Minggu, 01 September 2019

Theravada Bhikkhuni Patimokkha

Patimokkha ini berasal dari terjemahan Inggris milik Bhante Thanissaro. Saya (Arya Karniawan) yang menerjemahkan Patimokkha ini. Patimokkha ini juga sudah dipublikasikan ke Suttacentral (https://suttacentral.net/pli-tv-bi-pm/id/karniawan) Copyright Patimokkha ini mengikuti versi Suttacentral: Translated by Arya Karniawan for SuttaCentral.
Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.
Diterjemahkan dari teks milik B. Thanissaro.
Prepared for SuttaCentral by Ayya Kathrin Vimalañāṇī Bhikkhunī.

Bhikkhunīpātimokkhapāḷi

Terpujilah Yang Terberkahi, Mulia, dan Yang Tercerahkan Sempurna

Persiapan

Yang Harus Dikerjakan Sebelumnya

Menyapu (ruangan), (menyediakan) sebuah lampu, air, bersama dengan tempat duduk.
Inilah yang disebut sesuatu yang harus di kerjakan sebelumnya untuk Uposatha.

Tugas Awal

Persetujuan, kemurnian, memberitahukan musim, menghitung jumlah Bhikkhuni, dan Ovada (nasehat).
Inilah yang di sebut tugas awal untuk Uposatha.

Faktor Waktu yang Tepat

Uposatha; semua Bhikkhuni telah tiba untuk tindakan formal;
tidak ada yang berbagi pelanggaran;
dan tidak ada individu yang harus dihindari.
Inilah yang di sebut waktu yang tepat.

[Bhikkhuni Senior] Setelah menyelesaikan apa yang harus dikerjakan sebelumnya dan tugas awal, dengan persetujuan dari Sangha Bhikkhuni, saudari sekalian, dengan pelanggaran yang (harus) diakui, saya mengundang pembacaan Patimokkha.

Pembacaan Kata Pengantar

Ayya, biarkan Saṅgha mendengarkan saya. Hari ini adalah Uposatha tanggal lima belas. Jika waktu yang tepat telah datang untuk Saṅgha, Saṅgha harus melaksanakan (pembacaan) Pātimokkha.

Apakah tugas awal untuk Saṅgha? Para Ayya, kalian harus memberitahukan kemurnian kalian. Saya akan membacakan Pātimokkha. Biarkan kita semua yang [hadir] mendengarkan dan mengikuti dengan hati-hati.

Siapapun yang melakukan pelanggaran harus mengungkapkannya. Jika tidak ada pelanggaran, sikap diam seharusnya di jaga. Saya akan mengetahui dengan sikap diam kalian bahwa para Ayya adalah murni. Sama seperti seseorang yang ditanyakan secara perorangan akan memiliki jawaban; dengan cara yang sama, ketika (Patimokkha) dinyatakan sampai ketiga kalinya di dalam kumpulan seperti ini, bila Bhikkhuni manapun tidak mengungkapkan pelanggaran yang ia ingat, ini adalah sebuah kebohongan secara sadar untuknya. Para Ayya, sebuah kebohongan secara sadar telah dinyatakan oleh Sang Bhāgava sebagai hal yang menghambat. Oleh karena itu pelanggaran apapun yang ada harus diungkapkan oleh seorang Bhikkhuni, yang telah melakukan pelanggaran, mengingatnya dan mencari pemurnian. Ketika terungkapkan, itu adalah baik baginya.

Telah di bacakan, para Ayya, adalah kata pengantar. Di sini saya bertanya kepada para Ayya: Apakah anda murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Ketiga kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Para Ayya murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi saya mengingatnya.

Kata pengantar telah selesai.
Pembacaan bagian Pārājika

Inilah delapan hal yang menyebabkan kekalahan (Pārājika) akan segera di bacakan.

Pārājika 1.

Jika ada Bhikkhuni yang berkehendak terlibat dalam tindakan seksual, bahkan dengan binatang jantan, ia telah dikalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan.

Pārājika 2.

Jika ada Bhikkhuni, dengan cara mencuri, mengambil apa yang tidak diberikan dari daerah yang berpenghuni atau dari hutan belantara—sama seperti ketika, dalam mengambil apa yang tidak diberikan, raja-raja yang menangkap penjahat akan mencambuk, memenjarakan, atau mengusirnya, dengan berkata, ‘Engkau adalah seorang perampok, engkau adalah seorang dungu, engkau terbutakan, engkau adalah seorang pencuri’—seorang Bhikkhuni dengan cara yang sama mengambil apa yang tidak diberikan telah dikalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan.

Pārājika 3.

Jika ada Bhikkhuni dengan sengaja menghilangkan kehidupan seorang manusia, atau mencarikan pembunuh untuknya, atau memuji manfaat kematian, atau menghasutnya untuk mati (dengan demikian): ‘Teman baikku, apa gunanya kehidupan yang buruk dan menyedihkan ini untukmu? Kematian akan lebih baik untukmu daripada kehidupan,’ atau dengan ide semacam itu dalam pikiran, dengan tujuan semacam itu dalam pikiran, dengan berbagai cara memuji manfaat kematian atau menghasutnya untuk mati, ia juga terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan.

Pārājika 4.

Jika ada Bhikkhuni, tanpa pengetahuan langsung, membanggakan keadaan manusia yang luhur, sebuah pengetahuan dan penglihatan yang benar-benar mulia seperti ada dalam dirinya, dengan berkata, ‘Seperti yang saya tahu; seperti itulah saya melihat,’ seperti demikian sehingga maka terlepas dari apakah ia diperiksa ulang atau tidak pada kesempatan lain, ia—menjadi menyesal dan berkeinginan untuk pemurnian—mungkin berkata, ‘Ayya, tanpa mengetahui, saya berkata saya tahu; tanpa melihat, saya berkata saya melihat—dengan kesombongan, kebohongan, dan sembrono,’ kecuali jika itu adalah dari perkiraan yang berlebihan, ia juga terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan.

Pārājika 5.

Jika ada Bhikkhuni, dengan nafsu, berkehendak menggosok seorang laki-laki yang bernafsu, menggosoknya, memegangnya, menyentuh, atau membelai (ia) di bawah tulang leher dan di atas lingkaran lutut, ia juga terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan karena telah 'satu di atas lingkaran lutut.'
Pārājika 6.

Jika ada Bhikkhuni, mengetahui bahwa Bhikkhuni (lain) telah jatuh ke dalam sebuah tindakan (yang menyebabkan) kekalahan, tidak menyalahkan ia dengan dirinya sendiri ataupun memberitahu kumpulan, dan kemudian—apakah ia (Bhikkhuni lain) masih hidup atau telah meninggal, telah di usir atau pergi ke sekte lain—ia (Bhikkhuni ini) kemudian berkata, 'Bahkan sebelumnya, para Ayya, aku tahu tentang Bhikkhuni ini bahwa' 'Saudari ini adalah seperti ini dan itu,'' dan aku tidak menyalahkan ia dengan diri sendiri juga tidak memberitahu kumpulan,' karena itu ia juga terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan karena 'orang yang menyembunyikan kesalahan.'

Pārājika 7.

Jika ada Bhikkhuni mengikuti Bhikkhu yang ditangguhkan oleh Saṅgha (Bhikkhu) yang bertindak dalam keselarasan, sesuai dengan Dhamma, sesuai dengan Vinaya, sesuai dengan instruksi Sang Guru, dan ia tidak sopan, tidak berubah, telah putus persahabatannya (dengan para Bhikkhu), para Bhikkhuni kemudian menegurnya demikian: 'Ayya, Bhikkhu itu telah ditangguhkan oleh Sangha yang bertindak selaras sesuai dengan Dhamma, sesuai dengan Vinaya, sesuai dengan instruksi Sang Guru. Ia tidak sopan, ia tidak berubah, ia telah memutuskan persahabatannya. Jangan mengikutinya, Ayya.' Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang ditegur oleh para Bhikkhuni itu, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika ditegur hingga tiga kali ia berhenti, itu bagus. Jika ia tidak berhenti, maka ia juga terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan karena menjadi "pengikut yang ditangguhkan (Bhikkhu)."

Pārājika 8.

Jika ada Bhikkhuni, dengan nafsu, mengendaki pria yang bernafsu memegang tangannya dan menyentuh ujung jubah luarnya, dan kemudian dia berdiri dengannya dan berbicara dengannya dan pergi ke tempat pertemuan dengannya, dan kemudian ia mengendaki ia mendekatinya, dan kemudian ia memasuki tempat yang tersembunyi bersamanya, dan kemudian dia membuang tubuhnya kepadanya—(semua ini) untuk tujuan perbuatan salah itu—maka ia juga terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan karena 'delapan landasan'.

Telah di bacakan, para Ayya, adalah delapan hal yang menyebabkan kekalahan. Jika seorang Bhikkhuni telah melakukan satu atau lainnya dari pelanggaran ini, ia tidak lagi di izinkan untuk [hidup dalam] kumpulan dengan para Bhikkhuni; sama seperti [ia yang] sebelum [pentahbisan] jadi [ia yang] setelah [pengakuan pelanggaran]; ia menjadi terkalahkan, tidak dalam kumpulan. Di sini saya bertanya kepada para Ayya: Apakah anda murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Ketiga kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Para Ayya murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi saya mengingatnya.

Bagian Pārājika telah selesai.

Pembacaan Bagian Saṅghādisesā

Sekarang, para Ayya, inilah tujuh belas hal [yang menyebabkan] [persidangan] awal dan selanjutnya dari Saṅgha akan segera di bacakan.

Saṅghādisesa 1.

Jika ada Bhikkhuni yang memulai kasus hukum terhadap seorang perumah tangga, seorang putra perumah tangga, seorang budak, atau seorang pekerja, atau bahkan terhadap seorang pengembara spiritual: Bhikkhuni ini, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 2.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar menahbiskan seorang pencuri wanita yang dijatuhi hukuman mati, tanpa memperoleh izin dari raja atau Saṅgha atau dewan (yang memerintah) atau komite (yang memerintah) atau serikat (yang memerintah)—kecuali wanita itu diperbolehkan (yaitu, sudah ditahbiskan di sekte lain atau dengan para Bhikkhuni lain)—Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) dikeluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 3.

Jika ada Bhikkhuni yang pergi ke desa-desa sendirian atau pergi ke tepi sungai seberang sendirian atau tinggal untuk bermalam sendirian atau tertinggal di belakang teman (-temannya) sendirian: Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) dikeluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 4.

Jika ada Bhikkhuni—tanpa memperoleh izin dari Saṅgha yang melakukan tindakan, tanpa mengetahui keinginan Saṅgha itu—memulihkan seorang Bhikkhuni yang oleh sebuah Saṅgha bertindak selaras sesuai dengan Dhamma, sesuai dengan Vinaya, sesuai dengan instruksi Sang Guru, telah menangguhkannya: Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 5.

Jika ada Bhikkhuni, yang dengan nafsu, setelah menerima makanan pokok atau non pokok dari tangan seorang pria yang bernafsu, memakan atau mengunyahnya: Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa 6.

Jika ada Bhikkhuni yang berkata, 'Apa bedanya bagi engkau apakah pria ini bernafsu atau tidak, ketika engkau tidak bernafsu? Tolong, Ayya, ambilah apa yang pria itu berikan—makanan pokok atau non pokok—dengan tanganmu sendiri lalu makan atau kunyahlah': Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 7.

Jika ada Bhikkhuni yang terlibat dalam menyampaikan kehendak seorang pria kepada seorang wanita atau kehendak seorang wanita kepada seorang pria, mengusulkan pernikahan atau kekasih—bahkan jika hanya untuk penghubung sementara: Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 8.

Jika ada Bhikkhuni yang, jahat, marah, tidak senang, menuduh seorang Bhikkhuni (sesamanya) dengan kasus yang tidak berdasar yang menyebabkan kekalahan, (dengan berpikir), 'Tentunya dengan ini saya dapat menyebabkan ia jatuh dari kehidupan selibat,' maka terlepas dari apakah ia di periksa ulang atau tidak pada kesempatan lain, jika masalahnya tidak berdasar dan Bhikkhuni itu mengakui amarahnya: Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 9.

Jika ada Bhikkhuni yang, jahat, marah, tidak senang, menggunakan hanya sebagai sebuah aspek dari masalah yang berkaitan dengan yang lain, menuduh seorang Bhikkhuni dengan kasus yang menyebabkan kekalahan, (dengan berpikir), ''Tentunya dengan ini saya dapat menyebabkan ia jatuh dari kehidupan selibat,' maka terlepas dari apakah ia di periksa ulang atau tidak pada kesempatan lain, jika masalah itu berkaitan dengan hal lain, suatu aspek yang di gunakan sebagai siasat belaka, dan Bhikkhuni itu mengakui amarahnya: Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran pertama, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 10.

Jika ada Bhikkhuni yang, marah dan tidak senang, mengatakan, 'Saya menolak Buddha, saya menolak Dhamma, saya menolak Saṅgha, saya menolak Pelatihan. Sejak kapan para pertapa putri-Sakya adalah satu-satunya pertapa? Ada para pertapa lain yang bersungguh-sungguh, berhati-hati, dan berkeinginan dalam latihan. Saya akan mempraktekan kehidupan suci dalam kelompok mereka,' Para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Ayya, janganlah—marah dan tidak senang— dan mengatakan, “Saya menolak Buddha, saya menolak Dhamma, saya menolak Saṅgha, saya menolak Latihan. Sejak kapan para pertapa putri-Sakya adalah satu-satunya pertapa? Ada para pertapa lain yang bersungguh-sungguh, berhati-hati, dan berkeinginan dalam latihan. Saya akan mempraktekkan kehidupan suci dalam kelompok mereka.” Bergembiralah, Ayya. Dhamma telah di babarkan dengan baik. Ikutilah kehidupan suci untuk mengakhiri penderitaan dengan benar.' Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang ditegur demikian oleh para Bhikkhuni, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur hingga tiga kali dia berhenti, itu bagus. Jika dia tidak berhenti, maka Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran ketiga, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 11.

Jika ada Bhikkhuni, yang berkelit bahkan pada sebuah isu kecil, marah dan tidak senang, mengatakan, 'Para Bhikkhuni berprasangka dengan nafsu, berprasangka dengan kebencian, berprasangka dengan delusi, berprasangka dengan ketakutan,' Para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Ayya, janganlah—berkelit bahkan pada sebuah isu kecil, marah dan tidak senang—mengatakan, “Para Bhikkhuni berprasangka dengan nafsu, berprasangka dengan kebencian, berprasangka dengan delusi, berprasangka dengan ketakutan.” Mungkin Engkau, Ayya, yang berprasangka dengan nafsu, berprasangka dengan kebencian, berprasangka dengan delusi, berprasangka dengan ketakutan.' Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang di tegur demikian oleh para Bhikkhuni, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur hingga tiga kali dia berhenti, itu bagus. Jika dia tidak berhenti, maka Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran ketiga, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 12.

Dalam kasus para Bhikkhuni sedang hidup dengan terikat, rusak dalam perilaku mereka, rusak dalam reputasi mereka, rusak dalam kabar buruk mereka (rusak dalam penghidupan mereka), meresahkan Saṅgha Bhikkhuni, menyembunyikan kesalahan satu sama lain, para Bhikkhuni harus menegur mereka demikian: 'Para saudari sedang hidup dengan terikat, rusak dalam perilaku mereka, rusak dalam reputasi mereka, rusak dalam kabar buruk mereka. Bubarkan (kelompok kalian), para Ayya. Saṅgha menyarankan pemisahan untuk para saudari.' Dan seandainya para Bhikkhuni itu, yang ditegur demikian oleh para Bhikkhuni, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur hingga tiga kali dia berhenti, itu bagus. Jika dia tidak berhenti, maka para Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran ketiga, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 13.

Jika ada Bhikkhuni yang mengatakan (kepada para Bhikkhuni yang di tegur dalam kasus sebelumnya), 'Hiduplah dengan terikat, para Ayya. Jangan hidup terpisah. Ada para Bhikkhuni lain di dalam Saṅgha dengan perilaku yang sama, reputasi yang sama, kabar buruk yang sama, meresahkan Saṅgha Bhikkhuni, menyembunyikan kesalahan satu sama lain, tetapi Saṅgha tidak mengatakan apa pun kepada mereka. Itu semata hanya karena kelemahan engkau bahwa Saṅgha—dengan menghina, mencerca, tidak toleran, dan mengancam—mengatakan, 'Para saudari sedang hidup dengan terikat, rusak dalam perilaku mereka, rusak dalam reputasi mereka, rusak dalam kabar buruk mereka. Bubarkan (kelompok kalian), para Ayya. Saṅgha menyarankan pemisahan untuk para saudari.' 'Para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Ayya, jangan berkata, 'Hiduplah dengan terikat, para Ayya. Jangan hidup terpisah. Ada para Bhikkhuni lain di dalam Saṅgha dengan perilaku yang sama, reputasi yang sama, kabar buruk yang sama, meresahkan Saṅgha Bhikkhuni, menyembunyikan kesalahan satu sama lain, tetapi Saṅgha tidak mengatakan apa pun kepada mereka. Itu semata hanya karena kelemahan engkau bahwa Saṅgha—dengan menghina, mencerca, tidak toleran, dan mengancam—mengatakan, 'Para saudari sedang hidup dengan terikat, rusak dalam perilaku mereka, rusak dalam reputasi mereka, rusak dalam kabar buruk mereka. Bubarkan (kelompok kalian), para Ayya. Saṅgha menyarankan pemisahan untuk para saudari.' Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang ditegur demikian oleh para Bhikkhuni, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur hingga tiga kali dia berhenti, itu bagus. Jika dia tidak berhenti, maka Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran ketiga, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 14.

Jika ada Bhikkhuni yang menghasut untuk sebuah perpecahan dalam suatu Saṅgha yang bersatu, atau bila ia tetap mengungkit suatu masalah yang kondusif untuk perpecahan, maka para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Janganlah, Ayya, menghasut untuk sebuah perpecahan dalam suatu Saṅgha yang bersatu, atau tetap mengungkit suatu masalah yang kondusif untuk perpecahan. Biarkan Ayya di damaikan dengan Saṅgha, untuk Saṅgha yang bersatu, dengan syarat-syarat yang baik, bebas dari perselisihan, memiliki pembacaan umum, berdiam dalam kedamaian.' Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang ditegur demikian oleh para Bhikkhuni, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika ditegur hingga tiga kali dia berhenti, itu bagus. Jika dia tidak berhenti, maka Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran ketiga, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 15.

Jika para Bhikkhuni-satu, dua, atau tiga-yang adalah pengikut dan pendukung dari Bhikkhuni itu, mengatakan, 'Janganlah, para Ayya, menegur Bhikkhuni itu dengan cara apa pun. Ia adalah pembabar Dhamma, pembabar Vinaya. Ia bertindak dengan persetujuan dan izin dari kami. Ia tahu, Ia berbicara untuk kami, dan itu menyenangkan bagi kami,' Para Bhikkhuni harus menegur mereka demikian: 'Jangan katakan itu, para Ayya. Bhikkhuni itu bukanlah pembabar Dhamma dan ia bukanlah pembabar Vinaya. Janganlah, para Ayya, menyetujui perpecahan dalam Saṅgha. Biarkan (pikiran) para Ayya di damaikan dengan Saṅgha, untuk Saṅgha yang bersatu, dengan syarat-syarat yang baik, bebas dari perselisihan, memiliki pembacaan umum, berdiam dalam kedamaian.' Dan seandainya para Bhikkhuni itu, yang di tegur demikian oleh para Bhikkhuni, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika ditegur hingga tiga kali dia berhenti, itu bagus. Jika dia tidak berhenti, maka para Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran ketiga, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 16.

Dalam kasus seorang Bhikkhuni dengan karakter sulit untuk ditegur—ia yang, ketika ditegur secara sah oleh para Bhikkhuni dengan mengacu pada peraturan pelatihan yang termasuk dalam pembacaan (patimokkha), membuat dirinya tidak dapat di tegur (dengan berkata), 'Janganlah, para Ayya, mengatakan apa pun kepada saya, baik atau buruk; dan aku tidak akan mengatakan apa pun pada para Ayya, baik atau buruk. Berhentilah, para Ayya, dari menegur saya'—Para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Biarkan Ayya tidak membuat dirinya sendiri tidak dapat di tegur. Biarkan Ayya membuat dirinya dapat di tegur. Biarkan Ayya menegur para Bhikkhuni sehubungan dengan apa yang benar, dan para Bhikkhuni akan menegur Ayya sehubungan dengan apa yang benar; demikianlah karena hal itu pengikut Sang Bhagavā berkembang: melalui saling menegur, melalui saling memperbaiki.' Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang di tegur demikian oleh para Bhikkhuni, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika ditegur hingga tiga kali dia berhenti, itu bagus. Jika dia tidak berhenti, maka Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran ketiga, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Saṅghādisesa 17.

Dalam kasus seorang Bhikkhuni hidup dengan bergantung pada suatu desa atau kota tertentu adalah seorang perusak keluarga, seorang wanita yang berperilaku rusak—yang perilaku rusak tentangnya terlihat juga terdengar, dan keluarga-keluarga yang telah dirusaknya melihat dan mendengar tentangnya—Para Bhikkhuni kemudian menegurnya demikian: 'Engkau, Ayya, adalah seorang perusak keluarga, seorang wanita yang berperilaku rusak, perilaku rusak tentang engkau terlihat juga terdengar, dan keluarga-keluarga yang telah engkau rusak juga melihat dan mendengar tentang engkau. Tinggalkan Vihara ini, Ayya. Cukuplah untuk tinggal di sini. 'Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang di tegur oleh para Bhikkhuni, mengatakan tentang para Bhikkhuni, 'Para Bhikkhuni berprasangka dengan nafsu, dengan kebencian, dengan delusi, dengan rasa takut, bahwa untuk pelanggaran semacam ini mereka mengeluarkan beberapa dan tidak mengeluarkan yang lain,' para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Jangan berkata demikian, Ayya. Para Bhikkhuni tidak berprasangka dengan nafsu, dengan kebencian, dengan delusi, dengan rasa takut. Engkau, Ayya, adalah seorang perusak keluarga, seorang wanita yang berperilaku rusak, perilaku rusak tentang engkau terlihat juga terdengar, dan keluarga-keluarga yang telah engkau rusak juga melihat dan mendengar tentang engkau. Tinggalkan Vihara ini, Ayya. Cukuplah untuk tinggal di sini.” Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang ditegur demikian oleh para Bhikkhuni, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur hingga tiga kali dia berhenti, itu bagus. Jika dia tidak berhenti, maka Bhikkhuni ini, juga, segera setelah ia jatuh ke dalam tindakan pelanggaran ketiga, haruslah (sementara) di keluarkan, dan hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.

Telah di bacakan, para Ayya, adalah ketujuh belas Saṅghādisesa, sembilan menjadi pelanggaran ketika sekali dilakukan dan delapan setelah [teguran] ketiga. Jika seorang Bhikkhuni telah melakukan satu atau lainnya dari pelanggaran ini, ia harus menghabiskan setengah bulan sebelumnya untuk penebusan kesalahan dalam kedua Saṅgha. Ketika Bhikkhuni telah menyelesaikan penebusan kesalahan, dia akan di rehabilitasi oleh Saṅgha Bhikkhuni sebanyak dua puluh orang. Jika Bhikkhuni Saṅgha itu kurang satu saja dari dua puluh orang yang merehabilitasi Bhikkhuni itu, Bhikkhuni itu tidak di rehabilitasi dan para Bhikkhuni itu patut dicela. Ini adalah cara yang benar di sini. Di sini saya bertanya kepada para Ayya: Apakah anda murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Ketiga kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Para Ayya murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi saya mengingatnya.

Bagian Saṅghādisesa telah selesai.

Pembacaan Bagian Nissaggiya Pācittiyā

Sekarang, para Ayya, inilah tiga puluh hal ini menyebabkan pengakuan dengan penyitaan barang akan segera dibacakan.

Nissaggiya pācittiya 1.

Jika ada Bhikkhuni yang membuat mangkuk-simpanan (mempunyai lebih dari satu mangkuk dalam kepemilikannya), itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 2.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah menentukan sebuah jubah yang tidak sesuai musim untuk menjadi sebuah jubah yang sesuai musim, mendistribusikannya, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 3.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah bertukar jubah dengan Bhikkhuni lain, kemudian berkata kepadanya, Di sini, Ayya. Ini adalah jubahmu. Berikan saya jubah milikku itu. Apa yang punyamu masih milikmu. Apa yang punyaku masih milikku. Berikanlah kepada saya milik saya itu. Ambil kembali punyamu, dan kemudian mengambilnya kembali atau telah diambil kembali, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 4.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah memiliki satu hal yang di minta, (kemudian mengirimnya kembali dan) meminta hal lain, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 5.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah memiliki satu hal yang di belikan, (kemudian mengirimnya kembali dan) meminta untuk di belikan hal lain, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 6.

Jika ada Bhikkhuni yang, menggunakan dana yang di tujukan untuk satu tujuan, yang di dedikasikan demi satu tujuan untuk Saṅgha, membeli sesuatu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 7.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah dengan dirinya sendiri meminta dana yang di tujukan untuk satu tujuan, yang di dedikasikan demi satu tujuan untuk Saṅgha, menggunakan itu untuk membeli sesuatu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 8.

Jika ada Bhikkhuni yang, menggunakan dana yang di tujukan untuk satu tujuan, yang di dedikasikan demi satu tujuan untuk kelompok, membeli sesuatu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 9.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah dengan dirinya sendiri meminta dana yang di tujukan untuk satu tujuan, yang di dedikasikan demi satu tujuan untuk kelompok, menggunakan itu untuk membeli sesuatu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 10.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah dengan dirinya sendiri meminta dana yang di tujukan untuk satu tujuan, yang di dedikasikan demi satu tujuan untuk perorangan, menggunakan itu untuk membeli sesuatu, itu harus di sita dan di akui.

Bagian Pertama: Bab tentang Mangkuk

Nissaggiya pācittiya 11.

Ketika seorang Bhikkhuni meminta sebuah jubah tebal, itu harus senilai paling mahal empat perunggu (16 Kahāpaṇa) yang dapat ia minta. Jika dia meminta lebih dari itu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 12.

Ketika seorang Bhikkhuni meminta sebuah jubah tipis, itu harus senilai paling mahal dua setengah perunggu (10 Kahāpaṇa) yang dapat ia minta. Jika dia meminta lebih dari itu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 13.

Ketika seorang Bhikkhuni telah selesai membuat jubahnya dan bingkainya di hancurkan (hak-hak Kathina-nya tertangguhkan), ia dapat menyimpan kain jubah ekstra paling lama sepuluh hari. Di luar itu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 14.

Ketika seorang Bhikkhuni telah selesai membuat jubahnya dan bingkainya di hancurkan: Jika ia berdiam dengan terpisah dari (salah satu) dari lima jubahnya bahkan untuk satu malam—kecuali di izinkan oleh para Bhikkhuni—itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 15.

Ketika seorang Bhikkhuni telah selesai membuat jubahnya dan bingkainya di hancurkan: Jika kain jubah di luar musim di sediakan untuknya, ia dapat menerimanya jika ia begitu menginginkannya. Begitu ia menerimanya, ia harus segera membuatnya. Jika itu tidak cukup, ia dapat menyimpannya paling lama satu bulan jika ia memiliki harapan untuk memenuhi kekurangannya. Jika ia menyimpannya lebih dari itu, bahkan ketika ada harapan (untuk kain lainnya), itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 16.

Jika ada Bhikkhuni yang meminta kain jubah dari seorang pria atau wanita perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, kecuali pada saat yang tepat, itu harus di sita dan di akui. Di sini kesempatan yang tepat adalah: Jubah bhikkhuni itu telah di curi atau di hancurkan. Ini adalah kesempatan yang tepat dalam kasus ini.

Nissaggiya pācittiya 17.

Jika seorang laki-laki atau perempuan perumah tangga itu memberikan Bhikkhuni itu dengan banyak jubah (potongan kain jubah), ia dapat menerima paling banyak (cukup untuk) sebuah jubah atas dan sebuah jubah bawah. Jika ia menerima lebih dari itu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 18.

Dalam kasus seorang pria atau wanita perumah tangga menyiapkan sebuah dana untuk membeli jubah demi seorang Bhikkhuni yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, dengan berpikir. 'Setelah membeli jubah dengan dana jubah ini, aku akan menyediakan Bhikkhuni yang bernama ini-dan-itu dengan jubah': Jika Bhikkhuni, yang sebelumnya tidak di undang, mendekati (perumah tangga) dan membuat sebuah ketentuan yang berhubungan dengan jubah, dengan berkata, "Akan sangat baik, tuan, jika Anda menyokong saya (dengan jubah)," setelah di belikan sebuah jubah seperti ini dan itu dengan dana jubah ini—karena keinginan untuk sesuatu yang baik—itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 19.

Dalam kasus dua orang perumah tangga—pria atau wanita—menyiapkan dana jubah terpisah demi seorang Bhikkhuni yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan mereka, dengan berpikir, 'Setelah membeli jubah terpisah dengan dana jubah terpisah milik kami, kami akan menyokong Bhikkhuni yang bernama ini-dan-itu dengan jubah: Jika seorang Bhikkhuni, yang sebelumnya tidak diundang, mendekati (mereka) dan membuat ketentuan yang berhubungan dengan jubah, dengan berkata, Akan sangat baik, tuan, jika Anda menyokong saya (dengan jubah)," setelah di belikan sebuah jubah seperti ini dan itu dengan dana jubah terpisah, dua (dana) yang di gabungkan untuk sebuah (jubah)—karena keinginan untuk sesuatu yang baik—itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 20.

Dalam kasus seorang raja, seorang pejabat kerajaan, seorang brahmana atau seorang perumah tangga mengirimkan sebuah dana jubah untuk seorang Bhikkhuni melalui seorang utusan: 'Belikanlah sebuah jubah dengan dana jubah dan sokonglah Bhikkhuni yang bernama ini-&-itu dengan jubah.' Jika utusan itu mendekati Bhikkhuni dan berkata: 'Dana jubah ini adalah untuk Ayya. Semoga Ayya menerima dana jubah ini.' Kemudian Bhikkhuni itu harus memberi tahu utusan itu: 'Kami tidak menerima dana jubah, teman. Kami menerima jubah pada waktu yang tepat.' Jika utusan itu berkata kepada Bhikkhuni: 'Apakah Ayya  memiliki seorang pelayan?' Kemudian, jika Bhikkhuni itu menginginkan sebuah jubah, ia dapat menunjuk seorang pelayan, baik seorang petugas Vihara atau seorang perumah tangga: 'Itu, tuan, adalah pelayan para Bhikkhuni.' Jika utusan itu telah menginstruksikan pelayan untuk menghadap ke Bhikkhuni dan berkata: 'Saya telah menginstruksikan pelayan yang di tunjuk oleh Ayya. Semoga Ayya pergi dan ia akan menyokong Anda dengan sebuah jubah yang sesuai musim. 'Kemudian Bhikkhuni itu, menginginkan sebuah jubah dan mendekati pelayan, dapat meminta dan mengingatkannya 2 atau 3 kali: 'Saya membutuhkan sebuah jubah.' Jika (pelayan itu) menyediakan jubah setelah di minta dan di ingatkan 2 atau 3 kali, itu bagus. Jika ia tidak menyediakan jubah, (Bhikkhuni itu) harus berdiri diam 4, 5, atau 6 kali paling banyak untuk tujuan itu. Jika (pelayan itu) menyediakan jubah setelah (Bhikkhuni itu) telah berdiri diam untuk tujuan 4, 5, atau 6 kali paling banyak, itu bagus. Jika ia tidak harus menyediakan jubah, tetapi ia menyediakan jubah setelah (Bhikkhuni) telah mencoba lebih jauh, itu harus di sita dan di akui. Jika ia tidak juga menyediakan (jubah itu), maka Bhikkhuni itu sendiri harus pergi ke tempat dari mana dana jubah itu di bawakan, atau seorang utusan harus di kirim (untuk mengatakan), 'Dana jubah yang anda, tuan yang mulia, kirimkan demi Bhikkhuni tidak memberi manfaat bagi Bhikkhuni sama sekali. Semoga anda bersatu dengan apa yang menjadi milik anda. Semoga apa yang menjadi milik anda tidak hilang. ’Ini adalah cara yang tepat di sini.

Bagian kedua: Bab tentang Kain Jubah

Nissaggiya pācittiya 21.

Jika ada Bhikkhuni yang mengambil emas dan perak, atau telah mengambilnya, atau menyetujui untuk disimpan (di dekatnya), itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 22.

Jika ada Bhikkhuni yang terlibat dalam berbagai jenis pertukaran moneter, (pendapatan) itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 23.

Jika ada Bhikkhuni yang terlibat dalam berbagai jenis perdagangan, (benda itu) harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 24.

Jika seorang Bhikkhuni dengan sebuah mangkuk derma yang memiliki kurang dari lima tambalan meminta mangkuk baru lainnya, itu harus di sita dan di akui. Mangkuk itu harus di lepaskan oleh Bhikkhuni untuk kumpulan Bhikkhuni. Mangkuk terakhir harus di serahkan kepada Bhikkhuni oleh kumpulan Bhikkhuni: 'Ini, Bhikkhuni, adalah mangkuk engkau. Itu harus di simpan sampai rusak.’ Ini adalah prosedur yang tepat di sini.

Nissaggiya pācittiya 25.

Bila ada obat yang harus diambil oleh para Bhikkhuni yang sakit: ghee, mentega segar, minyak, madu, gula / air tebu. Setelah di terima, obat-obatan itu harus di gunakan dari penyimpanan paling lama tujuh hari. Di luar itu, obat-obatan itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 26.

Jika ada Bhikkhuni, setelah dengan dirinya sendiri memberikan sebuah kain jubah kepada seorang Bhikkhuni, dan kemudian menjadi marah dan tidak senang, merebutnya kembali atau telah merebutnya kembali, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 27.

Jika ada Bhikkhuni, setelah meminta benang, mempunyai jubah yang ditenun oleh penenun, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 28.

Dalam kasus seorang pria atau wanita perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan Bhikkhuni memiliki penenun yang menenun kain jubah untuknya, dan jika Bhikkhuni tanpa undangan sebelumnya kemudian mendekati penenun dan membuat ketentuan untuk kain itu, dengan berkata: 'Kain ini, teman-teman, harus di tenun untuk saya. Buatlah itu menjadi panjang, lebar, anyaman yang erat, anyaman yang baik, tersebar dengan baik, tergores dengan baik, di haluskan dengan baik, dan mungkin saya dapat memberikan engkau sebuah pemberian kecil. 'Dan bila Bhikkhuni itu, setelah mengatakan hal itu, memberikan ia sebuah pemberian kecil, bahkan sedikit derma makanan, (kain) itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 29.

Sepuluh hari sebelum bulan purnama di bulan ketiga Kattika (5 Sukka Pakkha Assayujja), jika kain jubah yang diberikan dalam keadaan mendesak bertambah untuk seorang Bhikkhuni, ia harus menerimanya jika ia menganggapnya sebagai pemberian yang mendesak. Begitu ia menerimanya, ia dapat menyimpannya sepanjang musim jubah. Di luar itu, itu harus di sita dan di akui.

Nissaggiya pācittiya 30.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar mengalihkan untuk dirinya sendiri perolehan-perolehan yang telah di tujukan untuk sebuah Saṅgha, perolehan-perolehan itu harus di sita dan di akui.

Bagian Ketiga: Bab tentang Emas dan Perak

Telah di bacakan, para Ayya, adalah tiga puluh hal pengakuan dengan penyitaan. Di sini saya bertanya kepada para Ayya: Apakah anda murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Ketiga kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Para Ayya murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi saya mengingatnya.

Bagian Nisaggiya Pācittiyā telah selesai.

Pembacaan Bagian Pācittiya

Sekarang, para Ayya, inilah seratus enam puluh enam hal yang menyebabkan pengakuan akan segera di bacakan.

Pācittiya 1.

Jika ada Bhikkhuni yang memakan bawang putih, itu harus di akui.

Pācittiya 2.

Jika ada Bhikkhuni yang memiliki rambut di tempat-tempat yang rapat (ketiak dan daerah panggul) yang di hilangkan, itu harus di akui.

                                                                    Pācittiya 3.           

(Dengan lembut) menampar (bahkan sampai pada tingkat menyetujui sebuah pukulan dengan sehelai daun teratai) itu harus di akui.

                                                                    Pācittiya 4.

(Pemasukan) sebuah benda tumpul (demi kenikmatan seksual) itu harus di akui.

Pācittiya 5.

Ketika seorang Bhikkhuni memberikan dirinya sendiri sebuah bilasan (di kemaluan), itu harus di berikan hanya pada kedalaman dua ruas jari (dan tidak menggunakan lebih dari dua ruas jari). Di luar itu, itu harus di akui.

Pācittiya 6.

Jika ada Bhikkhuni yang, ketika seorang Bhikkhu sedang makan, menghampiri dia dengan air atau kipas, itu harus di akui.

Pācittiya 7.

Jika ada Bhikkhuni, yang meminta biji-bijian mentah atau telah memintanya, setelah memanggangnya atau telah memanggangnya, menumbuknya atau telah ditumbuk, memasaknya atau telah di masak, kemudian memakannya, itu harus di akui.

Pācittiya 8.

Jika ada Bhikkhuni yang melempar atau membuat orang lain melempar tinja atau air kencing atau sampah atau sisa-sisa ke atas sebuah dinding atau sebuah pagar, itu harus di akui.

Pācittiya 9.

Jika ada Bhikkhuni yang melempar atau membuat orang lain melempar tinja atau air kencing atau sampah atau sisa-sisa pada tanaman hidup, itu harus di akui.

Pācittiya 10.

Jika ada Bhikkhuni yang pergi untuk melihat tarian atau nyanyian atau permainan instrumen, itu harus di akui.

Bagian Pertama: Bab tentang Bawang Putih

Pācittiya 11.

Jika ada Bhikkhuni yang berdiri atau berbicara dengan seorang pria, satu lawan satu, dalam kegelapan malam tanpa sebuah cahaya, itu harus di akui.

Pācittiya 12.

Jika ada Bhikkhuni yang berdiri atau berbicara dengan seorang pria, satu lawan satu, dalam sebuah tempat yang tersembunyi, itu harus di akui.

Pācittiya 13.

Jika ada Bhikkhuni yang berdiri atau berbicara dengan seorang pria, satu lawan satu, di tempat terbuka, itu harus di akui.

Pācittiya 14.

Jika ada Bhikkhuni—di sepanjang jalan, di jalan buntu, atau di persimpangan jalan—berdiri atau berbicara dengan seorang pria satu lawan satu, atau berbisik di telinganya, atau menyuruh pergi Bhikkhuni yang adalah temannya, itu harus di akui.

Pācittiya 15.

Jika ada Bhikkhuni, setelah pergi ke kediaman keluarga sebelum makan (sebelum tengah hari), setelah duduk pada sebuah kursi, pergi tanpa memberitahu pemilik rumah, itu harus di akui.

Pācittiya 16.

Jika ada Bhikkhuni, setelah pergi ke kediaman keluarga setelah makan (antara tengah hari dan matahari terbenam), duduk atau berbaring pada sebuah tempat duduk tanpa meminta izin pemilik rumah, itu harus di akui.

Pācittiya 17.

Jika ada Bhikkhuni, setelah pergi ke kediaman keluarga pada waktu yang salah (antara matahari terbenam dan fajar), setelah membentangkan selimut atau telah membentangkannya, duduk atau berbaring (disana) tanpa meminta izin pemilik rumah, itu harus di akui.

Pācittiya 18.

Jika ada Bhikkhuni yang, karena sebuah kesalah-pengertian, karena sebuah kesalahpahaman, memfitnah orang lain (Bhikkhuni), itu harus di akui.

Pācittiya 19.

Jika ada Bhikkhuni yang mengutuk dirinya sendiri atau (Bhikkhuni) lain sehubungan dengan neraka atau kehidupan suci, itu harus di akui.

Pācittiya 20.

Jika ada Bhikkhuni yang menangis, memukul dan memukuli dirinya sendiri, itu harus di akui.

Bagian Kedua: Bab tentang Kegelapan

Pācittiya 21.

Jika ada Bhikkhuni yang mandi secara telanjang, itu harus di akui.

Pācittiya 22.

Ketika seorang Bhikkhuni sedang membuat sebuah kain mandi, kain itu harus di buat dengan ukuran standar. Di sini standarnya adalah: empat jengkal—menggunakan jengkal Sugata—panjangnya, dua jengkal lebarnya (sekitar 100 x 50 cm). Lebih dari itu, itu harus di potong dan di akui.

Pācittiya 23.

Jika ada Bhikkhuni, yang tidak menjahit jubah Bhikkhuni (lain) atau telah membuatnya tidak terjahit, dan kemudian setelahnya—ketika tidak ada halangan—tidak menjahitnya atau berusaha untuk menjahitnya dalam empat atau lima hari, itu harus di akui.

Pācittiya 24.

Jika ada Bhikkhuni membiarkan jubah luarnya selama lima hari, itu harus di akui.

Pācittiya 25.

Jika ada Bhikkhuni yang mengenakan sebuah jubah yang seharusnya di berikan kembali (yang ia pinjam dari Bhikkhuni lain tanpa meminta izin kepadanya), itu harus di akui.

Pācittiya 26.

Jika ada Bhikkhuni yang membuat sebuah penghalang di jalan untuk sebuah kelompok yang menerima kain jubah, itu harus di akui.

Pācittiya 27.

Jika ada Bhikkhuni yang menghalangi sebuah distribusi kain jubah yang sesuai dengan aturan, itu harus di akui.

Pācittiya 28.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan sebuah jubah pertapa (jubah yang telah di tandai sehingga di perbolehkan untuk seorang Bhikkhu atau Bhikkhuni) kepada seorang perumah tangga, seorang pengembara laki-laki, atau pengembara perempuan, itu harus di akui.

Pācittiya 29.

Jika ada Bhikkhuni yang membiarkan musim jubah (periode menerima dana Kathina) berlalu atas dasar sebuah pengharapan yang lemah untuk kain jubah, itu harus di akui.

Pācittiya 30.

Jika ada Bhikkhuni yang menghalangi pembongkaran hak-hak Kathina yang sesuai dengan aturan, itu harus di akui.

Bagian Ketiga: Bab tentang Telanjang

Pācittiya 31.

Jika dua orang Bhikkhuni berbagi sebuah tempat tidur, itu harus di akui.

Pācittiya 32.

Jika dua orang Bhikkhuni berbagi sebuah selimut atau tikar untuk tidur, itu harus di akui.

Pācittiya 33.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sengaja menyebabkan gangguan pada Bhikkhuni (lain), itu harus di akui.

Pācittiya 34.

Jika ada Bhikkhuni yang tidak menjenguk muridnya yang sedang sakit atau berusaha untuk menjenguknya, itu harus di akui.

Pācittiya 35.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah memberikan tempat tinggal kepada Bhikkhuni lain, kemudian—dengan marah dan tidak senang, mengusirnya atau telah mengusirnya, itu harus di akui.

Pācittiya 36.

Jika ada Bhikkhuni yang hidup terikat dengan seorang perumah tangga atau seorang putra perumah tangga, para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Ayya, jangan hidup terikat dengan seorang perumah tangga atau seorang putra perumah tangga. Hiduplah sendiri, Ayya.' Saṅgha menyarankan pemisahan untuk Ayya.” Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang telah di tegur, sama seperti sebelumnya, para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur hingga tiga kali oleh Bhikkhuni ia berhenti, itu bagus. Jika ia tidak berhenti, itu harus di akui.

Pācittiya 37.

Jika ada Bhikkhuni, yang tanpa bergabung dengan sebuah rombongan pedagang, berangkat kedalam perbatasan wilayah raja setempat dalam suatu perjalanan yang di anggap meragukan dan berisiko, itu harus di akui.

Pācittiya 38.

Jika ada Bhikkhuni, yang tanpa bergabung dengan sebuah rombongan pedagang, berangkat keluar perbatasan wilayah raja setempat dalam suatu perjalanan yang di anggap meragukan dan berisiko, itu harus di akui.

Pācittiya 39.

Jika ada Bhikkhuni yang melakukan suatu perjalanan selama masa vassa, itu harus di akui.

Pācittiya 40.

Jika ada Bhikkhuni, setelah menyelesaikan masa vassa, tidak berangkat dalam sebuah perjalanan paling sedikit lima atau enam Yojanā (sekitar 55.91 – 67.09 KM), itu harus di akui.

Bagian Keempat: Bab tentang Berbagi

Pācittiya 41.

Jika ada Bhikkhuni yang pergi untuk melihat rumah kesayangan sebuah raja atau sebuah galeri foto (bangunan apapun yang di dekorasi untuk hiburan) atau sebuah taman atau sebuah kebun kesayangan atau sebuah kolam teratai, itu harus di akui.

Pācittiya 42.

Jika ada Bhikkhuni yang menggunakan sebuah kursi tinggi (panjang kaki > 16.64 cm diluar ujung kaki) atau dipan yang di isi dengan rambut, itu harus di akui.

Pācittiya 43.

Jika ada Bhikkhuni yang memintal benang pintal (benang), itu harus di akui.

Pācittiya 44.

Jika ada Bhikkhuni yang melakukan sebuah tugas rumah untuk seorang umat awam, itu harus di akui.

Pācittiya 45.

Jika ada Bhikkhuni—ketika di beri tahu oleh seorang Bhikkhuni, 'Datanglah, Ayya. Tolong selesaikan masalah ini,' dan setelah menjawab, 'Baiklah'—kemudian, ketika tidak ada halangan, tidak menyelesaikannya atau berusaha untuk menyelesaikannya, itu harus di akui.

Pācittiya 46.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan, dengan tangannya sendiri, makanan pokok atau non-pokok kepada seorang perumah tangga, seorang pengembara laki-laki, atau seorang pengembara wanita, itu harus di akui.

Pācittiya 47.

Jika ada Bhikkhuni yang menggunakan sebuah kain menstruasi tanpa melepaskannya (setelah periode sebelumnya), itu harus di akui.

Pācittiya 48.

Jika ada bhikkhuni yang berangkat dalam suatu perjalanan tanpa harus melepaskan tempat tinggalnya, itu harus di akui.

Pācittiya 49.

Jika ada Bhikkhuni yang mempelajari seni rendahan (secara harfiah, pengetahuan binatang), itu harus di akui.

Pācittiya 50.

Jika ada Bhikkhuni yang mengajarkan seni rendahan, itu harus di akui.

Bagian Kelima: Bab tentang Galeri Foto

Pācittiya 51.

Jika ada Bhikkhuni yang, tanpa meminta izin, dengan sadar memasuki sebuah Vihara yang berisi seorang Bhikkhu, itu harus di akui.

Pācittiya 52.

Jika ada Bhikkhuni yang mencaci atau menghina seorang Bhikkhu, itu harus di akui.

Pācittiya 53.

Jika ada Bhikkhuni, dalam suatu batas kesabaran, mencaci sebuah kelompok (Saṅgha Bhikkhuni), itu harus di akui.

Pācittiya 54.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah makan dan menolak suatu persembahan (makanan selanjutnya), mengunyah atau mengkonsumsi makanan pokok atau non-pokok (di tempat lain), itu harus di akui.

Pācittiya 55.

Jika ada Bhikkhuni yang kikir dengan sehubungan kepada keluarga (penyokong), itu harus di akui.

Pācittiya 56.

Jika ada Bhikkhuni yang menghabiskan masa vassa di sebuah tempat di mana tidak ada para Bhikkhu (di dekatnya), itu harus di akui.

Pācittiya 57.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah menyelesaikan masa vassa, tidak mengundang (kritik) dari kedua Saṅgha sehubungan dengan tiga hal—apa yang telah mereka lihat, dengar, atau curigai ( yang ia lakukan)—itu harus di akui.

Pācittiya 58.

Jika ada Bhikkhuni yang tidak pergi untuk instruksi atau untuk (pertemuan yang mendefinisikan) kumpulan (misalkan, Uposatha), itu harus di akui.

Pācittiya 59.

Setiap setengah bulan seorang Bhikkhuni harus meminta dua hal dari Saṅgha Bhikkhu: permintaan tanggal Uposatha dan pendekatan untuk instruksi. Lebih dari itu (setengah bulan), itu harus di akui.

Pācittiya 60.

Jika ada Bhikkhuni yang, tanpa memberitahu sebuah Saṅgha atau sebuah kelompok (para Bhikkhuni), sendirian dengan seorang pria yang memiliki sebuah bisul atau bekas luka yang muncul di bagian bawah tubuhnya (antara pusar dan lutut) terpecah atau terbelah atau di bersihkan atau di olesi dengan sebuah salep atau di perban atau tidak di perban, itu harus di akui.

Bagian Keenam: Bab tentang Vihara

Pācittiya 61.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang wanita hamil, itu harus di akui.

Pācittiya 62.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang wanita yang masih menyusui, itu harus di akui.

Pācittiya 63.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang calon yang tidak terlatih selama dua tahun dalam enam sila, itu harus di akui.

Pācittiya 64.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang calon yang telah terlatih selama dua tahun dalam enam sila dan ia belum menerima persetujuan dari Saṅgha, itu harus di akui.

Pācittiya 65.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang wanita yang sudah menikah kurang dari dua belas tahun, itu harus di akui.

Pācittiya 66.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang wanita yang sudah menikah sepenuhnya dua belas tahun tetapi ia belum terlatih selama dua tahun dalam enam sila, itu harus di akui.

Pācittiya 67.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang wanita yang sudah menikah sepenuhnya dua belas tahun, yang telah terlatih selama dua tahun dalam enam sila dan ia belum menerima persetujuan dari Saṅgha, itu harus di akui.

Pācittiya 68.

Jika ada Bhikkhuni, yang telah memberikan Penahbisan kepada muridnya, tidak membimbingnya (dalam latihannya) atau telah membimbingnya untuk dua tahun  (selanjutnya), itu harus di akui.

Pācittiya 69.

Jika ada Bhikkhuni yang tidak mengunjungi penahbisnya selama dua tahun, itu harus di akui.

Pācittiya 70.

Jika ada Bhikkhuni, setelah memberikan Penahbisan kepada muridnya, tidak membawanya pergi atau telah membawanya pergi setidaknya lima atau enam Yojanā, itu harus di akui.

Bagian Ketujuh: Bab tentang Wanita Hamil

Pācittiya 71.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang gadis yang usianya kurang dari dua puluh tahun, itu harus di akui.

Pācittiya 72.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang gadis yang berumur dua puluh tahun tetapi yang belum terlatih selama dua tahun dalam enam sila, itu harus di akui.

Pācittiya 73.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang gadis yang berusia dua puluh tahun, yang telah terlatih selama dua tahun dalam enam sila dan ia belum menerima persetujuan dari Saṅgha, itu harus di akui.

Pācittiya 74.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan ketika ia memiliki kurang dari dua belas tahun (senioritas), itu harus di akui.

Pācittiya 75.

Jika ada Bhikkhuni, bahkan jika ia memiliki dua belas tahun penuh (senioritas) memberikan Penahbisan ketika ia belum di beri persetujuan oleh Saṅgha (para Bhikkhuni), itu harus di akui.

Pācittiya 76.

Jika ada Bhikkhuni—setelah diberi tahu: 'Cukup, Ayya, atas pemberian  Penahbisan anda untuk saat ini:' dan setelah menjawab: 'Baiklah'—kemudian mengeluh, itu harus di akui.

Pācittiya 77.

Jika ada Bhikkhuni—setelah mengatakan kepada seorang calon: 'Jika engkau memberi saya sebuah jubah, saya akan memberi engkau Penahbisan,'—kemudian, ketika tidak ada halangan, ia tidak memberinya Penahbisan atau berusaha untuk Menahbiskannya, itu harus di akui.

Pācittiya 78.

Jika ada Bhikkhuni—setelah mengatakan kepada seorang calon: 'Jika engkau mengikuti saya selama dua tahun, saya akan memberi engkau Penahbisan,'—kemudian, ketika tidak ada halangan, ia tidak memberinya Penahbisan atau berusaha untuk Menahbiskannya, itu harus di akui.
Pācittiya 79.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang calon yang terikat dengan pria, terikat dengan pemuda, temperamental, seorang yang menyebabkan kesedihan, itu harus di akui.

Pācittiya 80.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang calon tanpa mendapatkan izin dari orang tuanya atau suaminya, itu harus di akui.

Pācittiya 81.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan kepada seorang calon dengan memberikan persetujuan, menunda selama semalam, itu harus di akui.

Pācittiya 82.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan (bertindak sebagai seorang penahbis) secara berturut-turut dalam beberapa tahun, itu harus di akui.

Pācittiya 83.

Jika ada Bhikkhuni yang memberikan Penahbisan (bertindak sebagai seorang penahbis) untuk dua orang (calon) dalam satu tahun, itu harus di akui.

Bagian Kedelapan: Bab tentang Gadis

Pācittiya 84.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, menggunakan sebuah kerai dan alas kaki dari kulit (di luar sebuah Vihara), itu harus di akui.

Pācittiya 85.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, menaiki sebuah kendaraan, itu harus di akui.

Pācittiya 86.

Jika ada Bhikkhuni yang mengenakan sebuah hiasan panggul, itu harus di akui.

Pācittiya 87.

Jika ada Bhikkhuni yang mengenakan sebuah hiasan wanita, itu harus di akui.

Pācittiya 88.

Jika ada Bhikkhuni yang (tidak sedang sakit) mandi dengan parfum dan wangi-wangian, itu harus di akui.

Pācittiya 89.

Jika ada Bhikkhuni yang (tidak sedang sakit) mandi dengan bedak wijen wangi, itu harus di akui.

Pācittiya 90.

Jika ada Bhikkhuni yang (tidak sedang sakit) membuat Bhikkhuni lain menggosok atau memijatnya, itu harus di akui.

Pācittiya 91.

Jika ada Bhikkhuni yang (tidak sedang sakit) membuat seorang calon menggosok atau memijatnya, itu harus di akui.

Pācittiya 92.

Jika ada Bhikkhuni yang (tidak sedang sakit) membuat seorang Sāmaṇeri menggosok atau memijatnya, itu harus di akui.

Pācittiya 93.

Jika ada Bhikkhuni yang (tidak sedang sakit) membuat seorang perumah tangga wanita menggosok atau memijatnya, itu harus di akui.

Pācittiya 94.

Jika ada Bhikkhuni yang duduk di depan seorang Bhikkhu tanpa meminta izin, itu harus di akui.

Pācittiya 95.

Jika ada Bhikkhuni yang mengajukan sebuah pertanyaan (tentang Sutta, Vinaya, atau Abhidhamma) dari seorang Bhikkhu yang belum mendapatkan izin, itu harus di akui.

Pācittiya 96.

Jika ada Bhikkhuni yang memasuki suatu desa tanpa rompinya (kain yang menutupi dari tulang leher hingga atas pusar), itu harus di akui.

Bagian Kesembilan: Bab tentang Kerai dan Alas Kaki dari Kulit

Pācittiya 97.

Sebuah kebohongan yang di sengaja harus di akui.

Pācittiya 98.

Sebuah hinaan harus di akui.

Pācittiya 99.

Desas-desus yang di antara para Bhikkhuni harus di akui.

Pācittiya 100.

Jika ada Bhikkhuni yang setelah seorang yang belum di tahbiskan membacakan Dhamma bait demi bait (bersamanya), itu harus di akui.

Pācittiya 101.

Jika ada Bhikkhuni yang berbaring di penginapan yang sama dengan seorang wanita yang belum di tahbiskan selama lebih dari dua atau tiga malam berturut-turut, itu harus di akui.

Pācittiya 102.

Jika ada Bhikkhuni yang berbaring di penginapan yang sama dengan seorang pria, itu harus di akui.

Pācittiya 103.

Jika ada Bhikkhuni yang mengajarkan lebih dari lima atau enam kalimat Dhamma kepada seorang pria, kecuali seorang wanita yang berpengetahuan hadir, itu harus di akui.

Pācittiya 104.

Jika ada Bhikkhuni yang memberitahukan (miliknya sendiri) fakta keadaan kualitas di atas manusia biasa kepada seseorang yang tidak di tahbiskan, itu harus di akui.

Pācittiya 105.

Jika ada Bhikkhuni yang memberitahukan pelanggaran berat Bhikkhuni (lain) kepada seseorang yang tidak di tahbiskan—kecuali di izinkan oleh para Bhikkhuni—itu harus di akui.

Pācittiya 106.

Jika ada Bhikkhuni yang menggali tanah atau telah menggalinya, itu harus di akui.

Bagian Kesepuluh: Bab tentang Kebohongan

Pācittiya 107.

Merusak sebuah tanaman hidup harus di akui.

Pācittiya 108.

Perkataan yang bersifat menghindar dan tidak kooperatif harus di akui.

Pācittiya 109.

Fitnah atau mengeluh (tentang sebuah Sangha resmi) harus di akui.

Pācittiya 110.

Jika ada Bhikkhuni yang memasang sebuah tempat tidur, bangku, matras, atau kursi milik Saṅgha di tempat terbuka—atau telah memasangnya—dan kemudian pada saat akan pergi tidak menyimpannya atau telah menyimpannya, atau jika ia pergi tanpa meminta izin, itu harus di akui.

Pācittiya 111.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah mengatur tempat tidur di sebuah penginapan milik Saṅgha—atau telah mengaturnya—dan kemudian pada saat akan pergi tidak menyimpannya atau telah menyimpannya, atau jika ia pergi tanpa meminta izin, itu harus di akui .

Pācittiya 112.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar berbaring di sebuah penginapan milik Saṅgha sehingga mengganggu Bhikkhuni yang tiba di sana lebih dulu, (dengan berpikir), Siapa pun yang merasakan keramaian akan pergi menjauh—melakukannya karena alasan ini dan tidak ada alasan yang lain—itu harus di akui. .

Pācittiya 113.

Jika ada Bhikkhuni yang, marah dan tidak senang, mengusir seorang Bhikkhuni dari sebuah tempat tinggal Saṅgha—atau telah mengusirnya—itu harus di akui.

Pācittiya 114.

Jika ada Bhikkhuni yang duduk atau berbaring di tempat tidur atau bangku dengan kaki yang dapat di lepas pada sebuah loteng (yang tidak di tutupi papan) di sebuah tempat tinggal milik Sangha, itu harus di akui.

Pācittiya 115.

Ketika seorang Bhikkhuni sedang membangun sebuah tempat tinggal yang besar, ia dapat menggunakan dua atau tiga lapis pelapis untuk memplester area di sekitar kusen jendela dan memperkuat area di sekitar kusen pintu dengan (luas bidang kerja) selebar dari pintu yang terbuka, ketika sedang berdiri di mana tidak ada tanaman (yang dapat) menjadi celaan. Jika ia menerapkan lebih dari itu, bahkan jika berdiri di mana tidak ada tanaman (yang dapat) menjadi celaan, itu harus di akui.

Pācittiya 116.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar menuangkan air yang mengandung makhluk hidup—atau telah menuangkannya—di rumput atau di tanah liat, itu harus di akui.

Bagian Kesebelas: Bab tentang Tanaman Hidup

Pācittiya 117.

Seorang Bhikkhuni yang tidak sakit dapat makan satu kali di tempat makan umum. Jika ia makan lebih dari itu, itu harus di akui.

Pācittiya 118.

Sebuah kelompok makan, kecuali pada kesempatan yang tepat, itu harus di akui. Di sini kesempatan yang tepat adalah: suatu waktu ketika sakit, suatu waktu ketika memberi jubah, suatu waktu ketika membuat jubah, suatu waktu ketika melakukan perjalanan, suatu waktu ketika menaiki sebuah perahu, kesempatan yang luar biasa, suatu waktu ketika makanan di sokong oleh para pertapa. Ini adalah kesempatan yang tepat di sini.

Pācittiya 119.

Dalam kasus seorang Bhikkhuni yang tiba di suatu kediaman keluarga di sajikan dengan kue atau makanan gandum yang dimasak, ia dapat menerima dua atau tiga mangkuk jika ia begitu menginginkannya. Jika ia harus menerima lebih dari itu, itu harus di akui. Setelah menerima dua atau tiga mangkuk dan setelah mengambilnya dari sana, ia harus membagikannya di antara para Bhikkhuni. Ini adalah cara yang tepat di sini.

Pācittiya 120.

Jika ada Bhikkhuni yang mengunyah atau mengkonsumsi makanan pokok atau non pokok pada waktu yang salah, itu harus di akui.

Pācittiya 121.

Jika ada Bhikkhuni yang mengunyah atau mengkonsumsi makanan pokok yang di simpan atau makanan non pokok, itu harus di akui.

Pācittiya 122.

Jika ada Bhikkhuni yang memasukkan ke dalam mulutnya sesuatu yang dapat di makan yang belum diberikan—kecuali untuk air dan tusuk gigi—harus di akui.

Pācittiya 123.

Jika ada Bhikkhuni yang mengatakan kepada seorang Bhikkhuni, 'Ayo, Ayya, mari kita memasuki desa atau kota untuk derma makanan,' dan kemudian—terlepas apakah karena ia atau bukan, ia telah memiliki (makanan) yang di berikan kepadanya—singkirkan dia, ia berkata, 'Pergilah, Ayya. Saya tidak suka duduk atau berbicara dengan engkau. Saya lebih suka duduk atau berbicara sendiri, jika ia melakukannya karena alasan itu dan tidak ada yang lain, itu harus di akui. "

Pācittiya 124.

Jika seorang Bhikkhuni yang duduk mengganggu pada suatu keluarga dengan makanannya, itu harus di akui.

Pācittiya 125.

Jika ada Bhikkhuni yang duduk secara pribadi di sebuah tempat duduk tersendiri dengan seorang pria, itu harus di akui.

Pācittiya 126.

Jika ada Bhikkhuni yang duduk secara pribadi, sendirian dengan seorang pria, itu harus di akui.

Bagian Kedua Belas: Bab tentang Makanan

Pācittiya 127.

Jika ada Bhikkhuni, yang di undang untuk makan dan tanpa meminta izin dari Bhikkhuni yang ada, pergi memanggil keluarga-keluarga sebelum atau sesudah makan, kecuali pada waktu yang tepat, itu harus di akui. Di sini waktu yang tepat adalah: waktu memberi jubah, waktu pembuatan jubah. Inilah waktu yang tepat di sini.

Pācittiya 128.

Seorang Bhikkhuni yang tidak sakit dapat menerima (memanfaatkan) sebuah undangan selama empat bulan untuk meminta kebutuhan-kebutuhan. Jika ia harus menerima (menggunakan) lebih lama dari itu—kecuali undangannya di perbarui atau permanen — itu harus di akui.

Pācittiya 129.

Jika ada Bhikkhuni yang pergi menemui tentara yang sedang bertugas, kecuali ada satu alasan yang sesuai, itu harus di akui.

Pācittiya 130.

Karena ada satu dan lain hal alasan bagi seorang Bhikkhuni untuk pergi ke seorang tentara, ia dapat tinggal dua atau tiga malam (berturut-turut) dengan tentara. Jika ia harus tinggal lebih lama dari itu, itu harus di akui.

Pācittiya 131.

Jika seorang Bhikkhuni yang tinggal dua atau tiga malam dengan tentara bila ia pergi ke suatu medan perang, barisan perang, pasukan dalam formasi perang, atau untuk melihat peninjauan unit (pertempuran), itu harus di akui.

Pācittiya 132.

Meminum alkohol atau minuman fermentasi itu harus di akui.

Pācittiya 133.

Menggelitik dengan jari-jari itu harus di akui.

Pācittiya 134.

Tindakan bermain air itu harus di akui.

Pācittiya 135.

Sikap tidak menghormati itu harus di akui.

Pācittiya 136.

Jika ada Bhikkhuni yang mencoba untuk menakut-nakuti Bhikkhuni lain, itu harus di akui.

Bagian Ketiga Belas: Bab tentang  Pergi Memanggil

Pācittiya 137.

Jika ada Bhikkhuni yang tidak sakit, berusaha menghangatkan dirinya, menyalakan sebuah api atau telah menyalakannya—kecuali ada alasan yang sesuai—itu harus di akui.

Pācittiya 138.

Jika ada Bhikkhuni yang mandi dengan jangka waktu kurang dari setengah bulan, kecuali pada waktu yang tepat, itu harus di akui. Di sini, kesempatan yang tepat adalah: bulan terakhir dan setengah musim panas, bulan pertama hujan, dua setengah bulan pada saat panas, suatu saat ketika demam; (juga) suatu saat ketika sakit; satu waktu ketika bekerja; suatu waktu untuk melakukan sebuah perjalanan; suatu waktu saat angin atau hujan. Ini adalah waktu yang tepat di sini.

Pācittiya 139.

Ketika seorang Bhikkhuni menerima jubah baru, salah satu dari tiga cara menodai dengan warna harus di terapkan: hijau, coklat, atau hitam. Jika seorang Bhikkhuni yang menggunakan suatu jubah baru tanpa menerapkan salah satu dari tiga cara menodai dengan warna itu, itu harus di akui.

Pācittiya 140.

Jika seorang Bhikkhuni, dengan dirinya sendiri setelah menempatkan kain-jubah di bawah kepemilikan bersama (vikappana) dengan seorang Bhikkhu, seorang Bhikkhuni, seorang wanita calon, seorang Sāmaṇera, atau seorang Sāmaṇeri, kemudian menggunakan kain itu tanpa kepemilikan bersama yang dicabut, itu harus di akui.

Pācittiya 141.

Jika ada Bhikkhuni yang menyembunyikan milik Bhikkhuni lain: mangkuk, jubah, kain duduk, kotak jarum, atau ikat pinggang—atau telah menyembunyikannya—bahkan sebagai sebuah candaan, itu harus di akui.

Pācittiya 142.

Jika ada Bhikkhuni yang secara sadar menghilangkan kehidupan satu binatang, itu harus di akui.

Pācittiya 143.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar menggunakan air dengan makhluk hidup di dalamnya, itu harus di akui.

Pācittiya 144.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar menghasut untuk membangkitkan kembali suatu masalah yang telah di tangani dengan benar, itu harus di akui.

Pācittiya 145.

Jika ada Bhikkhuni yang secara sadar dan dengan merencanakan perjalanan bersama dengan rombongan pencuri, bahkan untuk jangka waktu antara satu desa dan desa berikutnya, itu harus di akui.

Pācittiya 146.

Jika ada Bhikkhuni yang mengatakan demikian: 'Setelah saya memahami Dhamma yang di ajarkan oleh Sang Bhagavā, tindakan-tindakan demikian yang di katakan oleh Sang Bhagavā sebagai rintangan, ketika di lakukan bukanlah rintangan yang sebenarnya,' para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Janganlah berkata demikian, Ayya. Jangan salah memahami Sang Bhagavā, karena tidak baik untuk salah memahami Sang Bhagavā. Sang Bhagavā tidak akan mengatakan hal seperti itu. Dalam berbagai cara, Ayya, Sang Bhagavā telah menggambarkan tindakan-tindakan yang merintangi, dan ketika di lakukan mereka adalah rintangan yang sebenarnya. Dan seandainya Bhikkhuni itu, yang telah di tegur, sama seperti sebelumnya, para Bhikkhuni harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur hingga tiga kali oleh Bhikkhuni ia berhenti, itu bagus. Jika ia tidak berhenti, itu harus di akui.

Bagian Keempat Belas: Bab tentang Api

Pācittiya 147.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar mendampingi, bergabung dalam kumpulan, atau berbaring di penginapan yang sama dengan seorang Bhikkhuni yang menyatakan pandangan seperti itu, yang tidak bertindak sesuai dengan aturan, yang tidak meninggalkan pandangan itu, itu harus di akui.

Pācittiya 148.

Dan jika seorang Sāmaṇeri yang mengatakan demikian:'Setelah saya memahami Dhamma yang di ajarkan oleh Sang Bhagavā, tindakan-tindakan demikian yang dikatakan oleh Sang Bhagavā sebagai rintangan, ketika di lakukan bukanlah rintangan yang sebenarnya,' para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Janganlah berkata demikian, Sāmaṇeri. Jangan salah memahami Sang Bhagavā, karena tidak baik untuk salah memahami Sang Bhagavā. Sang Bhagavā tidak akan mengatakan hal seperti itu. Dalam berbagai cara, Ayya, Sang Bhagavā telah menggambarkan tindakan-tindakan yang merintangi, dan ketika di lakukan mereka adalah rintangan yang sebenarnya. Dan seandainya Sāmaṇeri itu, yang telah di tegur, sama seperti sebelumnya, para Bhikkhuni harus menegurnya demikian: 'Mulai dari hari ini, Sāmaṇeri, engkau tidak boleh mengklaim Sang Bhagavā sebagai gurumu, Juga engkau bahkan tidak memiliki kesempatan seperti yang di dapatkan oleh para Sāmaṇeri lain—yaitu berbagi penginapan dua atau tiga malam dengan para Bhikkhuni. Menjauhlah engkau! Keluar dari pandangan kami! 'Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar mendukungnya, menerima pelayanan darinya, mendampinginya, atau berbaring di penginapan yang sama dengan seorang Sāmaṇeri yang di usir, itu harus di akui.

Pācittiya 149.

Jika ada Bhikkhuni, yang dinasihati oleh para Bhikkhuni sesuai dengan aturan, mengatakan: 'Para Ayya, saya tidak akan melatih diri saya di bawah aturan pelatihan ini sampai saya telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hal ini kepada Bhikkhuni lain, berpengalaman dan terpelajar dalam Vinaya,' itu harus di akui. Para Bhikkhuni, (suatu aturan pelatihan) harus di pahami, harus di tanyakan tentangnya, harus di pertimbangkan. Ini adalah cara yang tepat di sini.

Pācittiya 150.

Jika ada Bhikkhuni yang, ketika Patimokkha sedang di ulang, mengatakan: 'Mengapa aturan pelatihan yang lebih kecil dan ringan ini di ulangi ketika mereka hanya menyebabkan kecemasan, gangguan dan kebingungan?', Kritik terhadap aturan pelatihan itu harus di akui.

Pācittiya 151.

Jika ada Bhikkhuni yang, ketika Patimokkha sedang dibacakan setiap setengah bulan, mengatakan: 'Baru saja telah saya dengar bahwa kasus ini, juga, di tuturkan dalam Patimokkha, termasuk di dalam Patimokkha, dan akan di bacakan setiap setengah bulan'; dan jika para Bhikkhuni lain seharusnya mengetahui: 'Bhikkhuni itu telah duduk dalam dua atau tiga pembacaan Patimokkha, jika tidak lebih dari itu, Bhikkhuni itu tidak dibebaskan karena tidak tahu. Apa pun pelanggaran yang telah ia lakukan, ia harus di tangani sesuai dengan aturan; dan sebagai tambahan, tipuannya harus di ungkapkan: 'Tidak ada keuntungan bagimu, Ayya, itu tidak baik, bahwa ketika Patimokkha sedang dibacakan, engkau tidak memperhatikan dengan benar dan tidak sepenuh hati.' Di sini penipuan itu harus di akui.

Pācittiya 152.

Jika ada Bhikkhuni yang, marah dan tidak senang, memberikan sebuah pukulan kepada seorang Bhikkhuni, itu harus di akui.

Pācittiya 153.

Jika ada Bhikkhuni yang, marah dan tidak senang, mengangkat tangannya terhadap seorang Bhikkhuni, itu harus di akui.

Pācittiya 154.

Jika ada Bhikkhuni yang menuntut seorang Bhikkhuni dengan sebuah (pelanggaran) Saṅghādisesa yang tidak berdasar, itu harus di akui.

Pācittiya 155.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sengaja memprovokasi kecemasan terhadap seorang Bhikkhuni (dengan berpikir): 'Dengan cara ini, bahkan untuk sesaat, ia tidak akan memiliki kedamaian'—jika ia melakukannya hanya untuk alasan ini dan tidak ada alasan lain—itu harus di akui.

Pācittiya 156.

Jika ada Bhikkhuni yang berdiri menguping pada para Bhikkhuni ketika mereka berdebat, bertengkar, dan berselisih (dengan berpikir): 'Saya akan mendengar apa yang mereka katakan'—jika ia melakukannya hanya untuk alasan ini dan tidak ada alasan lain—itu harus di akui.

Bagian Kelima Belas: Bab tentang Pandangan

Pācittiya 157.

Jika ada Bhikkhuni yang, setelah memberikan persetujuan (dengan perwakilan) untuk suatu tindakan formal yang di jalankan sesuai dengan aturan, kemudian mengeluh (tentang tindakan tersebut), itu harus di akui.

Pācittiya 158.

Jika ada Bhikkhuni yang, ketika diskusi panjang sedang di jalankan pada Saṅgha, bangkit dari tempat duduknya dan pergi tanpa memberikan persetujuan, itu harus di akui.

Pācittiya 159.

Jika ada Bhikkhuni yang, (bertindak sebagai bagian dari) suatu Saṅgha dalam kerukunan, memberikan kain jubah (kepada seorang Bhikkhuni secara perorangan) dan kemudian mengeluh, 'Para Bhikkhuni membagi perolehan Saṅgha berdasarkan dengan persahabatan', itu harus di akui.

Pācittiya 160.

Jika ada Bhikkhuni yang dengan sadar mengalihkan suatu perolehan pribadi yang telah di peruntukan untuk Sangha, itu harus di akui.

Pācittiya 161.

Jika ada Bhikkhuni yang mengambil atau memiliki (benda milik seseorang) mengambil sesuatu yang berharga atau apa yang di anggap berharga, kecuali di dalam suatu Vihara atau di dalam suatu tempat tinggal, itu harus di akui. Tetapi ketika seorang Bhikkhuni telah mengambil atau memiliki (benda milik seseorang) mengambil sesuatu yang berharga atau apa yang di anggap berharga (yang tertinggal) di suatu Vihara atau di suatu tempat tinggal, ia harus menyimpannya, (dengan berpikir,) 'Siapapun pemiliknya akan (datang dan) mengambilnya. 'Ini adalah cara yang tepat di sini.

Pācittiya 162.

Jika ada Bhikkhuni yang memiliki sebuah kotak jarum yang terbuat dari tulang, gading, atau tanduk, itu harus di rusak dan di akui.

Pācittiya 163.

Ketika seorang Bhikkhuni sedang membuat sebuah tempat tidur atau bangku baru, itu harus memiliki kaki-kaki (paling banyak) delapan ruas jari panjangnya—menggunakan ruas jari Sugata—tidak termasuk bagian bawah kerangka. Lebih dari itu, itu harus di potong dan di akui.

Pācittiya 164.

Jika ada Bhikkhuni yang memiliki tempat tidur atau bangku yang di lapisi, (pelapisnya) itu harus di sobek dan di akui.

Pācittiya 165.

Ketika seorang Bhikkhuni membuat sebuah kain untuk penyakit kulit, itu harus di buat sesuai dengan ukuran. Di sini standarnya adalah: empat jengkal tangan Sugata untuk panjangnya, dua jengkal tangan untuk lebarnya (sekitar 100 x 50 cm). Jika lebih dari itu, itu harus di potong dan di akui.

Pācittiya 166.

Jika ada Bhikkhuni yang memiliki sebuah jubah yang berukuran jubah Sugata atau lebih besar, itu harus di potong dan di akui. Di sini, ukuran jubah Sugata adalah: sembilan jengkal tangan—menggunakan jengkal tangan Sugata—untuk panjangnya, enam jengkal tangan lebarnya (sekitar 225 x 150 cm). Ini adalah ukuran jubah Sugata.

Bagian Keenam Belas: Bab tentang Sesuai dengan Aturan

Telah dibacakan, para Ayya, adalah seratus enam puluh enam hal yang menyebabkan pengakuan. Di sini saya bertanya kepada para Ayya: Apakah anda murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Ketiga kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Para Ayya murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi saya mengingatnya.

Bagian Pācittiyā telah selesai.

Pembacaan Bagian Pāṭidesanīyā

Sekarang, para Ayya, inilah delapan hal yang harus di akui akan segera di bacakan.

Pāṭidesanīyā 1.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, meminta ghee dan mengkonsumsinya, ia harus mengakuinya: Ayya, saya telah melakukan suatu tindakan yang patut di cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Saya mengakuinya.

Pāṭidesanīyā 2.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, meminta minyak wijen dan mengkonsumsinya, ia harus mengakuinya: Ayya, saya telah melakukan suatu tindakan yang patut di cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Saya mengakuinya.

Pāṭidesanīyā 3.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, meminta madu dan mengkonsumsinya, ia harus mengakuinya: Ayya, saya telah melakukan suatu tindakan yang patut di cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Saya mengakuinya.

Pāṭidesanīyā 4.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, meminta gula/ air tebu dan mengkonsumsinya, ia harus mengakuinya: Ayya, saya telah melakukan suatu tindakan yang patut di cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Saya mengakuinya.

Pāṭidesanīyā 5.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, meminta ikan dan mengkonsumsinya, ia harus mengakuinya: Ayya, saya telah melakukan suatu tindakan yang patut di cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Saya mengakuinya.

Pāṭidesanīyā 6.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, meminta daging dan mengkonsumsinya, ia harus mengakuinya: Ayya, saya telah melakukan suatu tindakan yang patut di cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Saya mengakuinya.

Pāṭidesanīyā 7.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, meminta susu dan mengkonsumsinya, ia harus mengakuinya: Ayya, saya telah melakukan suatu tindakan yang patut dicela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Saya mengakuinya.

Pāṭidesanīyā 8.

Jika ada Bhikkhuni yang, tidak sedang sakit, meminta dadih dan mengkonsumsinya, ia harus mengakuinya: Ayya, saya telah melakukan suatu tindakan yang patut di cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Saya mengakuinya.

Telah dibacakan, para Ayya, adalah delapan hal pengakuan yang harus di akui. Di sini saya bertanya kepada para Ayya: Apakah anda murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Ketiga kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Para Ayya murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi saya mengingatnya.

Bagian Pāṭidesanīyā telah selesai.

Pembacaan Bagian Sekhiyā

Sekarang, para Ayya, inilah aturan-aturan pelatihan akan segera di bacakan.

Sekhiyā 1.

Saya akan mengenakan jubah bawah yang menutupi sekitar (tubuh saya): inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 2.

Saya akan mengenakan jubah atas yang menutupi sekitar (tubuh saya): inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 3.

Saya akan berjalan dengan jubah tertutup rapi di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 4.

Saya akan duduk dengan jubah tertutup rapi di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 5.

Saya akan berjalan dengan pengendalian diri yang baik di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 6.

Saya akan duduk dengan pengendalian diri yang baik di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 7.

Saya akan berjalan dengan mata memandang kebawah di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 8.

Saya akan duduk dengan mata memandang kebawah di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 9.

Saya tidak akan berjalan dengan jubah yang di angkat ke atas di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 10.

Saya tidak akan duduk dengan jubah yang diangkat ke atas di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 11.

Saya tidak akan berjalan dengan tertawa keras di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 12.

Saya tidak akan duduk dengan tertawa keras di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 13.

Saya akan berjalan (dengan berbicara) menggunakan suara rendah di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 14.

Saya akan duduk (dengan berbicara) menggunakan suara rendah di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 15.

Saya tidak akan berjalan dengan menggoyangkan tubuh di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 16.

Saya tidak akan duduk dengan menggoyangkan tubuh di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 17.

Saya tidak akan berjalan dengan menggoyangkan lengan di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 18.

Saya tidak akan duduk dengan menggoyangkan lengan di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 19.

Saya tidak akan berjalan dengan menggoyangkan kepala di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 20.

Saya tidak akan duduk dengan menggoyangkan kepala di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 21.

Saya tidak akan berjalan dengan tangan bertolak pinggang di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 22.

Saya tidak akan duduk dengan tangan bertolak pinggang di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 23.

Saya tidak akan berjalan dengan kepala tertutup di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 24.

Saya tidak akan duduk dengan kepala tertutup di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 25.

Saya tidak akan berjinjit atau berjalan hanya dengan tumit di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 26.

Saya tidak akan duduk dengan merangkul lutut di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Bagian Pertama: Dua Puluh Enam Hal Sehubungan dengan Tingkah Laku yang Sesuai

Sekhiyā 27.

Saya akan menerima dana makanan dengan penuh penghargaan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 28.

Saya akan menerima dana makanan dengan perhatian tertuju pada mangkuk: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 29.

Saya akan menerima dana makanan dengan kari kacang dalam perbandingan (4 nasi : 1 kari) yang tepat: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 30.

Saya akan menerima dana makanan hingga sebatas ujung (mangkuk): inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 31.

Saya akan memakan dana makanan dengan penuh penghargaan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 32.

Saya akan memakan dana makanan dengan perhatian tertuju pada mangkuk: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 33.

Saya akan memakan dana makanan  sesuai prosedur (mengambil suapan dari ujung): inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 34.

Saya akan memakan dana makanan dengan kari kacang dalam perbandingan (4 nasi : 1 kari) yang tepat: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 35.

Saya tidak akan memakan dana makanan dengan mengambil suapan dari suatu tumpukan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 36.

Saya tidak akan menyembunyikan kari kacang dan makanan-makanan dengan nasi karena suatu keinginan untuk mendapatkan lebih banyak: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 37.

Tidak sedang sakit, saya tidak akan makan nasi atau kari kacang yang saya minta untuk diri saya sendiri: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 38.

Saya tidak akan melihat mangkuk orang lain dengan tujuan untuk mencari kesalahan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 39.

Saya tidak akan mengambil sebuah suapan besar: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 40.

Saya akan membuat sebuah suapan yang bulat: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 41.

Saya tidak akan membuka mulut ketika suapan belum sampai ke sana: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 42.

Saya tidak akan memasukkan seluruh tangan ke mulut ketika makan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 43.

Saya tidak akan berbicara dengan mulut penuh makanan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 44.

Saya tidak akan makan dari bola-bola makanan yang diangkat: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 45.

Saya tidak akan makan dengan mengunyah banyak suapan makanan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 46.

Saya tidak akan makan dengan menggembungkan pipi: sinilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 47.

Saya tidak akan makan dengan menggoyangkan tangan (untuk melepaskan makanan): inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 48.

Saya tidak akan makan dengan nasi yang berserakan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 49.

Saya tidak akan makan dengan menjulurkan lidah: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 50.

Saya tidak akan makan menghasilkan bunyi kecapan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 51.

Saya tidak akan makan membuat sebuah suara menghirup: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 52.

Saya tidak akan makan dengan menjilati tangan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 53.

Saya tidak akan makan dengan menjilati mangkuk: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 54.

Saya tidak akan makan dengan menjilati bibir: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 55.

Saya tidak akan menerima sebuah wadah air dengan sebuah tangan kotor oleh makanan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 56.

Saya tidak akan, di suatu daerah yang berpenghuni, membuang air cucian mangkuk yang terdapat nasi di dalamnya: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Bagian Kedua: Tiga Puluh Hal Sehubungan dengan Makanan

Sekhiyā 57.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang dengan payung di tangannya dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 58.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang dengan sebuah tongkat di tangannya dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 59.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang dengan sebuah pisau di tangannya dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 60.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang dengan sebuah senjata di tangannya dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 61.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang mengenakan sepatu non-kulit dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 62.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang mengenakan sepatu kulit dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 63.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang didalam sebuah kendaraan dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 64.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang berbaring dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 65.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang duduk merangkul lututnya dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 66.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang memakai tutup kepala dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 67.

Saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang kepalanya di tutupi (dengan sebuah jubah atau syal) dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 68.

Ketika sedang duduk di tanah, saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang duduk di kursi dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 69.

Ketika sedang duduk di tempat duduk yang rendah, saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang duduk di kursi tinggi dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 70.

Ketika sedang berdiri, saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang duduk dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 71.

Ketika sedang berjalan di belakang, saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang berjalan di depan dan ia tidak sakit:inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 72.

Ketika sedang berjalan di bahu sebuah jalan, saya tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang berjalan di dalam jalan dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Bagian Ketiga: Enam Belas Hal Sehubungan dengan Mengajarkan Dhamma

Sekhiyā 73.

Tidak sedang sakit, saya tidak akan buang air besar atau buang air kecil ketika berdiri: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 74.

Tidak sedang sakit, saya tidak akan buang air besar, buang air kecil, atau meludah pada tanaman-tanaman hidup: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Sekhiyā 75.

Tidak sedang sakit, saya tidak akan buang air besar, buang air kecil, atau meludah pada air: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.

Bagian Keempat: Tiga Hal Aturan-aturan Lainnya

Telah di bacakan, para Ayya, adalah aturan-aturan pelatihan. Di sini saya bertanya kepada para Ayya: Apakah anda murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Ketiga kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Para Ayya murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi saya mengingatnya.

Bagian Sekhiyā telah selesai.

Pembacaan Bagian Adhikaraṇasamathā

Sekarang, para Ayya, inilah tujuh hal untuk penyelesaian masalah akan segera di bacakan.

Adhikaraṇasamathā 1.

Sebuah keputusan dalam pertemuan dapat di berikan.

Adhikaraṇasamathā 2.

Sebuah keputusan dari ingatan dapat di berikan.

Adhikaraṇasamathā 3.

Sebuah keputusan dari gangguan kejiwaan sebelumnya dapat di berikan.

Adhikaraṇasamathā 4.

Tindakan sehubungan dengan pengkuan.

Adhikaraṇasamathā 5.

Tindakan sehubungan dengan mayoritas.

Adhikaraṇasamathā 6.

Tindakan sehubungan dengan kesalahan pelaku lebih jauh.

Adhikaraṇasamathā 7.

Menutupi dengan rumput.

Telah di bacakan, para Ayya, adalah tujuh hal untuk penyelesaian masalah. Di sini saya bertanya kepada para Ayya: Apakah anda murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Ketiga kalinya saya bertanya: Apakah anda murni dalam hal ini? Para Ayya murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi saya mengingatnya.

Bagian Adhikaraṇasamathā telah selesai.

Kesimpulan

Telah di bacakan, para Ayya, adalah kata pengantar, di bacakan delapan hal yang menyebabkan kekalahan, di bacakan tujuh belas hal [yang menyebabkan] [persidangan] awal dan selanjutnya dari Saṅgha, di bacakan tiga puluh hal ini menyebabkan pengakuan dengan penyitaan barang, di bacakan seratus enam puluh enam hal yang menyebabkan pengakuan, di bacakan delapan hal yang harus di akui, di bacakan aturan-aturan pelatihan, di bacakan tujuh hal untuk penyelesaian masalah. Begitu banyak, yang di turunkan di dalam Sutta Sang Bhagavā, yang terkandung di dalam Sutta, akan di bacakan setiap setengah bulan. Di sini semua itu untuk berelatih – bersama, dalam kesepakatan, tidak berselisih.

Pembacaan bagian; Bagian ke empat.

Bhikkhunī Pātimokkha telah selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tibetan Udānavarga

  Udānavarga ini dikompilasikan oleh Dharmatrāta. Diterjemahkan ke dalam bahasa Tibet oleh Pandita dari India bernama Vidyaprabhakara dan Lo...