlatih dalam] tidak menuangkan mangkuk derma.

 

69. Berlatih dalam tidak memakan makanan yang disusun menyerupai sebuah Stupa.

 

Ada empat mengejek dan seterusnya, sepuluh mangkuk derma, lima berdiri dan seterusnya, lima penutup kepala, lima memiliki sunggul dan seterusnya, lima menunggang gajah dan seterusnya, enam tongkat di tangan, dan tiga ketika sakit.

 

[Empat mengejek dan seterusnya]

 

70. Berlatih dalam tidak meremehkan mangkuk derma seorang Bhikṣuṇī yang berdiri di depannya.

 

71. Berlatih dalam tidak memegang sebuah wadah air dengan tangan yang dikotori oleh makanan.

 

72. Berlatih dalam tidak membuang air yang dikotori oleh makanan pada seorang Bhikṣuṇī yang berdiri di depannya.

 

73. Berlatih dalam tidak membuang air kotor dan makanan di suatu rumah lain tanpa meminta izin penghuni rumah.

 

[Sepuluh tentang mangkuk derma adalah]

 

74. Berlatih dalam tidak membuang sisa makanan yang telah dimasukkan ke dalam mangkuk derma.

 

75. Berlatih dalam tidak meletakkan mangkuk derma di suatu tempat tanpa penyangga.

 

76. [Berlatih dalam] tidak [meletakkan mangkuk derma] di suatu tempat yang sempit.

 

77. [Berlatih dalam] tidak [meletakkan mangkuk derma] di atas suatu tebing.

 

78. [Berlatih dalam] tidak [meletakkan mangkuk derma] di suatu lereng yang curam.

 

79. [Berlatih dalam] tidak mencuci mangkuk derma ketika berdiri.

 

80. [Berlatih dalam] tidak [mencuci mangkuk derma] di suatu tempat yang sempit.

 

81. [Berlatih dalam] tidak [mencuci mangkuk derma] di atas suatu tebing.

 

82. [Berlatih dalam] tidak [mencuci mangkuk derma] di suatu lereng yang curam.

 

83. Berlatihlah dalam tidak mengambil air dengan mangkuk derma dari suatu aliran air yang melawan arus.

 

[Lima berdiri dan seterusnya adalah]

 

84. Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran ketika berdiri kepada seseorang yang duduk, kecuali orang tersebut sedang sakit.

 

85. Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran ketika duduk kepada seseorang yang berbaring, kecuali orang tersebut sedang sakit.

 

86. Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran ketika duduk di suatu kursi yang rendah kepada seseorang yang duduk di suatu kursi yang tinggi, kecuali orang tersebut sedang sakit.

 

87. Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran dari belakang kepada seseorang yang sedang berjalan maju, kecuali orang tersebut sedang sakit.

 

88. Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran ketika berjalan di pinggir jalan kepada seseorang yang sedang berjalan di tengah jalan, kecuali orang tersebut sedang sakit.

 

[Lima penutup kepala adalah]

 

89. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang kepalanya tertutup, kecuali orang tersebut sedang sakit.

 

90. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran kepada seseorang dengan pakaian] ketat, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

91. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran kepada seseorang dengan pakaian] menggantung, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

92. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran kepada seseorang yang kedua tangannya] tergenggam di belakang leher, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

93. Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran [kepada seseorang yang kedua tangannya] tergenggam di belakang kepala, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

[Lima memiliki sunggul dan seterusnya adalah]

 

94. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seorang yang rambutnya dibentuk sebuah sunggul. [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

95. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memakai sebuah topi, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

96. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memakai sebuah mahkota, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

97. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memakai suatu karangan bunga di kepalanya, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

98. Berlatihlah dalam tidak memberikan Ajaran kepada seseorang yang kepalanya terbungkus, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

[Lima menunggang gajah dan seterusnya]

 

99. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang menunggangi seekor gajah, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

100. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang sedang menunggangi seekor kuda, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

101. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang berkendara dalam suatu tandu, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

102. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang berkendara dalam suatu kereta, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

103. Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran kepada seseorang yang memakai sepatu, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

[Enam tongkat di tangan adalah]

 

104. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memegang sebilah tongkat di tangannya, kecuali orang tersebut sedang sakit.

 

105. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memegang sebuah payung di tangannya, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

106. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memegang sebuah senjata di tangannya, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

107. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memegang sebilah pedang di tangannya, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

108. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memegang peralatan perang di tangannya, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

109. [Berlatih dalam tidak memberikan Ajaran] kepada seseorang yang memakai pakaian pelindung, [kecuali orang tersebut sedang sakit].

 

[Tiga ketika sakit adalah]

 

110. [Berlatih dalam] tidak buang air besar atau kecil ketika berdiri, kecuali ketika sedang sakit.

 

111. [Berlatih dalam] tidak buang air besar atau kecil di dalam air, kecuali ketika sedang sakit.

 

112. Berlatih dalam tidak membuang ludah, ingus dari hidung, muntah, atau zat buangan lainnya, [kecuali ketika sedang sakit].

 

[Satu yang tersisa adalah]

 

113. Berlatih dalam tidak memanjat pohon yang lebih tinggi dari tinggi seorang manusia, kecuali jika dalam keadaan berbahaya.

 

Para Ārya, aku telah selesai membacakan banyak Śaikṣā Dharmā. Sekarang aku bertanya kepada kalian, para Ārya, apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Aku bertanya kepada kalian untuk kedua dan ketiga kalinya, apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Jika para Ārya benar-benar murni dalam hal ini, aku mengetahuinya dari keheningan kalian.

 

Tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā

 

[Secara ringkas, metode untuk menyelesaikan suatu pertikaian termasuk menyelesaikannya] secara langsung, melalui ingatan, ketika tidak gila, dengan mayoritas, dengan sifatnya, dengan menyebarkan rumput, dan dengan penerimaan.

 

Para Ārya, ini adalah tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā dari Prātimokṣa Sutra, yang bacakan dua kali dalam sebulan.

 

1. Ketika itu tepat untuk menyelesaikan masalah secara langsung, masalah tersebut harus diselesaikan secara langsung.

 

2. Ketika itu tepat untuk menyelesaikan masalah melalui ingatan, masalah itu harus diselesaikan melalui ingatan.

 

3. Ketika itu tepat untuk menyelesaikan masalah ketika tidak gila, masalah itu harus diselesaikan ketika tidak gila.

 

4. Ketika itu tepat [untuk suatu keputusan] diberikan oleh mayoritas, keputusan itu harus diberikan oleh mayoritas.

 

5. Ketika itu tepat [untuk suatu keputusan] untuk dicari dalam sifat alami dari hal itu sendiri, keputusan itu harus dicari dalam sifat alami dari hal itu sendiri.

 

6. Ketika itu tepat untuk menyelesaikan masalah melalui penyebaran rumput, masalah itu harus diselesaikan dengan menyebarkan rumput.

 

7. Ketika itu tepat untuk menyelesaikan masalah melalui penerimaan, masalah itu harus diselesaikan dengan penerimaan.

 

Jika timbul pertikaian, pertikaian tersebut dapat diselesaikan dengan tujuh metode penyelesaian pertikaian ini, yang sesuai dengan Dharma, Vinaya, dan Ajaran Sang Buddha. Dengan demikian semoga mereka diselesaikan dengan sempurna.

 

Para Ārya, aku telah selesai membacakan tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā. Sekarang aku bertanya kepada kalian, para Ārya, apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Aku bertanya kepada kalian untuk kedua dan ketiga kalinya, apakah kalian benar-benar murni dalam hal ini? Jika para Ārya benar-benar murni dalam hal ini, aku mengetahuinya dari keheningan kalian.

 

Para Ārya, aku telah selesai membacakan kata pengantar dari pembacaan Prātimokṣa Sutra, delapan Pārājikā Dharmā, dua puluh Saṃghāvaśeṣā Dharmā, tiga puluh tiga Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā, seratus delapan puluh Pāyantikā Dharmā, sebelas Pratideśanīyā Dharmā, banyak Śaikṣā Dharmā, dan tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā. Samyaksaṃbuddhā telah memadatkannya dan memasukkannya ke dalam Sūtra ini. Praktik lanjutan apapun adalah sesuai, harmonis, sepaham, dan tidak bertentangan dengannya adalah harus dipertahankan dengan kesadaran penuh dan dipraktikkan dengan penuh perhatian dan dengan ketelitian.

 

Sang Buddha telah mengatakan bahwa

Kesabaran adalah tapa yang terbaik

Dan pembebasan yang tertinggi.

Seorang pertapa yang merugikan atau melukai orang lain

Bukanlah seorang Śramaṇa.

 

Seperti halnya seorang pengembara dengan mata yang tajam

Menghindari semua bahaya,

Begutu pula orang bijaksana hidup di dunia,

Meninggalkan semua keburukan.

 

Tidak menyakiti atau meremehkan,

Namun mengendalikan diri sendiri dengan Prātimokṣa.

Jadilah moderat dalam hal makan,

Tinggallah di pinggir-pinggir kota,

Dan mengamati pikiran tertinggi:

Ini adalah ajaran Sang Buddha.

 

Seperti halnya seekor lebah tidak akan membahayakan

Warna atau aroma dari bunga-bunga,

Namun (hanya) mengambil nektar dan terbang menjauh,

Begitu pula para bijaksanawan, ketika pergi ke suatu kota,

Hanya memeriksa kebenaran dari perbuatan mereka sendiri

Dan bukan ketidak-konsistenan orang lain.

 

Penuh perhatian pada pikiran tertinggi,

Berlatih dalam perilaku Sang Buddha,

Selalu menjaga instruksi-instruksi(Nya) dalam pikiran,

Dukacita mereka akan berakhir.

 

Melalui kedermawanan, jasa kebajikan mereka meningkat pesat.

Terkendali dengan baik, mereka tidak memiliki musuh.

Penuh dengan kebajikan, tanpa sifat buruk,

Kekotoran batin telah terhapuskan,

Semua keburukan dan dukacita dihilangkan.

 

Menghindari segala keburukan,

Mengumpulkan kebajikan yang terbaik,

Menaklukkan sepenuhnya pikirannya sendiri:

Inilah ajaran Sang Buddha.

 

Mengendalikan jasmani adalah yang terbaik.

Mengendalikan ucapan adalah yang terbaik.

Mengendalikan pikiran adalah yang terbaik.

Mengendalikan mereka adalah yang terbaik.

 

Seorang Bhikṣu[ṇī] yang sepenuhnya terkendali

Benar-benar terbebas dari semua penderitaan.

Dengan ucapan terjaga dengan baik dan pikiran yang terkendali dengan baik,

Ia tidak melakukan perbuatan fisik yang buruk.

Jika terlatih dengan baik di jalan sepuluh [kebajikan],

Jalan yang diajarkan oleh yang terpelajar telah tercapai.

 

Tujuh Buddha yang agung ini

Vipaśyī, Śikhī, Viśvabhu.

Krakutsunda, Kanakamuni, Kāśyapa,

Dan Gautama, Dewa dari para dewa

Para Kusir yang tiada bandingnya bagi yang belum dijinakkan,

Para Pelindung dunia yang tertinggi,

Telah secara luas dan fasih

Mengajarkan Prātimokṣa yang terkenal (ini).

 

Menunjukkan penghormatan pada (Prātimokṣa) ini

Dihormati oleh semua Buddha dan Śrāvakā,

Dengan mencapai yang tak terkondisi,

Seseorang masuk ke dalam Ajaran Sang Buddha,

Memulainya dan mewujudkannya.

 

Seperti seekor gajah di suatu rumah alang-alang,

Seseorang mengalahkan Raja Kematian

Dan, dengan penuh perhatian,

Mempraktikkan Dharma yang menenangkan ini.

 

Meninggalkan siklus kemenjadian,

Seseorang mengakhiri penderitaan.

Saling menjaga Śīla

Dan meningkatkan Ajaran,

Membacakan Prātimokṣa,

Saṃgha melakukan Upoṣadha.

 

Bagi mereka (Prātimokṣa) ini telah dibacakan,

Bagi mereka Upoṣadha ini telah dilakukan,

Haruslah menjaga Śīla ini,

Seperti seekor Yak melindungi ketinggiannya.

 

Dengan jasa kebajikan apa pun yang telah dicapai

Dari pembacaan Prātimokṣa ini,

Semoga semua makhluk tanpa kecuali

Mencapai keadaan seorang Buddha.

 

Iniah kesimpulan dari Bhikṣuṇī Prātimokṣa Sutra.


Tibetan Udānavarga

  Udānavarga ini dikompilasikan oleh Dharmatrāta. Diterjemahkan ke dalam bahasa Tibet oleh Pandita dari India bernama Vidyaprabhakara dan Lo...