Minggu, 01 September 2019

Therigatha (Versi Bhante Sujato)

Therigatha ini berasal dari terjemahan Inggris milik Bhante Sujato. Saya (Arya Karniawan) yang menerjemahkan Therigatha ini. Therigatha ini juga sudah dipublikasikan ke Suttacentral (https://suttacentral.net/thig1.1/id/karniawan) Copyright Therigatha ini mengikuti versi Suttacentral:
Translated for SuttaCentral by Arya Karniawan2019.
Diterjemahkan dari teks milik Bhante Sujato.
Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.
Prepared for SuttaCentral by Aminah Borg-Luck.

Thig 1.1 Seorang Bhikkhuni yang Tidak Disebutkan Namanya

Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna!

Tidurlah dengan lembut, Bhikkhuni kecil,
Terbungkus pakaian yang engkau jahit sendiri;
Untuk keinginanmu yang telah padam,
Seperti sayuran rebus yang mengering di dalam panci.

Demikianlah syair ini dibacakan oleh seorang Bhikkhuni yang tidak disebutkan namanya.

Thig 1.2 Muttā

Muttā, jadilah terbebas dari belenggu-belenggumu,
Seperti bulan yang terbebas dari cengkeraman Rāhu, Sang gerhana.
Ketika pikiranmu terbebas,
Nikmatilah derma makanmu yang terbebas dari hutang.

Demikianlah Sang Buddha biasanya menasehati Bhikkhuni Muttā yang sedang berlatih dengan syair-syair ini.

Thig 1.3 Puṇṇā

Puṇṇā, jadilah penuh dengan kualitas-kualitas baik,
Seperti bulan pada hari kelima belas.
Ketika kebijaksanaanmu telah penuh,
Hancurkanlah kumpulan kegelapan.

Demikianlah syair ini dibacakan oleh Bhikkhuni Puṇṇā Therī.

Thig 1.4 Tissā

Tissā, berlatihlah dalam latihan—
Jangan biarkan latihan berlalu begitu saja.
Terlepas dari seluruh kemelekatan,
Hiduplah dalam dunia yang bebas dari kekotoran batin.

Thig 1.5 Tissā yang Lain

Tissā, teguhkan dirimu pada kualitas-kualitas baik—
Jangan biarkan saat itu berlalu begitu saja.
Karena jika engkau melewatkan saatmu,
Engkau akan bersedih ketika engkau dikirim ke neraka.

Thig 1.6 Dhīrā

Dhīrā, sentuhlah penghentian,
Ketenangan persepsi yang penuh kebahagiaan.
Menangkanlah pemadaman,
Perlindungan yang tertinggi.

Thig 1.7 Vīrā

Ia dikenal sebagai Vīrā karena kualitas kepahlawanannya,
Seorang Bhikkhuni dengan indriya terkembang.
Ia membawa tubuh terakhirnya,
Setelah menaklukkan Māra dan kendaraannya.

Thig 1.8 Mittā (Pertama)

Setelah meninggalkan keduniawian karena keyakinan,
Hargailah teman-teman spiritualmu, Mittā.
Kembangkanlah kualitas-kualitas yang terampil
Demi menemukan perlindungan.

Thig 1.9 Bhadrā

Setelah meninggalkan keduniawian karena keyakinan,
Hargailah keuntunganmu, Bhadrā.
Kembangkanlah kualitas-kualitas yang terampil
Demi perlindungan yang tertinggi.

Thig 1.10 Upasamā

Upasamā, seberangilah banjir,
Jangkauan kematian begitu sulit untuk dilampaui.
Ketika engkau telah menaklukkan Māra dan kendaraannya,
Bawalah tubuh terakhirmu.

Thig 1.11 Muttā (Kedua)

Aku terbebas dengan baik, terbebas dengan sangat baik,
Terbebas dari tiga hal yang membungkukkanku:
Lesung, penumbuk,
Dan suamiku yang bungkuk.
Aku terbebas dari kelahiran dan kematian;
Kemelekatan pada kelahiran kembali telah dimusnahkan.

Thig 1.12 Dhammadinnā

Ia yang bersemangat dan tekun
Yang dipenuhi dengan perhatian.
Ia yang pikirannya tidak terikat dengan kenikmatan indria
Dikatakan pergi melawan arus.

Thig 1.13 Visākhā

Penuhilah instruksi Sang Buddha,
Setelah itu engkau tidak akan menyesal.
Setelah dengan cepat mencuci kakimu,
Duduklah di tempat terasing untuk bermeditasi.

Thig 1.14 Sumanā

Setelah melihat unsur-unsur sebagai penderitaan,
Janganlah menjadi terlahir kembali.
Saat engkau membuang keinginan untuk terlahir kembali,
Engkau akan hidup dengan damai.

Thig 1.15 Uttarā (Pertama)

Aku telah terkendali
Dalam tubuh, ucapan, dan pikiran.
Setelah mencabut akar nafsu dan segalanya,
Aku mendingin dan padam.

Thig 1.16 Sumanā, yang Terlambat Meninggalkan Keduniawian dalam Hidupnya

Tidurlah dengan lembut, wanita tua,
Terbungkus pakaian yang engkau jahit sendiri;
Untuk keinginanmu yang telah padam,
Engkau telah mendingin dan padam.

Thig 1.17 Dhammā

Aku mengembara untuk derma makanan
Walaupun terlihat lemah, bersandar pada sebilah tongkat.
Tangan dan kakiku gemetar
Dan aku terjatuh ke tanah tepat di sana.
Melihat bahaya dari tubuh,
Pikiranku terbebaskan.

Thig 1.18 Saṃghā

Setelah meninggalkan rumahku, anakku, ternakku,
Dan semua yang aku cintai, aku pergi meninggalkan keduniawian.
Setelah meninggalkan keinginan dan kebencian,
Setelah menghalau ketidaktahuan,
Dan setelah mencabut nafsu, akar dan segalanya,
Aku telah padam dan damai.
                                                              
Bab pertama telah selesai.

Thig 2.1 Abhīrupanandā

Nandā, lihatlah kantong tulang-belulang ini sebagai
Penyakit, kotor, dan busuk.
Dengan pikiran menyatu dan tenang,
Renungkanlah aspek keburukan dari tubuh.

Renungkanlah yang tak bertanda,
Lepaskanlah kecenderungan yang mendasari kesombongan;
Dan ketika engkau memahami kesombongan,
Engkau akan hidup dengan damai.

Demikianlah Sang Buddha biasanya menasehati Bhikkhuni Nandā Therī dengan syair-syair ini.

Thig 2.2 Jentā

Dari tujuh faktor pencerahan,
Jalan untuk mencapai pemadaman,
Aku telah mengembangkan semuanya,
Seperti yang Sang Buddha ajarkan.

Karena aku telah melihat Sang Bhagavā,
Dan kantong tulang-belulang ini adalah yang terakhir bagiku.
Transmigrasi kelahiran telah selesai,
Sekarang tidak ada lagi kehidupan di masa depan.

Demikianlah syair-syair ini dibacakan oleh Bhikkhuni Jentā Therī.

Thig 2.3 Ibu Sumaṅgala

Aku terbebas dengan baik, terbebas dengan baik,
Terbebas dengan sangat baik!
Angin penumbukku yang tak kenal malu berhembus;
Panci kecilku meliuk seperti seekor belut.

Sekarang, sehubungan dengan keserakahan dan kebencian:
Aku menghanguskan mereka dan mendesiskan mereka.
Setelah pergi ke akar sebuah pohon,
Aku bermeditasi dengan bahagia, dengan berpikir, "Oh, betapa bahagianya!"

Thig 2.4 Aḍḍhakāsi

Harga untuk pelayananku
Sebesar negara Kāsi.
Dengan menetapkan harga itu,
Penduduk kota membuatku sangat berharga.

Kemudian, muncul kekecewaan dengan bentukku,
Aku menjadi tidak bergairah.
Jangan bepergian terus menerus,
Melalui transmigrasi kelahiran kembali!
Aku telah merealisasikan tiga pengetahuan,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Thig 2.5 Cittā

Meskipun aku kurus,
Sakit, dan sangat lemah,
Aku mendaki gunung,
Bersandar pada sebilah tongkat.

Setelah meletakkan jubah luarku,
Dan membalikkan mangkukku,
Menopang diriku pada sebuah batu,
Aku menghancurkan kumpulan kegelapan.

Thig 2.6 Mettikā

Meskipun sedang sakit,
Lemah, kemudaanku telah lama pergi,
Aku mendaki gunung,
Bersandar pada sebilah tongkat.

Setelah meletakkan jubah luarku,
Dan membalikkan mangkukku,
Duduk pada sebuah batu,
Pikiranku telah terbebaskan.
Aku telah mencapai tiga pengetahuan,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Thig 2.7 Mittā (Kedua)

Aku bersenang dalam kumpulan para dewa,
Setelah menjalani hari Uposatha
Lengkap dengan delapan faktor,
Pada hari keempat belas dan kelima belas,

Dan hari kedelapan dwi mingguan,
Maupun pada peringatan dwi mingguan khusus.
Hari ini aku hanya makan sekali sehari,
Kepalaku tercukur, aku memakai jubah luar.
Aku tidak lagi bersenang dalam kumpulan para dewa,
Karena kesedihan telah disingkirkan dari batinku.

Thig 2.8 Ibu Abhayā

Ibuku yang kusayang, aku memeriksa tubuh ini,
Naik dari telapak kaki,
Dan turun dari ujung rambut,
Begitu tidak murni dan berbau busuk.

Dengan merenungkan demikian,
semua nafsuku dihilangkan.
Demam hasratku terpotong,
Aku mendingin dan padam.

Thig 2.9 Abhayā

Abhayā, tubuh ini sangatlah rapuh,
Namun orang-orang awam melekat padanya.
Aku akan membaringkan tubuh ini,
Dengan penuh perhatian dan kewaspadaan.

Meskipun diserang begitu banyak hal yang menyakitkan,
Aku dengan, melalui bersenang dalam ketekunanku,
Mencapai akhir dari nafsu keinginan,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Thig 2.10 Sāmā

Empat atau lima kali
Aku meninggalkan kediamanku.
Aku telah gagal menemukan kedamaian batin,
Atau kendali apa pun atas pikiranku.
Sekarang adalah malam kedelapan
Sejak nafsu keinginan telah dilenyapkan.

Meskipun diserang begitu banyak hal yang menyakitkan,
Aku dengan, melalui bersenang dalam ketekunanku,
Mencapai akhir dari nafsu keinginan,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Bab kedua telah selesai.

Thig 3.1 Sāmā Lainnya

Dalam dua puluh lima tahun
Sejak aku meninggalkan keduniawian,
Aku tidak mengingat bahwa aku pernah menemukan
Ketenangan dalam pikiranku.

Aku telah gagal menemukan kedamaian batin,
Atau kendali apa pun atas pikiranku.
Ketika aku mengingat instruksi Sang Penakluk,
Aku terpukul dengan rasa keterdesakan.

Meskipun diserang begitu banyak hal menyakitkan,
Aku dengan, melalui bersenang dalam ketekunanku,
Mencapai akhir dari nafsu keinginan,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.
Ini adalah hari ketujuh
Sejak nafsu keinginanku mengering.

Thig 3.2 Uttamā

Empat atau lima kali
Aku meninggalkan kediamanku.
Aku telah gagal menemukan kedamaian batin,
Atau kendali apa pun atas pikiranku.

Aku mendekati seorang Bhikkhuni
Padanya aku memiliki keyakinan.
Ia mengajariku Dhamma:
Kelompok kehidupan, bidang indria, dan unsur-unsur.

Ketika aku mendengar ajarannya,
Sesuai dengan instruksinya,
Aku duduk selama tujuh hari dalam postur yang sama,
Didedikasikan pada kegembiraan dan kebahagiaan.
Pada hari kedelapan aku merenggangkan kakiku,
Setelah menghancurkan kumpulan kegelapan.

Thig 3.3 Uttamā Lainnya

Dari tujuh faktor pencerahan,
Jalan untuk mencapai pemadaman,
Aku telah mengembangkan semuanya,
Seperti yang Sang Buddha ajarkan.

Aku mencapai Samādhi kekosongan
Dan tanpa gambaran kapan pun aku mau.
Aku adalah putri Sang Buddha yang sebenarnya,
Selalu bersenang dalam pemadaman.

Semua kenikmatan indria telah terputus,
Baik manusia ataupun surgawi.
Transmigrasi kelahiran telah selesai,
Sekarang tidak ada lagi kehidupan di masa depan.

Thig 3.4 Dantikā

Meninggalkan saat meditasi siangku
Di Puncak Gunung Gijjhakūṭa,
Aku melihat seekor gajah di tepi sungai
Baru saja keluar dari pemandiannya.

Seorang pria, mengambil tongkat dengan kail,
Bertanya kepada gajah itu, "Berikan aku kakimu."
Gajah itu menunjukkan kakinya,
Dan pria itu menungganginya.

Melihat binatang buas itu begitu jinak,
Tunduk pada kendali manusia,
Pikiranku menjadi tenang:
Itulah mengapa aku pergi ke hutan!

Thig 3.5 Ubbirī

“Engkau menangis, 'Tolong tetaplah hidup!’ di hutan.
Ubbirī, kendalikanlah dirimu!
Delapan puluh empat ribu orang,
Semua disebut 'makhluk hidup',
Telah terbakar di tanah perkuburan ini:
Siapakah yang kau tangisi?”

"Oh! Karena engkau telah mencabut anak panah dariku,
Yang amat sulit untuk dilihat, tersembunyi di dalam batin.
Engkau telah menghilangkan kesedihan pada putriku
Di mana aku pernah terpuruk.

Hari ini aku telah mencabut anak panah,
Aku tanpa kelaparan, padam.
Aku pergi berlindung kepada orang bijak itu, Sang Buddha,
Kepada ajaranNya, dan kepada Saṅgha."

Thig 3.6 Sukkā

"Ada apa dengan orang-orang di Rājagaha?
Mereka terjatuh seolah-olah mereka sedang meminum Madhu!
Mereka tidak menemui Sukkā
Saat ia mengajarkan instruksi Sang Buddha.

Tetapi mereka yang bijaksana—
Mereka seolah-olah meminumnya,
Begitu menarik, lezat dan bergizi,
Seperti pengembara yang menikmati awan yang sejuk.”

"Ia dikenal sebagai Sukkā karena kualitasnya yang cerah,
Bebas dari keserakahan, tenang.
Ia membawa tubuh terakhirnya,
Setelah menaklukkan Māra dan kendarannya.”

Thig 3.7 Selā

"Tidak ada jalan terbebas dari dunia,
Lalu apakah yang akan keterasingan berikan kepadamu?
Nikmatilah bersenang dalam kenikmatan indria;
Jangan menyesalinya kemudian."

“Kenikmatan indria adalah seperti pedang dan tombak
Kelompok kehidupan adalah talenan mereka.
Apa yang engkau sebut kesenangan indriawi
Sekarang tidaklah menyenangkan bagiku.

Kesenangan telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau telah dikalahkan, Māra!"

Thig 3.8 Somā

“Keadaan itu sangat menantang;
Bagi mereka yang bijaksana untuk mencapainya.
Itu tidak mungkin bagi seorang wanita,
Dengan kebijaksanaan dua jarinya."

“Apa bedanya bagi para wanita
Ketika pikiran menjadi tenang,
Dan pengetahuan muncul
Ketika engkau dengan benar memahami Dhamma.

Kesenangan telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau telah dikalahkan, Māra!"

Bab ketiga telah selesai.

Thig 4.1 Bhaddā Kāpilānī

Kassapa adalah putra dan pewaris Sang Buddha,
Yang pikirannya berendam dalam samādhi.
Ia tahu kehidupan lampaunya,
Ia melihat surga dan tempat kejatuhan,

Dan telah mencapai akhir kelahiran:
Orang bijaksana itu memiliki penglihatan yang sempurna.
Semua itu karena tiga pengetahuannya
Brāhmaṇa itu adalah penguasa dari tiga pengetahuan.

Dengan cara yang sama, Bhaddā Kāpilānī
Adalah penguasa tiga pengetahuan, penghancur kematian.
Ia membawa tubuh terakhirnya,
Setelah menaklukkan Māra dan kendaraannya.

Melihat bahaya dari dunia,
Kami berdua pergi meninggalkan keduniawian.
Sekarang kami telah dijinakkan, kekotoran batin kami telah berakhir;
Kami menjadi dingin dan padam.

Bab keempat telah selesai.

Thig 5.1 Seorang Bhikkhuni yang Tidak Disebutkan Namanya (Kedua)

Dalam dua puluh lima tahun
Sejak aku pergi meninggalkan keduniawian
Aku tidak menemukan ketenangan pikiran,
Bahkan selama sejentikan-jari.

Gagal dalam menemukan kedamaian batin,
Rusak oleh keinginan indria,
Aku menangis dengan tangan memukul-mukul
Saat aku memasuki tempat kediaman.

Aku mendekati seorang Bhikkhuni
Padanya aku memiliki keyakinan.
Ia mengajariku Dhamma:
Kelompok kehidupan, bidang indria, dan unsur-unsur.

Ketika aku mendengar ajarannya,
Aku kembali ke tempat terasing.
Aku mengtahui kehidupan lampauku;
Mata dewa ku dimurnikan;

Aku memahami pikiran makhluk lain;
Telinga dewa ku dimurnikan;
Aku telah merealisasikan kesaktian batin,
Dan mencapai akhir dari kekotoran batin.
Aku telah merealisasikan enam jenis pengetahuan langsung,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Thig 5.2 Vimalā, Sang Mantan Pelacur

Mabuk oleh penampilanku,
Bentuk tubuhku, kecantikanku, reputasiku,
Dan karena kemudaanku,
Aku memandang rendah wanita lain.

Aku menghiasi tubuh ini,
Begitu mewah, didekuti oleh orang-orang bodoh,
Dan berdiri di pintu tempat pelacuran,
Seperti seorang pemburu yang memasang jerat.

Aku telanjang untuk mereka,
Mengungkapkan banyak harta karunku.
Menciptakan sebuah ilusi yang rumit,
Aku tertawa, menggoda pria-pria itu.

Hari ini, setelah berkeliling untuk derma makan,
Kepalaku tercukur, mengenakan jubah luar,
Aku duduk di akar pohon untuk bermeditasi;
Aku memperoleh kebebasan dari pikiran.

Semua belenggu telah terpotong,
Baik manusia ataupun surgawi.
Setelah memusnahkan semua kekotoran batin,
Aku menjadi dingin dan padam.

Thig 5.3 Sīhā

Karena memperhatikan yang tidak semestinya,
Aku tersiksa oleh nafsu kenikmatan indria.
Aku gelisah di masa lampau,
Kurangnya kendali atas pikiranku.

Dikalahkan oleh kebusukan,
Mengejar persepsi yang indah,
Aku tidak memperoleh kedamaian pikiran.
Di bawah pengaruh pikiran penuh nafsu,

Kurus, pucat, dan lemah,
Selama tujuh tahun aku mengembara,
Penuh dengan kesakitan,
Tidak menemukan kebahagiaan baik siang atau malam.

Mengambil seikat tali
Aku masuk jauh ke dalam hutan, dengan berpikir:
"Lebih baik aku menggantung diri
Daripada aku kembali ke kehidupan rendah."

Aku membuat simpul yang kuat
Dan mengikatnya ke dahan pohon.
Meletakannya di leherku,
Pikiranku telah terbebas.

Thig 5.4 Sundarīnandā

Nandā, lihatlah kantong tulang-belulang ini sebagai
Penyakit, kotor, dan busuk.
Dengan pikiran menyatu dan tenang,
Renungkanlah aspek keburukan dari tubuh:

Seperti ini, begitu juga itu,
Seperti itu, begitu juga ini.
Bau busuk keluar dari itu,
Itu adalah kesenangan orang-orang bodoh."

Melihat tubuhku seperti demikian,
Tanpa lelah sepanjang siang dan malam,
Setelah menembusnya
Dengan kebijaksanaanku sendiri, aku melihatnya.

Dengan ketekunan,
Menyelidiki dengan benar,
Aku benar-benar melihat tubuh itu
Baik di dalam maupun di luar.

Kemudian, timbul kekecewaan terhadap tubuhku,
Aku menjadi tidak tertarik padanya.
Tekun, terlepas,
Aku padam dan tenang.

Thig 5.5 Nanduttarā

Di masa lampau aku memuja api suci,
Bulan, matahari, dan para dewa.
Setelah pergi ke dalam sungai,
Aku masuk ke dalam air.

Mengambil banyak ikrar,
Aku mencukur setengah kepalaku.
Menyiapkan tempat tidur di tanah,
Aku tidak makan saat malam.

Aku menyukai ornamen dan dekorasiku;
Dan dengan berendam dan pijatan-minyak,
Aku memanjakan tubuh ini,
Tersiksa oleh nafsu kenikmatan indria.

Namun kemudian aku memperoleh keyakinan,
Dan pergi menuju kehidupan tanpa rumah.
Benar-benar melihat tubuh,
Nafsu kenikmatan indria telah dihilangkan.

Semua kelahiran kembali terputus,
Keinginan dan aspirasi juga.
Terlepas dari semua kemelekatan,
Aku mencapai kedamaian batin.

Thig 5.6 Mittākāḷī

Setelah meninggalkan keduniawian karena keyakinan
Dari kehidupan rumah tangga menuju tanpa rumah,
Aku mengembara ke sana-sini,
Iri pada perolehan dan kehormatan.

Mengabaikan tujuan tertinggi,
Aku mengejar yang terendah.
Di bawah pengaruh kebusukan,
Aku tidak pernah mengetahui tujuan hidup seorang pertapa.

Aku terpukul dengan rasa keterdesakan
Ketika aku sedang duduk di gubukku:
"Aku berjalan di jalan yang salah,
Di bawah pengaruh nafsu.

Kehidupanku singkat,
Dihancurkan oleh usia tua dan penyakit.
Sebelum tubuh ini hancur,
Tidak ada waktu bagiku untuk menjadi lalai."

Aku mengamati sesuai dengan kenyataan
Kemunculan dan keruntuhan dari kelompok-kelompok kehidupan.
Aku berdiri dengan pikiran yang terbebas,
Setelah memenuhi instruksi Sang Buddha.

Thig 5.7 Sakulā

Ketika sedang di rumah
Aku mendengar Dhamma dari seorang Bhikkhu.
Aku melihat Dhamma yang tanpa noda,
Pemadaman, keadaan tanpa kematian.

Meninggalkan putra dan putriku,
Harta dan berasku,
Aku memotong rambutku,
Dan pergi menuju kehidupan tanpa rumah.

Sebagai seorang Bhikkhuni yang berlatih,
Aku mengembangkan jalan yang lurus.
Aku meninggalkan keserakahan dan kebencian,
Bersama dengan kekotoran batin yang melekat.

Ketika aku ditahbiskan sepenuhnya sebagai Bhikkhuni,
Aku mengingat kembali kehidupan lampauku,
Dan memurnikan mata dewaku,
Murni dan sepenuhnya terkembang.

Kondisi lahir karena sebab, hancur;
Setelah melihat mereka sebagai makhluk lain,
Aku meninggalkan semua kekotoran batin,
Aku mendingin dan padam.

Thig 5.8 Soṇā

Aku melahirkan sepuluh putra
Dengan tubuh ini, kantong tulang-belulang ini.
Lalu, ketika lemah dan tua,
Aku mendekati seorang Bhikkhuni.

Ia mengajariku Dhamma:
Kelompok kehidupan, bidang indria, dan unsur-unsur.
Ketika aku mendengar ajarannya,
Aku memotong rambutku dan meninggalkan keduniawian.

Ketika aku masih menjadi seorang Bhikkhuni yang berlatih,
Mata dewaku dimurnikan,
Dan aku mengetahui kehidupan lampauku,
Tempat di mana aku dulu tinggal.

Aku merenungkan pada tanpa gambaran,
pikiranku menyatu dan tenang.
Aku mencapai kebebasan langsung,
Padam dengan tanpa melekat.

Lima kelompok kelompok kehidupan sepenuhnya dipahami;
Mereka tetap ada, namun akar mereka terpotong.
Terkutuklah engkau, usia tua!
Sekarang tidak ada lagi kehidupan di masa depan.

Thig 5.9 Bhaddā Kuṇḍalakesā

Rambutku dipotong, terbalut dalam lumpur,
Dulu aku mengembara hanya memakai satu jubah.
Aku melihat kesalahan di mana tidak ada kesalahan,
Dan tidak ada kesalahan di mana ada kesalahan.

Meninggalkan saat meditasi siangku
Di Puncak Gunung Gijjhakūṭa,
Aku melihat Sang Buddha yang tanpa noda
Di depan Saṅgha para Bhikkhu.

Aku menekuk lututku dan bersujud,
Dan di hadapannya aku merangkapkan tanganku.
“Marilah Bhaddā,” Ia berkata;
Itu adalah penahbisanku.

"Aku telah mengembara di antara para Aṅgā dan Magadhā,
Para Vajjī, Kāsī, dan Kosalā.
Aku telah memakan derma makanan dari bangsa-bangsa itu
Bebas dari hutang selama lima puluh tahun."

"Oh! Ia telah membuat begitu banyak jasa!
Pengikut awam itu sangat bijaksana.
Ia memberikan sebuah jubah kepada Bhaddā,
Yang terlepas dari semua belenggu."

Thig 5.10 Paṭācārā

Membajak ladang,
Menabur benih di tanah,
Menyokong pasangan dan anak,
Pria muda memperoleh kekayaan.

Aku sempurna dalam perilaku,
Dan aku melakukan perintah Sang Guru,
Dengan tanpa malas dan gelisah—
Lalu mengapa aku tidak mencapai pemadaman?

Setelah mencuci kakiku,
Aku memperhatikan air,
Melihat air pencuci kaki
Mengalir dari tempat tinggi ke rendah.

Pikiranku menjadi tenang,
Seperti kuda berdarah murni.
Kemudian, mengambil sebuah lampu,
Aku memasuki kediamanku,
Memeriksa tempat tidur,
Dan duduk di dipanku.

Kemudian, mengambil sebuah jarum,
Aku menarik sumbu keluar.
Kebebasan batinku
Seperti padamnya lampu.

Thig 5.11 Tiga Puluh Bhikkhuni

"Mengambil sebuah penumbuk,
Pria muda menumbuk jagung.
Menyokong pasangan dan anak,
Pria muda memperoleh kekayaan.

Lakukanlah perintah Sang Buddha,
Setelah itu engkau tidak akan menyesal.
Setelah dengan cepat mencuci kakimu,
Duduklah di tempat terasing untuk bermeditasi.
Dedikasikan untuk ketenangan batin,
Lakukanlah perintah Sang Buddha."

Setelah mendengar kata-katanya,
Instruksi dari Paṭācārā,
Mereka mencuci kaki mereka
Dan kembali ke tempat yang terasing.
Dedikasikan untuk ketenangan batin,
Mereka melakukan perintah Sang Buddha.

Di jaga malam pertama,
Mereka mengingat kembali kehidupan lampau mereka.
Di jaga malam kedua,
Mereka memurnikan mata dewa mereka.
Di jaga malam terakhir,
Mereka menghancurkan kumpulan kegelapan.

Mereka bangkit dan memberikan hormat di kakinya:
“Kami telah melakukan perintahmu;
Kami akan menghormatimu,
Seperti tiga puluh dewa menghormati Inda,
Yang tak terkalahkan dalam pertempuran.
Menguasai tiga pengetahuan, kami terbebas dari kekotoran batin.”

Dengan demikian, tiga puluh Bhikkhuni Therī menyatakan pencerahan mereka di hadapan Paṭācārā.

Thig 5.12 Candā

Dahulu aku dalam keadaan menyesal.
Sebagai seorang janda tanpa anak,
Kehilangan teman atau kerabat,
Aku tidak memperoleh makanan atau pakaian.

Aku mengambil sebuah mangkuk dan tongkat
Dan pergi mengemis dari keluarga ke keluarga.
Selama tujuh tahun aku mengembara,
Terbakar oleh panas dan dingin.

Lalu aku melihat seorang Bhikkhuni
Menerima makanan dan minuman.
Mendekatinya, aku berkata:
"Jadikan aku meninggalkan keduniawian."

Karena berbelas-kasihan kepadaku,
Paṭācārā memberikanku penahbisan.
Kemudian, setelah menasihatiku,
Ia mendesakku untuk mencapai tujuan akhir.

Setelah mendengar kata-katanya,
Aku melakukan perintahnya.
Nasihat wanita itu tidaklah sia-sia:
Menguasai tiga pengetahuan, Aku terbebas dari kekotoran batin.

Bab kelima telah selesai.

Thig 6.1 Paṭācārā, yang Memiliki Pengikut Sebanyak Lima Ratus Orang

"Ia yang jalannya tidak engkau ketahui,
Tidak dari mana ia datang maupun ke mana ia pergi;
Meskipun ia datang tak tahu dari mana,
Engkau meratapi makhluk itu, sambil menangis, "Oh anakku!"

Tetapi orang yang jalannya engkau ketahui,
Dari mana ia datang atau ke mana mereka pergi;
Orang itu tidak engkau ratapi—
Begitulah sifat makhluk hidup.

Tanpa diminta ia datang,
Ia pergi tanpa pamit.
Ia pasti datang dari suatu tempat,
Dan tinggal tak tahu berapa lama.
Ia pergi dari sini dengan satu jalan,
Ia akan pergi dari sana dengan yang lain.

Pergi dengan bentuk seorang manusia,
Ia akan terus bertransmigrasi.
Seperti ia datang, begitupula ia pergi:
Mengapa menangisi hal itu?"

"Oh! Karena engkau telah mencabut anak panah dariku,
Yang amat sulit untuk dilihat, tersembunyi di dalam batin.
Engkau telah menghilangkan kesedihan pada putraku
Di mana aku pernah terpuruk.

Hari ini aku telah mencabut anak panah,
Aku tanpa kelaparan, padam.
Aku pergi berlindung kepada orang bijak itu, Sang Buddha,
Kepada ajaranNya, dan kepada Saṅgha."

Demikianlah Paṭācārā, yang memiliki pengikut sebanyak lima ratus orang, menyatakan pencerahannya.

Thig 6.2 Vāseṭṭhī

Terpukul dengan kesedihan karena putraku,
Gila, diluar pemikiranku,
Telanjang, rambutku berterbangan,
Aku mengembara ke sana-sini.

Aku tinggal di tumpukan sampah,
Di kuburan dan jalan raya.
Selama tiga tahun aku mengembara,
Dilanda kelaparan dan kehausan.

Kemudian aku melihat Yang Maha Suci,
Yang telah pergi ke kota Mithilā.
Penjinak mereka yang tidak jinak,
Sambuddha yang tak takut dengan siapapun.

Mendapatkan kembali akal sehatku,
Aku memberikan penghormatan dan duduk.
Karena berbelas-kasihan
Gotama mengajariku Dhamma.

Setelah mendengar ajaranNya,
Aku pergi meninggalkan keduniawian.
Menetapkan diriku pada perkataan Sang Guru,
Aku merealisasikan keadaan yang agung.

Semua kesedihan telah terpotong,
Ditinggalkan, mereka berakhir di sini.
Aku telah sepenuhnya mengerti asalnya
Dari mana kesedihan muncul.

Thig 6.3 Khemā

“Engkau sangat muda dan cantik!
Akupun juga muda, hanyalah seorang pemuda.
Ayolah, Khemā, marilah kita nikmati
Musik dari lima-buah pita."

"Tubuh ini membusuk,
Sakit dan rapuh,
Aku takut dan menjauh karenanya,
Dan aku telah menghilangkan nafsu indria.

“Kenikmatan indria adalah seperti pedang dan tombak
Kelompok kehidupan adalah talenan mereka.
Apa yang engkau sebut kesenangan indriawi
Sekarang tidaklah menyenangkan bagiku.

Kesenangan telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau telah dikalahkan, Māra!"

"Memuja bintang-bintang,
Melayani api suci di hutan;
Gagal dalam memahami sifat segala hal,
Bodohnya aku, aku pikir ini adalah kemurnian.

Tapi sekarang aku memuja Sambuddha,
Yang Tertinggi di antara manusia.
Melakukan perintah Sang Guru,
Aku terbebas dari semua penderitaan."

Thig 6.4 Sujātā

Aku dihiasi dengan perhiasan dan semua pakaian,
Dengan karangan bunga, dan riasan cendana yang dipakai,
Seluruhnya tertutupi dengan dekorasi,
Dan dikelilingi oleh pelayanku.

Mengambil makanan dan minuman,
Baik pokok dan pendamping dalam jumlah yang tak sedikit,
Aku meninggalkan rumahku
Dan pergi ke taman.

Aku menikmati diriku di sana dan bermain-main,
Dan kemudian, kembali ke rumahku,
Aku melihat sebuah kediaman Bhikkhuni,
Dan karena itu aku memasuki hutan Añjana di Sāketa.

Melihat cahaya dunia,
Aku memberikan penghormatan dan duduk.
Karena berbelas-kasihan
Penglihat itu mengajarkanku Dhamma.

Ketika aku mendengar pertapa agung,
Aku menembus kebenaran.
Di sana aku bertemu Dhamma,
Yang tanpa noda, kondisi tanpa kematian.

Kemudian, setelah mengerti Dhamma Sejati,
Aku pergi meninggalkan keduniawian.
Aku telah mencapai tiga pengetahuan;
Perintah Sang Buddha tidaklah sia-sia.

Thig 6.5 Anopamā

Aku dilahirkan dalam keluarga yang terkenal,
Kaya dan makmur,
Diberkahi dengan bentuk dan paras yang cantik;
Putri Majjha yang sebenarnya.

Aku dicari oleh para pangeran,
Didambakan oleh putra-putra orang kaya.
Seseorang mengirim utusan ke ayahku:
“Berikan aku Anopamā!

Berapapun berat
putrimu Anopamā,
Aku akan memberimu delapan kali lipat
Dalam emas dan permata."

Ketika aku melihat Sambuddha,
Yang Tertua di dunia, Yang Tak Tertandingi,
Aku memberikan penghormatan pada kakinya,
Lalu duduk di satu sisi.

Karena berbelas kasihan,
Gotama mengajariku Dhamma.
Ketika duduk di tempat duduk itu,
Aku mencapai buah ketiga.

Kemudian, setelah memotong rambutku,
Aku pergi meninggalkan keduniawian.
Ini adalah hari ketujuh
Sejak nafsu keinginanku mengering.

Thig 6.6 Mahāpajāpati Gotamī

Oh Buddha, pahlawanku: Hormat kepadaMu!
Yang Tertinggi di antara semua makhluk,
Yang membebaskanku dari penderitaan,
Dan juga banyak makhluk lainnya.

Semua penderitaan dipahami sepenuhnya;
Nafsu keinginan—penyebabnya—mengeringnya;
Jalan Mulia Berunsur Delapan telah dikembangkan;
Dan penghentian telah direalisasikan olehku.

Sebelumnya aku adalah seorang ibu, seorang putra,
Seorang ayah, seorang saudara lelaki, dan seorang nenek.
Gagal dalam memahami sifat segala hal,
Aku bertransmigrasi tanpa hasil.

Sejak aku telah melihat Sang Bhagavā,
Kantong tulang-belulang ini adalah yang terakhir bagiku.
Transmigrasi kelahiran telah selesai,
Sekarang tidak ada lagi kehidupan di masa depan.

Aku melihat para siswa dalam harmoni,
Bersemangat dan teguh,
Selalu penuh semangat—
Ini adalah penghormatan kepada Buddha!

Benar-benar demi manfaat banyak orang
Bahwa Māyā melahirkan Gotama.
Ia menyapu kumpulan penderitaan
Bagi mereka yang terserang penyakit dan kematian.

Thig 6.7 Guttā

Guttā, engkau telah meninggalkan anakmu,
Kekayaanmu, dan semua yang engkau cintai.
Kembangkanlah tujuan yang karenanya engkau meninggalkan keduniawian;
Jangan terjatuh dalam kendali pikiran.

Makhluk yang terperdaya oleh pikiran,
Bermain di jangkauan Māra,
Tidak mengetahui, mereka terus berjalan,
Bertransmigrasi dalam kelahiran kembali yang tak terhitung.

Nafsu indria dan niat buruk,
Dan pandangan identitas;
Kesalahpahaman dari aturan dan ritual,
Dan keragu-raguan sebagai yang kelima.

Oh Bhikkhuni, ketika engkau telah meninggalkan
Belenggu yang lebih rendah ini,
Engkau tidak akan kembali
Ke dunia ini lagi.

Dan ketika engkau menyingkirkan keserakahan,
Kesombongan, ketidaktahuan, dan kegelisahan,
Setelah memotong belenggu,
Engkau akan mengakhiri penderitaan.

Setelah memusnahkan transmigrasi,
Dan sepenuhnya memahami kelahiran kembali,
Tidak lapar dalam kehidupan ini,
Engkau akan hidup dengan damai.

Thig 6.8 Vijayā

Empat atau lima kali
Aku meninggalkan kediamanku.
Aku telah gagal menemukan kedamaian batin,
Atau kendali apa pun atas pikiranku.

Aku mendekati seorang Bhikkhuni
Dan dengan sopan menanyainya.
Ia mengajariku Dhamma:
Unsur-unsur dan bidang indria,

Empat Kebenaran Mulia,
Indriya dan Kekuatan,
Faktor Pencerahan, dan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Untuk pencapaian tujuan tertinggi.

Setelah mendengar kata-katanya,
Aku melakukan perintahnya.
Di jaga malam pertama,
Aku mengingat kembali kehidupan lampauku.

Di jaga malam kedua,
Aku memurnikan mata dewaku.
Di jaga malam terakhir,
Aku menghancurkan kumpulan kegelapan.

Kemudian aku bermeditasi melingkupi tubuhku
Dengan kegembiraan dan kebahagiaan.
Pada hari ketujuh aku merentangkan kakiku,
Setelah menghancurkan kumpulan kegelapan.

Bab keenam telah selesai.

Thig 7.1 Uttarā

"Mengambil sebuah penumbuk,
Pria muda menumbuk jagung.
Menyokong pasangan dan anak,
Pria muda memperoleh kekayaan.

Bekerjalah sesuai perintah Sang Buddha,
Setelah itu engkau tidak akan menyesal.
Setelah dengan cepat mencuci kakimu,
Duduklah di tempat terasing untuk bermeditasi.

Mantapkanlah pikiran,
Menyatu dan tenang.
Amatilah kondisi
Sebagai makhluk lain, bukan sebagai diri."

Setelah mendengar kata-katanya,
Instruksi dari Paṭācārā,
Aku mencuci kakiku
Dan kembali ke tempat yang terasing.

Di jaga malam pertama,
Aku mengingat kembali kehidupan lampauku.
Di jaga malam kedua,
Aku memurnikan mata dewaku.

Di jaga malam terakhir,
Aku menghancurkan kumpulan kegelapan.
Aku membangkitkan kuasa atas tiga pengetahuan:
Perintahmu telah dilakukan.

Aku akan menghormatimu,
Seperti tiga puluh dewa menghormati Sakka,
Yang tak terkalahkan dalam pertempuran.
Menguasai tiga pengetahuan, aku terbebas dari kekotoran batin.”

Thig 7.2 Cālā

"Sebagai Bhikkhuni dengan Indriya terkembang,
Setelah memantapkan perhatian,
Aku menembus kondisi yang damai itu,
Kebahagiaan meredanya kondisi.”

"Dibawah siapakah engkau mencukur kepalamu?
Engkau terlihat seperti seorang pertapa,
Namun engkau tidak percaya pada kepercayaan apa pun.
Mengapa engkau hidup seolah-olah tersesat?"

“Pengikut kepercayaan lain
Mengandalkan pandangan mereka.
Mereka tidak mengerti Dhamma,
Karena mereka bukanlah ahli dalam Dhamma.

Namun ada seseorang yang lahir di suku Sakya,
Sang Buddha Yang Tak Tertandingi;
Ia mengajariku Dhamma
Untuk melampaui pandangan-pandangan.

Penderitaan, asal mula penderitaan,
lenyapnya penderitaan,
Dan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Yang mengarah pada penghentian penderitaan.

Setelah mendengar kata-katanya,
Aku dengan senang hati melakukan perintahnya.
Aku telah mencapai tiga pengetahuan
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Kesenangan telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau telah dikalahkan, Māra!"

Thig 7.3 Upacālā

"Seorang Bhikkhuni dengan Indriya terkembang,
Penuh perhatian, melihat dengan jelas,
Aku menembus kondisi damai itu,
Yang mana orang-orang jahat tak mengembangkannya."

"Mengapa engkau tidak menyetujui kelahiran kembali?
Ketika engkau terlahir, engkau dapat menikmati kenikmatan indria.
Nikmatilah bersenang dalam kenikmatan indria;
Jangan menyesalinya kemudian."

“Kematian datang kepada mereka yang dilahirkan;
Dan ketika terlahir mereka jatuh ke dalam penderitaan:
Memotong tangan dan kaki,
Membunuh, menyandra, kesengsaraan.

Namun ada seseorang yang lahir di suku Sakya,
Sambuddha Yang Terunggul.
Ia mengajariku Dhamma
Untuk melampaui kelahiran kembali:

Penderitaan, asal mula penderitaan,
lenyapnya penderitaan,
Dan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Yang mengarah pada penghentian penderitaan.

Setelah mendengar kata-katanya,
Aku dengan senang hati melakukan perintahnya.
Aku telah mencapai tiga pengetahuan
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Kesenangan telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau telah dikalahkan, Māra!"

Bab ketujuh telah selesai.

Thig 8.1 Sīsūpacālā

"Seorang Bhikkhuni yang sempurna dalam perilaku,
Indria-indrianya terkendali dengan baik,
Akan merealisasikan keadaan yang damai,
Begitu menarik, nikmat dan menutrisi."

"Ada Para Dewa Tāvatiṃsā, dan Yamā;
Juga para Dewa Tusitā,
Para Dewa Nimmānarati,
Dan para Dewa Paranimittavasavattī.
Arahkanlah batinmu pada tempat-tempat itu,
Tempat di mana dahulu engkau tinggal."

"Para Dewa Tāvatiṃsā, dan Yamā;
Juga para Dewa Tusitā,
Para Dewa Nimmānarati,
Dan para Dewa Paranimittavasavattī.—

Waktu demi waktu, kehidupan demi kehidupan,
Mereka menjadikan identitas sebagai prioritas mereka.
Mereka belum melampaui identitas,
Mereka yang bertransmigrasi melalui kelahiran dan kematian.

Seluruh dunia terbakar,
Seluruh dunia menyala,
Seluruh dunia berkobar,
Seluruh dunia berguncang.

Sang Buddha mengajariku Dhamma,
Yang tak tergoyahkan, tak tertandingi,
Yang jarang dikunjungi orang awam;
Pikiranku menyukai tempat itu.

Setelah mendengar kata-katanya,
Aku dengan senang hati melakukan perintahnya.
Aku telah mencapai tiga pengetahuan
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Kesenangan telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau telah dikalahkan, Māra!"

Bab kedelapan telah selesai.

Thig 9.1 Ibu Vaḍḍha

“Vaḍḍha, tolong janganlah sekalipun
Terjerat di dalam dunia.
Anakku, janganlah mengambil bagian
Dalam penderitaan lagi dan lagi.

Demi kediaman bahagia para bijaksana, Vaḍḍha,
Tanpa hambatan, keraguan mereka terpotong,
Telah mendingin dan jinak,
Dan tebebas dari kekotoran batin.

Vaḍḍha, kembangkanlah jalan itu
Yang telah dilalui oleh para pertapa,
Demi mencapai tujuan,
Dan untuk mengakhiri penderitaan."

“Ibu, engkau berkata dengan jaminan seperti itu
Kepadaku tentang hal ini.
Ibuku sayang, aku tidak dapat berhenti berpikir
Bahwa tidak ada belenggu yang ada pada dirimu."

“Vaḍḍha, tidaklah sedikit atau sekecilpun
Belenggu ada dalam diriku
Bagi kondisi apa pun,
Apakah rendah, tinggi, atau menengah.

Semua kekotoran batin telah berakhir bagiku,
Bermeditasi dan tekun.
Aku telah mencapai tiga pengetahuan
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha."

“Sungguh sangat baik dorongan itu
Yang dengannya ibuku mendesakku!
Karena belas kasihnya, ia mengatakan
Syair tentang tujuan akhir.

Setelah mendengar kata-katanya,
Dengan diinstruksikan oleh ibuku,
Aku terpukul dengan keterdesakan yang benar
Untuk menemukan perlindungan.

Berupaya, teguh,
Tanpa lelah siang dan malam,
didorong oleh ibuku,
Aku merealisasikan kedamaian tertinggi."

Bab kesembilan telah selesai.

Thig 10.1 Kisāgotamī

"Menunjukkan bagaimana dunia bekerja,
Para bijaksana memuji pertemanan yang baik.
Bergaul dengan teman yang baik,
Bahkan orang bodoh pun menjadi cerdik.

Bergaulah dengan orang baik,
Karena itulah bagaimana kebijaksanaan berkembang.
Jika engkau bergaul dengan orang baik,
Engkau akan terbebas dari semua penderitaan.

Dan engkau akan mengerti penderitaan,
Asal mula dan lenyapnya,
Jalan Mulia Berunsur Delapan,
Dan juga Empat Kebenaran Mulia."

"’Kehidupan seorang wanita adalah menyakitkan,’
Sang Buddha menjelaskan, Pembimbing bagi ia yang ingin berlatih,
‘Dan terutama bagi seorang istri yang dimadu.
Setelah melahirkan sekali saja,

Sebagian wanita bahkan memotong leher mereka,
Sementara wanita terhormat mengambil racun.
Menyesal karena membunuh seseorang,
Mereka mengalami kehancuran baik di sini ataupun alam nanti.'"

"Aku sedang di jalan dan hampir melahirkan,
Ketika aku melihat suamiku meninggal.
Aku melahirkan di sana di jalan itu
Sebelum aku mencapai rumahku.

Dua anakku telah meninggal,
Dan di jalan suamiku terbaring mati—oh malangnya aku!
Ibu, ayah, dan saudaraku
Semua terbakar di tumpukan yang sama."

"Oh malangnya engkau yang kehilangan keluarga,
Penderitaanmu tak terukur;
Engkau telah meneteskan air mata
Untuk ribuan kehidupan."

"Ketika tinggal di tanah pemakaman,
Aku melihat daging anakku sedang dimakan.
Dengan keluargaku yang hancur, dikutuk oleh semua orang,
Dan suamiku meninggal, aku merealisasikan tanpa kematian.

Aku telah mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Yang Mengarah pada tanpa kematian.
Aku telah merealisasikan pemadaman,
Seperti yang terlihat di dalam cermin Dhamma.

Aku telah mencabut anak panah,
Menurunkan beban, dan melakukan apa yang harus dilakukan."
Bhikkhuni Kisāgotamī Therī,
Pikirannya telah terbebas, katakanlah itu.

Bab kesebelas telah selesai.

Thig 11.1 Uppalavaṇṇā

"Kami berdua adalah istri yang dimadu,
Walaupun kami ibu dan anak.
Aku terpukul dengan rasa keterdesakan,
Begitu mencengangkan dan membuat merinding!

Terkutuklah kenikmatan indria yang kotor itu,
Begitu menjijikan dan menusuk,
Di mana kita, ibu dan putri,
Harus menjadi istri yang dimadu.

Melihat bahaya dalam kenikmatan indria,
Melihat pelepasan sebagai perlindungan,
Aku meninggalkan keduniawian di Rājagaha
Dari kehidupan rumah tangga menuju tanpa rumah.

Aku mengtahui kehidupan lampauku;
Mata dewa ku dimurnikan;
Aku memahami pikiran makhluk lain;
Telinga dewa ku dimurnikan;

Aku telah merealisasikan kesaktian batin,
Dan mencapai akhir dari kekotoran batin.
Aku telah merealisasikan enam jenis pengetahuan langsung,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Aku membuat kereta dengan empat kuda
Menggunakan kesaktian batinku.
Kemudian aku bersujud di kaki Sang Buddha,
Pelindung Dunia Yang Mulia."

"Engkau datang ke pohon Sāla yang seluruhnya dimahkotai bunga,
Dan berdiri pada akarnya sendirian.
Namun engkau tidak memiliki teman bersamamu,
Wanita bodoh, tidakkah engkau takut dengan para pria nakal?"

“Bahkan jika 100.000 pria nakal seperti ini
Yang akan mengeroyok,
Aku tidak akan merinding atau gemetar.
Apa yang bisa engkau lakukan kepadaku sendirian, Māra?

Aku akan lenyap,
Atau aku akan masuk ke dalam perutmu;
Aku bisa berdiri di antara alis matamu
Dan engkau tidak akan bisa melihatku.

Aku adalah penguasa pikiranku sendiri,
Aku telah mengembangkan landasan kekuatan batin dengan baik.
Aku telah merealisasikan enam jenis pengetahuan langsung,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

“Kenikmatan indria adalah seperti pedang dan tombak;
Kelompok kehidupan adalah talenan mereka.
Apa yang engkau sebut kesenangan indriawi
Sekarang tidaklah menyenangkan bagiku.

Kesenangan telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau telah dikalahkan, Māra!"

Bab kedua belas telah selesai.

Thig 12.1 Puṇṇikā

"Aku seorang pembawa air. Bahkan ketika sedang dingin,
Aku harus selalu masuk ke air;
Aku takut aku akan dipukul oleh wanita bangsawan,
Terusik oleh ketakutan akan penyiksaan dan kemarahan.

Brāhmaṇa, apa yang engkau takutkan,
Engkau selalu masuk ke air,
Tangan dan kakimu gemetar
Dalam dingin yang membeku?"

"Oh, namun engkau telah mengetahuinya,
Nona Puṇṇikā, ketika engkau bertanya kepadaku:
Aku melakukan perbuatan baik,
Untuk menghalangi kejahatan yang telah kulakukan.

Siapapun ia apakah muda atau tua
Melakukan suatu perbuatan jahat,
Dengan penyucian di dalam air mereka
Terbebas dari perbuatan jahat mereka."

"Siapakah di bumi ini yang memberitahumu hal itu,
Seorang bodoh kepada yang lain:
‘Sesungguhnya, dengan penyucian di dalam air seseorang
Terbebas dari perbuatan jahat.'

Tidakkah mereka semua pergi ke surga, maka:
Semua katak dan kura-kura,
Aligator, buaya,
Dan penghuni air lainnya juga?

Penjagal jagal domba dan babi,
Nelayan, penjebak binatang,
Pencuri, algojo,
Dan pelaku perbuatan jahat lainnya:
Dengan penyucian di dalam air mereka juga akan
Terbebas dari perbuatan jahat mereka.

Jika sungai-sungai ini menghanyutkan
Perbuatan buruk di masa lampau,
Maka mereka juga dapat menghanyutkan kebaikan,
Dan kemudian engkau akan dikeluarkan.

Brāhmaṇa, hal yang engkau takuti,
Ketika engkau selalu masuk ke dalam air,
Janganlah engkau lakukan semua itu,
Jangan biarkan kedinginan merusak kulitmu."

"Aku telah berada di jalan yang salah,
Dan engkau telah menuntunku ke Jalan Mulia.
Nona, aku berikan kepadamu
kain penyucian ini."

"Simpan kain itu untukmu sendiri,
Aku tidak menginginkannya.
Jika engkau takut menderita,
Jika engkau tidak suka menderita,

Maka janganlah melakukan perbuatan jahat
Baik secara terbuka atau tertutup.
Jika engkau melakukan perbuatan jahat,
Atau engkau sedang melakukannya sekarang,

Engkau tidak akan terbebas dari penderitaan,
Walaupun engkau terbang dan kabur.
Jika engkau takut menderita,
Jika engkau tidak suka menderita,

Pergilah berlindung kepada Sang Buddha, yang tenang,
Kepada ajaranNya dan kepada Saṅgha.
Laksanakanlah Sīlā,
Yang akan menjadi kebaikan bagimu.”

“Aku pergi berlindung kepada Buddha, yang tenang,
Kepada ajaranNya dan kepada Saṅgha.
Aku akan melaksanakan Sīlā,
Yang akan menjadi kebaikan bagiku.

Di masa lampau aku berhubungan dengan Brahmā,
Sekarang aku benar-benar seorang Brāhmaṇa!
Aku adalah penguasa dari tiga pengetahuan, dicapai dalam kebijaksanaan,
Aku seorang terpelajar dan dibersihkan dari dalam."

Bab keenam belas telah selesai.

Thig 13.1 Ambapālī

Rambutku dahulu hitam seperti lebah,
Anggun dengan ujung rambut yang mengikal;
Sekarang setelah menua, menjadi seperti kulit pohon rami—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Dimahkotai dengan bunga,
Kepalaku dahulu harum seperti kotak parfum;
Sekarang setelah menua, baunya seperti bulu anjing—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Rambutku dahulu tebal seperti hutan yang ditanam dengan baik,
Bersinar, dipisahkan dengan sikat dan penjepit;
Sekarang setelah menua, menjadi tak merata dan tipis—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Dengan kepangan hitam dan pita emas,
Dahulu itu sangat cantik, dihiasi dengan kepangan;
Sekarang setelah menua, kepalaku telah botak—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Alisku dahulu terlihat sangat bagus,
Seperti bulan sabit yang dilukis oleh seniman;
Sekarang setelah menua, mereka menekuk karena kerutan—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Mataku bersinar cemerlang seperti permata,
Lebar dan biru tua;
Dihancurkan oleh usia, mereka tidak bersinar lagi—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Hidungku dahulu seperti puncak yang sempurna,
Indah di dalam kemudaanku;
Sekarang setelah menua, menjadi kering seperti lada;
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Dahulu cuping telingaku sangat cantik,
Seperti gelang yang terbuat dengan sangat indah;
sekarang setelah menua, mereka terkulai oleh kerutan—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Dahulu gigiku sangat cantik,
Cerah seperti bunga melati;
Sekarang setelah menua, mereka rusak dan menguning—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Nyanyianku dahulu manis seperti burung Kokilā
Yang berkeliaran di hutan lindung;
Sekarang setelah menua, menjadi tidak rata dan serak—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Leherku dahulu sangatlah cantik,
Seperti kulit kerang yang dipoles;
Sekarang setelah menua, menjadi menunduk dan bengkok—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Dahulu lenganku sangatlah cantik,
Seperti palang yang melintang;
Sekarang setelah menua, mereka menekuk seperti pohon Pāṭali—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Tanganku dahulu sangatlah cantik,
Dihiasi dengan cincin emas yang indah;
Sekarang setelah menua, mereka seperti lobak merah—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Dahulu payudaraku sangatlah cantik,
Menonjol, bulat, berdekatan, dan kencang;
Sekarang mereka menekuk seperti kantong air—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Dahulu tubuhku sangatlah cantik,
Seperti lempengan emas yang dipoles;
Sekarang ia tertutupi dengan kerutan halus—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Kedua pahaku dahulu sangatlah cantik,
Seperti belalai gajah;
Sekarang setelah menua, mereka seperti bambu—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Dahulu betisku sangatlah cantik,
Dihiasi dengan gelang emas yang lucu;
Sekarang setelah menua, mereka seperti batang wijen—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Kedua kakiku dahulu sangatlah cantik,
Padat seakan terisi dengan kapas;
Sekarang setelah menua, mereka pecah-pecah dan keriput—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Kantong tulang ini dahulu seperti itu,
Namun sekarang ia melayu, rumah bagi begitu banyak penyakit;
Seperti rumah yang rusak dengan plester yang berjatuhan—
Perkataan Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.

Thig 13.2 Rohinī

“Engkau tertidur dengan mengatakan 'pertapa';
Engkau terbangun dengan mengatakan 'pertapa';
Engkau hanya memuji pertapa, nona—
Tentu saja engkau akan menjadi seorang pertapa.

Engkau menyediakan pertapa
Dengan makanan dan minuman yang berlimpah.
Aku bertanya kepadamu sekarang, Rohiṇī:
Mengapa engkau menyukai pertapa?

Mereka tidak suka bekerja, mereka malas,
Mereka disokong dengan derma;
Selalu mencari, serakah pada manisan—
Jadi mengapa engkau menyukai pertapa?”

“Ayah, sudah lama sekali
Engkau telah menanyaiku tentang pertapa.
Aku akan memuji untukmu
Kebijaksanaan, perilaku, dan kegigihan mereka.

Mereka senang bekerja, mereka tidaklah malas;
Dengan meninggalkan keserakahan dan kebencian,
Mereka melakukan jenis pekerjaan terbaik—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Adapun juga tiga akar kejahatan,
Dengan perilaku murni mereka melepaskannya.
Mereka telah meninggalkan segala kejahatan—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Tindakan jasmani mereka murni;
Tindakan ucapan mereka pun demikian;
Tindakan pikiran mereka murni—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Tak bernoda seperti kulit kerang,
Mereka murni dari dalam dan luar,
Penuh dengan kualitas cerah—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Mereka belajar dan mengingat ajarannya,
Mulia, hidup dengan benar,
Mengajarkan kata dan maknanya:
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Mereka belajar dan mengingat ajarannya,
Mulia, hidup dengan benar,
Menyatu dalam pikiran, dan penuh perhatian—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Bepergian jauh, dan dengan penuh perhatian,
Bijaksana dalam nasihat, dan stabil,
Mereka memahami akhir dari penderitaan—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Ketika mereka meninggalkan suatu desa,
Mereka tidak melihat ke belakang dengan kerinduan,
Namun melanjutkan tanpa kegelisahan—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Mereka tidak menimbun barang di gudang,
Juga di dalam panci atau keranjang.
Mereka mencari makanan yang disiapkan orang lain—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Mereka tidak menerima perak,
Atau emas apakah dicetak atau tidak;
Memakan apa pun yang datang di hari itu,
Itulah mengapa aku menyukai pertapa.

Mereka telah meninggalkan keduniawian dari keluarga yang berbeda,
Bahkan negara yang berbeda,
Namun mereka semua saling mencintai—
Itulah mengapa aku menyukai pertapa."

“Rohini sayang, benar-benar demi keuntungan bagi kami
Engkau dilahirkan dalam keluarga kami!
Engkau memiliki keyakinan dan rasa hormat yang besar
Kepada Sang Buddha, ajaranNya, dan Saṅgha.

Bagi engkau yang mengerti hal ini
Ladang jasa tertinggi.
Para pertapa ini seterusnya akan
Menerima donasi keagamaan kami juga.

Karena di sana kami akan menempatkan pengorbanan kami,
Dan itu akan sangat berlimpah."
"Jika engkau takut menderita,
Jika engkau tidak suka menderita,

Pergilah berlindung kepada Sang Buddha, yang tenang,
Kepada ajaranNya dan kepada Saṅgha.
Laksanakanlah Sīlā,
Yang akan menjadi kebaikan bagimu.”

“Aku pergi berlindung kepada Buddha, yang tenang,
Kepada ajaranNya dan kepada Saṅgha.
Aku akan melaksanakan Sīlā,
Yang akan menjadi kebaikan bagiku.

Di masa lampau aku berhubungan dengan Brahmā,
Sekarang aku benar-benar seorang Brāhmaṇa!
Memiliki tiga pengetahuan, akulah seorang terpelajar yang sebenarnya,
Akulah penguasa-pengetahuan, seorang yang dibersihkan dari dalam."

Thig 13.3 Cāpā

“Dahulu aku membawa tongkat pertapa,
Namun hari ini aku memburu rusa.
Keinginanku telah membuatku tidak dapat menyeberang
Dari rawa yang mengerikan ke pantai yang jauh.

Pikiranku begitu mencintai dirinya,
Cāpā membuat putraku bahagia.
Setelah memotong ikatan Cāpā,
Aku akan meninggalkan keduniawian sekali lagi."

“Janganlah marah kepadaku, pahlawan besar!
Janganlah marah kepadaku, Bijaksanawan agung!
Jika engkau terjatuh dalam kemarahan engkau tidak akan tetaps murni,
Apalagi berlatih pertapaan."

"Aku akan meninggalkan Nālā!
Bagi ia yang tinggal di sini di Nālā!
Dengan sosok mereka, para wanita menjerat
Para pertapa yang hidup dengan benar."

“Tolonglah, Kāḷa, kembalilah kepadaku.
Nikmatilah kenikmatan seperti yang engkau lakukan sebelumnya.
Aku akan berada dalam kendalimu,
Bersama dengan kerabat yang aku miliki."

“Cāpā, jika bahkan seperempat
Dari apa yang engkau katakan itu benar,
Itu akan menjadi hal yang sangat menarik
Bagi seorang pria yang mencintaimu!"

“Kāḷa, aku seperti pucuk pohon Takkāriṃ
Berbunga di puncak gunung,
Seperti pohon Dāḷima yang sedang mekar,
Seperti pohon Pāṭali di sebuah pulau;

Tangan dan kakiku dibaluri dengan cendana kuning,
Dan aku memakai kain Kāsi terbaik:
Ketika aku sangat cantik,
Bagaimana engkau bisa meninggalkanku dan pergi?"

"Engkau seperti seekor unggas
Yang ingin menangkap seekor burung;
Namun engkau tidak akan menjebakku
Dengan bentukmu yang menawan."

"Tetapi anak ini, buahku,
diturunkan olehmu, Kāḷa.
Ketika aku memiliki anak ini,
Bagaimana engkau bisa meninggalkanku dan pergi?"

"Orang bijaksana meninggalkan
Anak-anak, keluarga, dan kekayaan.
Pahlawan besar meninggalkan keduniawian
Seperti gajah yang mematahkan ikatan mereka."

“Sekarang, putramu ini:
Aku akan memukulnya ke tanah tepat di sana,
Dengan tongkat atau pisau!
Bersedih atas putramu, engkau tidak akan pergi."

"Bahkan jika engkau memberi makan putra kita
Kepada serigala dan anjing,
Aku tidak akan kembali lagi, wanita jalang,
Tidak bahkan demi anak itu."

"Baiklah kalau begitu, Tuan, katakanlah kepadaku,
Kemana engkau akan pergi, Kāḷa?
Ke desa atau kota apa,
Kota besar atau ibukota?"

"Terakhir kali kami memiliki pengikut,
Kami bukanlah pertapa, kami hanya berpikir demikian.
Kami mengembara dari desa ke desa,
Ke kota besar dan ibukota.

Namun sekarang Sang Bhagavā, Sang Buddha,
Di tepi Sungai Nerañjara,
Mengajarkan Dhamma agar makhluk hidup
Dapat meninggalkan segala penderitaan.
Aku akan pergi ke hadapannya,
Ia akan menjadi Guruku."

“Sekarang tolong sampaikan hormatku
Untuk Pelindung Tertinggi Dunia.
Kelilingilah Ia kearah kananmu,
Dedikasikan donasi keagamaanku."

"Inilah hal yang tepat untuk dilakukan,
Seperti yang engkau katakan padaku.
Aku akan menyampaikan penghormatanmu
Untuk Pelindung Tertinggi Dunia.
Mengelilingi Ia kearah kananku,
Aku akan mendedikasikan donasi keagamaanmu."

Kemudian Kāḷa berangkat
Ke tepi Sungai Nerañjara.
Ia melihat Sambuddha
Mengajarkan keadaan tanpa kematian:

Penderitaan, asal mula penderitaan,
Lenyapnya penderitaan,
Dan Jalan Mulia Beruas Delapan
Yang mengarah pada penghentian penderitaan.

Ia memberikan penghormatan di kakiNya,
MengelilingiNya ke kanan,
Dan menyampaikan dedikasi Cāpā;
Kemudian ia pergi meninggalkan keduniawian.
Ia mencapai tiga pengetahuan,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Thig 13.4 Sundarī

"Sebelumnya, saat anak-anakmu meninggal,
Engkau akan memberitahu bahwa mereka dimakan.
Sepanjang siang dan sepanjang malam
Engkau akan tersiksa karena keputusasaan.

Sekarang, Brāhmaṇa wanita, engkau telah memberitahu
Ketujuh anak semuanya dimakan;
Vāseṭṭhī, apakah alasannya?
Engkau tidak dipenuhi keputusasaan?"

"Sebanyak ratusan putra,
Ratusan lingkaran keluarga,
Milikku dan milikmu, Brāhmaṇa,
Telah dimakan di masa lampau.

Setelah mengetahui jalan keluar
Dari kelahiran kembali dan kematian
Aku tidak bersedih ataupun meratap,
Aku juga tidak putus asa."

“Wah, Vasṭṭhī, kata-kata yang engkau katakan
Sungguh sangat menakjubkan!
Ajaran siapakah yang engkau pahami
Karenanya engkau mengatakan hal-hal ini?"

“Brāhmaṇa, Sambuddha
Di kota Mithilā,
Mengajarkan Dhamma agar makhluk hidup
Dapat meninggalkan segala penderitaan.

Setelah mendengar ajaran Sang Arahant,
Brāhmaṇa, yang bebas dari semua kemelekatan,
Setelah memahami Dhamma Sejati di sana,
Aku telah menghapus kesedihan karena anak-anak."

"Aku juga akan pergi
Ke kota Mithilā.
Semoga Sang Buddha dapat membebaskanku
Dari segala penderitaan."

Brāhmaṇa itu melihat Sang Buddha,
Terbebaskan, tanpa kemelekatan.
Ia mengajarinya Dhamma,
Bijaksanawan itu pergi melampaui penderitaan:

Penderitaan, asal mula penderitaan,
Lenyapnya penderitaan,
Dan Jalan Mulia Beruas Delapan
Yang mengarah pada penghentian penderitaan.

Setelah memahami Dhamma Sejati di sana,
Ia setuju untuk meninggalkan keduniawian.
Tiga hari setelahnya
Sujāta merealisasikan tiga pengetahuan.

“Tolonglah, kusir, pergilah;
Bawalah kembali kereta ini.
Perintahkanlah Brāhmaṇa wanitaku tentang kesehatannya, katakanlah:
‘Sang Brāhmaṇa sekarang telah meninggalkan keduniawian.
Tiga hari setelahnya,
Sujāta merealisasikan tiga pengetahuan.'”

Kemudian dengan membawa kereta,
Bersama dengan seribu koin, kusir itu
Memberi tahu Brāhmaṇa wanita itu tentang kesehatannya, dan berkata:
‘Sang Brāhmaṇa sekarang telah meninggalkan keduniawian.
Tiga hari setelahnya,
Sujāta merealisasikan tiga pengetahuan.'”

Mendengar bahwa Brāhmaṇa itu memiliki tiga pengetahuan, wanita itu membalas:
"Aku memberikan kepadamu kuda dan kereta ini,
Oh kusir, bersama dengan 1000 koin,
Dan semangkuk penuh sebagai hadiah."

"Simpanlah kuda dan kereta itu, nona,
Bersama dengan ribuan koin.
Aku juga akan meninggalkan keduniawian di hadapanNya,
Pria itu dengan kebijaksanaan luar biasa."

"Gajah, sapi, perhiasan dan anting-anting,
Kekayaan domestik yang mewah seperti itu:
Setelah meninggalkannya, ayahmu meninggalkan keduniawian,
Nikmatilah kekayaan Sundarī ini,
Engkau adalah pewaris keluarga."

"Gajah, sapi, perhiasan dan anting-anting,
Kekayaan domestik yang mewah seperti itu:
Setelah meninggalkannya, ayahku meninggalkan keduniawian,
Tersiksa oleh kesedihan pada putranya.
Aku juga akan meninggalkan keduniawian,
Tersiksa oleh kesedihan pada adikku."

"Sundarī, semoga harapan yang engkau inginkan
Menjadi kenyataan.
Mengumpulkan sisa makanan,
Dan kain buangan sebagai jubah—
Puaslah dengan hal-hal ini,
Terbebas dari kekotoran batin sehubungan kehidupan di masa depan."

"Ayya, Ketika aku masih menjadi Bhikkhuni yang berlatih,
Mata dewaku dimurnikan,
Dan aku mengetahui kehidupan lampauku,
Tempat di mana aku dulu tinggal.

Mengandalkan seorang wanita baik sepertimu,
Seorang Bhikkhuni Therī yang mempercantik Saṅgha,
Aku telah mencapai tiga pengetahuan,
Dan memenuhi instruksi Sang Buddha.

Izinkanlah aku Ayya,
Aku ingin pergi ke Sāvatthī,
Di mana aku akan mengaumkan auman singaku
Sebelum Sang Buddha yang Terbaik."

"Sundarī, lihatlah sang Guru!
Berwarna emas, berkulit keemasan,
Penjinak yang tidak jinak,
Sambuddha yang tidak takut dengan siapapun”

"Lihatlah Sundarī datang,
Terbebaskan, tanpa kemelekatan;
Tanpa keinginan, terlepas,
Tugasnya telah selesai, tanpa kekotoran batin."

“Setelah berangkat dari Bārāṇasī
Dan datang ke hadapanmu, Pahlawan Besar,
Muridmu Sundarī
Menghormat di kakimu.

Engkaulah Sang Buddha, Engkaulah Sang Guru,
Akulah putrimu yang sebenarnya, Brāhmaṇa,
Lahir dari mulutmu.
Aku telah menyelesaikan tugas dan aku terbebas dari kekotoran batin."

"Kalau begitu selamat datang, nona baik,
Engkau tak memiliki alasan untuk tidak diterima di sini.
Karena inilah bagaimana yang jinak datang
Menghormat di kaki Sang Guru;
Tanpa keinginan, terlepas,
Tugasnya telah selesai, tanpa kekotoran batin."

Thig 13.5 Subhā, Putri Pandai Besi

"Dahulu aku sangat muda, pakaianku sangat segar,
Pada saat itu aku mendengar ajaranNya.
Dengan ketekunan,
Aku memahami kebenaran;

Dan kemudian aku menjadi sangat tidak tertarik
Sehubungan dengan semua kenikmatan indria.
Melihat ketakutan dalam identitas,
Aku merindukan pelepasan keduniawian.

Meninggalkan lingkungan keluargaku,
Belenggu pembantu dan pekerja,
Dan pedesaan dan ladangku yang berkembang,
Sangat menyenangkan dan menggembirakan,

Aku meninggalkan keduniawian;
Semua itu bukanlah kekayaan kecil.
Sekarang aku telah meninggalkan keduniawian dalam keyakinan demikian,
Dalam Dhamma Sejati yang dinyatakan dengan baik,

Sejak aku menginginkan tidak memiliki apapun,
Tidaklah pantas
Untuk mengambil kembali emas dan uang,
Setelah menyingkirkan mereka.

Uang atau emas
Tidaklah mengarah kepada kedamaian dan pencerahan.
Tidaklah pantas bagi seorang pertapa,
Itu bukanlah kekayaan Para Mulia;

Itu hanyalah keserakahan dan memabukkan,
Kebingungan dan pelopor kemunduran,
Meragukan, merepotkan—
Tak ada yang bertahan di sana.

Rusak dan lalai,
Orang-orang yang tidak tercerahkan, batin mereka rusak,
Saling bertentangan satu sama lain,
Menciptakan perselisihan.

Membunuh, menyandra, kesengsaraan,
Kehilangan, kesedihan, dan ratapan;
Mereka yang tenggelam dalam kenikmatan indria
Melihat banyak hal yang membawa malapetaka.

Keluargaku, mengapa kalian mendesakku
Pada kenikmatan, seolah-olah kalian adalah musuhku?
Kalian tahu bahwa aku telah meninggalkan keduniawian,
Melihat ketakutan dalam kenikmatan indria.

Bukanlah karena emas, apakah dicetak atau tidak,
Kekotoran batin itu berakhir.
Kenikmatan indria adalah musuh dan pembunuh,
Kekuatan permusuhan yang mengikatmu kepada duri.

Keluargaku, mengapa kalian mendesakku
Pada kenikmatan, seolah-olah kalian adalah musuhku?
Kalian tahu bahwa aku telah meninggalkan keduniawian,
Tercukur, terbungkus dalam jubah luarku.

Mengumpulkan sisa makanan,
Dan kain buangan sebagai jubah—
Itulah yang cocok untukku,
Esensi kehidupan tanpa rumah.

Pertapa besar menghalau kenikmatan indria,
Baik manusia ataupun surgawi.
Aman dalam perlindungan mereka, mereka terbebas,
Setelah menemukan kebahagiaan yang tak tergoyahkan.

Semoga aku tidak menemukan kenikmatan indria,
Karena tidak ada perlindungan di dalamnya.
Kenikmatan indria adalah musuh dan pembunuh,
Menyakitkan seperti api unggun.

Keserakahan adalah sebuah hambatan, ancaman,
Penuh dengan kesedihan dan duri;
Di luar keseimbangan,
Gerbang besar menuju kebingungan.

Berbahaya dan menakutkan,
Kenikmatan indria seperti kepala ular,
Di mana orang bodoh bersenang,
Orang-orang awam terjebak dalam kegelapan.

Terjebak dalam lumpur kenikmatan indria,
Ada begitu banyak orang bodoh di dunia.
Mereka tidak tahu apa-apa tentang akhir
Kelahiran kembali dan kematian.

Karena kenikmatan indria,
Orang-orang melompat ke jalan menuju ke tempat yang buruk.
Begitu banyak yang melangkah di jalan
Yang membawa penyakit pada diri mereka sendiri.

Begitulah kenikmatan indria menciptakan musuh;
Mereka begitu menyiksa, begitu rusak,
Menjerat para makhluk dengan kesenangan duniawi,
Mereka tidak lain adalah ikatan kematian.

Menggila, menggoda,
Kenikmatan indria merusak pikiran.
Mereka adalah jerat yang diletakkan oleh Māra
Untuk merusak para makhluk.

Kenikmatan indria sangatlah berbahaya,
Mereka penuh dengan penderitaan, sebuah racun yang mengerikan;
Menawarkan sedikit kepuasan, mereka adalah pembuat perselisihan,
Melenyapkan kualitas-kualitas cerah.

Sejak aku telah menciptakan begitu banyak kehancuran
Karena kenikmatan indria,
Aku tidak akan kembali kepada mereka lagi,
Namun akan selalu bersenang dalam pemadaman.

Bertarung melawan kenikmatan indria,
Merindukan keadaan yang dingin itu,
Aku akan bermeditasi dengan tekun
Demi akhir segala belenggu.

Tanpa kesedihan, tanpa noda, aman:
Aku akan mengikuti Jalan itu,
Jalan Mulia Berunsur Delapan yang lurus
Di mana para pertapa telah menyeberang."

"Lihatlah ini: Subhā putri pandai besi,
Berdiri teguh dalam Dhamma.
Ia telah memasuki keadaan yang sangat tenang,
Bermeditasi pada akar pohon.

Hanya delapan hari sejak ia meninggalkan keduniawian,
Penuh keyakinan dalam Dhamma yang indah.
Dibimbing oleh Uppalavaṇṇā,
Ia adalah penguasa dari tiga pengetahuan, penghancur kematian.

Orang ini terbebas dari perbudakan dan hutang,
Seorang Bhikkhuni dengan Indriya terkembang.
Terlepas dari semua kemelekatan,
Ia telah menyelesaikan tugas dan terbebas dari kekotoran batin."

”Demikianlah Sakka, penguasa semua makhluk,
Bersama dengan sejumlah dewa,
Datang dengan kekuatan batin mereka,
Menghormati Subhā, putri pandai besi.

Bab kedua puluh telah selesai.

Thig 14.1 Subhā dari Hutan Mangga Jīvaka

Pergi menuju hutan mangga yang indah
Di Jīvaka, Bhikkhuni Subhā
Ditahan oleh seorang pria nakal.
Subhā berkata demikian kepadanya:

"Apakah kesalahan yang telah kulakukan padamu,
Yang karenanya engkau menghalangiku?
Tuan, tidaklah pantas bagi seorang pria
Menyentuh seorang wanita yang meninggalkan keduniawian.

Latihan ini telah diajarkan oleh Sang Sugata,
Adalah hal yang serius dalam instruksi Guruku.
Aku murni dan bersih dari celaan,
Jadi mengapa engkau menghalangiku?

Ia yang pikirannya ingin menodai seseorang yang tanpa noda;
Ia yang bernafsu terhadap seseorang yang terbebas dari nafsu;
Tanpa cela, pikiranku terbebas dalam segala hal,
Jadi mengapa engkau menghalangiku?"

“Engkau muda dan sempurna—
Apa yang akan didapatkan olehmu dari meninggalkan keduniawian?
Singkirkanlah jubah kuning itu,
Datanglah dan bermain di hutan bunga ini.

Di segala penjuru, aroma serbuk sari yang manis berhembus,
Lahir dari hutan bunga.
Awal musim semi adalah saat yang menyenangkan—
Datanglah dan bermain di hutan bunga ini.

Dan pohon-pohon penuh dengan bunga
Merintih, seolah-olah, dalam tiupan angin.
Tetapi kesenangan seperti apakah yang akan engkau miliki
Jika engkau masuk ke dalam hutan sendirian?

Sering dikunjungi oleh sekelompok pemangsa,
Dan gajah betina yang terbangun oleh banteng jantan yang bernafsu;
Engkau ingin pergi tanpa seorang teman
Ke hutan yang sunyi dan menakutkan.

Seperti boneka emas yang bersinar,
Seperti peri yang mengembara di Cittaratha,
kecantikanmu yang tiada banding akan bersinar
Dalam pakaian yang indah dari kain tipis yang sangat halus.

Aku akan siap membantumu,
Jika kita ingin tinggal di hutan.
Aku tidak mencintai makhluk lain melebihi dirimu,
Oh Kinnari dengan mata yang menawan.

Apakah engkau menerima undanganku—
‘Datanglah, bersenanglah, dan tinggallah di rumah'—
Engkau akan tinggal di rumah panjang yang terlindung dari angin;
Biarkan para wanita mencari kebutuhanmu.

Pakailah kain tipis yang sangat halus,
Kenakanlah karangan bunga dan kosmetikmu.
Aku akan membuat segala macam perhiasan untukmu,
Dari emas dan permata dan mutiara.

Naiklah ke tempat tidur yang mahal,
Selimutnya begitu bersih dan bagus,
Dengan kasur wol yang baru,
Begitu harum, ditaburi dengan cendana.

Seperti bunga teratai biru yang muncul dari air
Yang tak tersentuh oleh pria,
Demikian pula, Oh wanita murni dan suci,
Tangan dan kakimu menua tanpa dibagi."

“Kerangka ini penuh dengan bangkai, membengkak
Di tanah perkuburan, hakikatnya hancur tercerai-berai.
Apa yang menurutmu begitu penting di dalamnya
Yang karenanya engkau menatapku dengan sangat gila?"

"Matamu seperti mata rusa betina,
Atau Kinnari di pegunungan;
Melihat mereka,
Keinginan indriaku semakin meningkat.

Menatap wajahmu yang sempurna dan berkilau keemasan,
Matamu seperti tunas bunga teratai biru;
Melihat mereka,
Gairah seksualku semakin meningkat.

Meskipun engkau mungkin pergi jauh, Aku akan tetap mengingatmu,
Dengan bulu matamu yang begitu panjang, dan penglihatanmu yang sangat jernih.
Aku tidak mencintai mata manapun lebih dari matamu,
Oh Kinnari dengan mata yang menawan."

“Engkau berada di jalan yang salah!
Engkau ingin mengambil bulan untuk mainanmu!
Engkau mencoba melompati Gunung Meru!
Engkau, yang sedang memburu seorang putri Sang Buddha!

Karena di dunia ini dengan semua dewanya,
Tidak akan ada lagi nafsu di dalam diriku.
Aku bahkan tidak tahu seperti apakah nantinya,
Hal itu telah dihancurkan akar dan segalanya oleh Sang Jalan.

Terbang seperti percikkan dari bara api,
Itu tidaklah lebih dari semangkuk racun.
Aku bahkan tidak melihat seperti apakah nantinya,
Hal itu telah dihancurkan akar dan segalanya oleh Sang Jalan.

Baiklah mungkin engkau mencoba merayu beberapa wanita
Yang belum merenungkan hal-hal ini,
Atau yang belum pernah mengunjungi Sang Guru:
Tetapi ini adalah seorang wanita yang mengtahui—Engkau sekarang dalam masalah!

Tidak masalah jika aku dilecehkan atau dipuji,
Atau merasakan kenikmatan atau kesakitan: Aku selalu penuh perhatian.
Mengetahui bahwa segala kondisi buruk,
Pikiranku tidak melekat pada apapun.

Aku seorang siswa Sang Sugata,
Mengendarai kereta di Jalan Berunsur Delapan.
Anak panah telah dicabut, terbebas dari kekotoran batin,
Aku bahagia telah mencapai tempat yang kosong.

Aku telah melihat lukisan berwarna cerah
Boneka dan boneka kayu,
Terikat pada batang dan benang,
Dan dibuat menari dengan berbagai cara.

Namun ketika batang dan benang ditarik—
Dilepaskan, diurai, dibongkar,
Tak dapat dipulihkan, dipisahkan tiap bagian—
Pada apakah pikiran dapat menetap?

Seperti itulah tubuhku yang sebenarnya,
Tanpa hal-hal itu ia tidak dapat berjalan.
Makhluk ini begitu,
Pada apakah pikiran dapat menetap?

Seperti ketika engkau melihat mural di dinding,
Yang dilukis dengan zat kuning cerah,
Dan penglihatanmu menjadi bingung,
Salah memahami bahwa itu adalah seseorang.

Meskipun itu tidak berharga seperti trik sulap,
Atau pohon emas yang terlihat dalam mimpi,
Engkau secara membabi buta mengejar apa yang kosong,
Seperti pertunjukan boneka di antara orang-orang.

Mata hanyalah sebuah bola dalam lubang,
Dengan kelopak mata di tengahnya, dan air mata,
Dan lendir berasal dari sana juga,
Dan begitu banyak bagian mata yang berbeda disatukan."

Wanita cantik itu mencungkil matanya.
Tanpa kemelekatan dalam pikirannya sama sekali, ia berkata:
"Ayolah, ambil mata ini,"
Dan memberikannya kepada pria itu saat itu juga.

Dan pada saat itu ia kehilangan nafsunya,
Dan meminta maaf kepadanya:
“Semoga engkau baik-baik saja, Oh wanita murni dan suci;
Hal ini tidak akan terulang lagi.

Menyerang seseorang seperti ini
Seperti memegang api yang membara,
Atau memegang ular berbisa yang mematikan!
Semoga engkau baik-baik saja, tolong maafkan aku.”

Ketika Bhikkhuni itu terbebas
Ia pergi ke hadapan Sang Buddha Yang Terunggul.
Melihat Ia Dengan Tanda-Tanda Kebajikan Yang Terunggul,
Matanya kembali seperti sedia kala.

Bab ketiga puluh telah selesai.

Thig 15.1 Isidāsī

Di Pāṭaliputta, krimnya dunia,
Kota yang dinamai dari sekuntum bunga,
Di sana terdapat dua Bhikkhuni dari suku Sakya,
Keduanya adalah wanita berkualitas.

Pertama bernama Isidāsī, Bodhī yang kedua.
Keduanya sempurna dalam perilaku,
Pecinta meditasi dan pelafal,
Terpelajar, menghancurkan kerusakan.

Mereka mengembara untuk derma dan mengumpulkan makan mereka.
Ketika mereka telah mencuci mangkuk mereka,
Mereka duduk dengan bahagia di tempat terbatas
Dan memulai suatu percakapan."

Engkau sangat cantik, Yang Mulia Isidāsī,
Kemudaanmu belum memudar.
Masalah apa yang engkau lihat yang membuatmu
Mendedikasikan hidupmu untuk pelepasan keduniawian?”

Didesak seperti demikian secara pribadi,
Isidāsī, yang terlatih dalam mengajarkan Dhamma,
Mengucapkan kata-kata berikut.
“Bodhī, dengarlah bagaimana aku meninggalkan keduniawian.

Di kota yang bagus bernama Ujjenī,
Ayahku adalah seorang pemodal, seorang pria yang baik dan bermoral.
Aku adalah putri satu-satunya,
Tersayang, terkasih, dan dijaga.

Kemudian beberapa pelamar datang kepadaku
Dari keluarga terkenal di Sāketa.
Mereka dikirim oleh pemodal yang kaya,
Kepada siapapun ayahku kemudian memberikanku sebagai menantu.

Datang ketika pagi dan malam,
Aku bersujud dengan kepalaku di kaki
Ayah dan ibu mertuaku,
Seperti yang telah diberitahukan kepadaku.

Setiap kali aku melihat saudari-saudari suamiku,
saudara-saudaranya, pelayan-pelayannya,
Atau bahkan ia, satu-satunya bagiku,
Dengan gugup aku memberi mereka tempat duduk.

Apa pun yang mereka inginkan—makanan dan minuman,
Kudapan, atau apa pun yang ada di lemari—
Aku keluarkan dan menawarkan kepada mereka,
Memastikan masing-masing mendapat apa yang pantas.

Setelah terbangun saat fajar dan sebelumnya,
Aku mendekati rumah utama,
Mencuci tangan dan kakiku,
Dan pergi kepada suamiku dengan merangkapkan telapak tangan.

Mengambil sisir, perhiasan,
Pewarna mata, dan cermin,
Aku sendiri yang berdandan untuk suamiku,
Seolah-olah aku adalah ahli kecantikannya.

Aku sendiri memasak nasi;
Aku sendiri mencuci panci.
Aku merawat suamiku
Seperti seorang ibu kepada anak satu-satunya.

Demikianlah aku menunjukkan pengabdianku padanya,
Seorang pelayan yang mencintai, bermoral, dan rendah hati,
Bangun lebih awal, dan bekerja tanpa lelah:
Namun suamiku tetap memperlakukanku secara keliru.

Ia berkata kepada ibu dan ayahnya:
"Aku akan mengambil langkahku dan pergi,
Aku tidak tahan hidup bersama dengan Isidāsī
Tinggal di rumah yang sama."

"Putraku, janganlah berkata demikian!
Isidāsī piawai dan kompeten,
Ia bangun lebih awal dan bekerja tanpa lelah,
Putraku, mengapa ia tidak menyenangkanmu?"

"Ia tidak melakukan apa pun untuk menyakitiku,
Namun aku tidak tahan tinggal bersamanya.
Sejauh yang aku ketahui, ia hanya mengerikan.
Sudah cukup bagiku, aku akan mengambil langkahku dan pergi."

Ketika mereka mendengarkan perkataannya,
Ayah mertua dan ibu mertuaku bertanya kepadaku:
"Apakah kesalahan yang engkau lakukan?
Katakanlah dengan jujur, jangan takut.”

"Aku tidak melakukan kesalahan,
Aku tidak menyakitinya, atau mengatakan hal buruk.
Apa yang bisa aku lakukan,
Ketika suamiku melihatku dengan penuh kebencian?"

Mereka membawaku kembali ke rumah ayahku,
Dengan putus asa, diliputi oleh penderitaan, dan mengatakan:
"Dengan merawat putra kami,
Kami kehilangan ia, yang sangat indah dan beruntung!"

Berikutnya ayahku menyerahkanku ke perumah tangga
Pria kedua yang berasal dari keluarga kaya.
Untuk itu ia mendapat setengah mas kawin
Dari apa yang dibayar pemodal.

Di rumahnya aku juga tinggal selama sebulan,
Sebelum ia juga menginginkan aku pergi;
Meskipun aku melayaninya seperti seorang budak,
Bermoral dan tidak melakukan kesalahan.

Ayahku kemudian berkata kepada seorang pengemis derma,
Penjinak orang lain dan dirinya sendiri:
“Jadilah menantuku;
Singkirkan jubah dan mangkukmu."

Ia tinggal selama dua minggu sebelum ia berkata kepada ayahku:
"Kembalikan jubah kain buanganku,
Mangkukku, dan cawanku—
Aku akan mengembara mengemis derma lagi."

Kemudian ibu dan ayahku
Dan seluruh keluargaku berkata:
“Apa yang belum dilakukan untukmu di sini?
Cepat, beri tahu kami apa yang bisa kami lakukan untukmu!”

Ketika mereka berbicara kepadanya demikian ia berkata,
"Bahkan jika kalian memujaku, aku sudah cukup.
Aku tidak tahan hidup bersama dengan Isidāsī
Tinggal di rumah yang sama."

Direlakan, ia pun pergi.
Namun aku duduk sendiri sambil merenung:
"Setelah mengambil langkahku, aku akan pergi,
Antara mati atau meninggalkan keduniawian."

Namun kemudian Ayya Jinadattā,
Yang terpelajar dan bermoral,
Yang telah mengingat ajaran tentang latihan monastik,
Datang ke rumah ayahku untuk mencari derma.

Ketika aku melihatnya,
Aku bangkit dari tempat dudukku dan menyiapkan untuknya.
Ketika ia telah duduk,
Aku menghormatinya dan menawarkan makanan,

Memuaskannya dengan makanan dan minuman,
Kudapan, atau apa pun yang ada di lemari.
Lalu aku berkata:
"Ayya, aku ingin meninggalkan keduniawian!"

Namun ayahku berkata kepadaku:
“Nak, latihlah Dhamma di sini!
Puaskanlah para Pertapa dan Brāhmaṇa yang terlahir dua kali
Dengan makanan dan minuman."

Lalu aku berkata kepada ayahku,
Dengan menangis, merangkapkan tanganku kepadanya:
“Aku telah melakukan hal-hal buruk di masa lampau;
Aku harus menanggung perbuatan buruk itu."

Dan ayahku berkata kepadaku:
"Semoga engkau mencapai pencerahan, keadaan tertinggi,
Dan semoga engkau menemukan pemadaman
Yang direalisasikan oleh pria terbaik!”

Aku bersujud kepada ibu dan ayahku,
Dan seluruh kerabatku;
Dan kemudian, tujuh hari setelah meninggalkan keduniawian,
Aku merealisasikan tiga pengetahuan.

Aku mengetahui tujuh kehidupan lampauku;
Aku akan menceritakan kepadamu perbuatan
Yang pada kehidupan ini adalah buah dan akibatnya:
Fokuskan seluruh pikiranmu pada itu.

Di kota Erakacca
Aku adalah seorang pandai emas dengan banyak uang.
Mabuk pada kemudaan,
Aku berhubungan seks dengan istri orang lain.

Setelah meninggal dunia dari sana,
Aku terbakar di neraka untuk waktu yang lama.
Keluar dari sana
Aku terlahir dalam rahim seekor monyet.

Ketika aku baru berusia tujuh hari,
Aku dikebiri oleh pemimpin monyet.
Ini adalah buah dari perbuatan itu,
Karena berhubungan seks dengan istri orang lain.

Setelah meninggal dari sana,
Meninggal di hutan Sindhava,
Aku terlahir di dalam rahim
Dari seekor kambing pincang dan bermata satu.

Aku membawa anak-anak di punggungku selama dua belas tahun,
Dan selama itu aku dikebiri,
Dimakan cacing, dan tanpa ekor,
Karena berhubungan seks dengan istri orang lain.

Setelah meninggal dari sana,
Aku terlahir sebagai seekor sapi
Dimiliki oleh pedagang sapi.
Anak sapi merah, dikebiri, selama dua belas bulan

Aku membuat tanah bajakan yang besar.
Aku menarik gerobak,
Buta, tanpa ekor, lemah,
Karena berhubungan seks dengan istri orang lain.

Setelah meninggal dari sana,
Aku terlahir dari seorang pelacur di jalan,
Bukan wanita maupun pria,
Karena berhubungan seks dengan istri orang lain.

Aku meninggal di usia tiga puluh tahun,
Dan terlahir sebagai seorang gadis di keluarga penarik gerobak.
Saat itu kami miskin, memiliki sedikit harta,
Sangat tertekan oleh penagih hutang.

Karena besarnya bunga pinjaman kami,
Aku diseret pergi sambil berteriak,
Diambil secara paksa dari rumah keluarga
Oleh pemimpin karavan.

Ketika aku berumur enam belas tahun,
Putranya yang bernama Giridāsa,
Melihat bahwa aku adalah seorang gadis di usia menikah,
Menganggapku sebagai istrinya.

Ia juga memiliki istri yang lain,
Seorang yang bermoral dan terpelajar wanita yang berkualitas,
Penuh keyakinan pada suaminya;
Namun aku membangkitkan kebencian padanya.

Sebagai buah dari perbuatan itu,
Mereka meninggalkanku dan pergi,
Meskipun aku melayani mereka seperti seorang budak.
Sekarang aku sudah mengakhiri ini dengan baik."

Bab keempat puluh telah selesai.

Thig 16.1 Sumedhā

Di kota Mantāvatī, Sumedhā,
Putri Raja Koñca dan Ratu Utamanya,
Beralih keyakinan oleh mereka
Yang mempraktikkan Ajaran Buddha.

Ia bermoral, seorang pembabar yang piawai,
Terpelajar, dan terlatih dalam instruksi Sang Buddha.
Ia pergi ke ibu dan ayahnya dan berkata:
“Dengarkanlah, kalian berdua!

Aku bersenang dalam pemadaman!
Tak ada kehidupan yang kekal, bahkan kehidupan para dewa itu;
Apalagi kenikmatan indria, yang begitu hampa,
Memberikan sedikit kepuasan dan banyak penderitaan.

Kenikmatan indria pahit seperti bisa ular,
Namun orang bodoh tergila-gila dengan mereka.
Dikirim ke neraka untuk waktu yang sangat lama,
Mereka dipukuli dan disiksa.

Mereka yang tumbuh dalam kejahatan
Selalu bersedih di alam rendah akibat perbuatan buruknya sendiri.
Mereka semua bodoh, tak terkendali dalam tubuh,
Pikiran, dan ucapan.

Mereka yang dungu, orang-orang bodoh yang lengah,
Terhalang oleh asal mula penderitaan,
Tidak mengerti, tidak memahami Kebenaran Mulia
Ketika mereka sedang diajari.

Kebanyakan orang, ibu, tidak mengetahui Kebenaran
Yang diajarkan oleh Sang Buddha Yang Sempurna,
Menantikan kehidupan selanjutnya,
Merindukan kelahiran kembali di antara para dewa.

Namun bahkan terlahir kembali di antara para dewa
Dalam keadaan yang tidak kekal bukanlah keabadian.
Tetapi orang-orang bodoh tidak takut
Terlahir kembali lagi dan lagi.

Empat alam rendah dan dua alam lainnya
Dapat diperoleh dalam satu cara ataupun lainnya.
Namun bagi mereka yang berakhir di alam yang lebih rendah,
Di sana tak ada jalan untuk meninggalkan keduniawian di neraka.

Semoga kalian berdua memberiku izin untuk meninggalkan keduniawian
Dalam aturan Ia Yang Memiliki Sepuluh Kekuatan.
Hidup dengan nyaman, aku akan menetapkan diriku
Untuk meninggalkan kelahiran kembali dan kematian.

Apa gunanya harapan, dalam kehidupan baru,
Dalam tubuh kosong, yang tak berguna ini?
Berilah aku izin, aku akan meninggalkan keduniawian
Demi mengakhiri nafsu untuk kehidupan baru.

Seorang Buddha telah muncul, saatnya telah tiba,
Saat yang buruk telah berlalu.
Selama aku hidup aku tak akan pernah mengkhianati
Perilaku bermoralku atau kehidupan suciku."

Kemudian Sumedhā berkata kepada orang tuanya:
"Selama aku tetap menjadi umat awam,
Aku akan menolak untuk makan makanan apa pun,
Sampai aku terjatuh dalam pengaruh kematian."

Karena kecewa, ibunya menangis tersedu-sedu,
Sementara ayahnya, walaupun bersedih,
Mencoba sebisanya untuk membujuknya
Saat ia berbaring menunggu kematian di rumah beratap panjang.

"Bangunlah nak, mengapa engkau begitu bersedih?
Engkau telah bertunangan untuk menikah!
Raja Anīkaratta yang tampan
Sedang di Vāraṇavatī: ia adalah tunanganmu.

Engkau akan menjadi kepala ratu,
Istri dari Raja Anīkaratta.
Perilaku bermoral, kehidupan suci—
Meninggalkan keduniawian sulit untuk dilakukan, anakku.

Dalam keluarga kerajaan di sana ada perintah, kekayaan, otoritas,
Dan kebahagiaan dari kepemilikan.
Nikmatilah kenikmatan indria saat engkau masih muda!
Biarkan pernikahanmu berlangsung, anakku!”

Kemudian Sumedhā berkata kepadanya:
"Jangan sampai itu terjadi! Kehidupan itu hampa!
Aku akan meninggalkan keduniawian atau mati,
Namun aku tidak akan pernah menikah.

Mengapa melekat pada tubuh membusuk ini yang begitu busuk,
Yang berbau karena cairan,
Sekantong cairan mayat yang mengerikan,
Selalu mengalir, penuh dengan kotoran?

Memahami demikian seperti yang aku lakukan, apakah gunanya?
Seonggok bangkai yang buruk, dilumuri dengan darah dan daging,
Makanan bagi burung dan kumpulan cacing—
Mengapa kita mendapatkan itu?

Tak lama tubuh ini, kehilangan kesadaran,
Dibawa ke tanah pekuburan,
Untuk dibuang seperti batang kayu tua
Oleh kerabat dengan rasa jijik.

Ketika mereka membuangnya di tanah pekuburan,
Untuk dimakan oleh makhluk lain, orang tuamu
Memandikan diri mereka sendiri, merasa jijik;
Apalagi dengan orang banyak?

Mereka melekat pada bangkai yang hampa ini,
Kumpulan otot dan tulang ini;
Tubuh yang membusuk ini
Penuh dengan air liur, air mata, tinja, dan nanah.

Jika seseorang membedahnya,
Mengeluarkan apa yang di dalam,
Bau yang tak tertahankan
Akan menjijikan bahkan ibu mereka sendiri.

Memeriksa dengan benar
Kelompok-kelompok kehidupan, unsur, dan bidang indria
Sebagai terkondisi, berakar pada kelahiran, penderitaan—
Mengapa aku menginginkan pernikahan?

Biarlah tiga ratus pedang yang tajam
Jatuh di tubuhku setiap hari!
Bahkan jika pembantaian berlangsung selama 100 tahun
Hal itu akan berharga jika itu mengarah pada akhir penderitaan.

Ia yang mengerti perkataan Sang Guru
Akan mengambil pembantaian ini:
‘Begitu panjang bagimu transmigrasi
Terbunuh dari waktu ke waktu.'

Di antara para dewa dan manusia,
Di alam binatang atau Asura,
Di antara hantu atau di neraka,
Pembunuhan yang tanpa akhir terlihat.

Neraka penuh dengan pembunuhan,
Bagi mereka yang rusak yang terjatuh ke alam rendah.
Bahkan di antara para dewa tidak ada tempat berlindung,
Karena tidak ada kebahagiaan yang melebihi pemadaman.

Mereka yang berkomitmen pada aturan
Dari Ia Yang Dengan Sepuluh Kekuatan Mencapai Pemadaman.
Hidup dengan nyaman, mereka menetapkan dirinya
Untuk meninggalkan kelahiran kembali dan kematian.

Pada hari ini juga, ayah, aku akan melakukan pelepasan:
Apa yang bisa dinikmati dalam kekayaan yang hampa?
Aku kecewa dengan kenikmatan indria,
Mereka seperti dimuntahkan, dibuat seperti tunggul pohon palem."

Saat ia berkata demikian kepada ayahnya,
Anīkaratta, kepada siapa ia bertunangan,
Mendekat dari Vāraṇavatī
Pada saat yang ditentukan untuk pernikahan.

Kemudian Sumedhā mengambil sebilah pisau,
Dan memotong rambutnya, yang begitu hitam, tebal, dan lembut.
Mengurung dirinya di rumah panjang,
Ia memasuki Jhana pertama.

Dan saat ia masuk ke sana,
Anīkaratta telah tiba di kota.
Kemudian di rumah panjang, Sumedhā
Mengembangkan dengan baik persepsi ketidak-kekalan.

Saat ia menyelidiki dalam meditasi,
Anīkaratta dengan cepat menaiki tangga.
Tangan dan kakinya dihiasi dengan permata dan emas,
Ia memohon kepada Sumedhā dengan merangkapkan telapak tangannya:

"Dalam keluarga kerajaan di sana ada perintah, kekayaan, otoritas,
Dan kebahagiaan dari kepemilikan.
Nikmatilah kenikmatan indria saat engkau masih muda!
Kenikmatan indria begitu sulit ditemukan di dunia!

Aku telah menyerahkan royalitas kepadamu—
Nikmatilah kekayaan, berikanlah pemberian!
Janganlah bersedih;
Orang tuamu sedang kecewa.”

Sumedhā, Setelah tidak terpengaruh pada kenikmatan indria,
Dan setelah menghilangkan delusi, kembali berkata:
“Janganlah bersenang dalam kenikmatan indria!
Lihatlah bahaya dalam kenikmatan indria!

Mandhātā, raja dari empat daratan,
Terkemuka dalam menikmati kenikmatan indria,
Meninggal dengan tidak puas,
Keinginannya tidak terpenuhi.

Walaupun hujan tujuh permata dari langit
Di seluruh sepuluh penjuru,
Tidak akan ada kepuasan pada kenikmatan indria:
Orang-orang meninggal dengan tidak pernah puas.

Seperti sebilah pisau daging dan pisau potong,
Kenikmatan indria seperti kepala ular.
Mereka membakar seperti bara api,
Mereka menyerupai tengkorak.

Kenikmatan indria tidaklah kekal dan tidaklah stabil,
Mereka penuh dengan penderitaan, racun yang mengerikan;
Seperti bola besi panas,
Akar penderitaan, buahnya adalah kesakitan.

Kenikmatan indria seperti buah suatu pohon,
Seperti gumpalan daging, menyakitkan,
Mereka menipumu seperti sebuah mimpi;
Kenikmatan indria seperti barang pinjaman.

Kenikmatan indria seperti pedang dan tombak;
Penyakit, bisul, penderitaan, dan masalah.
Seperti lubang bara api yang menyala,
Akar penderitaan, ketakutan, dan pembantaian.

Demikianlah kenikmatan indria telah dijelaskan
Sebagai penghalang, begitu penuh penderitaan.
Tolong pergilah! untukku,
Aku tidak percaya pada kehidupan baru.

Apa yang bisa dilakukan orang lain untukku
Ketika kepala mereka sendiri terbakar?
Ketika diikuti oleh usia tua dan kematian,
Engkau harus berusaha untuk menghancurkan mereka."

Ia membuka pintu
Dan melihat orang tuanya dengan Anīkaratta,
Duduk menangis di lantai.
Dan kemudian ia mengatakan hal ini:

"Transmigrasi begitu panjang bagi orang bodoh,
Menangis lagi dan lagi di sana tanpa awal yang diketahui—
Kematian seorang ayah,
Pembunuhan saudara atau diri mereka sendiri.

Ingatlah lautan air mata, susu, darah,
Transmigrasi tanpa awal yang diketahui.
Ingatlah tulang-belulang yang menumpuk
Oleh para makhluk yang bertransmigrasi.

Ingatlah keempat samudera
Bandingkanlah dengan air mata, susu, dan darah;
Ingatlah tulang-belulang yang menumpuk tinggi seperti Gunung Vipula
Dalam suatu perjalanan yang sangat panjang.

Transmigrasi tanpa awal yang diketahui
Bandingkanlah dengan luas tanah Jambudīpa;
Jika dibagi menjadi gumpalan sebesar biji jujube,
Mereka masih lebih sedikit dari ibu ibunya.

Ingatlah rumput, dahan, dan daun,
Bandingkanlah dengan tanpa awal yang diketahui:
Jika dipisahkan sebesar empat ruas jari,
Mereka masih lebih sedikit dari ayah ayahnya.

Ingatlah kura-kura bermata satu dan kuk berlubang
Tertiup angin di lautan dari timur ke barat—
Memasukkan kepala ke dalam lubang
Adalah perumpamaan untuk memperoleh kelahiran sebagai manusia.

Ingatlah bentukan dari tubuh yang malang ini,
Tanpa inti seperti gumpalan buih.
Lihatlah kelompok-kelompok kehidupan sebagai tidak kekal,
Ingatlah neraka yang begitu penuh penderitaan.

Ingatlah mereka yang membengkak di tanah pekuburan
Lagi dan lagi dalam kehidupan demi kehidupan.
Ingatlah ancaman seekor buaya!
Ingatlah Empat Kebenaran!

Ketika tanpa kematian di sana dapat ditemukan,
Mengapa kalian meminum lima racun pahit?
Bagi setiap kesenangan dalam kenikmatan indria
Adalah jauh lebih pahit dari mereka.

Ketika tanpa kematian di sana dapat ditemukan,
Mengapa kalian terbakar karena kenikmatan indria?
Bagi setiap kesenangan dalam kenikmatan indria
Adalah membakar, mendidih, menggelegak, bergelembung.

Ketika ada kebebasan dari permusuhan,
Mengapa kalian menginginkan musuh kalian, kenikmatan indria?
Seperti raja, api, pencuri, banjir, dan orang yang tidak kalian sukai,
Kenikmatan indria adalah musuh kalian.

Ketika kebebasan di sana dapat ditemukan,
Apakah gunanya kenikmatan indria yang membunuh dan mengikat?
Karena walaupun tak mau, ketika kenikmatan indria ada di sana,
Mereka tunduk pada kesakitan dari pembunuhan dan pengikatan.

Seperti obor rumput yang menyala
Membakar seseorang yang menggenggamnya tanpa melepaskannya,
Kenikmatan indria seperti obor rumput,
Membakar mereka yang tidak melepaskannya.

Janganlah meninggalkan kebahagiaan berlimpah
Demi kesenangan sepele kenikmatan indria.
Janganlah menderita karena kesulitan nantinya,
Seperti ikan lele pada sebuah kail.

Kendalikanlah dirimu di antara kenikmatan indria!
Kalian seperti anjing yang terpaku pada rantai:
Kenikmatan indria pasti akan melahap kalian
Seperti orang buangan yang lapar pada seekor anjing.

Dikekang pada kenikmatan indria,
Kalian mengalami kesakitan yang tanpa akhir,
Bersama dengan banyak penderitaan batin:
Lepaskanlah kenikmatan indria, mereka tidak bertahan lama!

Ketika tanpa penuaan di sana dapat ditemukan,
Apalah gunanya kenikmatan indria yang adalah usia tua?
Seluruh kelahiran kembali dimanapun
Terikat pada kematian dan penyakit.

Inilah yang tidak menua, inilah yang tanpa kematian!
Inilah yang tidak menua dan tanpa kematian, keadaan tanpa kesedihan!
Bebas dari permusuhan, tanpa batas,
Tanpa cela, tanpa ketakutan, tanpa kesengsaraan.

Tanpa kematian ini telah direalisasi oleh banyak orang;
Bahkan saat ini pun itu dapat diperoleh
Oleh mereka yang menetapkan dirinya dengan benar;
Namun itu tidaklah mungkin jika kalian tidak berupaya."

Demikian Sumedhā berkata,
Dengan kurang bersenang dalam hal-hal yang berkondisi.
Anīkaratta menenang,
Sumedhā melemparkan rambutnya ke tanah.

Dengan berdiri, Anīkaratta
Merangkapkan telapak tangan kepada ayahnya dan memohon:
"Relakanlah Sumedha, agar ia bisa meninggalkan keduniawian!
Ia akan melihat Kebenaran dari kebebasan."

Direlakan oleh ibu dan ayahnya,
Ia meninggalkan keduniawian, takut akan kesedihan dan ketakutan.
Ketika ia masih menjadi Bhikkhuni yang berlatih ia merealisasikan enam pengetahuan langsung,
Bersama dengan buah yang tertinggi.

Pemadaman sang putri
Yang menakjubkan dan luar biasa;
Di ranjang kematiannya, ia menyatakan
Beberapa kehidupan masa lampaunya.

“Pada masa Buddha Koṇāgamana,
Kami bertiga adalah teman yang memberikan hadiah
Sebuah kediaman yang baru dibangun
Di tempat kediaman Saṅgha.

Sepuluh kali, seratus kali,
Seribu kali, sepuluh ribu kali,
Kami terlahir kembali di antara para dewa,
Apalagi di antara manusia.

Dahulu kami begitu perkasa di antara para dewa,
Apalagi di antara manusia!
Aku adalah ratu seorang raja dengan tujuh harta—
Aku adalah harta seorang istri.

Itulah sebabnya, itulah asalnya, itulah akarnya,
Itulah penerimaan ajaran;
Pertemuan pertama itu memuncak dalam pemadaman
Bagi ia yang bersenang dalam ajaran.

Jadi katakanlah kepada mereka yang memiliki keyakinan dalam kata-kata
Dari Ia Yang Tak Tertandingi Dalam Kebijaksanaan.
Mereka telah kecewa karena terlahir kembali,
Dan karena kecewa mereka menjadi tanpa kemelekatan.”

Demikianlah syair ini dibacakan oleh Bhikkhuni Sumedhā Therī.

Bab besar telah selesai.

Therīgāthā telah selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tibetan Udānavarga

  Udānavarga ini dikompilasikan oleh Dharmatrāta. Diterjemahkan ke dalam bahasa Tibet oleh Pandita dari India bernama Vidyaprabhakara dan Lo...