Translated for SuttaCentral by 2019.
,
Diterjemahkan dari teks milik Bhante Sujato.
Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.
Prepared for SuttaCentral by Aminah Borg-Luck.
Thig 1.1 Seorang Bhikkhuni yang
Tidak Disebutkan Namanya
Terpujilah
Sang Bhagavā, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna!
Tidurlah
dengan lembut, Bhikkhuni kecil,
Terbungkus
pakaian yang engkau jahit sendiri;
Untuk
keinginanmu yang telah padam,
Seperti
sayuran rebus yang mengering di dalam panci.
Demikianlah
syair ini dibacakan oleh seorang Bhikkhuni yang tidak disebutkan namanya.
Thig 1.2 Muttā
Muttā,
jadilah terbebas dari belenggu-belenggumu,
Seperti
bulan yang terbebas dari cengkeraman Rāhu, Sang gerhana.
Ketika
pikiranmu terbebas,
Nikmatilah
derma makanmu yang terbebas dari hutang.
Demikianlah
Sang Buddha biasanya menasehati Bhikkhuni Muttā yang sedang berlatih dengan
syair-syair ini.
Thig 1.3 Puṇṇā
Puṇṇā,
jadilah penuh dengan kualitas-kualitas baik,
Seperti
bulan pada hari kelima belas.
Ketika
kebijaksanaanmu telah penuh,
Hancurkanlah
kumpulan kegelapan.
Demikianlah
syair ini dibacakan oleh Bhikkhuni Puṇṇā Therī.
Thig 1.4 Tissā
Tissā,
berlatihlah dalam latihan—
Jangan
biarkan latihan berlalu begitu saja.
Terlepas
dari seluruh kemelekatan,
Hiduplah
dalam dunia yang bebas dari kekotoran batin.
Thig 1.5 Tissā yang Lain
Tissā,
teguhkan dirimu pada kualitas-kualitas baik—
Jangan biarkan
saat itu berlalu begitu saja.
Karena
jika engkau melewatkan saatmu,
Engkau
akan bersedih ketika engkau dikirim ke neraka.
Thig 1.6 Dhīrā
Dhīrā,
sentuhlah penghentian,
Ketenangan
persepsi yang penuh kebahagiaan.
Menangkanlah
pemadaman,
Perlindungan
yang tertinggi.
Thig 1.7 Vīrā
Ia dikenal
sebagai Vīrā karena kualitas kepahlawanannya,
Seorang
Bhikkhuni dengan indriya terkembang.
Ia membawa
tubuh terakhirnya,
Setelah
menaklukkan Māra dan kendaraannya.
Thig 1.8 Mittā (Pertama)
Setelah
meninggalkan keduniawian karena keyakinan,
Hargailah
teman-teman spiritualmu, Mittā.
Kembangkanlah
kualitas-kualitas yang terampil
Demi
menemukan perlindungan.
Thig 1.9 Bhadrā
Setelah
meninggalkan keduniawian karena keyakinan,
Hargailah
keuntunganmu, Bhadrā.
Kembangkanlah
kualitas-kualitas yang terampil
Demi
perlindungan yang tertinggi.
Thig 1.10 Upasamā
Upasamā,
seberangilah banjir,
Jangkauan
kematian begitu sulit untuk dilampaui.
Ketika
engkau telah menaklukkan Māra dan kendaraannya,
Bawalah tubuh
terakhirmu.
Thig 1.11 Muttā (Kedua)
Aku
terbebas dengan baik, terbebas dengan sangat baik,
Terbebas
dari tiga hal yang membungkukkanku:
Lesung,
penumbuk,
Dan
suamiku yang bungkuk.
Aku
terbebas dari kelahiran dan kematian;
Kemelekatan
pada kelahiran kembali telah dimusnahkan.
Thig 1.12 Dhammadinnā
Ia yang
bersemangat dan tekun
Yang
dipenuhi dengan perhatian.
Ia yang
pikirannya tidak terikat dengan kenikmatan indria
Dikatakan
pergi melawan arus.
Thig 1.13 Visākhā
Penuhilah
instruksi Sang Buddha,
Setelah
itu engkau tidak akan menyesal.
Setelah
dengan cepat mencuci kakimu,
Duduklah
di tempat terasing untuk bermeditasi.
Thig 1.14 Sumanā
Setelah
melihat unsur-unsur sebagai penderitaan,
Janganlah
menjadi terlahir kembali.
Saat
engkau membuang keinginan untuk terlahir kembali,
Engkau
akan hidup dengan damai.
Thig 1.15 Uttarā (Pertama)
Aku telah
terkendali
Dalam
tubuh, ucapan, dan pikiran.
Setelah
mencabut akar nafsu dan segalanya,
Aku
mendingin dan padam.
Thig 1.16 Sumanā, yang Terlambat
Meninggalkan Keduniawian dalam Hidupnya
Tidurlah
dengan lembut, wanita tua,
Terbungkus
pakaian yang engkau jahit sendiri;
Untuk
keinginanmu yang telah padam,
Engkau
telah mendingin dan padam.
Thig 1.17 Dhammā
Aku
mengembara untuk derma makanan
Walaupun
terlihat lemah, bersandar pada sebilah tongkat.
Tangan dan
kakiku gemetar
Dan aku
terjatuh ke tanah tepat di sana.
Melihat
bahaya dari tubuh,
Pikiranku
terbebaskan.
Thig 1.18 Saṃghā
Setelah
meninggalkan rumahku, anakku, ternakku,
Dan semua
yang aku cintai, aku pergi meninggalkan keduniawian.
Setelah
meninggalkan keinginan dan kebencian,
Setelah
menghalau ketidaktahuan,
Dan
setelah mencabut nafsu, akar dan segalanya,
Aku telah
padam dan damai.
Bab
pertama telah selesai.
Thig 2.1 Abhīrupanandā
Nandā,
lihatlah kantong tulang-belulang ini sebagai
Penyakit,
kotor, dan busuk.
Dengan
pikiran menyatu dan tenang,
Renungkanlah
aspek keburukan dari tubuh.
Renungkanlah
yang tak bertanda,
Lepaskanlah
kecenderungan yang mendasari kesombongan;
Dan ketika
engkau memahami kesombongan,
Engkau
akan hidup dengan damai.
Demikianlah
Sang Buddha biasanya menasehati Bhikkhuni Nandā Therī dengan syair-syair ini.
Thig 2.2 Jentā
Dari tujuh
faktor pencerahan,
Jalan
untuk mencapai pemadaman,
Aku telah
mengembangkan semuanya,
Seperti
yang Sang Buddha ajarkan.
Karena aku
telah melihat Sang Bhagavā,
Dan
kantong tulang-belulang ini adalah yang terakhir bagiku.
Transmigrasi
kelahiran telah selesai,
Sekarang
tidak ada lagi kehidupan di masa depan.
Demikianlah
syair-syair ini dibacakan oleh Bhikkhuni Jentā Therī.
Thig 2.3 Ibu Sumaṅgala
Aku
terbebas dengan baik, terbebas dengan baik,
Terbebas
dengan sangat baik!
Angin
penumbukku yang tak kenal malu berhembus;
Panci
kecilku meliuk seperti seekor belut.
Sekarang,
sehubungan dengan keserakahan dan kebencian:
Aku
menghanguskan mereka dan mendesiskan mereka.
Setelah
pergi ke akar sebuah pohon,
Aku
bermeditasi dengan bahagia, dengan berpikir, "Oh, betapa bahagianya!"
Thig 2.4 Aḍḍhakāsi
Harga
untuk pelayananku
Sebesar
negara Kāsi.
Dengan
menetapkan harga itu,
Penduduk
kota membuatku sangat berharga.
Kemudian,
muncul kekecewaan dengan bentukku,
Aku
menjadi tidak bergairah.
Jangan
bepergian terus menerus,
Melalui
transmigrasi kelahiran kembali!
Aku telah
merealisasikan tiga pengetahuan,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Thig 2.5 Cittā
Meskipun
aku kurus,
Sakit, dan
sangat lemah,
Aku
mendaki gunung,
Bersandar
pada sebilah tongkat.
Setelah
meletakkan jubah luarku,
Dan
membalikkan mangkukku,
Menopang
diriku pada sebuah batu,
Aku
menghancurkan kumpulan kegelapan.
Thig 2.6 Mettikā
Meskipun
sedang sakit,
Lemah,
kemudaanku telah lama pergi,
Aku
mendaki gunung,
Bersandar
pada sebilah tongkat.
Setelah
meletakkan jubah luarku,
Dan
membalikkan mangkukku,
Duduk pada
sebuah batu,
Pikiranku
telah terbebaskan.
Aku telah
mencapai tiga pengetahuan,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Thig 2.7 Mittā (Kedua)
Aku
bersenang dalam kumpulan para dewa,
Setelah
menjalani hari Uposatha
Lengkap
dengan delapan faktor,
Pada hari
keempat belas dan kelima belas,
Dan hari
kedelapan dwi mingguan,
Maupun
pada peringatan dwi mingguan khusus.
Hari ini
aku hanya makan sekali sehari,
Kepalaku
tercukur, aku memakai jubah luar.
Aku tidak
lagi bersenang dalam kumpulan para dewa,
Karena
kesedihan telah disingkirkan dari batinku.
Thig 2.8 Ibu Abhayā
Ibuku yang
kusayang, aku memeriksa tubuh ini,
Naik dari
telapak kaki,
Dan turun
dari ujung rambut,
Begitu
tidak murni dan berbau busuk.
Dengan
merenungkan demikian,
semua
nafsuku dihilangkan.
Demam
hasratku terpotong,
Aku
mendingin dan padam.
Thig 2.9 Abhayā
Abhayā,
tubuh ini sangatlah rapuh,
Namun
orang-orang awam melekat padanya.
Aku akan
membaringkan tubuh ini,
Dengan
penuh perhatian dan kewaspadaan.
Meskipun
diserang begitu banyak hal yang menyakitkan,
Aku
dengan, melalui bersenang dalam ketekunanku,
Mencapai
akhir dari nafsu keinginan,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Thig 2.10 Sāmā
Empat atau
lima kali
Aku
meninggalkan kediamanku.
Aku telah
gagal menemukan kedamaian batin,
Atau
kendali apa pun atas pikiranku.
Sekarang
adalah malam kedelapan
Sejak
nafsu keinginan telah dilenyapkan.
Meskipun
diserang begitu banyak hal yang menyakitkan,
Aku
dengan, melalui bersenang dalam ketekunanku,
Mencapai
akhir dari nafsu keinginan,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Bab kedua
telah selesai.
Thig 3.1 Sāmā Lainnya
Dalam dua
puluh lima tahun
Sejak aku
meninggalkan keduniawian,
Aku tidak
mengingat bahwa aku pernah menemukan
Ketenangan
dalam pikiranku.
Aku telah
gagal menemukan kedamaian batin,
Atau
kendali apa pun atas pikiranku.
Ketika aku
mengingat instruksi Sang Penakluk,
Aku
terpukul dengan rasa keterdesakan.
Meskipun
diserang begitu banyak hal menyakitkan,
Aku
dengan, melalui bersenang dalam ketekunanku,
Mencapai
akhir dari nafsu keinginan,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Ini adalah
hari ketujuh
Sejak
nafsu keinginanku mengering.
Thig 3.2 Uttamā
Empat atau
lima kali
Aku
meninggalkan kediamanku.
Aku telah
gagal menemukan kedamaian batin,
Atau
kendali apa pun atas pikiranku.
Aku
mendekati seorang Bhikkhuni
Padanya
aku memiliki keyakinan.
Ia
mengajariku Dhamma:
Kelompok
kehidupan, bidang indria, dan unsur-unsur.
Ketika aku
mendengar ajarannya,
Sesuai
dengan instruksinya,
Aku duduk
selama tujuh hari dalam postur yang sama,
Didedikasikan
pada kegembiraan dan kebahagiaan.
Pada hari
kedelapan aku merenggangkan kakiku,
Setelah
menghancurkan kumpulan kegelapan.
Thig 3.3 Uttamā Lainnya
Dari tujuh
faktor pencerahan,
Jalan
untuk mencapai pemadaman,
Aku telah
mengembangkan semuanya,
Seperti
yang Sang Buddha ajarkan.
Aku
mencapai Samādhi kekosongan
Dan tanpa
gambaran kapan pun aku mau.
Aku adalah
putri Sang Buddha yang sebenarnya,
Selalu
bersenang dalam pemadaman.
Semua
kenikmatan indria telah terputus,
Baik
manusia ataupun surgawi.
Transmigrasi
kelahiran telah selesai,
Sekarang
tidak ada lagi kehidupan di masa depan.
Thig 3.4 Dantikā
Meninggalkan
saat meditasi siangku
Di Puncak
Gunung Gijjhakūṭa,
Aku
melihat seekor gajah di tepi sungai
Baru saja
keluar dari pemandiannya.
Seorang
pria, mengambil tongkat dengan kail,
Bertanya
kepada gajah itu, "Berikan aku kakimu."
Gajah itu
menunjukkan kakinya,
Dan pria
itu menungganginya.
Melihat
binatang buas itu begitu jinak,
Tunduk
pada kendali manusia,
Pikiranku
menjadi tenang:
Itulah
mengapa aku pergi ke hutan!
Thig 3.5 Ubbirī
“Engkau
menangis, 'Tolong tetaplah hidup!’ di hutan.
Ubbirī,
kendalikanlah dirimu!
Delapan
puluh empat ribu orang,
Semua
disebut 'makhluk hidup',
Telah
terbakar di tanah perkuburan ini:
Siapakah
yang kau tangisi?”
"Oh!
Karena engkau telah mencabut anak panah dariku,
Yang amat
sulit untuk dilihat, tersembunyi di dalam batin.
Engkau
telah menghilangkan kesedihan pada putriku
Di mana
aku pernah terpuruk.
Hari ini
aku telah mencabut anak panah,
Aku tanpa
kelaparan, padam.
Aku pergi
berlindung kepada orang bijak itu, Sang Buddha,
Kepada
ajaranNya, dan kepada Saṅgha."
Thig 3.6 Sukkā
"Ada
apa dengan orang-orang di Rājagaha?
Mereka
terjatuh seolah-olah mereka sedang meminum Madhu!
Mereka
tidak menemui Sukkā
Saat ia
mengajarkan instruksi Sang Buddha.
Tetapi
mereka yang bijaksana—
Mereka
seolah-olah meminumnya,
Begitu
menarik, lezat dan bergizi,
Seperti
pengembara yang menikmati awan yang sejuk.”
"Ia
dikenal sebagai Sukkā karena kualitasnya yang cerah,
Bebas dari
keserakahan, tenang.
Ia membawa
tubuh terakhirnya,
Setelah
menaklukkan Māra dan kendarannya.”
Thig 3.7 Selā
"Tidak
ada jalan terbebas dari dunia,
Lalu
apakah yang akan keterasingan berikan kepadamu?
Nikmatilah
bersenang dalam kenikmatan indria;
Jangan
menyesalinya kemudian."
“Kenikmatan
indria adalah seperti pedang dan tombak
Kelompok
kehidupan adalah talenan mereka.
Apa yang
engkau sebut kesenangan indriawi
Sekarang
tidaklah menyenangkan bagiku.
Kesenangan
telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan
kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi
ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau
telah dikalahkan, Māra!"
Thig 3.8 Somā
“Keadaan
itu sangat menantang;
Bagi
mereka yang bijaksana untuk mencapainya.
Itu tidak
mungkin bagi seorang wanita,
Dengan
kebijaksanaan dua jarinya."
“Apa
bedanya bagi para wanita
Ketika
pikiran menjadi tenang,
Dan
pengetahuan muncul
Ketika
engkau dengan benar memahami Dhamma.
Kesenangan
telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan
kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi
ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau
telah dikalahkan, Māra!"
Bab ketiga
telah selesai.
Thig 4.1 Bhaddā Kāpilānī
Kassapa
adalah putra dan pewaris Sang Buddha,
Yang
pikirannya berendam dalam samādhi.
Ia tahu
kehidupan lampaunya,
Ia melihat
surga dan tempat kejatuhan,
Dan telah
mencapai akhir kelahiran:
Orang
bijaksana itu memiliki penglihatan yang sempurna.
Semua itu
karena tiga pengetahuannya
Brāhmaṇa
itu adalah penguasa dari tiga pengetahuan.
Dengan
cara yang sama, Bhaddā Kāpilānī
Adalah
penguasa tiga pengetahuan, penghancur kematian.
Ia membawa
tubuh terakhirnya,
Setelah
menaklukkan Māra dan kendaraannya.
Melihat
bahaya dari dunia,
Kami
berdua pergi meninggalkan keduniawian.
Sekarang
kami telah dijinakkan, kekotoran batin kami telah berakhir;
Kami
menjadi dingin dan padam.
Bab
keempat telah selesai.
Thig 5.1 Seorang Bhikkhuni yang
Tidak Disebutkan Namanya (Kedua)
Dalam dua
puluh lima tahun
Sejak aku
pergi meninggalkan keduniawian
Aku tidak
menemukan ketenangan pikiran,
Bahkan
selama sejentikan-jari.
Gagal
dalam menemukan kedamaian batin,
Rusak oleh
keinginan indria,
Aku
menangis dengan tangan memukul-mukul
Saat aku
memasuki tempat kediaman.
Aku
mendekati seorang Bhikkhuni
Padanya
aku memiliki keyakinan.
Ia
mengajariku Dhamma:
Kelompok
kehidupan, bidang indria, dan unsur-unsur.
Ketika aku
mendengar ajarannya,
Aku
kembali ke tempat terasing.
Aku
mengtahui kehidupan lampauku;
Mata dewa
ku dimurnikan;
Aku
memahami pikiran makhluk lain;
Telinga
dewa ku dimurnikan;
Aku telah
merealisasikan kesaktian batin,
Dan
mencapai akhir dari kekotoran batin.
Aku telah
merealisasikan enam jenis pengetahuan langsung,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Thig 5.2 Vimalā, Sang Mantan Pelacur
Mabuk oleh
penampilanku,
Bentuk
tubuhku, kecantikanku, reputasiku,
Dan karena
kemudaanku,
Aku
memandang rendah wanita lain.
Aku
menghiasi tubuh ini,
Begitu
mewah, didekuti oleh orang-orang bodoh,
Dan
berdiri di pintu tempat pelacuran,
Seperti
seorang pemburu yang memasang jerat.
Aku
telanjang untuk mereka,
Mengungkapkan
banyak harta karunku.
Menciptakan
sebuah ilusi yang rumit,
Aku
tertawa, menggoda pria-pria itu.
Hari ini,
setelah berkeliling untuk derma makan,
Kepalaku
tercukur, mengenakan jubah luar,
Aku duduk
di akar pohon untuk bermeditasi;
Aku
memperoleh kebebasan dari pikiran.
Semua
belenggu telah terpotong,
Baik
manusia ataupun surgawi.
Setelah
memusnahkan semua kekotoran batin,
Aku
menjadi dingin dan padam.
Thig 5.3 Sīhā
Karena
memperhatikan yang tidak semestinya,
Aku
tersiksa oleh nafsu kenikmatan indria.
Aku
gelisah di masa lampau,
Kurangnya
kendali atas pikiranku.
Dikalahkan
oleh kebusukan,
Mengejar
persepsi yang indah,
Aku tidak
memperoleh kedamaian pikiran.
Di bawah
pengaruh pikiran penuh nafsu,
Kurus,
pucat, dan lemah,
Selama
tujuh tahun aku mengembara,
Penuh
dengan kesakitan,
Tidak
menemukan kebahagiaan baik siang atau malam.
Mengambil
seikat tali
Aku masuk
jauh ke dalam hutan, dengan berpikir:
"Lebih
baik aku menggantung diri
Daripada
aku kembali ke kehidupan rendah."
Aku
membuat simpul yang kuat
Dan
mengikatnya ke dahan pohon.
Meletakannya
di leherku,
Pikiranku
telah terbebas.
Thig 5.4 Sundarīnandā
Nandā,
lihatlah kantong tulang-belulang ini sebagai
Penyakit,
kotor, dan busuk.
Dengan
pikiran menyatu dan tenang,
Renungkanlah
aspek keburukan dari tubuh:
Seperti
ini, begitu juga itu,
Seperti
itu, begitu juga ini.
Bau busuk
keluar dari itu,
Itu adalah
kesenangan orang-orang bodoh."
Melihat
tubuhku seperti demikian,
Tanpa
lelah sepanjang siang dan malam,
Setelah
menembusnya
Dengan
kebijaksanaanku sendiri, aku melihatnya.
Dengan
ketekunan,
Menyelidiki
dengan benar,
Aku
benar-benar melihat tubuh itu
Baik di
dalam maupun di luar.
Kemudian,
timbul kekecewaan terhadap tubuhku,
Aku menjadi
tidak tertarik padanya.
Tekun,
terlepas,
Aku padam
dan tenang.
Thig 5.5 Nanduttarā
Di masa
lampau aku memuja api suci,
Bulan,
matahari, dan para dewa.
Setelah
pergi ke dalam sungai,
Aku masuk
ke dalam air.
Mengambil
banyak ikrar,
Aku
mencukur setengah kepalaku.
Menyiapkan
tempat tidur di tanah,
Aku tidak
makan saat malam.
Aku
menyukai ornamen dan dekorasiku;
Dan dengan
berendam dan pijatan-minyak,
Aku
memanjakan tubuh ini,
Tersiksa
oleh nafsu kenikmatan indria.
Namun
kemudian aku memperoleh keyakinan,
Dan pergi
menuju kehidupan tanpa rumah.
Benar-benar
melihat tubuh,
Nafsu
kenikmatan indria telah dihilangkan.
Semua
kelahiran kembali terputus,
Keinginan
dan aspirasi juga.
Terlepas
dari semua kemelekatan,
Aku
mencapai kedamaian batin.
Thig 5.6 Mittākāḷī
Setelah
meninggalkan keduniawian karena keyakinan
Dari
kehidupan rumah tangga menuju tanpa rumah,
Aku
mengembara ke sana-sini,
Iri pada
perolehan dan kehormatan.
Mengabaikan
tujuan tertinggi,
Aku
mengejar yang terendah.
Di bawah
pengaruh kebusukan,
Aku tidak
pernah mengetahui tujuan hidup seorang pertapa.
Aku
terpukul dengan rasa keterdesakan
Ketika aku
sedang duduk di gubukku:
"Aku
berjalan di jalan yang salah,
Di bawah
pengaruh nafsu.
Kehidupanku
singkat,
Dihancurkan
oleh usia tua dan penyakit.
Sebelum
tubuh ini hancur,
Tidak ada
waktu bagiku untuk menjadi lalai."
Aku
mengamati sesuai dengan kenyataan
Kemunculan
dan keruntuhan dari kelompok-kelompok kehidupan.
Aku
berdiri dengan pikiran yang terbebas,
Setelah
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Thig 5.7 Sakulā
Ketika
sedang di rumah
Aku
mendengar Dhamma dari seorang Bhikkhu.
Aku
melihat Dhamma yang tanpa noda,
Pemadaman,
keadaan tanpa kematian.
Meninggalkan
putra dan putriku,
Harta dan
berasku,
Aku
memotong rambutku,
Dan pergi
menuju kehidupan tanpa rumah.
Sebagai
seorang Bhikkhuni yang berlatih,
Aku
mengembangkan jalan yang lurus.
Aku
meninggalkan keserakahan dan kebencian,
Bersama
dengan kekotoran batin yang melekat.
Ketika aku
ditahbiskan sepenuhnya sebagai Bhikkhuni,
Aku
mengingat kembali kehidupan lampauku,
Dan
memurnikan mata dewaku,
Murni dan
sepenuhnya terkembang.
Kondisi
lahir karena sebab, hancur;
Setelah
melihat mereka sebagai makhluk lain,
Aku
meninggalkan semua kekotoran batin,
Aku
mendingin dan padam.
Thig 5.8 Soṇā
Aku
melahirkan sepuluh putra
Dengan
tubuh ini, kantong tulang-belulang ini.
Lalu,
ketika lemah dan tua,
Aku
mendekati seorang Bhikkhuni.
Ia
mengajariku Dhamma:
Kelompok
kehidupan, bidang indria, dan unsur-unsur.
Ketika aku
mendengar ajarannya,
Aku
memotong rambutku dan meninggalkan keduniawian.
Ketika aku
masih menjadi seorang Bhikkhuni yang berlatih,
Mata
dewaku dimurnikan,
Dan aku
mengetahui kehidupan lampauku,
Tempat di
mana aku dulu tinggal.
Aku
merenungkan pada tanpa gambaran,
pikiranku
menyatu dan tenang.
Aku
mencapai kebebasan langsung,
Padam
dengan tanpa melekat.
Lima
kelompok kelompok kehidupan sepenuhnya dipahami;
Mereka
tetap ada, namun akar mereka terpotong.
Terkutuklah
engkau, usia tua!
Sekarang
tidak ada lagi kehidupan di masa depan.
Thig 5.9 Bhaddā Kuṇḍalakesā
Rambutku
dipotong, terbalut dalam lumpur,
Dulu aku
mengembara hanya memakai satu jubah.
Aku
melihat kesalahan di mana tidak ada kesalahan,
Dan tidak
ada kesalahan di mana ada kesalahan.
Meninggalkan
saat meditasi siangku
Di Puncak
Gunung Gijjhakūṭa,
Aku
melihat Sang Buddha yang tanpa noda
Di depan
Saṅgha para Bhikkhu.
Aku
menekuk lututku dan bersujud,
Dan di
hadapannya aku merangkapkan tanganku.
“Marilah
Bhaddā,” Ia berkata;
Itu adalah
penahbisanku.
"Aku
telah mengembara di antara para Aṅgā dan Magadhā,
Para
Vajjī, Kāsī, dan Kosalā.
Aku telah
memakan derma makanan dari bangsa-bangsa itu
Bebas dari
hutang selama lima puluh tahun."
"Oh!
Ia telah membuat begitu banyak jasa!
Pengikut
awam itu sangat bijaksana.
Ia
memberikan sebuah jubah kepada Bhaddā,
Yang
terlepas dari semua belenggu."
Thig 5.10 Paṭācārā
Membajak
ladang,
Menabur
benih di tanah,
Menyokong
pasangan dan anak,
Pria muda
memperoleh kekayaan.
Aku
sempurna dalam perilaku,
Dan aku
melakukan perintah Sang Guru,
Dengan
tanpa malas dan gelisah—
Lalu
mengapa aku tidak mencapai pemadaman?
Setelah
mencuci kakiku,
Aku
memperhatikan air,
Melihat
air pencuci kaki
Mengalir
dari tempat tinggi ke rendah.
Pikiranku
menjadi tenang,
Seperti
kuda berdarah murni.
Kemudian,
mengambil sebuah lampu,
Aku
memasuki kediamanku,
Memeriksa
tempat tidur,
Dan duduk
di dipanku.
Kemudian,
mengambil sebuah jarum,
Aku
menarik sumbu keluar.
Kebebasan
batinku
Seperti
padamnya lampu.
Thig 5.11 Tiga Puluh Bhikkhuni
"Mengambil
sebuah penumbuk,
Pria muda
menumbuk jagung.
Menyokong
pasangan dan anak,
Pria muda
memperoleh kekayaan.
Lakukanlah
perintah Sang Buddha,
Setelah
itu engkau tidak akan menyesal.
Setelah
dengan cepat mencuci kakimu,
Duduklah
di tempat terasing untuk bermeditasi.
Dedikasikan
untuk ketenangan batin,
Lakukanlah
perintah Sang Buddha."
Setelah
mendengar kata-katanya,
Instruksi
dari Paṭācārā,
Mereka
mencuci kaki mereka
Dan
kembali ke tempat yang terasing.
Dedikasikan
untuk ketenangan batin,
Mereka
melakukan perintah Sang Buddha.
Di jaga
malam pertama,
Mereka
mengingat kembali kehidupan lampau mereka.
Di jaga
malam kedua,
Mereka
memurnikan mata dewa mereka.
Di jaga
malam terakhir,
Mereka
menghancurkan kumpulan kegelapan.
Mereka
bangkit dan memberikan hormat di kakinya:
“Kami
telah melakukan perintahmu;
Kami akan
menghormatimu,
Seperti
tiga puluh dewa menghormati Inda,
Yang tak
terkalahkan dalam pertempuran.
Menguasai
tiga pengetahuan, kami terbebas dari kekotoran batin.”
Dengan
demikian, tiga puluh Bhikkhuni Therī menyatakan pencerahan mereka di hadapan
Paṭācārā.
Thig 5.12 Candā
Dahulu aku
dalam keadaan menyesal.
Sebagai
seorang janda tanpa anak,
Kehilangan
teman atau kerabat,
Aku tidak
memperoleh makanan atau pakaian.
Aku
mengambil sebuah mangkuk dan tongkat
Dan pergi
mengemis dari keluarga ke keluarga.
Selama
tujuh tahun aku mengembara,
Terbakar
oleh panas dan dingin.
Lalu aku
melihat seorang Bhikkhuni
Menerima
makanan dan minuman.
Mendekatinya,
aku berkata:
"Jadikan
aku meninggalkan keduniawian."
Karena
berbelas-kasihan kepadaku,
Paṭācārā
memberikanku penahbisan.
Kemudian,
setelah menasihatiku,
Ia
mendesakku untuk mencapai tujuan akhir.
Setelah
mendengar kata-katanya,
Aku
melakukan perintahnya.
Nasihat
wanita itu tidaklah sia-sia:
Menguasai
tiga pengetahuan, Aku terbebas dari kekotoran batin.
Bab kelima
telah selesai.
Thig 6.1 Paṭācārā, yang Memiliki
Pengikut Sebanyak Lima Ratus Orang
"Ia
yang jalannya tidak engkau ketahui,
Tidak dari
mana ia datang maupun ke mana ia pergi;
Meskipun
ia datang tak tahu dari mana,
Engkau
meratapi makhluk itu, sambil menangis, "Oh anakku!"
Tetapi
orang yang jalannya engkau ketahui,
Dari mana
ia datang atau ke mana mereka pergi;
Orang itu
tidak engkau ratapi—
Begitulah
sifat makhluk hidup.
Tanpa
diminta ia datang,
Ia pergi
tanpa pamit.
Ia pasti
datang dari suatu tempat,
Dan
tinggal tak tahu berapa lama.
Ia pergi
dari sini dengan satu jalan,
Ia akan
pergi dari sana dengan yang lain.
Pergi
dengan bentuk seorang manusia,
Ia akan
terus bertransmigrasi.
Seperti ia
datang, begitupula ia pergi:
Mengapa
menangisi hal itu?"
"Oh!
Karena engkau telah mencabut anak panah dariku,
Yang amat
sulit untuk dilihat, tersembunyi di dalam batin.
Engkau
telah menghilangkan kesedihan pada putraku
Di mana
aku pernah terpuruk.
Hari ini
aku telah mencabut anak panah,
Aku tanpa
kelaparan, padam.
Aku pergi
berlindung kepada orang bijak itu, Sang Buddha,
Kepada
ajaranNya, dan kepada Saṅgha."
Demikianlah
Paṭācārā, yang memiliki pengikut sebanyak lima ratus orang, menyatakan
pencerahannya.
Thig 6.2 Vāseṭṭhī
Terpukul
dengan kesedihan karena putraku,
Gila,
diluar pemikiranku,
Telanjang,
rambutku berterbangan,
Aku
mengembara ke sana-sini.
Aku
tinggal di tumpukan sampah,
Di kuburan
dan jalan raya.
Selama
tiga tahun aku mengembara,
Dilanda
kelaparan dan kehausan.
Kemudian
aku melihat Yang Maha Suci,
Yang telah
pergi ke kota Mithilā.
Penjinak
mereka yang tidak jinak,
Sambuddha
yang tak takut dengan siapapun.
Mendapatkan
kembali akal sehatku,
Aku
memberikan penghormatan dan duduk.
Karena
berbelas-kasihan
Gotama
mengajariku Dhamma.
Setelah
mendengar ajaranNya,
Aku pergi
meninggalkan keduniawian.
Menetapkan
diriku pada perkataan Sang Guru,
Aku
merealisasikan keadaan yang agung.
Semua
kesedihan telah terpotong,
Ditinggalkan,
mereka berakhir di sini.
Aku telah
sepenuhnya mengerti asalnya
Dari mana
kesedihan muncul.
Thig 6.3 Khemā
“Engkau
sangat muda dan cantik!
Akupun
juga muda, hanyalah seorang pemuda.
Ayolah,
Khemā, marilah kita nikmati
Musik dari
lima-buah pita."
"Tubuh
ini membusuk,
Sakit dan
rapuh,
Aku takut
dan menjauh karenanya,
Dan aku
telah menghilangkan nafsu indria.
“Kenikmatan
indria adalah seperti pedang dan tombak
Kelompok
kehidupan adalah talenan mereka.
Apa yang
engkau sebut kesenangan indriawi
Sekarang
tidaklah menyenangkan bagiku.
Kesenangan
telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan
kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi
ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau
telah dikalahkan, Māra!"
"Memuja
bintang-bintang,
Melayani
api suci di hutan;
Gagal
dalam memahami sifat segala hal,
Bodohnya aku,
aku pikir ini adalah kemurnian.
Tapi
sekarang aku memuja Sambuddha,
Yang
Tertinggi di antara manusia.
Melakukan
perintah Sang Guru,
Aku
terbebas dari semua penderitaan."
Thig 6.4 Sujātā
Aku
dihiasi dengan perhiasan dan semua pakaian,
Dengan
karangan bunga, dan riasan cendana yang dipakai,
Seluruhnya
tertutupi dengan dekorasi,
Dan
dikelilingi oleh pelayanku.
Mengambil
makanan dan minuman,
Baik pokok
dan pendamping dalam jumlah yang tak sedikit,
Aku
meninggalkan rumahku
Dan pergi
ke taman.
Aku
menikmati diriku di sana dan bermain-main,
Dan
kemudian, kembali ke rumahku,
Aku
melihat sebuah kediaman Bhikkhuni,
Dan karena
itu aku memasuki hutan Añjana di Sāketa.
Melihat
cahaya dunia,
Aku
memberikan penghormatan dan duduk.
Karena
berbelas-kasihan
Penglihat
itu mengajarkanku Dhamma.
Ketika aku
mendengar pertapa agung,
Aku
menembus kebenaran.
Di sana
aku bertemu Dhamma,
Yang tanpa
noda, kondisi tanpa kematian.
Kemudian,
setelah mengerti Dhamma Sejati,
Aku pergi
meninggalkan keduniawian.
Aku telah
mencapai tiga pengetahuan;
Perintah
Sang Buddha tidaklah sia-sia.
Thig 6.5 Anopamā
Aku
dilahirkan dalam keluarga yang terkenal,
Kaya dan
makmur,
Diberkahi
dengan bentuk dan paras yang cantik;
Putri
Majjha yang sebenarnya.
Aku dicari
oleh para pangeran,
Didambakan
oleh putra-putra orang kaya.
Seseorang
mengirim utusan ke ayahku:
“Berikan
aku Anopamā!
Berapapun
berat
putrimu
Anopamā,
Aku akan
memberimu delapan kali lipat
Dalam emas
dan permata."
Ketika aku
melihat Sambuddha,
Yang
Tertua di dunia, Yang Tak Tertandingi,
Aku
memberikan penghormatan pada kakinya,
Lalu duduk
di satu sisi.
Karena
berbelas kasihan,
Gotama
mengajariku Dhamma.
Ketika
duduk di tempat duduk itu,
Aku
mencapai buah ketiga.
Kemudian,
setelah memotong rambutku,
Aku pergi
meninggalkan keduniawian.
Ini adalah
hari ketujuh
Sejak
nafsu keinginanku mengering.
Thig 6.6 Mahāpajāpati Gotamī
Oh Buddha,
pahlawanku: Hormat kepadaMu!
Yang
Tertinggi di antara semua makhluk,
Yang
membebaskanku dari penderitaan,
Dan juga
banyak makhluk lainnya.
Semua
penderitaan dipahami sepenuhnya;
Nafsu
keinginan—penyebabnya—mengeringnya;
Jalan
Mulia Berunsur Delapan telah dikembangkan;
Dan
penghentian telah direalisasikan olehku.
Sebelumnya
aku adalah seorang ibu, seorang putra,
Seorang
ayah, seorang saudara lelaki, dan seorang nenek.
Gagal
dalam memahami sifat segala hal,
Aku
bertransmigrasi tanpa hasil.
Sejak aku
telah melihat Sang Bhagavā,
Kantong
tulang-belulang ini adalah yang terakhir bagiku.
Transmigrasi
kelahiran telah selesai,
Sekarang
tidak ada lagi kehidupan di masa depan.
Aku
melihat para siswa dalam harmoni,
Bersemangat
dan teguh,
Selalu
penuh semangat—
Ini adalah
penghormatan kepada Buddha!
Benar-benar
demi manfaat banyak orang
Bahwa Māyā
melahirkan Gotama.
Ia menyapu
kumpulan penderitaan
Bagi
mereka yang terserang penyakit dan kematian.
Thig 6.7 Guttā
Guttā,
engkau telah meninggalkan anakmu,
Kekayaanmu,
dan semua yang engkau cintai.
Kembangkanlah
tujuan yang karenanya engkau meninggalkan keduniawian;
Jangan
terjatuh dalam kendali pikiran.
Makhluk
yang terperdaya oleh pikiran,
Bermain di
jangkauan Māra,
Tidak
mengetahui, mereka terus berjalan,
Bertransmigrasi
dalam kelahiran kembali yang tak terhitung.
Nafsu
indria dan niat buruk,
Dan
pandangan identitas;
Kesalahpahaman
dari aturan dan ritual,
Dan
keragu-raguan sebagai yang kelima.
Oh
Bhikkhuni, ketika engkau telah meninggalkan
Belenggu
yang lebih rendah ini,
Engkau
tidak akan kembali
Ke dunia
ini lagi.
Dan ketika
engkau menyingkirkan keserakahan,
Kesombongan,
ketidaktahuan, dan kegelisahan,
Setelah
memotong belenggu,
Engkau
akan mengakhiri penderitaan.
Setelah
memusnahkan transmigrasi,
Dan
sepenuhnya memahami kelahiran kembali,
Tidak
lapar dalam kehidupan ini,
Engkau
akan hidup dengan damai.
Thig 6.8 Vijayā
Empat atau
lima kali
Aku
meninggalkan kediamanku.
Aku telah
gagal menemukan kedamaian batin,
Atau
kendali apa pun atas pikiranku.
Aku
mendekati seorang Bhikkhuni
Dan dengan
sopan menanyainya.
Ia
mengajariku Dhamma:
Unsur-unsur
dan bidang indria,
Empat
Kebenaran Mulia,
Indriya
dan Kekuatan,
Faktor
Pencerahan, dan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Untuk
pencapaian tujuan tertinggi.
Setelah
mendengar kata-katanya,
Aku
melakukan perintahnya.
Di jaga
malam pertama,
Aku
mengingat kembali kehidupan lampauku.
Di jaga
malam kedua,
Aku
memurnikan mata dewaku.
Di jaga
malam terakhir,
Aku
menghancurkan kumpulan kegelapan.
Kemudian
aku bermeditasi melingkupi tubuhku
Dengan
kegembiraan dan kebahagiaan.
Pada hari
ketujuh aku merentangkan kakiku,
Setelah
menghancurkan kumpulan kegelapan.
Bab keenam
telah selesai.
Thig 7.1 Uttarā
"Mengambil
sebuah penumbuk,
Pria muda
menumbuk jagung.
Menyokong
pasangan dan anak,
Pria muda
memperoleh kekayaan.
Bekerjalah
sesuai perintah Sang Buddha,
Setelah
itu engkau tidak akan menyesal.
Setelah
dengan cepat mencuci kakimu,
Duduklah
di tempat terasing untuk bermeditasi.
Mantapkanlah
pikiran,
Menyatu
dan tenang.
Amatilah
kondisi
Sebagai
makhluk lain, bukan sebagai diri."
Setelah
mendengar kata-katanya,
Instruksi
dari Paṭācārā,
Aku
mencuci kakiku
Dan
kembali ke tempat yang terasing.
Di jaga
malam pertama,
Aku
mengingat kembali kehidupan lampauku.
Di jaga
malam kedua,
Aku
memurnikan mata dewaku.
Di jaga
malam terakhir,
Aku
menghancurkan kumpulan kegelapan.
Aku
membangkitkan kuasa atas tiga pengetahuan:
Perintahmu
telah dilakukan.
Aku akan
menghormatimu,
Seperti
tiga puluh dewa menghormati Sakka,
Yang tak
terkalahkan dalam pertempuran.
Menguasai
tiga pengetahuan, aku terbebas dari kekotoran batin.”
Thig 7.2 Cālā
"Sebagai
Bhikkhuni dengan Indriya terkembang,
Setelah
memantapkan perhatian,
Aku
menembus kondisi yang damai itu,
Kebahagiaan
meredanya kondisi.”
"Dibawah
siapakah engkau mencukur kepalamu?
Engkau
terlihat seperti seorang pertapa,
Namun
engkau tidak percaya pada kepercayaan apa pun.
Mengapa
engkau hidup seolah-olah tersesat?"
“Pengikut
kepercayaan lain
Mengandalkan
pandangan mereka.
Mereka
tidak mengerti Dhamma,
Karena
mereka bukanlah ahli dalam Dhamma.
Namun ada
seseorang yang lahir di suku Sakya,
Sang
Buddha Yang Tak Tertandingi;
Ia
mengajariku Dhamma
Untuk
melampaui pandangan-pandangan.
Penderitaan,
asal mula penderitaan,
lenyapnya
penderitaan,
Dan Jalan
Mulia Berunsur Delapan
Yang
mengarah pada penghentian penderitaan.
Setelah
mendengar kata-katanya,
Aku dengan
senang hati melakukan perintahnya.
Aku telah
mencapai tiga pengetahuan
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Kesenangan
telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan
kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi
ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau
telah dikalahkan, Māra!"
Thig 7.3 Upacālā
"Seorang
Bhikkhuni dengan Indriya terkembang,
Penuh
perhatian, melihat dengan jelas,
Aku
menembus kondisi damai itu,
Yang mana
orang-orang jahat tak mengembangkannya."
"Mengapa
engkau tidak menyetujui kelahiran kembali?
Ketika
engkau terlahir, engkau dapat menikmati kenikmatan indria.
Nikmatilah
bersenang dalam kenikmatan indria;
Jangan menyesalinya
kemudian."
“Kematian
datang kepada mereka yang dilahirkan;
Dan ketika
terlahir mereka jatuh ke dalam penderitaan:
Memotong
tangan dan kaki,
Membunuh,
menyandra, kesengsaraan.
Namun ada
seseorang yang lahir di suku Sakya,
Sambuddha
Yang Terunggul.
Ia
mengajariku Dhamma
Untuk
melampaui kelahiran kembali:
Penderitaan,
asal mula penderitaan,
lenyapnya
penderitaan,
Dan Jalan
Mulia Berunsur Delapan
Yang
mengarah pada penghentian penderitaan.
Setelah
mendengar kata-katanya,
Aku dengan
senang hati melakukan perintahnya.
Aku telah
mencapai tiga pengetahuan
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Kesenangan
telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan
kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi
ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau
telah dikalahkan, Māra!"
Bab
ketujuh telah selesai.
Thig 8.1 Sīsūpacālā
"Seorang
Bhikkhuni yang sempurna dalam perilaku,
Indria-indrianya
terkendali dengan baik,
Akan
merealisasikan keadaan yang damai,
Begitu
menarik, nikmat dan menutrisi."
"Ada
Para Dewa Tāvatiṃsā, dan Yamā;
Juga para
Dewa Tusitā,
Para Dewa
Nimmānarati,
Dan para
Dewa Paranimittavasavattī.
Arahkanlah
batinmu pada tempat-tempat itu,
Tempat di
mana dahulu engkau tinggal."
"Para
Dewa Tāvatiṃsā, dan Yamā;
Juga para
Dewa Tusitā,
Para Dewa
Nimmānarati,
Dan para
Dewa Paranimittavasavattī.—
Waktu demi
waktu, kehidupan demi kehidupan,
Mereka
menjadikan identitas sebagai prioritas mereka.
Mereka
belum melampaui identitas,
Mereka
yang bertransmigrasi melalui kelahiran dan kematian.
Seluruh
dunia terbakar,
Seluruh
dunia menyala,
Seluruh
dunia berkobar,
Seluruh
dunia berguncang.
Sang
Buddha mengajariku Dhamma,
Yang tak
tergoyahkan, tak tertandingi,
Yang
jarang dikunjungi orang awam;
Pikiranku
menyukai tempat itu.
Setelah
mendengar kata-katanya,
Aku dengan
senang hati melakukan perintahnya.
Aku telah
mencapai tiga pengetahuan
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Kesenangan
telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan
kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi
ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau
telah dikalahkan, Māra!"
Bab
kedelapan telah selesai.
Thig 9.1 Ibu Vaḍḍha
“Vaḍḍha,
tolong janganlah sekalipun
Terjerat
di dalam dunia.
Anakku,
janganlah mengambil bagian
Dalam
penderitaan lagi dan lagi.
Demi
kediaman bahagia para bijaksana, Vaḍḍha,
Tanpa
hambatan, keraguan mereka terpotong,
Telah
mendingin dan jinak,
Dan
tebebas dari kekotoran batin.
Vaḍḍha,
kembangkanlah jalan itu
Yang telah
dilalui oleh para pertapa,
Demi
mencapai tujuan,
Dan untuk
mengakhiri penderitaan."
“Ibu,
engkau berkata dengan jaminan seperti itu
Kepadaku
tentang hal ini.
Ibuku
sayang, aku tidak dapat berhenti berpikir
Bahwa
tidak ada belenggu yang ada pada dirimu."
“Vaḍḍha,
tidaklah sedikit atau sekecilpun
Belenggu
ada dalam diriku
Bagi
kondisi apa pun,
Apakah
rendah, tinggi, atau menengah.
Semua
kekotoran batin telah berakhir bagiku,
Bermeditasi
dan tekun.
Aku telah
mencapai tiga pengetahuan
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha."
“Sungguh
sangat baik dorongan itu
Yang
dengannya ibuku mendesakku!
Karena
belas kasihnya, ia mengatakan
Syair
tentang tujuan akhir.
Setelah
mendengar kata-katanya,
Dengan
diinstruksikan oleh ibuku,
Aku
terpukul dengan keterdesakan yang benar
Untuk
menemukan perlindungan.
Berupaya,
teguh,
Tanpa
lelah siang dan malam,
didorong
oleh ibuku,
Aku
merealisasikan kedamaian tertinggi."
Bab
kesembilan telah selesai.
Thig 10.1 Kisāgotamī
"Menunjukkan
bagaimana dunia bekerja,
Para
bijaksana memuji pertemanan yang baik.
Bergaul
dengan teman yang baik,
Bahkan
orang bodoh pun menjadi cerdik.
Bergaulah
dengan orang baik,
Karena
itulah bagaimana kebijaksanaan berkembang.
Jika
engkau bergaul dengan orang baik,
Engkau
akan terbebas dari semua penderitaan.
Dan engkau
akan mengerti penderitaan,
Asal mula
dan lenyapnya,
Jalan
Mulia Berunsur Delapan,
Dan juga
Empat Kebenaran Mulia."
"’Kehidupan
seorang wanita adalah menyakitkan,’
Sang
Buddha menjelaskan, Pembimbing bagi ia yang ingin berlatih,
‘Dan
terutama bagi seorang istri yang dimadu.
Setelah
melahirkan sekali saja,
Sebagian
wanita bahkan memotong leher mereka,
Sementara
wanita terhormat mengambil racun.
Menyesal
karena membunuh seseorang,
Mereka
mengalami kehancuran baik di sini ataupun alam nanti.'"
"Aku
sedang di jalan dan hampir melahirkan,
Ketika aku
melihat suamiku meninggal.
Aku
melahirkan di sana di jalan itu
Sebelum
aku mencapai rumahku.
Dua anakku
telah meninggal,
Dan di
jalan suamiku terbaring mati—oh malangnya aku!
Ibu, ayah,
dan saudaraku
Semua
terbakar di tumpukan yang sama."
"Oh
malangnya engkau yang kehilangan keluarga,
Penderitaanmu
tak terukur;
Engkau
telah meneteskan air mata
Untuk
ribuan kehidupan."
"Ketika
tinggal di tanah pemakaman,
Aku
melihat daging anakku sedang dimakan.
Dengan
keluargaku yang hancur, dikutuk oleh semua orang,
Dan
suamiku meninggal, aku merealisasikan tanpa kematian.
Aku telah
mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Yang
Mengarah pada tanpa kematian.
Aku telah
merealisasikan pemadaman,
Seperti
yang terlihat di dalam cermin Dhamma.
Aku telah
mencabut anak panah,
Menurunkan
beban, dan melakukan apa yang harus dilakukan."
Bhikkhuni
Kisāgotamī Therī,
Pikirannya
telah terbebas, katakanlah itu.
Bab
kesebelas telah selesai.
Thig 11.1 Uppalavaṇṇā
"Kami
berdua adalah istri yang dimadu,
Walaupun
kami ibu dan anak.
Aku
terpukul dengan rasa keterdesakan,
Begitu
mencengangkan dan membuat merinding!
Terkutuklah
kenikmatan indria yang kotor itu,
Begitu
menjijikan dan menusuk,
Di mana
kita, ibu dan putri,
Harus
menjadi istri yang dimadu.
Melihat
bahaya dalam kenikmatan indria,
Melihat
pelepasan sebagai perlindungan,
Aku
meninggalkan keduniawian di Rājagaha
Dari
kehidupan rumah tangga menuju tanpa rumah.
Aku
mengtahui kehidupan lampauku;
Mata dewa
ku dimurnikan;
Aku
memahami pikiran makhluk lain;
Telinga
dewa ku dimurnikan;
Aku telah
merealisasikan kesaktian batin,
Dan
mencapai akhir dari kekotoran batin.
Aku telah
merealisasikan enam jenis pengetahuan langsung,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Aku
membuat kereta dengan empat kuda
Menggunakan
kesaktian batinku.
Kemudian
aku bersujud di kaki Sang Buddha,
Pelindung
Dunia Yang Mulia."
"Engkau
datang ke pohon Sāla yang seluruhnya dimahkotai bunga,
Dan
berdiri pada akarnya sendirian.
Namun
engkau tidak memiliki teman bersamamu,
Wanita
bodoh, tidakkah engkau takut dengan para pria nakal?"
“Bahkan
jika 100.000 pria nakal seperti ini
Yang akan
mengeroyok,
Aku tidak
akan merinding atau gemetar.
Apa yang
bisa engkau lakukan kepadaku sendirian, Māra?
Aku akan
lenyap,
Atau aku
akan masuk ke dalam perutmu;
Aku bisa
berdiri di antara alis matamu
Dan engkau
tidak akan bisa melihatku.
Aku adalah
penguasa pikiranku sendiri,
Aku telah
mengembangkan landasan kekuatan batin dengan baik.
Aku telah
merealisasikan enam jenis pengetahuan langsung,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
“Kenikmatan
indria adalah seperti pedang dan tombak;
Kelompok
kehidupan adalah talenan mereka.
Apa yang
engkau sebut kesenangan indriawi
Sekarang
tidaklah menyenangkan bagiku.
Kesenangan
telah dihancurkan dalam segala hal,
Dan
kumpulan kegelapan telah dihancurkan.
Jadi
ketahuilah ini, Yang Jahat:
Engkau
telah dikalahkan, Māra!"
Bab kedua
belas telah selesai.
Thig 12.1 Puṇṇikā
"Aku
seorang pembawa air. Bahkan ketika sedang dingin,
Aku harus
selalu masuk ke air;
Aku takut
aku akan dipukul oleh wanita bangsawan,
Terusik
oleh ketakutan akan penyiksaan dan kemarahan.
Brāhmaṇa,
apa yang engkau takutkan,
Engkau
selalu masuk ke air,
Tangan dan
kakimu gemetar
Dalam
dingin yang membeku?"
"Oh,
namun engkau telah mengetahuinya,
Nona
Puṇṇikā, ketika engkau bertanya kepadaku:
Aku
melakukan perbuatan baik,
Untuk
menghalangi kejahatan yang telah kulakukan.
Siapapun
ia apakah muda atau tua
Melakukan
suatu perbuatan jahat,
Dengan
penyucian di dalam air mereka
Terbebas
dari perbuatan jahat mereka."
"Siapakah
di bumi ini yang memberitahumu hal itu,
Seorang
bodoh kepada yang lain:
‘Sesungguhnya,
dengan penyucian di dalam air seseorang
Terbebas
dari perbuatan jahat.'
Tidakkah
mereka semua pergi ke surga, maka:
Semua
katak dan kura-kura,
Aligator,
buaya,
Dan
penghuni air lainnya juga?
Penjagal
jagal domba dan babi,
Nelayan,
penjebak binatang,
Pencuri,
algojo,
Dan pelaku
perbuatan jahat lainnya:
Dengan
penyucian di dalam air mereka juga akan
Terbebas
dari perbuatan jahat mereka.
Jika
sungai-sungai ini menghanyutkan
Perbuatan
buruk di masa lampau,
Maka
mereka juga dapat menghanyutkan kebaikan,
Dan
kemudian engkau akan dikeluarkan.
Brāhmaṇa,
hal yang engkau takuti,
Ketika
engkau selalu masuk ke dalam air,
Janganlah
engkau lakukan semua itu,
Jangan
biarkan kedinginan merusak kulitmu."
"Aku
telah berada di jalan yang salah,
Dan engkau
telah menuntunku ke Jalan Mulia.
Nona, aku
berikan kepadamu
kain
penyucian ini."
"Simpan
kain itu untukmu sendiri,
Aku tidak
menginginkannya.
Jika
engkau takut menderita,
Jika
engkau tidak suka menderita,
Maka
janganlah melakukan perbuatan jahat
Baik
secara terbuka atau tertutup.
Jika
engkau melakukan perbuatan jahat,
Atau
engkau sedang melakukannya sekarang,
Engkau
tidak akan terbebas dari penderitaan,
Walaupun
engkau terbang dan kabur.
Jika
engkau takut menderita,
Jika
engkau tidak suka menderita,
Pergilah
berlindung kepada Sang Buddha, yang tenang,
Kepada
ajaranNya dan kepada Saṅgha.
Laksanakanlah
Sīlā,
Yang akan
menjadi kebaikan bagimu.”
“Aku pergi
berlindung kepada Buddha, yang tenang,
Kepada
ajaranNya dan kepada Saṅgha.
Aku akan
melaksanakan Sīlā,
Yang akan
menjadi kebaikan bagiku.
Di masa
lampau aku berhubungan dengan Brahmā,
Sekarang
aku benar-benar seorang Brāhmaṇa!
Aku adalah
penguasa dari tiga pengetahuan, dicapai dalam kebijaksanaan,
Aku
seorang terpelajar dan dibersihkan dari dalam."
Bab keenam
belas telah selesai.
Thig 13.1 Ambapālī
Rambutku
dahulu hitam seperti lebah,
Anggun
dengan ujung rambut yang mengikal;
Sekarang
setelah menua, menjadi seperti kulit pohon rami—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Dimahkotai
dengan bunga,
Kepalaku
dahulu harum seperti kotak parfum;
Sekarang
setelah menua, baunya seperti bulu anjing—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Rambutku
dahulu tebal seperti hutan yang ditanam dengan baik,
Bersinar,
dipisahkan dengan sikat dan penjepit;
Sekarang
setelah menua, menjadi tak merata dan tipis—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Dengan
kepangan hitam dan pita emas,
Dahulu itu
sangat cantik, dihiasi dengan kepangan;
Sekarang
setelah menua, kepalaku telah botak—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Alisku
dahulu terlihat sangat bagus,
Seperti
bulan sabit yang dilukis oleh seniman;
Sekarang
setelah menua, mereka menekuk karena kerutan—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Mataku
bersinar cemerlang seperti permata,
Lebar dan
biru tua;
Dihancurkan
oleh usia, mereka tidak bersinar lagi—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Hidungku
dahulu seperti puncak yang sempurna,
Indah di
dalam kemudaanku;
Sekarang
setelah menua, menjadi kering seperti lada;
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Dahulu
cuping telingaku sangat cantik,
Seperti
gelang yang terbuat dengan sangat indah;
sekarang
setelah menua, mereka terkulai oleh kerutan—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Dahulu
gigiku sangat cantik,
Cerah
seperti bunga melati;
Sekarang
setelah menua, mereka rusak dan menguning—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Nyanyianku
dahulu manis seperti burung Kokilā
Yang
berkeliaran di hutan lindung;
Sekarang
setelah menua, menjadi tidak rata dan serak—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Leherku
dahulu sangatlah cantik,
Seperti
kulit kerang yang dipoles;
Sekarang
setelah menua, menjadi menunduk dan bengkok—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Dahulu
lenganku sangatlah cantik,
Seperti
palang yang melintang;
Sekarang
setelah menua, mereka menekuk seperti pohon Pāṭali—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Tanganku
dahulu sangatlah cantik,
Dihiasi
dengan cincin emas yang indah;
Sekarang
setelah menua, mereka seperti lobak merah—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Dahulu
payudaraku sangatlah cantik,
Menonjol,
bulat, berdekatan, dan kencang;
Sekarang
mereka menekuk seperti kantong air—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Dahulu
tubuhku sangatlah cantik,
Seperti
lempengan emas yang dipoles;
Sekarang
ia tertutupi dengan kerutan halus—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Kedua
pahaku dahulu sangatlah cantik,
Seperti
belalai gajah;
Sekarang
setelah menua, mereka seperti bambu—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Dahulu
betisku sangatlah cantik,
Dihiasi
dengan gelang emas yang lucu;
Sekarang
setelah menua, mereka seperti batang wijen—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Kedua
kakiku dahulu sangatlah cantik,
Padat
seakan terisi dengan kapas;
Sekarang
setelah menua, mereka pecah-pecah dan keriput—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Kantong
tulang ini dahulu seperti itu,
Namun
sekarang ia melayu, rumah bagi begitu banyak penyakit;
Seperti
rumah yang rusak dengan plester yang berjatuhan—
Perkataan
Ia Yang Jujur telah dikonfirmasi.
Thig 13.2 Rohinī
“Engkau
tertidur dengan mengatakan 'pertapa';
Engkau
terbangun dengan mengatakan 'pertapa';
Engkau
hanya memuji pertapa, nona—
Tentu saja
engkau akan menjadi seorang pertapa.
Engkau
menyediakan pertapa
Dengan
makanan dan minuman yang berlimpah.
Aku
bertanya kepadamu sekarang, Rohiṇī:
Mengapa
engkau menyukai pertapa?
Mereka
tidak suka bekerja, mereka malas,
Mereka
disokong dengan derma;
Selalu
mencari, serakah pada manisan—
Jadi
mengapa engkau menyukai pertapa?”
“Ayah,
sudah lama sekali
Engkau
telah menanyaiku tentang pertapa.
Aku akan
memuji untukmu
Kebijaksanaan,
perilaku, dan kegigihan mereka.
Mereka
senang bekerja, mereka tidaklah malas;
Dengan
meninggalkan keserakahan dan kebencian,
Mereka
melakukan jenis pekerjaan terbaik—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Adapun
juga tiga akar kejahatan,
Dengan
perilaku murni mereka melepaskannya.
Mereka
telah meninggalkan segala kejahatan—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Tindakan
jasmani mereka murni;
Tindakan
ucapan mereka pun demikian;
Tindakan
pikiran mereka murni—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Tak
bernoda seperti kulit kerang,
Mereka
murni dari dalam dan luar,
Penuh
dengan kualitas cerah—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Mereka
belajar dan mengingat ajarannya,
Mulia,
hidup dengan benar,
Mengajarkan
kata dan maknanya:
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Mereka
belajar dan mengingat ajarannya,
Mulia,
hidup dengan benar,
Menyatu
dalam pikiran, dan penuh perhatian—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Bepergian
jauh, dan dengan penuh perhatian,
Bijaksana
dalam nasihat, dan stabil,
Mereka
memahami akhir dari penderitaan—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Ketika
mereka meninggalkan suatu desa,
Mereka
tidak melihat ke belakang dengan kerinduan,
Namun
melanjutkan tanpa kegelisahan—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Mereka
tidak menimbun barang di gudang,
Juga di
dalam panci atau keranjang.
Mereka
mencari makanan yang disiapkan orang lain—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Mereka
tidak menerima perak,
Atau emas
apakah dicetak atau tidak;
Memakan
apa pun yang datang di hari itu,
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa.
Mereka
telah meninggalkan keduniawian dari keluarga yang berbeda,
Bahkan
negara yang berbeda,
Namun
mereka semua saling mencintai—
Itulah
mengapa aku menyukai pertapa."
“Rohini
sayang, benar-benar demi keuntungan bagi kami
Engkau
dilahirkan dalam keluarga kami!
Engkau
memiliki keyakinan dan rasa hormat yang besar
Kepada
Sang Buddha, ajaranNya, dan Saṅgha.
Bagi
engkau yang mengerti hal ini
Ladang
jasa tertinggi.
Para
pertapa ini seterusnya akan
Menerima
donasi keagamaan kami juga.
Karena di
sana kami akan menempatkan pengorbanan kami,
Dan itu
akan sangat berlimpah."
"Jika
engkau takut menderita,
Jika
engkau tidak suka menderita,
Pergilah
berlindung kepada Sang Buddha, yang tenang,
Kepada
ajaranNya dan kepada Saṅgha.
Laksanakanlah
Sīlā,
Yang akan
menjadi kebaikan bagimu.”
“Aku pergi
berlindung kepada Buddha, yang tenang,
Kepada
ajaranNya dan kepada Saṅgha.
Aku akan
melaksanakan Sīlā,
Yang akan
menjadi kebaikan bagiku.
Di masa
lampau aku berhubungan dengan Brahmā,
Sekarang
aku benar-benar seorang Brāhmaṇa!
Memiliki
tiga pengetahuan, akulah seorang terpelajar yang sebenarnya,
Akulah
penguasa-pengetahuan, seorang yang dibersihkan dari dalam."
Thig 13.3 Cāpā
“Dahulu
aku membawa tongkat pertapa,
Namun hari
ini aku memburu rusa.
Keinginanku
telah membuatku tidak dapat menyeberang
Dari rawa
yang mengerikan ke pantai yang jauh.
Pikiranku
begitu mencintai dirinya,
Cāpā
membuat putraku bahagia.
Setelah
memotong ikatan Cāpā,
Aku akan
meninggalkan keduniawian sekali lagi."
“Janganlah
marah kepadaku, pahlawan besar!
Janganlah
marah kepadaku, Bijaksanawan agung!
Jika
engkau terjatuh dalam kemarahan engkau tidak akan tetaps murni,
Apalagi
berlatih pertapaan."
"Aku
akan meninggalkan Nālā!
Bagi ia
yang tinggal di sini di Nālā!
Dengan
sosok mereka, para wanita menjerat
Para
pertapa yang hidup dengan benar."
“Tolonglah,
Kāḷa, kembalilah kepadaku.
Nikmatilah
kenikmatan seperti yang engkau lakukan sebelumnya.
Aku akan
berada dalam kendalimu,
Bersama
dengan kerabat yang aku miliki."
“Cāpā,
jika bahkan seperempat
Dari apa
yang engkau katakan itu benar,
Itu akan
menjadi hal yang sangat menarik
Bagi
seorang pria yang mencintaimu!"
“Kāḷa, aku
seperti pucuk pohon Takkāriṃ
Berbunga
di puncak gunung,
Seperti
pohon Dāḷima yang sedang mekar,
Seperti
pohon Pāṭali di sebuah pulau;
Tangan dan
kakiku dibaluri dengan cendana kuning,
Dan aku
memakai kain Kāsi terbaik:
Ketika aku
sangat cantik,
Bagaimana
engkau bisa meninggalkanku dan pergi?"
"Engkau
seperti seekor unggas
Yang ingin
menangkap seekor burung;
Namun
engkau tidak akan menjebakku
Dengan
bentukmu yang menawan."
"Tetapi
anak ini, buahku,
diturunkan
olehmu, Kāḷa.
Ketika aku
memiliki anak ini,
Bagaimana
engkau bisa meninggalkanku dan pergi?"
"Orang
bijaksana meninggalkan
Anak-anak,
keluarga, dan kekayaan.
Pahlawan
besar meninggalkan keduniawian
Seperti
gajah yang mematahkan ikatan mereka."
“Sekarang,
putramu ini:
Aku akan
memukulnya ke tanah tepat di sana,
Dengan
tongkat atau pisau!
Bersedih
atas putramu, engkau tidak akan pergi."
"Bahkan
jika engkau memberi makan putra kita
Kepada
serigala dan anjing,
Aku tidak
akan kembali lagi, wanita jalang,
Tidak
bahkan demi anak itu."
"Baiklah
kalau begitu, Tuan, katakanlah kepadaku,
Kemana
engkau akan pergi, Kāḷa?
Ke desa
atau kota apa,
Kota besar
atau ibukota?"
"Terakhir
kali kami memiliki pengikut,
Kami
bukanlah pertapa, kami hanya berpikir demikian.
Kami
mengembara dari desa ke desa,
Ke kota
besar dan ibukota.
Namun
sekarang Sang Bhagavā, Sang Buddha,
Di tepi Sungai
Nerañjara,
Mengajarkan
Dhamma agar makhluk hidup
Dapat
meninggalkan segala penderitaan.
Aku akan
pergi ke hadapannya,
Ia akan
menjadi Guruku."
“Sekarang
tolong sampaikan hormatku
Untuk
Pelindung Tertinggi Dunia.
Kelilingilah
Ia kearah kananmu,
Dedikasikan
donasi keagamaanku."
"Inilah
hal yang tepat untuk dilakukan,
Seperti
yang engkau katakan padaku.
Aku akan
menyampaikan penghormatanmu
Untuk
Pelindung Tertinggi Dunia.
Mengelilingi
Ia kearah kananku,
Aku akan
mendedikasikan donasi keagamaanmu."
Kemudian
Kāḷa berangkat
Ke tepi
Sungai Nerañjara.
Ia melihat
Sambuddha
Mengajarkan
keadaan tanpa kematian:
Penderitaan,
asal mula penderitaan,
Lenyapnya
penderitaan,
Dan Jalan
Mulia Beruas Delapan
Yang
mengarah pada penghentian penderitaan.
Ia
memberikan penghormatan di kakiNya,
MengelilingiNya
ke kanan,
Dan
menyampaikan dedikasi Cāpā;
Kemudian
ia pergi meninggalkan keduniawian.
Ia
mencapai tiga pengetahuan,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Thig 13.4 Sundarī
"Sebelumnya,
saat anak-anakmu meninggal,
Engkau
akan memberitahu bahwa mereka dimakan.
Sepanjang
siang dan sepanjang malam
Engkau
akan tersiksa karena keputusasaan.
Sekarang,
Brāhmaṇa wanita, engkau telah memberitahu
Ketujuh
anak semuanya dimakan;
Vāseṭṭhī,
apakah alasannya?
Engkau
tidak dipenuhi keputusasaan?"
"Sebanyak
ratusan putra,
Ratusan
lingkaran keluarga,
Milikku
dan milikmu, Brāhmaṇa,
Telah
dimakan di masa lampau.
Setelah
mengetahui jalan keluar
Dari
kelahiran kembali dan kematian
Aku tidak
bersedih ataupun meratap,
Aku juga
tidak putus asa."
“Wah,
Vasṭṭhī, kata-kata yang engkau katakan
Sungguh
sangat menakjubkan!
Ajaran
siapakah yang engkau pahami
Karenanya
engkau mengatakan hal-hal ini?"
“Brāhmaṇa,
Sambuddha
Di kota
Mithilā,
Mengajarkan
Dhamma agar makhluk hidup
Dapat
meninggalkan segala penderitaan.
Setelah
mendengar ajaran Sang Arahant,
Brāhmaṇa,
yang bebas dari semua kemelekatan,
Setelah
memahami Dhamma Sejati di sana,
Aku telah
menghapus kesedihan karena anak-anak."
"Aku
juga akan pergi
Ke kota
Mithilā.
Semoga
Sang Buddha dapat membebaskanku
Dari
segala penderitaan."
Brāhmaṇa
itu melihat Sang Buddha,
Terbebaskan,
tanpa kemelekatan.
Ia
mengajarinya Dhamma,
Bijaksanawan
itu pergi melampaui penderitaan:
Penderitaan,
asal mula penderitaan,
Lenyapnya
penderitaan,
Dan Jalan
Mulia Beruas Delapan
Yang
mengarah pada penghentian penderitaan.
Setelah
memahami Dhamma Sejati di sana,
Ia setuju
untuk meninggalkan keduniawian.
Tiga hari
setelahnya
Sujāta
merealisasikan tiga pengetahuan.
“Tolonglah,
kusir, pergilah;
Bawalah
kembali kereta ini.
Perintahkanlah
Brāhmaṇa wanitaku tentang kesehatannya, katakanlah:
‘Sang
Brāhmaṇa sekarang telah meninggalkan keduniawian.
Tiga hari
setelahnya,
Sujāta
merealisasikan tiga pengetahuan.'”
Kemudian
dengan membawa kereta,
Bersama
dengan seribu koin, kusir itu
Memberi
tahu Brāhmaṇa wanita itu tentang kesehatannya, dan berkata:
‘Sang
Brāhmaṇa sekarang telah meninggalkan keduniawian.
Tiga hari
setelahnya,
Sujāta
merealisasikan tiga pengetahuan.'”
Mendengar
bahwa Brāhmaṇa itu memiliki tiga pengetahuan, wanita itu membalas:
"Aku
memberikan kepadamu kuda dan kereta ini,
Oh kusir,
bersama dengan 1000 koin,
Dan
semangkuk penuh sebagai hadiah."
"Simpanlah
kuda dan kereta itu, nona,
Bersama
dengan ribuan koin.
Aku juga
akan meninggalkan keduniawian di hadapanNya,
Pria itu
dengan kebijaksanaan luar biasa."
"Gajah,
sapi, perhiasan dan anting-anting,
Kekayaan
domestik yang mewah seperti itu:
Setelah
meninggalkannya, ayahmu meninggalkan keduniawian,
Nikmatilah
kekayaan Sundarī ini,
Engkau
adalah pewaris keluarga."
"Gajah,
sapi, perhiasan dan anting-anting,
Kekayaan
domestik yang mewah seperti itu:
Setelah
meninggalkannya, ayahku meninggalkan keduniawian,
Tersiksa
oleh kesedihan pada putranya.
Aku juga
akan meninggalkan keduniawian,
Tersiksa
oleh kesedihan pada adikku."
"Sundarī,
semoga harapan yang engkau inginkan
Menjadi
kenyataan.
Mengumpulkan
sisa makanan,
Dan kain
buangan sebagai jubah—
Puaslah
dengan hal-hal ini,
Terbebas
dari kekotoran batin sehubungan kehidupan di masa depan."
"Ayya,
Ketika aku masih menjadi Bhikkhuni yang berlatih,
Mata
dewaku dimurnikan,
Dan aku
mengetahui kehidupan lampauku,
Tempat di
mana aku dulu tinggal.
Mengandalkan
seorang wanita baik sepertimu,
Seorang
Bhikkhuni Therī yang mempercantik Saṅgha,
Aku telah
mencapai tiga pengetahuan,
Dan
memenuhi instruksi Sang Buddha.
Izinkanlah
aku Ayya,
Aku ingin
pergi ke Sāvatthī,
Di mana
aku akan mengaumkan auman singaku
Sebelum
Sang Buddha yang Terbaik."
"Sundarī,
lihatlah sang Guru!
Berwarna
emas, berkulit keemasan,
Penjinak
yang tidak jinak,
Sambuddha
yang tidak takut dengan siapapun”
"Lihatlah
Sundarī datang,
Terbebaskan,
tanpa kemelekatan;
Tanpa
keinginan, terlepas,
Tugasnya
telah selesai, tanpa kekotoran batin."
“Setelah
berangkat dari Bārāṇasī
Dan datang
ke hadapanmu, Pahlawan Besar,
Muridmu
Sundarī
Menghormat
di kakimu.
Engkaulah
Sang Buddha, Engkaulah Sang Guru,
Akulah
putrimu yang sebenarnya, Brāhmaṇa,
Lahir dari
mulutmu.
Aku telah
menyelesaikan tugas dan aku terbebas dari kekotoran batin."
"Kalau
begitu selamat datang, nona baik,
Engkau tak
memiliki alasan untuk tidak diterima di sini.
Karena
inilah bagaimana yang jinak datang
Menghormat
di kaki Sang Guru;
Tanpa
keinginan, terlepas,
Tugasnya
telah selesai, tanpa kekotoran batin."
Thig 13.5 Subhā, Putri Pandai Besi
"Dahulu
aku sangat muda, pakaianku sangat segar,
Pada saat
itu aku mendengar ajaranNya.
Dengan
ketekunan,
Aku
memahami kebenaran;
Dan
kemudian aku menjadi sangat tidak tertarik
Sehubungan
dengan semua kenikmatan indria.
Melihat
ketakutan dalam identitas,
Aku
merindukan pelepasan keduniawian.
Meninggalkan
lingkungan keluargaku,
Belenggu
pembantu dan pekerja,
Dan
pedesaan dan ladangku yang berkembang,
Sangat
menyenangkan dan menggembirakan,
Aku
meninggalkan keduniawian;
Semua itu
bukanlah kekayaan kecil.
Sekarang
aku telah meninggalkan keduniawian dalam keyakinan demikian,
Dalam
Dhamma Sejati yang dinyatakan dengan baik,
Sejak aku
menginginkan tidak memiliki apapun,
Tidaklah
pantas
Untuk
mengambil kembali emas dan uang,
Setelah
menyingkirkan mereka.
Uang atau
emas
Tidaklah
mengarah kepada kedamaian dan pencerahan.
Tidaklah
pantas bagi seorang pertapa,
Itu
bukanlah kekayaan Para Mulia;
Itu
hanyalah keserakahan dan memabukkan,
Kebingungan
dan pelopor kemunduran,
Meragukan,
merepotkan—
Tak ada
yang bertahan di sana.
Rusak dan
lalai,
Orang-orang
yang tidak tercerahkan, batin mereka rusak,
Saling
bertentangan satu sama lain,
Menciptakan
perselisihan.
Membunuh,
menyandra, kesengsaraan,
Kehilangan,
kesedihan, dan ratapan;
Mereka
yang tenggelam dalam kenikmatan indria
Melihat
banyak hal yang membawa malapetaka.
Keluargaku,
mengapa kalian mendesakku
Pada
kenikmatan, seolah-olah kalian adalah musuhku?
Kalian
tahu bahwa aku telah meninggalkan keduniawian,
Melihat
ketakutan dalam kenikmatan indria.
Bukanlah
karena emas, apakah dicetak atau tidak,
Kekotoran
batin itu berakhir.
Kenikmatan
indria adalah musuh dan pembunuh,
Kekuatan
permusuhan yang mengikatmu kepada duri.
Keluargaku,
mengapa kalian mendesakku
Pada
kenikmatan, seolah-olah kalian adalah musuhku?
Kalian
tahu bahwa aku telah meninggalkan keduniawian,
Tercukur,
terbungkus dalam jubah luarku.
Mengumpulkan
sisa makanan,
Dan kain
buangan sebagai jubah—
Itulah
yang cocok untukku,
Esensi
kehidupan tanpa rumah.
Pertapa
besar menghalau kenikmatan indria,
Baik
manusia ataupun surgawi.
Aman dalam
perlindungan mereka, mereka terbebas,
Setelah
menemukan kebahagiaan yang tak tergoyahkan.
Semoga aku
tidak menemukan kenikmatan indria,
Karena
tidak ada perlindungan di dalamnya.
Kenikmatan
indria adalah musuh dan pembunuh,
Menyakitkan
seperti api unggun.
Keserakahan
adalah sebuah hambatan, ancaman,
Penuh
dengan kesedihan dan duri;
Di luar
keseimbangan,
Gerbang
besar menuju kebingungan.
Berbahaya
dan menakutkan,
Kenikmatan
indria seperti kepala ular,
Di mana
orang bodoh bersenang,
Orang-orang
awam terjebak dalam kegelapan.
Terjebak
dalam lumpur kenikmatan indria,
Ada begitu
banyak orang bodoh di dunia.
Mereka
tidak tahu apa-apa tentang akhir
Kelahiran
kembali dan kematian.
Karena
kenikmatan indria,
Orang-orang
melompat ke jalan menuju ke tempat yang buruk.
Begitu
banyak yang melangkah di jalan
Yang
membawa penyakit pada diri mereka sendiri.
Begitulah
kenikmatan indria menciptakan musuh;
Mereka
begitu menyiksa, begitu rusak,
Menjerat
para makhluk dengan kesenangan duniawi,
Mereka
tidak lain adalah ikatan kematian.
Menggila,
menggoda,
Kenikmatan
indria merusak pikiran.
Mereka
adalah jerat yang diletakkan oleh Māra
Untuk
merusak para makhluk.
Kenikmatan
indria sangatlah berbahaya,
Mereka
penuh dengan penderitaan, sebuah racun yang mengerikan;
Menawarkan
sedikit kepuasan, mereka adalah pembuat perselisihan,
Melenyapkan
kualitas-kualitas cerah.
Sejak aku
telah menciptakan begitu banyak kehancuran
Karena
kenikmatan indria,
Aku tidak
akan kembali kepada mereka lagi,
Namun akan
selalu bersenang dalam pemadaman.
Bertarung
melawan kenikmatan indria,
Merindukan
keadaan yang dingin itu,
Aku akan
bermeditasi dengan tekun
Demi akhir
segala belenggu.
Tanpa
kesedihan, tanpa noda, aman:
Aku akan
mengikuti Jalan itu,
Jalan
Mulia Berunsur Delapan yang lurus
Di mana
para pertapa telah menyeberang."
"Lihatlah
ini: Subhā putri pandai besi,
Berdiri
teguh dalam Dhamma.
Ia telah
memasuki keadaan yang sangat tenang,
Bermeditasi
pada akar pohon.
Hanya
delapan hari sejak ia meninggalkan keduniawian,
Penuh
keyakinan dalam Dhamma yang indah.
Dibimbing
oleh Uppalavaṇṇā,
Ia adalah
penguasa dari tiga pengetahuan, penghancur kematian.
Orang ini
terbebas dari perbudakan dan hutang,
Seorang
Bhikkhuni dengan Indriya terkembang.
Terlepas
dari semua kemelekatan,
Ia telah
menyelesaikan tugas dan terbebas dari kekotoran batin."
”Demikianlah
Sakka, penguasa semua makhluk,
Bersama
dengan sejumlah dewa,
Datang
dengan kekuatan batin mereka,
Menghormati
Subhā, putri pandai besi.
Bab kedua
puluh telah selesai.
Thig 14.1 Subhā dari Hutan Mangga
Jīvaka
Pergi
menuju hutan mangga yang indah
Di Jīvaka,
Bhikkhuni Subhā
Ditahan
oleh seorang pria nakal.
Subhā
berkata demikian kepadanya:
"Apakah
kesalahan yang telah kulakukan padamu,
Yang
karenanya engkau menghalangiku?
Tuan,
tidaklah pantas bagi seorang pria
Menyentuh
seorang wanita yang meninggalkan keduniawian.
Latihan
ini telah diajarkan oleh Sang Sugata,
Adalah hal
yang serius dalam instruksi Guruku.
Aku murni
dan bersih dari celaan,
Jadi
mengapa engkau menghalangiku?
Ia yang
pikirannya ingin menodai seseorang yang tanpa noda;
Ia yang
bernafsu terhadap seseorang yang terbebas dari nafsu;
Tanpa
cela, pikiranku terbebas dalam segala hal,
Jadi
mengapa engkau menghalangiku?"
“Engkau
muda dan sempurna—
Apa yang
akan didapatkan olehmu dari meninggalkan keduniawian?
Singkirkanlah
jubah kuning itu,
Datanglah
dan bermain di hutan bunga ini.
Di segala
penjuru, aroma serbuk sari yang manis berhembus,
Lahir dari
hutan bunga.
Awal musim
semi adalah saat yang menyenangkan—
Datanglah
dan bermain di hutan bunga ini.
Dan
pohon-pohon penuh dengan bunga
Merintih,
seolah-olah, dalam tiupan angin.
Tetapi
kesenangan seperti apakah yang akan engkau miliki
Jika
engkau masuk ke dalam hutan sendirian?
Sering
dikunjungi oleh sekelompok pemangsa,
Dan gajah
betina yang terbangun oleh banteng jantan yang bernafsu;
Engkau
ingin pergi tanpa seorang teman
Ke hutan
yang sunyi dan menakutkan.
Seperti
boneka emas yang bersinar,
Seperti
peri yang mengembara di Cittaratha,
kecantikanmu
yang tiada banding akan bersinar
Dalam
pakaian yang indah dari kain tipis yang sangat halus.
Aku akan
siap membantumu,
Jika kita
ingin tinggal di hutan.
Aku tidak
mencintai makhluk lain melebihi dirimu,
Oh Kinnari
dengan mata yang menawan.
Apakah
engkau menerima undanganku—
‘Datanglah,
bersenanglah, dan tinggallah di rumah'—
Engkau
akan tinggal di rumah panjang yang terlindung dari angin;
Biarkan
para wanita mencari kebutuhanmu.
Pakailah
kain tipis yang sangat halus,
Kenakanlah
karangan bunga dan kosmetikmu.
Aku akan
membuat segala macam perhiasan untukmu,
Dari emas
dan permata dan mutiara.
Naiklah ke
tempat tidur yang mahal,
Selimutnya
begitu bersih dan bagus,
Dengan
kasur wol yang baru,
Begitu
harum, ditaburi dengan cendana.
Seperti
bunga teratai biru yang muncul dari air
Yang tak
tersentuh oleh pria,
Demikian
pula, Oh wanita murni dan suci,
Tangan dan
kakimu menua tanpa dibagi."
“Kerangka
ini penuh dengan bangkai, membengkak
Di tanah
perkuburan, hakikatnya hancur tercerai-berai.
Apa yang
menurutmu begitu penting di dalamnya
Yang
karenanya engkau menatapku dengan sangat gila?"
"Matamu
seperti mata rusa betina,
Atau
Kinnari di pegunungan;
Melihat
mereka,
Keinginan
indriaku semakin meningkat.
Menatap
wajahmu yang sempurna dan berkilau keemasan,
Matamu
seperti tunas bunga teratai biru;
Melihat
mereka,
Gairah
seksualku semakin meningkat.
Meskipun
engkau mungkin pergi jauh, Aku akan tetap mengingatmu,
Dengan
bulu matamu yang begitu panjang, dan penglihatanmu yang sangat jernih.
Aku tidak
mencintai mata manapun lebih dari matamu,
Oh Kinnari
dengan mata yang menawan."
“Engkau
berada di jalan yang salah!
Engkau
ingin mengambil bulan untuk mainanmu!
Engkau
mencoba melompati Gunung Meru!
Engkau,
yang sedang memburu seorang putri Sang Buddha!
Karena di
dunia ini dengan semua dewanya,
Tidak akan
ada lagi nafsu di dalam diriku.
Aku bahkan
tidak tahu seperti apakah nantinya,
Hal itu
telah dihancurkan akar dan segalanya oleh Sang Jalan.
Terbang
seperti percikkan dari bara api,
Itu
tidaklah lebih dari semangkuk racun.
Aku bahkan
tidak melihat seperti apakah nantinya,
Hal itu
telah dihancurkan akar dan segalanya oleh Sang Jalan.
Baiklah
mungkin engkau mencoba merayu beberapa wanita
Yang belum
merenungkan hal-hal ini,
Atau yang
belum pernah mengunjungi Sang Guru:
Tetapi ini
adalah seorang wanita yang mengtahui—Engkau sekarang dalam masalah!
Tidak
masalah jika aku dilecehkan atau dipuji,
Atau
merasakan kenikmatan atau kesakitan: Aku selalu penuh perhatian.
Mengetahui
bahwa segala kondisi buruk,
Pikiranku
tidak melekat pada apapun.
Aku
seorang siswa Sang Sugata,
Mengendarai
kereta di Jalan Berunsur Delapan.
Anak panah
telah dicabut, terbebas dari kekotoran batin,
Aku
bahagia telah mencapai tempat yang kosong.
Aku telah
melihat lukisan berwarna cerah
Boneka dan
boneka kayu,
Terikat
pada batang dan benang,
Dan dibuat
menari dengan berbagai cara.
Namun
ketika batang dan benang ditarik—
Dilepaskan,
diurai, dibongkar,
Tak dapat
dipulihkan, dipisahkan tiap bagian—
Pada
apakah pikiran dapat menetap?
Seperti
itulah tubuhku yang sebenarnya,
Tanpa
hal-hal itu ia tidak dapat berjalan.
Makhluk
ini begitu,
Pada
apakah pikiran dapat menetap?
Seperti
ketika engkau melihat mural di dinding,
Yang
dilukis dengan zat kuning cerah,
Dan
penglihatanmu menjadi bingung,
Salah
memahami bahwa itu adalah seseorang.
Meskipun
itu tidak berharga seperti trik sulap,
Atau pohon
emas yang terlihat dalam mimpi,
Engkau
secara membabi buta mengejar apa yang kosong,
Seperti
pertunjukan boneka di antara orang-orang.
Mata
hanyalah sebuah bola dalam lubang,
Dengan
kelopak mata di tengahnya, dan air mata,
Dan lendir
berasal dari sana juga,
Dan begitu
banyak bagian mata yang berbeda disatukan."
Wanita
cantik itu mencungkil matanya.
Tanpa
kemelekatan dalam pikirannya sama sekali, ia berkata:
"Ayolah,
ambil mata ini,"
Dan
memberikannya kepada pria itu saat itu juga.
Dan pada
saat itu ia kehilangan nafsunya,
Dan
meminta maaf kepadanya:
“Semoga
engkau baik-baik saja, Oh wanita murni dan suci;
Hal ini
tidak akan terulang lagi.
Menyerang
seseorang seperti ini
Seperti
memegang api yang membara,
Atau
memegang ular berbisa yang mematikan!
Semoga
engkau baik-baik saja, tolong maafkan aku.”
Ketika
Bhikkhuni itu terbebas
Ia pergi
ke hadapan Sang Buddha Yang Terunggul.
Melihat Ia
Dengan Tanda-Tanda Kebajikan Yang Terunggul,
Matanya
kembali seperti sedia kala.
Bab ketiga
puluh telah selesai.
Thig 15.1 Isidāsī
Di
Pāṭaliputta, krimnya dunia,
Kota yang
dinamai dari sekuntum bunga,
Di sana
terdapat dua Bhikkhuni dari suku Sakya,
Keduanya
adalah wanita berkualitas.
Pertama
bernama Isidāsī, Bodhī yang kedua.
Keduanya
sempurna dalam perilaku,
Pecinta
meditasi dan pelafal,
Terpelajar,
menghancurkan kerusakan.
Mereka
mengembara untuk derma dan mengumpulkan makan mereka.
Ketika
mereka telah mencuci mangkuk mereka,
Mereka
duduk dengan bahagia di tempat terbatas
Dan
memulai suatu percakapan."
Engkau
sangat cantik, Yang Mulia Isidāsī,
Kemudaanmu
belum memudar.
Masalah
apa yang engkau lihat yang membuatmu
Mendedikasikan
hidupmu untuk pelepasan keduniawian?”
Didesak
seperti demikian secara pribadi,
Isidāsī,
yang terlatih dalam mengajarkan Dhamma,
Mengucapkan
kata-kata berikut.
“Bodhī,
dengarlah bagaimana aku meninggalkan keduniawian.
Di kota
yang bagus bernama Ujjenī,
Ayahku
adalah seorang pemodal, seorang pria yang baik dan bermoral.
Aku adalah
putri satu-satunya,
Tersayang,
terkasih, dan dijaga.
Kemudian
beberapa pelamar datang kepadaku
Dari
keluarga terkenal di Sāketa.
Mereka
dikirim oleh pemodal yang kaya,
Kepada
siapapun ayahku kemudian memberikanku sebagai menantu.
Datang
ketika pagi dan malam,
Aku
bersujud dengan kepalaku di kaki
Ayah dan
ibu mertuaku,
Seperti
yang telah diberitahukan kepadaku.
Setiap
kali aku melihat saudari-saudari suamiku,
saudara-saudaranya,
pelayan-pelayannya,
Atau
bahkan ia, satu-satunya bagiku,
Dengan
gugup aku memberi mereka tempat duduk.
Apa pun
yang mereka inginkan—makanan dan minuman,
Kudapan,
atau apa pun yang ada di lemari—
Aku
keluarkan dan menawarkan kepada mereka,
Memastikan
masing-masing mendapat apa yang pantas.
Setelah
terbangun saat fajar dan sebelumnya,
Aku
mendekati rumah utama,
Mencuci
tangan dan kakiku,
Dan pergi
kepada suamiku dengan merangkapkan telapak tangan.
Mengambil
sisir, perhiasan,
Pewarna
mata, dan cermin,
Aku
sendiri yang berdandan untuk suamiku,
Seolah-olah
aku adalah ahli kecantikannya.
Aku
sendiri memasak nasi;
Aku
sendiri mencuci panci.
Aku
merawat suamiku
Seperti
seorang ibu kepada anak satu-satunya.
Demikianlah
aku menunjukkan pengabdianku padanya,
Seorang
pelayan yang mencintai, bermoral, dan rendah hati,
Bangun
lebih awal, dan bekerja tanpa lelah:
Namun
suamiku tetap memperlakukanku secara keliru.
Ia berkata
kepada ibu dan ayahnya:
"Aku
akan mengambil langkahku dan pergi,
Aku tidak
tahan hidup bersama dengan Isidāsī
Tinggal di
rumah yang sama."
"Putraku,
janganlah berkata demikian!
Isidāsī
piawai dan kompeten,
Ia bangun
lebih awal dan bekerja tanpa lelah,
Putraku,
mengapa ia tidak menyenangkanmu?"
"Ia
tidak melakukan apa pun untuk menyakitiku,
Namun aku
tidak tahan tinggal bersamanya.
Sejauh
yang aku ketahui, ia hanya mengerikan.
Sudah
cukup bagiku, aku akan mengambil langkahku dan pergi."
Ketika
mereka mendengarkan perkataannya,
Ayah
mertua dan ibu mertuaku bertanya kepadaku:
"Apakah
kesalahan yang engkau lakukan?
Katakanlah
dengan jujur, jangan takut.”
"Aku
tidak melakukan kesalahan,
Aku tidak
menyakitinya, atau mengatakan hal buruk.
Apa yang
bisa aku lakukan,
Ketika
suamiku melihatku dengan penuh kebencian?"
Mereka
membawaku kembali ke rumah ayahku,
Dengan
putus asa, diliputi oleh penderitaan, dan mengatakan:
"Dengan
merawat putra kami,
Kami
kehilangan ia, yang sangat indah dan beruntung!"
Berikutnya
ayahku menyerahkanku ke perumah tangga
Pria kedua
yang berasal dari keluarga kaya.
Untuk itu
ia mendapat setengah mas kawin
Dari apa
yang dibayar pemodal.
Di
rumahnya aku juga tinggal selama sebulan,
Sebelum ia
juga menginginkan aku pergi;
Meskipun
aku melayaninya seperti seorang budak,
Bermoral
dan tidak melakukan kesalahan.
Ayahku
kemudian berkata kepada seorang pengemis derma,
Penjinak
orang lain dan dirinya sendiri:
“Jadilah
menantuku;
Singkirkan
jubah dan mangkukmu."
Ia tinggal
selama dua minggu sebelum ia berkata kepada ayahku:
"Kembalikan
jubah kain buanganku,
Mangkukku,
dan cawanku—
Aku akan
mengembara mengemis derma lagi."
Kemudian
ibu dan ayahku
Dan
seluruh keluargaku berkata:
“Apa yang
belum dilakukan untukmu di sini?
Cepat,
beri tahu kami apa yang bisa kami lakukan untukmu!”
Ketika
mereka berbicara kepadanya demikian ia berkata,
"Bahkan
jika kalian memujaku, aku sudah cukup.
Aku tidak
tahan hidup bersama dengan Isidāsī
Tinggal di
rumah yang sama."
Namun aku
duduk sendiri sambil merenung:
"Setelah
mengambil langkahku, aku akan pergi,
Antara
mati atau meninggalkan keduniawian."
Namun
kemudian Ayya Jinadattā,
Yang
terpelajar dan bermoral,
Yang telah
mengingat ajaran tentang latihan monastik,
Datang ke
rumah ayahku untuk mencari derma.
Ketika aku
melihatnya,
Aku
bangkit dari tempat dudukku dan menyiapkan untuknya.
Ketika ia
telah duduk,
Aku
menghormatinya dan menawarkan makanan,
Memuaskannya
dengan makanan dan minuman,
Kudapan,
atau apa pun yang ada di lemari.
Lalu aku
berkata:
"Ayya,
aku ingin meninggalkan keduniawian!"
Namun
ayahku berkata kepadaku:
“Nak,
latihlah Dhamma di sini!
Puaskanlah
para Pertapa dan Brāhmaṇa yang terlahir dua kali
Dengan
makanan dan minuman."
Lalu aku
berkata kepada ayahku,
Dengan
menangis, merangkapkan tanganku kepadanya:
“Aku telah
melakukan hal-hal buruk di masa lampau;
Aku harus
menanggung perbuatan buruk itu."
Dan ayahku
berkata kepadaku:
"Semoga
engkau mencapai pencerahan, keadaan tertinggi,
Dan semoga
engkau menemukan pemadaman
Yang
direalisasikan oleh pria terbaik!”
Aku
bersujud kepada ibu dan ayahku,
Dan
seluruh kerabatku;
Dan
kemudian, tujuh hari setelah meninggalkan keduniawian,
Aku merealisasikan
tiga pengetahuan.
Aku
mengetahui tujuh kehidupan lampauku;
Aku akan
menceritakan kepadamu perbuatan
Yang pada
kehidupan ini adalah buah dan akibatnya:
Fokuskan
seluruh pikiranmu pada itu.
Di kota
Erakacca
Aku adalah
seorang pandai emas dengan banyak uang.
Mabuk pada
kemudaan,
Aku
berhubungan seks dengan istri orang lain.
Setelah
meninggal dunia dari sana,
Aku
terbakar di neraka untuk waktu yang lama.
Keluar
dari sana
Aku
terlahir dalam rahim seekor monyet.
Ketika aku
baru berusia tujuh hari,
Aku
dikebiri oleh pemimpin monyet.
Ini adalah
buah dari perbuatan itu,
Karena
berhubungan seks dengan istri orang lain.
Setelah
meninggal dari sana,
Meninggal
di hutan Sindhava,
Aku
terlahir di dalam rahim
Dari
seekor kambing pincang dan bermata satu.
Aku
membawa anak-anak di punggungku selama dua belas tahun,
Dan selama
itu aku dikebiri,
Dimakan
cacing, dan tanpa ekor,
Karena
berhubungan seks dengan istri orang lain.
Setelah
meninggal dari sana,
Aku
terlahir sebagai seekor sapi
Dimiliki
oleh pedagang sapi.
Anak sapi
merah, dikebiri, selama dua belas bulan
Aku
membuat tanah bajakan yang besar.
Aku
menarik gerobak,
Buta,
tanpa ekor, lemah,
Karena
berhubungan seks dengan istri orang lain.
Setelah
meninggal dari sana,
Aku
terlahir dari seorang pelacur di jalan,
Bukan
wanita maupun pria,
Karena
berhubungan seks dengan istri orang lain.
Aku
meninggal di usia tiga puluh tahun,
Dan
terlahir sebagai seorang gadis di keluarga penarik gerobak.
Saat itu
kami miskin, memiliki sedikit harta,
Sangat
tertekan oleh penagih hutang.
Karena
besarnya bunga pinjaman kami,
Aku
diseret pergi sambil berteriak,
Diambil
secara paksa dari rumah keluarga
Oleh
pemimpin karavan.
Ketika aku
berumur enam belas tahun,
Putranya
yang bernama Giridāsa,
Melihat
bahwa aku adalah seorang gadis di usia menikah,
Menganggapku
sebagai istrinya.
Ia juga
memiliki istri yang lain,
Seorang
yang bermoral dan terpelajar wanita yang berkualitas,
Penuh
keyakinan pada suaminya;
Namun aku
membangkitkan kebencian padanya.
Sebagai
buah dari perbuatan itu,
Mereka
meninggalkanku dan pergi,
Meskipun
aku melayani mereka seperti seorang budak.
Sekarang
aku sudah mengakhiri ini dengan baik."
Bab
keempat puluh telah selesai.
Thig 16.1 Sumedhā
Di kota
Mantāvatī, Sumedhā,
Putri Raja
Koñca dan Ratu Utamanya,
Beralih
keyakinan oleh mereka
Yang
mempraktikkan Ajaran Buddha.
Ia
bermoral, seorang pembabar yang piawai,
Terpelajar,
dan terlatih dalam instruksi Sang Buddha.
Ia pergi
ke ibu dan ayahnya dan berkata:
“Dengarkanlah,
kalian berdua!
Aku
bersenang dalam pemadaman!
Tak ada
kehidupan yang kekal, bahkan kehidupan para dewa itu;
Apalagi
kenikmatan indria, yang begitu hampa,
Memberikan
sedikit kepuasan dan banyak penderitaan.
Kenikmatan
indria pahit seperti bisa ular,
Namun
orang bodoh tergila-gila dengan mereka.
Dikirim ke
neraka untuk waktu yang sangat lama,
Mereka
dipukuli dan disiksa.
Mereka
yang tumbuh dalam kejahatan
Selalu
bersedih di alam rendah akibat perbuatan buruknya sendiri.
Mereka semua
bodoh, tak terkendali dalam tubuh,
Pikiran,
dan ucapan.
Mereka
yang dungu, orang-orang bodoh yang lengah,
Terhalang
oleh asal mula penderitaan,
Tidak
mengerti, tidak memahami Kebenaran Mulia
Ketika
mereka sedang diajari.
Kebanyakan
orang, ibu, tidak mengetahui Kebenaran
Yang
diajarkan oleh Sang Buddha Yang Sempurna,
Menantikan
kehidupan selanjutnya,
Merindukan
kelahiran kembali di antara para dewa.
Namun
bahkan terlahir kembali di antara para dewa
Dalam
keadaan yang tidak kekal bukanlah keabadian.
Tetapi
orang-orang bodoh tidak takut
Terlahir
kembali lagi dan lagi.
Empat alam
rendah dan dua alam lainnya
Dapat
diperoleh dalam satu cara ataupun lainnya.
Namun bagi
mereka yang berakhir di alam yang lebih rendah,
Di sana
tak ada jalan untuk meninggalkan keduniawian di neraka.
Semoga
kalian berdua memberiku izin untuk meninggalkan keduniawian
Dalam
aturan Ia Yang Memiliki Sepuluh Kekuatan.
Hidup
dengan nyaman, aku akan menetapkan diriku
Untuk
meninggalkan kelahiran kembali dan kematian.
Apa
gunanya harapan, dalam kehidupan baru,
Dalam
tubuh kosong, yang tak berguna ini?
Berilah
aku izin, aku akan meninggalkan keduniawian
Demi
mengakhiri nafsu untuk kehidupan baru.
Seorang
Buddha telah muncul, saatnya telah tiba,
Saat yang
buruk telah berlalu.
Selama aku
hidup aku tak akan pernah mengkhianati
Perilaku
bermoralku atau kehidupan suciku."
Kemudian
Sumedhā berkata kepada orang tuanya:
"Selama
aku tetap menjadi umat awam,
Aku akan
menolak untuk makan makanan apa pun,
Sampai aku
terjatuh dalam pengaruh kematian."
Karena
kecewa, ibunya menangis tersedu-sedu,
Sementara
ayahnya, walaupun bersedih,
Mencoba
sebisanya untuk membujuknya
Saat ia
berbaring menunggu kematian di rumah beratap panjang.
"Bangunlah
nak, mengapa engkau begitu bersedih?
Engkau
telah bertunangan untuk menikah!
Raja
Anīkaratta yang tampan
Sedang di
Vāraṇavatī: ia adalah tunanganmu.
Engkau
akan menjadi kepala ratu,
Istri dari
Raja Anīkaratta.
Perilaku
bermoral, kehidupan suci—
Meninggalkan
keduniawian sulit untuk dilakukan, anakku.
Dalam
keluarga kerajaan di sana ada perintah, kekayaan, otoritas,
Dan
kebahagiaan dari kepemilikan.
Nikmatilah
kenikmatan indria saat engkau masih muda!
Biarkan
pernikahanmu berlangsung, anakku!”
Kemudian
Sumedhā berkata kepadanya:
"Jangan
sampai itu terjadi! Kehidupan itu hampa!
Aku akan
meninggalkan keduniawian atau mati,
Namun aku
tidak akan pernah menikah.
Mengapa
melekat pada tubuh membusuk ini yang begitu busuk,
Yang
berbau karena cairan,
Sekantong
cairan mayat yang mengerikan,
Selalu
mengalir, penuh dengan kotoran?
Memahami
demikian seperti yang aku lakukan, apakah gunanya?
Seonggok
bangkai yang buruk, dilumuri dengan darah dan daging,
Makanan
bagi burung dan kumpulan cacing—
Mengapa
kita mendapatkan itu?
Tak lama
tubuh ini, kehilangan kesadaran,
Dibawa ke
tanah pekuburan,
Untuk
dibuang seperti batang kayu tua
Oleh
kerabat dengan rasa jijik.
Ketika
mereka membuangnya di tanah pekuburan,
Untuk
dimakan oleh makhluk lain, orang tuamu
Memandikan
diri mereka sendiri, merasa jijik;
Apalagi
dengan orang banyak?
Mereka
melekat pada bangkai yang hampa ini,
Kumpulan
otot dan tulang ini;
Tubuh yang
membusuk ini
Penuh
dengan air liur, air mata, tinja, dan nanah.
Jika
seseorang membedahnya,
Mengeluarkan
apa yang di dalam,
Bau yang
tak tertahankan
Akan
menjijikan bahkan ibu mereka sendiri.
Memeriksa
dengan benar
Kelompok-kelompok
kehidupan, unsur, dan bidang indria
Sebagai
terkondisi, berakar pada kelahiran, penderitaan—
Mengapa
aku menginginkan pernikahan?
Biarlah
tiga ratus pedang yang tajam
Jatuh di
tubuhku setiap hari!
Bahkan
jika pembantaian berlangsung selama 100 tahun
Hal itu
akan berharga jika itu mengarah pada akhir penderitaan.
Ia yang
mengerti perkataan Sang Guru
Akan
mengambil pembantaian ini:
‘Begitu
panjang bagimu transmigrasi
Terbunuh
dari waktu ke waktu.'
Di antara
para dewa dan manusia,
Di alam
binatang atau Asura,
Di antara
hantu atau di neraka,
Pembunuhan
yang tanpa akhir terlihat.
Neraka
penuh dengan pembunuhan,
Bagi
mereka yang rusak yang terjatuh ke alam rendah.
Bahkan di
antara para dewa tidak ada tempat berlindung,
Karena
tidak ada kebahagiaan yang melebihi pemadaman.
Mereka
yang berkomitmen pada aturan
Dari Ia
Yang Dengan Sepuluh Kekuatan Mencapai Pemadaman.
Hidup
dengan nyaman, mereka menetapkan dirinya
Untuk
meninggalkan kelahiran kembali dan kematian.
Pada hari
ini juga, ayah, aku akan melakukan pelepasan:
Apa yang
bisa dinikmati dalam kekayaan yang hampa?
Aku kecewa
dengan kenikmatan indria,
Mereka
seperti dimuntahkan, dibuat seperti tunggul pohon palem."
Saat ia
berkata demikian kepada ayahnya,
Anīkaratta,
kepada siapa ia bertunangan,
Mendekat
dari Vāraṇavatī
Pada saat
yang ditentukan untuk pernikahan.
Kemudian
Sumedhā mengambil sebilah pisau,
Dan
memotong rambutnya, yang begitu hitam, tebal, dan lembut.
Mengurung
dirinya di rumah panjang,
Ia
memasuki Jhana pertama.
Dan saat
ia masuk ke sana,
Anīkaratta
telah tiba di kota.
Kemudian
di rumah panjang, Sumedhā
Mengembangkan
dengan baik persepsi ketidak-kekalan.
Saat ia
menyelidiki dalam meditasi,
Anīkaratta
dengan cepat menaiki tangga.
Tangan dan
kakinya dihiasi dengan permata dan emas,
Ia memohon
kepada Sumedhā dengan merangkapkan telapak tangannya:
"Dalam
keluarga kerajaan di sana ada perintah, kekayaan, otoritas,
Dan
kebahagiaan dari kepemilikan.
Nikmatilah
kenikmatan indria saat engkau masih muda!
Kenikmatan
indria begitu sulit ditemukan di dunia!
Aku telah
menyerahkan royalitas kepadamu—
Nikmatilah
kekayaan, berikanlah pemberian!
Janganlah
bersedih;
Orang
tuamu sedang kecewa.”
Sumedhā,
Setelah tidak terpengaruh pada kenikmatan indria,
Dan
setelah menghilangkan delusi, kembali berkata:
“Janganlah
bersenang dalam kenikmatan indria!
Lihatlah
bahaya dalam kenikmatan indria!
Mandhātā,
raja dari empat daratan,
Terkemuka
dalam menikmati kenikmatan indria,
Meninggal
dengan tidak puas,
Keinginannya
tidak terpenuhi.
Walaupun
hujan tujuh permata dari langit
Di seluruh
sepuluh penjuru,
Tidak akan
ada kepuasan pada kenikmatan indria:
Orang-orang
meninggal dengan tidak pernah puas.
Seperti
sebilah pisau daging dan pisau potong,
Kenikmatan
indria seperti kepala ular.
Mereka
membakar seperti bara api,
Mereka
menyerupai tengkorak.
Kenikmatan
indria tidaklah kekal dan tidaklah stabil,
Mereka
penuh dengan penderitaan, racun yang mengerikan;
Seperti
bola besi panas,
Akar
penderitaan, buahnya adalah kesakitan.
Kenikmatan
indria seperti buah suatu pohon,
Seperti
gumpalan daging, menyakitkan,
Mereka
menipumu seperti sebuah mimpi;
Kenikmatan
indria seperti barang pinjaman.
Kenikmatan
indria seperti pedang dan tombak;
Penyakit,
bisul, penderitaan, dan masalah.
Seperti
lubang bara api yang menyala,
Akar
penderitaan, ketakutan, dan pembantaian.
Demikianlah
kenikmatan indria telah dijelaskan
Sebagai
penghalang, begitu penuh penderitaan.
Tolong
pergilah! untukku,
Aku tidak
percaya pada kehidupan baru.
Apa yang
bisa dilakukan orang lain untukku
Ketika
kepala mereka sendiri terbakar?
Ketika
diikuti oleh usia tua dan kematian,
Engkau
harus berusaha untuk menghancurkan mereka."
Ia membuka
pintu
Dan
melihat orang tuanya dengan Anīkaratta,
Duduk
menangis di lantai.
Dan
kemudian ia mengatakan hal ini:
"Transmigrasi
begitu panjang bagi orang bodoh,
Menangis
lagi dan lagi di sana tanpa awal yang diketahui—
Kematian
seorang ayah,
Pembunuhan
saudara atau diri mereka sendiri.
Ingatlah
lautan air mata, susu, darah,
Transmigrasi
tanpa awal yang diketahui.
Ingatlah
tulang-belulang yang menumpuk
Oleh para
makhluk yang bertransmigrasi.
Ingatlah
keempat samudera
Bandingkanlah
dengan air mata, susu, dan darah;
Ingatlah
tulang-belulang yang menumpuk tinggi seperti Gunung Vipula
Dalam
suatu perjalanan yang sangat panjang.
Transmigrasi
tanpa awal yang diketahui
Bandingkanlah
dengan luas tanah Jambudīpa;
Jika
dibagi menjadi gumpalan sebesar biji jujube,
Mereka
masih lebih sedikit dari ibu ibunya.
Ingatlah
rumput, dahan, dan daun,
Bandingkanlah
dengan tanpa awal yang diketahui:
Jika
dipisahkan sebesar empat ruas jari,
Mereka
masih lebih sedikit dari ayah ayahnya.
Ingatlah
kura-kura bermata satu dan kuk berlubang
Tertiup
angin di lautan dari timur ke barat—
Memasukkan
kepala ke dalam lubang
Adalah
perumpamaan untuk memperoleh kelahiran sebagai manusia.
Ingatlah
bentukan dari tubuh yang malang ini,
Tanpa inti
seperti gumpalan buih.
Lihatlah
kelompok-kelompok kehidupan sebagai tidak kekal,
Ingatlah
neraka yang begitu penuh penderitaan.
Ingatlah
mereka yang membengkak di tanah pekuburan
Lagi dan
lagi dalam kehidupan demi kehidupan.
Ingatlah
ancaman seekor buaya!
Ingatlah
Empat Kebenaran!
Ketika
tanpa kematian di sana dapat ditemukan,
Mengapa
kalian meminum lima racun pahit?
Bagi
setiap kesenangan dalam kenikmatan indria
Adalah
jauh lebih pahit dari mereka.
Ketika
tanpa kematian di sana dapat ditemukan,
Mengapa
kalian terbakar karena kenikmatan indria?
Bagi
setiap kesenangan dalam kenikmatan indria
Adalah
membakar, mendidih, menggelegak, bergelembung.
Ketika ada
kebebasan dari permusuhan,
Mengapa
kalian menginginkan musuh kalian, kenikmatan indria?
Seperti
raja, api, pencuri, banjir, dan orang yang tidak kalian sukai,
Kenikmatan
indria adalah musuh kalian.
Ketika
kebebasan di sana dapat ditemukan,
Apakah
gunanya kenikmatan indria yang membunuh dan mengikat?
Karena
walaupun tak mau, ketika kenikmatan indria ada di sana,
Mereka
tunduk pada kesakitan dari pembunuhan dan pengikatan.
Seperti
obor rumput yang menyala
Membakar
seseorang yang menggenggamnya tanpa melepaskannya,
Kenikmatan
indria seperti obor rumput,
Membakar
mereka yang tidak melepaskannya.
Janganlah
meninggalkan kebahagiaan berlimpah
Demi
kesenangan sepele kenikmatan indria.
Janganlah
menderita karena kesulitan nantinya,
Seperti
ikan lele pada sebuah kail.
Kendalikanlah
dirimu di antara kenikmatan indria!
Kalian
seperti anjing yang terpaku pada rantai:
Kenikmatan
indria pasti akan melahap kalian
Seperti
orang buangan yang lapar pada seekor anjing.
Dikekang
pada kenikmatan indria,
Kalian
mengalami kesakitan yang tanpa akhir,
Bersama
dengan banyak penderitaan batin:
Lepaskanlah
kenikmatan indria, mereka tidak bertahan lama!
Ketika
tanpa penuaan di sana dapat ditemukan,
Apalah
gunanya kenikmatan indria yang adalah usia tua?
Seluruh
kelahiran kembali dimanapun
Terikat
pada kematian dan penyakit.
Inilah
yang tidak menua, inilah yang tanpa kematian!
Inilah
yang tidak menua dan tanpa kematian, keadaan tanpa kesedihan!
Bebas dari
permusuhan, tanpa batas,
Tanpa
cela, tanpa ketakutan, tanpa kesengsaraan.
Tanpa
kematian ini telah direalisasi oleh banyak orang;
Bahkan
saat ini pun itu dapat diperoleh
Oleh
mereka yang menetapkan dirinya dengan benar;
Namun itu
tidaklah mungkin jika kalian tidak berupaya."
Demikian
Sumedhā berkata,
Dengan
kurang bersenang dalam hal-hal yang berkondisi.
Anīkaratta
menenang,
Sumedhā
melemparkan rambutnya ke tanah.
Dengan
berdiri, Anīkaratta
Merangkapkan
telapak tangan kepada ayahnya dan memohon:
"Relakanlah
Sumedha, agar ia bisa meninggalkan keduniawian!
Ia akan
melihat Kebenaran dari kebebasan."
Direlakan
oleh ibu dan ayahnya,
Ia
meninggalkan keduniawian, takut akan kesedihan dan ketakutan.
Ketika ia
masih menjadi Bhikkhuni yang berlatih ia merealisasikan enam pengetahuan
langsung,
Bersama
dengan buah yang tertinggi.
Pemadaman
sang putri
Yang
menakjubkan dan luar biasa;
Di ranjang
kematiannya, ia menyatakan
Beberapa
kehidupan masa lampaunya.
“Pada masa
Buddha Koṇāgamana,
Kami
bertiga adalah teman yang memberikan hadiah
Sebuah
kediaman yang baru dibangun
Di tempat
kediaman Saṅgha.
Sepuluh
kali, seratus kali,
Seribu
kali, sepuluh ribu kali,
Kami
terlahir kembali di antara para dewa,
Apalagi di
antara manusia.
Dahulu
kami begitu perkasa di antara para dewa,
Apalagi di
antara manusia!
Aku adalah
ratu seorang raja dengan tujuh harta—
Aku adalah
harta seorang istri.
Itulah
sebabnya, itulah asalnya, itulah akarnya,
Itulah
penerimaan ajaran;
Pertemuan
pertama itu memuncak dalam pemadaman
Bagi ia
yang bersenang dalam ajaran.
Jadi
katakanlah kepada mereka yang memiliki keyakinan dalam kata-kata
Dari Ia
Yang Tak Tertandingi Dalam Kebijaksanaan.
Mereka
telah kecewa karena terlahir kembali,
Dan karena
kecewa mereka menjadi tanpa kemelekatan.”
Demikianlah
syair ini dibacakan oleh Bhikkhuni Sumedhā Therī.
Bab besar
telah selesai.
Therīgāthā
telah selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar