Translated by 2018.
,
Diterjemahkan dari teks milik CSP.
Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.
Prepared by Arya Karniawan.
Prātimokṣa Sūtra Mahāsāṃghikā
Syair-Syair Pendahuluan
Terpujilah Sang Bhagava, Yang Terbebas dari Nafsu
1. Prātimokṣa ini
ditetapkan oleh Sang Buddha, Ia yang nama baiknya tersebar luas di antara para
pengenal tiga dunia, Ia yang dikenal dengan baik oleh penguasa para dewa dan
penguasa manusia, Ia yang adalah pelayan dunia, dan Ia yang Bijaksana di antara
para pelindung.
2. Setelah
mendengar bahwa Prātimokṣa ini diucapkan oleh Sang Sugatā, [yang memberikan]
kebebasan dari kesakitan karena kemenjadian, penguasaan diri, dipenuhi dengan
pengendalian sehubungan dengan enam organ indria, mengakhiri kelahiran dan
kematian.
3. Jadilah rajin
dan murni dalam Śīlā, setelah menyingkirkan apa yang Sang Buddha [telah
nyatakan] sebagai pelanggaran Śīlā yang buruk, yang tidak murni, dan ilusi, dan
setelah waktu yang lama, engkau akan memperoleh tiga permata.
4. Śramaṇa yang
bersungguh-sungguh dalam Śīlā akan menyeberang; Brāhmaṇa yang
bersungguh-sungguh dalam Śīlā akan menyeberang. Orang yang bersungguh-sungguh
dalam Śīlā adalah layak dihormati oleh manusia dan para dewa; karenanya, ada
Prātimokṣa bagi ia yang bersungguh-sungguh pada Śīlā.
5. Aku akan
menyampaikan Śīlā yang murni itu, yang disetujui oleh para Buddha, yang akan
tetap ada selama fondasi dunia masih ada, di tengah-tengah Saṁgha untuk
kesejahteraan dunia dan para dewanya.
Syair-Syair Kata Pengantar
1. Apa baiknya hidup
bagi ia yang menutupi batinnya dengan jaring ākuśalamūla, seperti awan-awan
tinggi menutupi langit? Dan hidup adalah sangat baik bagi ia yang dengan cepat
membawa jaring ākuśalamūla menuju kehancuran di sini, seperti kegelapan yang
terkena matahari.
2. Apa gunanya Poṣadha
bagi ia yang bertindak dengan Śīlā yang rendah? Ia yang telah jatuh ke dalam
jaring usia tua dan kematian dimakan oleh spekulasi tentang keabadian. Dan Poṣadha
memiliki tujuan bagi ia yang bertindak dengan Śīlā yang tanpa cacat; ia yang
mengakhiri usia tua dan kematian, sebagai penguasa diri menghancurkan Mara dalam
pemutusan.
3. Apa gunanya Poṣadha
bagi ia yang tidak tahu malu, ia yang telah melanggar Śīlā perilaku baik, yang
cenderung dalam penghidupan salah, dan ia yang berbicara seolah-olah abadi? Dan
Poṣadha memiliki tujuan bagi ia yang terkendali, yang mengikuti Śīlā perilaku
baik, yang cenderung dalam penghidupan benar, dan yang teguh kepada Śīlā yang
murni.
4. Apa gunanya Poṣadha
bagi ia yang tindakannya adalah Śīlā yang jahat; ia yang terbuang dari Ajaran
Sang Guru seperti mayat dari lautan? Dan Poṣadha memiliki tujuan bagi ia yang
telah diinstruksikan di sini di tiga dhatu, yang bertangan bersih dan pikiran
yang terbebaskan, seperti langit.
5. Apa gunanya Poṣadha
bagi ia yang enam organ indranya tidak dijaga secara terus menerus, yang telah
jatuh ke alam Mara, dan yang merusak perbuatan benar? Dan Poṣadha memiliki
tujuan bagi ia yang enam organ inderanya dijaga dengan baik secara terus
menerus, ia yang terbebaskan oleh Instruksi Sang Guru, dan ia yang cenderung
dalam Ajaran dalam Instruksi Sang Penakluk.
6. Apa gunanya Poṣadha
bagi ia yang mengatakan Śīlā [baik]nya sendiri, tetapi ia juga mengatakan Śīlā
yang buruk dari sesama Brahmacari, pria, dewa, dan Sang Guru? Dan Poṣadha
memiliki tujuan bagi ia yang memiliki Śīlā yang tidak dianggap tercela, yang
selalu berbicara dengan berhati-hati tentang yoga dunia dengan para dewanya.
7. Apa gunanya Poṣadha
bagi ia yang telah berpaling dari Ajaran Sang Guru; kepada ia yang malang dan
lima pelanggaran dipraktekkan? Dan Poṣadha memiliki tujuan bagi ia yang berdiri
dalam Ajaran Sepuluh Kekuatan Nya, Ia Yang Tercerahkan Sempurna, Ia Yang Maha
Melihat, dan yang berjalan di jalan cinta.
8. Sekarang ada Poṣadha
bagi ia yang memiliki hati Sang Guru, Dharma, dan Saṃgha, dan yang belum
meninggalkan disiplin, pembabaran, hidup bersama, kepuasan, dan Instruksi Sang
Guru. Ada pengetahuan yang tidak terkondisi bagi ia yang telah mendatangi Raja
Dharma.
9. Ia yang
terus-menerus murni [menerima bantuan] tangan dan Poṣadha. Ia yang terus
menerus murni dan berprilaku yang tidak tercela [kepada] Saṃgha.
10. Selama inti
dari Saṃgha tidak terancam sehubungan dengan Prātimokṣa Sūtra, selama itulah
Dharma Sejati dan persatuan di dalam Saṃgha berdiri.
11. Selama ada para
pengajar ahli yang menjelaskan dan memahami Permata Dharma, selama itulah
Dharma Sejati berdiri, demi kesejahteraan seluruh dunia.
12. Karena itulah,
engkau harus bersatu bersama dalam keharmonisan, bermartabat, melayani satu
sama lain, dan memahami Raja Dharma. Dukacita secara permanen ditaklukkan di
dalam kondisi Nirvana.
Kata Pengantar
Pemimpin: Begitu
banyak orang yang telah melampaui, yang dibebaskan dengan baik, terampil dalam
kemurnian, yang telah mencapai tujuan akhir, dan yang berperilaku [baik] telah
dihitung dengan menghitung tongkat dan telah duduk [di sini]. Tidak ada Bhikṣuṇī
di sini. Biarkan para Āyuṣmant mengumumkan sepenuhnya kemurnian dan persetujuan
dari para Bhikṣu yang belum datang, dan setelah mengumumkannya, beritahukan lah
Bhikṣu mana yang merupakan pembawa izin dari para Bhikṣuṇī. Dan di sini tidak
seorang pun tidak ditahbiskan, terbuang ke dalam nafsu, seorang pembunuh ibu,
seorang pembunuh ayah, seorang pembunuh seorang arhant, seorang pembuat
perpecahan di Saṃgha, seorang yang berpikiran jahat dan rusak yang menumpahkan
darah dari Sang Tathagata, seorang pelanggar para Bhikṣuṇī, seorang yang
berdiam di antara para pencuri, seorang yang berdiam dengan segala macam
[orang], diusir, seorang penyerang tubuh, atau bersenang dengan diri sendiri.
Oleh karena itu, berilah penghormatan kepada para Śrāvakā dari Sang Bhagava, yang
selalu murni dan Śīlā yang sepenuhnya murni. O para Bhante, biarkan Saṃgha
mendengarkan aku. Hari ini adalah hari keempat belas pada fase terang
penanggalan bulan lunar, hari Poṣadha untuk Saṃgha. Sebanyak itulah malam yang
telah berlalu, sebanyak itulah malam yang tersisa. Apakah persiapan dari Saṃgha
yang harus dilakukan?
Penjawab: Śrāvakā-Saṃgha
dari Sang Bhagava memiliki sedikit yang telah dilakukan.
Pemimpin: O para Bhante,
biarkan Saṃgha mendengarkan aku. Hari ini adalah hari kelima belas pada fase
terang penanggalan bulan lunar, hari Poṣadha untuk Saṃgha. Jika waktu yang
tepat untuk Saṃgha, di tempat ini; di dalam sebanyak [daerah] seperti yang
telah disetujui oleh Bhikṣu-Saṃgha, mengukur suatu batasan di semua arah, Saṃgha,
pada kesempatan ini, harus melakukan Poṣadha pada hari kelima belas dan membaca
Prātimokṣa Sūtra. Engkau harus mengikuti apa yang telah diinstruksikan di sini.
O para Bhante, di
tempat ini, di dalam sebanyak [daerah] seperti yang telah disetujui oleh Bhikṣu-Saṃgha,
mengukur suatu batasan di semua arah, Saṃgha, pada kesempatan ini, akan
melaksanakan Poṣadha pada hari kelima belas dan membacakan Prātimokṣa Sūtra.
Karena adanya keheningan, hal itu sepertinya baik untuk Saṃgha. Jadi saya
mengerti.
Usia tua dan
kematian datang mendekat, kehidupan adalah rusak, kesenangan menjadi merosot,
Dharma Sejati semakin lenyap, para pembabar meniupkan obor Dharma, dan para
pemaham menjadi terbatas. Saat-saat ini, setengah detik, seketika, malam, hari,
setengah bulan, bulan, musim, dan tahun-tahun berlalu. Kehidupan bagaikan aliran
air deras dari arus gunung, bahkan tidak kekal setelah dihilangkan dari saṃskārā.
Itu harus diselesaikan oleh para Āyuṣmant dengan ketekunan. Mengapa? Karena itu
adalah hukum Tathāgatā, Arhant, Samyak Saṃbuddha yang menyelesaikannya dengan
ketekunan. Demikianlah yang kami katakan: seseorang yang telah menyelesaikannya
dengan ketekunan menghancurkan substansi keberadaan terbesar. Itu diselesaikan
oleh para Āyuṣmant melalui ketekunan itu. Melihat sepuluh kondisi, Tathāgatā,
Arhant, Samyak Saṃbuddha menunjukkan disiplin moral dan Śīlā yang lebih tinggi kepada para Śrāvakā, dan
membabarkan Prātimokṣa Sūtra. Apakah sepuluh itu? Itu adalah:
1. Demi kesatuan Saṃgha
2. Demi
kesejahteraan Saṃgha
3. Demi penekanan
terhadap pria bertubuh kecil
4. Demi kesenangan
dan kenyamanan para Bhikṣu yang terampil
5. Demi
meninggalkan hal yang tidak baik
6. Demi tiga kali
lipat menjadi lebih murni
7. Demi
menghilangkan āśravā yang sehubungan dengan kehidupan ini
8. Demi keadaan
tanpa pengakuan pelanggaran dari āśravā yang berkaitan dengan kehidupan setelah
kematian
Sebab itulah ajaran
ini dapat dijaga dengan baik, diabarkan dengan bebas, digambarkan dengan jelas,
bahkan di antara manusia dan para dewa, Tathāgatā, Arhant, Samyak Saṃbuddha,
melihat sepuluh kondisi, menunjukkan disiplin moral dan Śīlā yang lebih tinggi
kepada para Śrāvakā, dan membabarkan Prātimokṣa Sūtra. O Para Āyuṣmant, saya
akan membacakan Prātimokṣa Sūtra. Saya akan berbicara, dan kalian harus mendengarkannya
dengan taat dan tepat, dan merenungkannya. Bagi ia yang mungkin terdapat sebuah
pelanggaran, biarkan ia mengakuinya. Jika tidak ada pelanggaran, [ia] harus
berdiam diri. Dengan berdiam diri, aku akan tahu para Āyuṣmant benar-benar
murni. Sama seperti, O para Āyuṣmant, ada penjelasan bagi seorang Bhikṣu yang
ditanyai secara perorangan, sehingga itu akan diungkapkan dalam bentuk ini dan
itu dalam kumpulan para Bhikṣu hingga ketiga kalinya. Bagi Bhikṣu apapun, yang
ditanyai dengan cara ini hingga ketiga kalinya dalam kumpulan para Bhikṣu, yang
tidak mengungkapkan pelanggaran yang ada yang diingat, itu adalah ucapan tentang suatu kebohongan yang
disengaja. Ucapan tentang suatu kebohongan yang disengaja telah dinyatakan oleh
Sang Bhagava menjadi kondisi yang menghalangi. Oleh karena itu, pelanggaran
yang ada harus diungkapkan oleh seorang Bhikṣu yang terjatuh (didalamnya),
mengingat [pelanggaran dan] berharap untuk kemurnian. Setelah mengungkapkannya,
akan ada kenyamanan baginya, tetapi dengan tidak mengungkapkannya, tidak ada
(kenyamanan).
Empat Pārājikā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
empat pārājikā dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa
Sūtra.
1. Bhikṣu apapun,
yang telah mengambil pembimbingan dan pelatihan yang sesuai dari para Bhikṣu,
kemudian, tidak menolak pelatihan dan mengungkapkan kelemahannya, terlibat
dalam hubungan seksual, bahkan dengan seekor binatang, Bhikṣu ini adalah
pārājikā, dikeluarkan [dari komunitas monastik]; ia tidak dapat tinggal bersama
dengan para Bhikṣu.
Aturan moral ini
ditetapkan oleh Sang Bhagavā, sehubungan dengan Āyuṣmant Yaśikakalandakaputra,
di Veśālī, pada saat siang hari, hari ke kedua belas pada setengah bulan kelima
di musim dingin, pada tahun kelima setelah Pencerahan Sempurna. [Pada saat itu]
bayangan yang terbentuk oleh seseorang yang duduk dengan wajah menghadap ke utara
setara dengan satu setengah pria. Ketika aturan moral ini telah ditetapkan, apa
yang telah dinyatakan [di dalamnya] harus dipatuhi. Ini disebut Dharma dan
Anudharma.
2. Bhikṣu apapun
yang, dengan cara mencuri, mengambil dari desa atau hutan yang, sehubungan
dengan orang lain,yang belum diberikan, dalam bentuk pencurian seperti itu
sehingga para raja, setelah menangkap [ia], akan membunuh, menahan, atau
membuang [nya], dengan mengatakan, "O tuan, engkau adalah seorang pencuri,
engkau seorang yang bodoh, engkau adalah seorang perampok"; Bhikṣu ini,
mengambil dengan cara seperti itu apa yang belum diberikan, adalah pārājikā,
dikeluarkan [dari komunitas monastik]; ia tidak dapat tinggal bersama dengan
para Bhikṣu.
Aturan moral ini
ditetapkan oleh Sang Bhagavā, sehubungan dengan Āyuṣmant Dhanika, Raja Śreṇīya
Bimbasāra, dan Bhikṣu Pāṃsukulika, di Rājagṛha, pada saat siang hari, hari
kesembilan pada setengah bulan kedua di musim dingin, di tahun keenam setelah
Pencerahan Sempurna. [Pada waktu itu] bayangan yang terbentuk oleh seseorang
yang duduk dengan wajah menghadap ke utara setara dengan dua setengah pria.
Ketika aturan moral ini telah ditetapkan, apa yang telah dinyatakan [di
dalamnya] harus dipatuhi. Ini disebut Dharma dan Anudharma.
3. Bhikṣu apapun,
dengan tangannya sendiri, mencabut kehidupan seseorang yang memiliki bentuk
tubuh manusia, mendapatkan seorang pembunuh untuknya, menghasutnya untuk mati,
atau memuji sifat kematian kepadanya, dengan mengatakan, "O tuan, apa
gunanya penderitaan ini, kehidupan yang penuh dengan keburukan yang merupakan
racun bagimu? Kematian lebih baik bagimu daripada kehidupan"; bila [Bhikṣu
itu] dengan sengaja, dengan pikiran yang tidak murni, menghasutnya dalam banyak
cara untuk mati, atau memuji sifat kematian kepadanya, dan bila orang itu
meninggal dengan cara itu dan tidak ada yang lain, Bhikṣu itu adalah pārājikā,
dikeluarkan [dari komunitas monastik]; ia tidak dapat tinggal bersama dengan
para Bhikṣu.
Aturan moral ini
ditetapkan oleh Sang Bhagavā, sehubungan dengan pengembara Mṛgadaṇḍika dan para
pelayan dari banyak Bhikṣu yang sakit, di Veśālī, pada siang hari, hari
kesepuluh pada setengah bulan ketiga di musim dingin, di tahun keenam setelah
Pencerahan Sempurna. [Pada saat itu] bayangan yang terbentuk oleh seseorang
yang duduk dengan wajah menghadap ke timur setara dengan dua setengah pria.
Ketika aturan moral ini telah ditetapkan, apa yang telah dinyatakan [di
dalamnya] harus dipatuhi. Ini disebut Dharma dan Anudharma.
4. Bhikṣu apapun,
dengan tidak mengetahui dan tidak memahami, kemudian membanggakan diri dengan
mengaku memiliki kemampuan batin luar biasa, penglihatan dan pengetahuan yang cukup
ke dalam Dharma, seperti Para Mulia, dan suatu pencapaian spiritual khusus dan
tertentu, dengan mengatakan. "Demikianlah yang saya ketahui, demikianlah
yang saya lihat"; dan kemudian, di lain waktu, setelah ditanyakan atau
tidak ditanyakan, Bhikṣu yang jatuh ini mengharapkan kemurnian [dengan
mengatakan]: "Tanpa mengetahui, saya berbicara dengan cara demikian, dan O
para Āyuṣmant, yang saya katakan bahwa saya mengetahui dan juga bahwa saya
melihat; Saya berbicara dengan kesombongan, kebohongan, dan sembrono";
kecuali ini diucapkan karena perkiraan yang berlebihan, Bhikṣu itu adalah pārājikā,
dikeluarkan [dari komunitas monastik]; ia tidak dapat tinggal bersama dengan
para Bhikṣu.
Aturan moral ini
ditetapkan oleh Sang Bhagavā, sehubungan dengan Bhikṣu Ābhimānika dan banyak
Bhikṣu yang berdiam di desa, di Śrāvastī, pada siang hari, hari ketiga belas
pada setengah bulan keempat di musim dingin, pada tahun keenam setelah
Pencerahan Sempurna. [Pada saat itu] bayangan yang terbentuk oleh seseorang
yang duduk dengan wajah menghadap ke utara setara dengan satu setengah pria.
Ketika aturan moral ini telah ditetapkan, apa yang telah dinyatakan [di
dalamnya] harus dipatuhi. Ini disebut Dharma dan Anudharma.
Ringkasan: (1)
hubungan seksual, (2) mengambil apa yang tidak diberikan, (3) membunuh
seseorang yang memiliki bentuk manusia, dan (4) menyatakan bahwa seseorang
mungkin memiliki kemampuan batin luar biasa.
O Para Āyuṣmant,
empat pārājikā dharmā telah dibacakan. Bhikṣu siapapun, yang terjatuh di sini,
dalam satu atau pelanggaran yang lain, telah melakukan pārājikā, dikeluarkan
[dari komunitas monastik]; ia tidak dapat tinggal bersama dengan para Bhikṣu.
Seperti sebelumnya, begitu setelahnya; seperti setelahnya, begitu sebelumnya;
ia telah melakukan pārājikā, dikeluarkan [dari komunitas monastik]; ia tidak
dapat tinggal bersama dengan para Bhikṣu. Oleh karena itu, saya bertanya kepada
para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya
saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini?
Juga untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda
benar-benar murni dalam hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant benar-benar
murni dalam hal ini. Jadi saya mengerti.
Tiga Belas Saṃghātiśeṣā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
tiga belas saṃghātiśeṣā dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah
bulan Prātimokṣa Sūtra.
1. Dengan
berkehendak mengeluarkan air mani, kecuali dalam sebuah mimpi, [merupakan]
sebuah saṃghātiśeṣā.
2. Bhikṣu apapun,
yang tergerak oleh nafsu, dengan pikiran salah, bersentuhan secara fisik dengan
seorang wanita, yaitu, mengambil tangannya, mengambil rambutnya, bersenang
dalam satu bagian atau bagian lain anggota tubuhnya, atau ia mengambil
kenikmatan dalam menyentuh dan membelai tubuhnya. Itu adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
3. Bhikṣu apapun,
yang tergerak oleh nafsu, dengan pikiran salah, berbicara kepada seorang wanita
dengan kata-kata jahat sehubungan dengan hubungan seksual yang melanggar aturan,
seperti seorang pria muda [yang akan berbicara] kepada seorang wanita muda, itu
adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
4. Bhikṣu apapun,
yang tergerak oleh nafsu, dengan pikiran salah, berbicara, di hadapan seorang
wanita, dalam memuji pelayanan [seksual] [dengan tubuh] untuk dirinya sendiri,
dengan mengatakan, "Saudari, ini adalah pelayanan tertinggi; bahwa seorang
wanita, dengan prilaku yang berhubungan dengan hubungan seksual, melayani
[atau] datang kepada Śramaṇa seperti saya yang bermoral, bajik, dan suci
"; itu adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
5. Bhikṣu apapun
yang mengambil tindakan sebagai seorang perantara, atau secara pribadi
membawakan seorang pria kepada seorang wanita atau seorang wanita kepada
seorang pria, sebagai seorang istri, atau kekasih, atau bahkan jika itu adalah
[tubuh dari] seorang Bhikṣuṇi, itu adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
6. Ketika seorang
Bhikṣu dengan dirinya sendiri meminta untuk membangun sebuah gubuk yang tidak
memiliki penderma, yang ditujukan untuk dirinya sendiri, itu harus dibuat
[sesuai dengan ukuran]. Inilah ukurannya: panjangnya, dua belas span Sugata;
lebarnya, tujuh span di dalamnya. Beberapa Bhikṣu harus diundang untuk menandai
tempatnya. Sebuah tempat yang tidak melibatkan pembunuhan dan baik untuk
berkelana harus ditandai oleh para Bhikṣu ini. Jika Bhikṣu itu, dengan dirinya
sendiri meminta, membangun sebuah gubuk yang tidak memiliki penderma, yang
ditujukan untuk dirinya sendiri, pada suatu tempat yang melibatkan penghancuran
atau tidak baik untuk berkelana, tidak mengundang para Bhikṣu untuk menandai
tempat tersebut, atau bila melebihi ukuran pada tempat tak bertanda yang tidak
baik untuk berkelana, itu adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
7. Ketika seorang
Bhikṣu sedang membangun Vihāra besar, dengan seorang penderma dan ditujukan
untuk dirinya sendiri, para Bhikṣu harus diundang ke hutan untuk menandai
tempatnya. Sebuah tempat yang tidak melibatkan pembunuhan dan baik untuk
berkelana harus ditandai oleh para Bhikṣu ini. Jika Bhikṣu itu membangun sebuah
Vihāra besar, dengan seorang penderma dan ditujukan untuk dirinya sendiri, pada
suatu tempat yang tidak baik untuk berkelana, atau ia tidak mengundang para
Bhikṣu untuk menandai tempatnya, di tempat tanpa tanda ini, tidak baik untuk berkelana,
itu adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
8. Bhikṣu apapun
yang jahat, marah, dan tidak senang karena kebencian terhadap seorang Bhikṣu,
menuduh seorang Bhikṣu yang murni dan tanpa cela dengan sebuah pārājikā dharmā yang
tidak berdasar, dengan berpikir, "Tentu saja dengan ini, aku akan
menyebabkan Bhikṣu itu jatuh dari kehidupan suci."; dan pada kemudian
hari, ketika ia (yaitu, Bhikṣu yang jahat) apakah ditanyai atau tidak ditanyai,
bahwa persoalan pelanggaran itu [kemudian menjadi] tidak berdasar, bahwa itu
adalah kekeliruan atas sebuah persoalan pelanggaran yang tak berdasar; dan
[jika] Bhikṣu itu teguh dalam kebenciannya, mengatakan, "Aku berbicara
karena kebencian"; itu adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
9. Bhikṣu apapun
yang jahat, marah, dan tidak senang karena kebencian terhadap seorang Bhikṣu,
mengangkat suatu hal yang sepele sebagai sebuah dalih untuk sebuah persoalan pelanggaran
sehubungan dengan hal lain, lalu ia menuduh seorang Bhikṣu tanpa pārājikā
dengan sebuah tuduhan pārājikā, dengan berpikir, "Aku akan menyebabkan
Bhikṣu ini jatuh dari kehidupan suci"; dan pada kemudian hari, ketika ia
(yaitu, Bhikṣu yang jahat) apakah ditanyai atau tidak ditanyai, bahwa persoalan
pelanggaran itu [kemudian menjadi] sehubungan dengan hal lain, bahwa itu adalah
kekeliruan atas sebuah persoalan pelanggaran yang sehubungan dengan hal lain,
hanyalah sebagai sebuah dalih; dan [jika] Bhikṣu itu teguh dalam kebenciannya,
mengatakan, "Aku berbicara karena kebencian"; itu adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
10. Bhikṣu apapun
yang berupaya untuk sebuah perpecahan Saṃgha yang harmonis, atau mengungkit
persoalan pelanggaran yang kondusif bagi sebuah perpecahan, dan tetap
melakukannya, Bhikṣu itu harus ditegur demikian oleh para Bhikṣu:
"Janganlah , O Āyuṣmānt, berupaya untuk sebuah perpecahan Saṃgha yang
harmonis, atau mengungkit sebuah persoalan pelanggaran yang kondusif bagi
sebuah perpecahan, dan tetap melakukannya. Biarkan Āyuṣmānt bersatu dengan Saṃgha,
demi Saṃgha yang harmonis, bersatu , dengan syarat-syarat yang baik, tanpa
perselisihan, dan berdiam dengan nyaman di bawah satu aturan, seperti susu dan
air, menerangi Ajaran Sang Guru. " Dan jika Bhikṣu itu, yang ditegur
demikian oleh para Bhikṣu, meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak
meninggalkannya, Bhikṣu itu harus ditanyai dan ditegur oleh para Bhikṣu hingga
tiga kali untuk meninggalkan upaya itu. Jika ia, ditanyai dan ditegur hingga
tiga kali, meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, setelah
mengambil upaya itu, dan tetap melakukannya, itu adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
11. Jika ada satu,
dua, tiga, atau banyak Bhikṣu–teman dari Bhikṣu yang memikirkan perpecahan,
yang berpihak padanya dan mengikutinya, dan para Bhikṣu yang bersamanya
mengatakan kepada para Bhikṣu [lain], "Janganlah, O para Āyuṣmānt,
mengatakan apapun, baik atau buruk, tentang Bhikṣu ini. Bhikṣu ini berbicara sesuai
dengan Dharma dan Bhikṣu ini berbicara sesuai dengan Vinaya; dan Bhikṣu ini
memenuhi keinginan dan tujuan kami, dan setelah mengambil [nya], memperoleh
[nya]. Hal itu yang nampaknya baik dan memuaskan Bhikṣu ini juga tampaknya baik
dan memuaskan kami. Bhikṣu ini berbicara dengan mengetahui dan bukan tidak
mengetahui." Para Bhikṣu ini [yang berpihak pada pembuat perpecahan] harus
ditegur demikian oleh para Bhikṣu [lain]: "Janganlah, O para Āyuṣmānt,
berbicara demikian. Bhikṣu itu tidak berbicara sesuai dengan Dharma dan Bhikṣu
itu tidak berbicara sesuai dengan Vinaya. Bhikṣu itu berbicara bertentangan
dengan Dharma dan Bhikṣu itu berbicara bertentangan dengan Vinaya. Dengan tidak
mengetahui, Bhikṣu itu berbicara dengan ketidaktahuan. Janganlah, O para Āyuṣmānt,
bersenang dalam sebuah perpecahan Saṃgha. Hanyalah, O para Āyuṣmānt, bersenang
dalam keutuhan Saṃgha, Biarlah para Āyuṣmānt bersatu dengan Saṃgha, demi Saṃgha
yang harmonis, bersatu , dengan syarat-syarat yang baik, tanpa perselisihan,
dan berdiam dengan nyaman di bawah satu aturan, seperti susu dan air, menerangi
Ajaran Sang Guru." Jika para Bhikṣu [pemecah] itu, yang ditegur demikian
oleh para Bhikṣu, meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika mereka tidak
meninggalkannya, para Bhikṣu itu harus ditanyai dan ditegur oleh para Bhikṣu
hingga tiga kali untuk meninggalkan upaya itu. Jika mereka, ditanyai dan
ditegur hingga tiga kali, meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika mereka tidak
meninggalkannya, mengambil upaya itu, dan tetap melakukannya, itu adalah sebuah
saṃghātiśeṣā.
12. Jika seorang
Bhikṣu yang sulit untuk dinasehati, setelah dinasehati oleh para Bhikṣu sesuai
dengan Dharma dan sesuai dengan Vinaya, sehubungan dengan peraturan moralitas
dalam pelatihan termasuk dalam penjabaran, membuat dirinya menjadi orang yang
tidak dapat dinasehati, dengan mengatakan, "Janganlah, O para Āyuṣmānt,
mengatakan apapun kepada saya, baik ataupun buruk, dan saya juga tidak akan
bertanya apapun, baik ataupun buruk, kepada para Āyuṣmānt. Biarlah para Āyuṣmānt
tidak berbicara kepada saya" ; Bhikṣu itu harus dinasehati demikian oleh
para Bhikṣu: "Janganlah, O Āyuṣmānt, setelah dinasehati oleh para Bhikṣu
sesuai dengan Dharma dan sesuai dengan Vinaya, sehubungan dengan peraturan
moralitas dalam pelatihan termasuk dalam penjabaran, membuat dirimu menjadi
orang yang tidak dapat dinasehati; biarlah Āyuṣmānt membuat dirinya sebagai
orang yang dapat dinasehati, dan kemudian para Bhikṣu akan berbicara kepada Āyuṣmānt
sesuai dengan Dharma dan sesuai dengan Vinaya, sehubungan dengan pelatihan.
Juga biarlah Āyuṣmānt berbicara kepada para Bhikṣu sesuai dengan Dharma dan
sesuai dengan Vinaya, sehubungan dengan pelatihan. Demikianlah, dengan saling
menasehati dan dengan saling membantu untuk memurnikan pelanggaran, demikianlah
Saṃgha Sang Bhagavā, Sang Tathāgata, Ārhant, Samyak Saṃbuddha meningkat. "
Jika Bhikṣu itu, yang ditegur demikian oleh para Bhikṣu, meninggalkan upaya
itu, itu bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, Bhikṣu itu harus ditanyai dan
ditegur oleh para Bhikṣu hingga tiga kali untuk meninggalkan upaya itu. Jika
ia, ditanyai dan ditegur hingga tiga kali, meninggalkan upaya itu, itu bagus.
Jika ia tidak meninggalkannya, mengambil upaya itu, dan tetap melakukannya, itu
adalah sebuah saṃghātiśeṣā.
13. Jika para Bhikṣu
yang adalah perusak keluarga-keluarga dan berprilaku buruk tinggal di dekat
suatu desa atau kota atau kota besar, dan prilaku buruk mereka telah dilihat
dan didengar, dan keluarga-keluarga yang rusak telah dilihat dan didengar, para
Bhikṣu ini adalah perusak keluarga dan berprilaku jahat harus ditegur demikian
oleh para Bhikṣu: "Prilaku-prilaku buruk para Āyuṣmānt telah dilihat dan
didengar, dan keluarga-keluarga yang rusak telah dilihat dan didengar. Biarlah
para Āyuṣmānt yang berprilaku buruk dan para perusak keluarga-keluarga pergi
dari āvāsā ini. Kalian telah tinggal di sini cukup lama!" Jika para Bhikṣu
[jahat], yang ditegur oleh para Bhikṣu [lain], mengatakan kepada para Bhikṣu
[yang lain]: "Saṃgha, O para Āyuṣmānt, adalah pengikut nafsu; Saṃgha, O
para Āyuṣmānt, adalah pengikut kebencian, Saṃgha, O para Āyuṣmānt, adalah
pengikut delusi; Saṃgha, O para Āyuṣmānt, adalah pengikut ketakutan, dan Saṃgha
mengusir beberapa Bhikṣu karena pelanggaran-pelanggaran semacam ini, namun
tidak mengusir beberapa Bhikṣu [lainnya] "; para Bhikṣu [jahat] itu harus
ditegur oleh para Bhikṣu [lain] demikian: "Janganlah, O para Āyuṣmānt,
mengatakan demikian. Saṃgha para Bhikṣu bukanlah pengikut nafsu; Saṃgha
bukanlah pengikut kebencian; Saṃgha bukanlah pengikut delusi; Saṃgha bukanlah
pengikut ketakutan, dan Saṃgha tidak mengusir beberapa Bhikṣu karena
pelanggaran-pelanggaran semacam ini sementara tidak mengusir beberapa Bhikṣu
[lainnya]. Prilaku-prilaku buruk dari para Āyuṣmānt telah dilihat dan didengar,
dan keluarga-keluarga yang rusak telah dilihat dan didengar. Biarlah para Āyuṣmānt
yang berprilaku buruk dan perusak keluarga-keluarga pergi dari āvāsā ini. Kalian
telah tinggal di sini cukup lama!" Jika para Bhikṣu itu, yang ditegur
demikian oleh para Bhikṣu, meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika mereka tidak
meninggalkannya, para Bhikṣu [jahat] itu harus ditanyai dan ditegur oleh para
Bhikṣu hingga tiga kali untuk meninggalkan upaya itu. Jika mereka, ditanyai dan
ditegur hingga tiga kali, meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika mereka tidak
meninggalkannya, mengambil upaya itu, dan tetap melakukannya, itu adalah sebuah
saṃghātiśeṣā.
Ringkasan: (1)
berkehendak [mengeluarkan air mani], (2) mengambil tangan, (3) ucapan [jahat],
(4) memuji pelayanan [seksual], (5) bertindak sebagai perantara, (6-7) dua
[membangun tempat tinggal]: gubuk dan Vihāra, (8-9) dengan seorang pelapor
kepada Saṃgha, (10) upaya untuk sebuah perpecahan, (11) mengikuti Bhikṣu
[pemecah], (12) orang yang sulit dinasehati, dan (13) perusak
keluarga-keluarga.
O para Āyuṣmānt,
tiga belas saṃghātiśeṣā dharma telah dibacakan: sembilan yang menjadi
pelanggaran saat pertama dan empat yang tidak menjadi pelanggaran sampai
teguran ketiga. Jika seorang Bhikṣu jatuh ke dalam salah satu pelanggaran ini,
Banyaknya hari Parivasa (masa percobaan) yang harus dilalui oleh Bhikṣu itu
(sejak ia melakukan pelanggaran), bahkan dengan keengganan, selama ia dengan
sengaja menyembunyikannya. Ketika Bhikṣu itu telah menyelesaikan Parivasa, enam
hari lagi harus dilalui [untuk menjalani] Mānatva (penebusan kesalahan) dalam
Bhikṣu-Saṃgha. Ketika Mānatva telah diamati, Bhikṣu itu harus memenuhi
panggilan yang dibuat sesuai Dharma. Jika Bhikṣu-Saṃgha adalah sebuah kelompok
dua puluh orang, Bhikṣu dapat dipulihkan. Jika, setelah memulihkan Bhikṣu itu,
Bhikṣu-Saṃgha itu kurang bahkan seorang Bhikṣu dari kelompok dua puluh orang,
Bhikṣu itu tidak dipulihkan dan para Bhikṣu itu tercela. Ini adalah cara yang
tepat di sini.
Oleh karena itu,
saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini?
Untuk kedua kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar
murni dalam hal ini? Juga untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
Anda benar-benar murni dalam hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant
benar-benar murni dalam hal ini. Jadi saya mengerti.
Dua Aniyatā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
dua aniyatā dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa
Sūtra.
1. Bhikṣu apapun
yang duduk dengan seorang wanita, satu sama lain, secara rahasia, pada suatu
persembunyian, tempat yang sesuai, dan seorang Upāsikā yang dapat dipercaya,
setelah melihat hal itu, menuduhnya sehubungan dengan salah satu dari tiga
dharma: [baik] dengan sebuah pārājika, saṃghātiśeṣa, atau pācattika dharma,
Bhikṣu itu, yang mengakui bahwa ia telah duduk demikian, harus ditangani
sehubungan dengan salah satu dari tiga dharma: [baik] dengan sebuah pārājika,
saṃghātiśeṣa, atau pācattika dharma; atau dengan dharma manapun yang oleh
Upāsikā yang dapat dipercaya, setelah melihatnya, kemudian mengatakan (hal
itu). Bhikṣu itu harus ditangani sesuai dengan dharma itu. Ini adalah sebuah aniyatā.
2. Jika tidak ada
sebuah tempat duduk yang tersembunyi dan sesuai, namun cukup untuk berbicara
dengan seorang wanita dengan kata-kata jahat sehubungan dengan hubungan seksual
yang melanggar aturan, Bhikṣu apapun yang duduk dengan seorang wanita, satu
sama lain, pada tempat duduk demikian, dan Upāsikā yang dapat dipercaya,
setelah melihat hal itu, menuduhnya sehubungan dengan salah satu dari dua
dharma: [baik] dengan sebuah saṃghātiśeṣa, atau pācattika dharma, Bhikṣu itu,
yang mengakui bahwa ia telah duduk demikian, harus ditangani sehubungan dengan
salah satu dari dua dharma: [baik] sebuah saṃghātiśeṣa, atau pācattika dharma;
atau dengan dharma manapun yang oleh Upāsikā yang dapat dipercaya, setelah
melihatnya, kemudian mengatakan (hal itu). Bhikṣu itu harus ditangani sesuai
dengan dharma itu. Ini adalah sebuah aniyatā.
Ringkasan: (1)
suatu persembunyian, dan (2) suatu tempat rahasia.
O para Āyuṣmānt,
dua aniyatā dharma telah dibacakan. Oleh karena itu, saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
Anda benar-benar murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya bertanya kepada
para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini? Juga untuk ketiga
kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam
hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant benar-benar murni dalam hal ini.
Jadi saya mengerti.
Tiga Puluh Niḥsargika Pācattikā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
tiga puluh niḥsargika pācattikā dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan
setengah bulan Prātimokṣa Sūtra.
1. Ketika jubah
telah dibuat oleh para Bhikṣu, dan upacara Kaṭhina telah ditangguhkan, jubah
tambahan dapat dikenakan oleh seorang Bhikṣu hingga sepuluh hari. Jika ia
memakainya lebih dari itu, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
2. Ketika jubah
telah dibuat oleh para Bhikṣu, dan upacara Kaṭhina telah ditangguhkan, jika
seorang Bhikṣu terpisah dari salah satu dari tiga jubah, bahkan untuk satu
malam, kecuali dengan izin dari Saṃgha, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
.
3. Ketika jubah
telah dibuat oleh para Bhikṣu, dan upacara Kaṭhina telah ditangguhkan, jika
sebuah jubah sedang dibuat untuk seorang Bhikṣu pada waktu yang salah, (jubah)
tersebut dapat diterima oleh Bhikṣu itu jika ia menginginkannya. Setelah
menerima jubah itu, (jubah) itu harus dibuat dengan cepat, dan jika jubah itu,
karena penyediaan [kekurangan], tidak terpenuhi untuk Bhikṣu itu, jubah itu
dapat disimpan oleh Bhikṣu itu selama satu bulan paling lama ketika ada harapan
untuk pemenuhan kekurangan. Jika ia menyimpannya lebih dari itu, apakah ada
harapan atau tidak [untuk pemenuhan kekurangan], itu adalah sebuah nissargika
pācattika.
4. Bhikṣu apapun
yang menerima jubah dari seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga
dengannya, kecuali dalam pertukaran, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
5. Bhikṣu apapun
yang mempunyai jubah tua yang dicuci, diwarnai, atau dipukul oleh seorang Bhikṣuṇī
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, itu adalah sebuah nissargika
pācattika.
6. Bhikṣu apapun
yang meminta seorang perumah rumah tangga atau putra perumah tangga yang tidak
memiliki hubungan keluarga dengannya untuk sebuah jubah, kecuali pada saat yang
tepat, itu adalah sebuah nissargika pācattika. Dalam keadaan demikian, ini
adalah saat yang tepat: jika Bhikṣu itu adalah ia yang jubahnya telah dicuri.
Itu adalah saat yang tepat dalam hal ini.
7. Jika tampaknya
baik bagi seorang Bhikṣu yang jubahnya telah dicuri untuk meminta seorang
perumah tangga atau putra perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga
dengannya untuk sebuah jubah, dan orang itu (yaitu, perumah tangga atau putra
perumah tangga), dalam persetujuan, menawarkan kepadanya [bahan untuk] banyak
jubah, maka paling banyak [bahan untuk] jubah dalam dan jubah atas yang dapat
diterima oleh Bhikṣu yang diundang itu. Jika ia menerima lebih dari itu, itu
adalah sebuah nissargika pācattika.
8. Ketika dana
jubah yang berbeda, yang telah ditujukan untuk seorang Bhikṣu, telah disiapkan
oleh dua perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga [dengan Bhikṣu
itu], dengan berpikir, "Setelah membeli sebuah jubah dengan dana jubah
ini, kami akan menyediakan Bhikṣu bernama ini dan itu dengan sebuah jubah"; kemudian jika Bhikṣu itu,
mendekati, tetapi tidak diundang sebelumnya, lalu [mencari] untuk memperoleh
sebuah hadiah, dengan mengatakan, "Akan lebih baik jika kalian Yang Mulia,
setelah membeli sebuah jubah dengan dana jubah ini, menyediakan Bhikṣu bernama
ini dan itu dengan sebuah jubah, kedua [dana] untuk satu (jubah)." Dalam
memperoleh jubah itu, setelah mengambil dengan nafsu untuk sesuatu yang bagus,
itu adalah sebuah nissargika pācattika.
9. Ketika dana jubah
yang berbeda, yang telah ditujukan untuk seorang Bhikṣu, telah disiapkan oleh
dua [orang] yang tidak memiliki hubungan keluarga [dengan Bhikṣu itu]: seorang
perumah tangga dan seorang istri perumah tangga, dengan berpikir, "Setelah
masing-masing dari kami membeli sebuah jubah dengan dana jubah ini,
masing-masing dari kami akan menyediakan Bhikṣu bernama ini dan itu dengan
sebuah jubah"; kemudian jika Bhikṣu itu, mendekati, tetapi tidak diundang
sebelumnya, lalu [mencari] untuk memperoleh sebuah hadiah, dengan mengatakan,
"Akan lebih baik jika kalian Yang Mulia dan nona, setelah membeli sebuah
jubah dengan dana jubah yang berbeda ini, menyediakan Bhikṣu bernama ini dan
itu dengan sebuah jubah, kedua [dana] untuk satu (jubah)." Dalam
memperoleh jubah itu, setelah mengambil dengan nafsu untuk sesuatu yang bagus,
itu adalah sebuah nissargika pācattika.
10. Dalam kasus
seorang raja atau menteri raja mengirimkan dana jubah dengan seorang utusan,
setelah ditujukan untuk seorang Bhikṣu, dan [utusan itu], setelah mendekati
Bhikṣu itu, lalu berkata kepada Bhikṣu itu: "Dana jubah ini, setelah
ditujukan untuk Āyuṣmant, setelah dikirimkan melalui utusan oleh raja atau
menteri raja ini dan itu. Biarlah Āyuṣmant menerima ini"; pembawa pesan
itu harus diberitahu demikian oleh Bhikṣu itu: "Tidaklah baik, O Yang
Mulia, bagi seorang Bhikṣu untuk menerima dana jubah, tetapi kami menerima
sebuah jubah yang diberikan dengan benar pada saat yang tepat." Setelah
diberitahu, sang pembawa pesan kemudian berkata kepada Bhikṣu itu:
"Adakah, O Āyuṣmant, seseorang yang melakukan pekerjaan untuk para Bhikṣu?"
Vaiyāpṛtyaṃkara harus ditunjuk oleh Bhikṣu yang menginginkan [sebuah jubah]—Antara
Ārāmikā atau Vaiyāpṛtyaṃkara dari para Bhikṣu, mengatakan, "O Yang Mulia,
ini yang melakukan pekerjaan untuk Bhikṣu." Setelah diberitahu dan setelah
mendekati Vaiyāpṛtyaṃkara, utusan itu kemudian berkata kepada Vaiyāpṛtyaṃkara
itu: "Akan lebih baik jika engkau Vaiyāpṛtyaṃkara yang terhormat, setelah
membeli sebuah jubah dengan dana jubah ini, menyediakan Bhikṣu bernama ini dan
itu dengan sebuah jubah, dengan benar dan bukan dengan tidak benar, pada saat
yang tepat." Pembawa pesan itu, setelah menginstruksikan Vaiyāpṛtyaṃkara
dan mendekati (yaitu, kembali ke) Bhikṣu itu, kemudian berkata kepada Bhikṣu
itu: "Vaiyāpṛtyaṃkara itu, yang telah ditunjuk oleh Āyuṣmant, telah
diinstruksikan olehku. Dekatilah ia dan ia akan menyediakan Āyuṣmant dengan
sebuah jubah, dengan benar dan bukan dengan tidak benar, pada saat yang
tepat." Ketika jubah yang diperlukan diinginkan oleh Bhikṣu tersebut,
setelah mendekati Vaiyāpṛtyaṃkara, Vaiyāpṛtyaṃkara kemudian ditanya dan
diberitahu satu kali, dua kali, atau tiga kali [untuk jubah itu]. Ketika Yang
Terhormat (Vaiyāpṛtyaṃkara) telah ditanya dan diberitahu satu kali, dua kali,
atau tiga kali mengenai jubah untuk Bhikṣu, kemudian ia (yaitu, Bhikṣu itu)
mendapatkan jubah itu, itu bagus. Jika ia tidak mendapatkan [jubah itu], Bhikṣu
itu harus berdiri diam di tempat itu empat, lima, atau enam kali paling banyak.
Jika Bhikṣu itu mendapatkan jubah, (dengan) berdiri diam di tempat itu empat,
lima, atau enam kali paling banyak, itu bagus. Jika ia tidak mendapatkan [jubah
itu], dan menanyakan lebih dari itu [agar] memperoleh jubah itu, ketika
memperoleh jubah, itu adalah sebuah nihsargika-pacattika. Jika ia tidak
mendapatkan [jubah itu], ia harus pergi sendiri [ke tempat] di mana dana jubah
ini dikirim oleh raja atau menteri raja, atau seorang utusan harus dikirim oleh
Bhikṣu itu, dengan berkata, "Dana jubah ini yang dikirim oleh Yang Mulia,
yang telah ditujukan untuk Bhikṣu yang bernama ini dan itu, tidak ada gunanya
bagi Bhikṣu itu. Biarlah Yang Mulia menggunakan miliknya sendiri sehingga
[kekayaan engkau] tidak akan hilang, "Itu adalah cara yang benar [dalam
hal ini].
Ringkasan: (1)
sepuluh hari, (2) terpisah, (3) saat yang tidak tepat, (4) penerimaan, (5)
mencuci, (6) permintaan, (7-8) dua: jubah dalam dan luar, (9) mengenai suatu
hadiah, dan (10) raja. Bagian pertama.
11. Bhikṣu apapun
yang memiliki permadani baru yang terbuat dari bulu domba hitam murni, itu
adalah sebuah nissargika pācattika.
12. Ketika seorang
Bhikṣu sedang membuat sebuah permadani baru, dua bagian dari bulu domba hitam
murni harus diambil, bagian ketiga dari (bulu domba) putih, dan bagian keempat
dari (bulu domba) kuning kecoklatan. Jika ia mengambil lebih dari itu, itu
adalah sebuah nissargika pācattika.
13. Bhikṣu apapun
yang memiliki sebuah permadani baru yang terbuat dari bulu domba yang dicampur
dengan sutera, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
14. Ketika seorang
Bhikṣu memiliki sebuah permadani yang baru dibuat, itu harus digunakan, dengan
kesudian, selama enam tahun. Jika Bhikṣu itu, setelah itu, apakah menyimpan
atau tidak menyimpan permadani lama, lalu memiliki permadani lain yang baru
dibuat, setelah mengambil dengan nafsu untuk sesuatu yang bagus, kecuali dengan
izin, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
15. Ketika seorang Bhikṣu
memiliki sebuah kain duduk yang sedang dibuat, maka sebuah bagian yang setara
dengan satu span Sugata harus diambil dari kain duduk lama, pada semua sisi,
untuk memperburuk [kain duduk] baru. Jika seorang Bhikṣu memiliki kain duduk
baru yang sedang dibuat tanpa mengambil [bagian yang dibutuhkan dari kain duduk
lama], itu adalah sebuah nissargika pācattika.
16. Bulu domba
mungkin diberikan kepada seorang Bhikṣu ketika ia bepergian di suatu jalan.
(Bulu) itu dapat diterima oleh Bhikṣu jika ia mau, dan setelah menerimanya,
(bulu) itu dapat dibawa olehnya hingga tiga Yojana ketika tidak ada orang lain yang
membawanya. Jika ia membawanya lebih dari itu, apakah ada orang lain atau
tidak, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
17. Bhikṣu apapun
yang memiliki bulu domba yang dicuci, diwarnai, atau disisir oleh seorang Bhikṣuṇī
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, itu adalah sebuah nissargika
pācattika.
18. Bhikṣu apapun
yang, dengan tangannya sendiri, mendapatkan emas atau perak, atau jika [orang
lain] mendapatkan itu [untuknya], bahkan jika mengatakan demikian:
"Simpanlah itu di sini," atau dengan persetujuannya bahwa (emas dan
perak) itu telah disimpan, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
19. Bhikṣu apapun
yang melakukan aktifitas dalam berbagai jenis pembelian dan penjualan, yaitu,
bahwa ia membeli ini, atau membeli dari sana, atau berkata: "Belilah
sebanyak," itu adalah sebuah nissargika pācattika.
20. Bhikṣu apapun
yang melakukan aktifitas dalam berbagai jenis penjualan emas atau perak, itu
adalah sebuah nissargika pācattika.
Ringkasan: (11-12)
dua bagian dari [bulu domba] hitam murni, (13) dicampur dengan sutera, (14)
enam tahun, (15) [kain untuk] duduk, (16) jalan, (17) yang disisirkan, (18)
dengan tangannya sendiri, (19) pembelian dan penjualan, dan (20) aktivitas dalam
penjualan. Bagian kedua.
21. Mangkuk ekstra
dapat disimpan oleh seorang Bhikṣu selama sepuluh hari paling lama. Jika ia
menyimpannya lebih dari itu, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
22. Bhikṣu apapun,
yang setelah mengambil dengan nafsu untuk sesuatu yang bagus, kemudian
mendapatkan sebuah mangkuk baru ketika mangkuk [lamanya] telah diperbaiki
kurang dari lima tambalan, itu adalah sebuah nissargika pācattika, dan mangkuk
itu harus diberikan kepada perkumpulan Bhikṣu Saṃghā oleh Bhikṣu itu. (Mangkuk)
itu yang adalah mangkuk terakhirnya didalam perkumpulan Bhikṣu Saṃghā harus
diberikan kepada Bhikṣu itu, [dengan mengatakan:] "Mangkuk ini, O Āyuṣmant,
harus disimpan olehmu hingga rusak."
23. Ini adalah
obat-obatan yang dapat diambil oleh orang sakit, yaitu: ghee, minyak, madu, dan
sirup gula. Diijinkan bahwa [obat-obatan] yang tidak dipersiapkan itu, setelah
diterima, dapat disimpan selama tujuh hari, untuk dimakan oleh seorang Bhikṣu
yang sakit, dan sisanya harus dibuang. Jika ia mengunyah atau mengkonsumsi
lebih dari (tujuh hari) itu, atau tidak membuang sisanya, itu adalah nissargika
pācattika.
24. Bhikṣu apapun
yang, setelah memberikan sebuah jubah kepada Bhikṣu [lain], dan kemudian, menjadi
pendengki, marah karena kedengkian, dan tempramental, lalu merenggut, atau
menyebabkan (jubah itu) direnggut, atau mengambil jubah Bhikṣu itu, atau dengan
mengatakan: "Aku tidak memberikan [jubah itu] kepadamu," itu adalah
sebuah nissargika pācattika.
25. Dengan
berpikir, "Sebulan dari musim panas tersisa," sebuah jubah Varṣāśāṭikā
dapat dicari oleh seorang Bhikṣu. Dengan berpikir, "setengah bulan
tersisa," setelah membuatnya, itu harus dipakai. Jika seorang Bhikṣu
mencari sebuah jubah Varṣāśāṭikā dengan lebih dari [satu bulan tersisa], dan
setelah membuatnya, kemudian memakainya, itu adalah sebuah nissargika
pācattika.
26. Bhikṣu apapun,
yang dengan dirinya sendiri meminta benang tenun, memiliki sebuah jubah yang
ditenun oleh seorang penenun, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
27. Jika seorang
perumah tangga atau putra perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga
dengannya memiliki sebuah jubah yang ditenun oleh penenun, yang telah ditujukan
untuk seorang Bhikṣu, dan jika Bhikṣu itu, mendekati, tetapi tidak diundang
sebelumnya, kemudian [mencari] untuk memperoleh suatu hadiah, dengan
mengatakan: "Itu bagus, O Yang Mulia, buatlah jubah ini panjang, buatlah
lebar, buatlah dengan tenunan yang baik, buatlah dengan formasi yang baik, dan
buatlah dengan potongan yang baik. Jika engkau melakukannya, kami akan
mengumpulkan sejumlah uang untukmu: satu Māṣaka emas, atau setengah Māṣaka
emas, atau derma makanan, atau jumlah yang diperlukan untuk derma
makanan"; dan jika Bhikṣu itu, (yang) mengatakan demikian, kemudian tidak
mengumpulkan sejumlah uang: satu Māṣaka emas, atau setengah Māṣaka emas, atau
derma makanan, atau jumlah yang diperlukan untuk derma makanan, ketika
memperoleh jubah, itu adalah sebuah nissargika pācattika.
28. Jika jubah
khusus diberikan kepada seorang Bhikṣu sepuluh hari sebelum bulan purnama
Kārtikī, tiga bulan [dari musim hujan telah berlalu], itu dapat diterima oleh
seorang Bhikṣu, dengan berpikir itu spesial. Setelah menerimanya, itu harus
disimpan hingga waktu pemberian jubah. Jika ia menyimpannya lebih dari itu, itu
adalah sebuah nissargika pācattika.
29. Jika seorang
Bhikṣu, setelah menghabiskan tiga bulan musim hujan sampai bulan purnama atau
Kārtikī, berdiam di atas sebuah tempat tidur dan tempat duduk di sebuah hutan
yang dianggap menakutkan, berbahaya, dan diragukan, satu jubah atau lainnya
dari tiga jubah dapat disimpan, di dalam rumah, oleh Bhikṣu itu jika ia
menginginkannya. Jika ada alasan bagi Bhikṣu itu untuk menjauh dari jubah itu,
Bhikṣu itu dapat menjauh dari jubah itu selama enam hari paling lama. Jika ia
menjauh lebih dari itu, kecuali dengan izin mengenai lamanya, itu adalah sebuah
nissargika pācattika.
30. Bhikṣu apapun
yang secara sadar mengambil alih untuk dirinya sendiri kekayaan milik Saṃghā,
(yang) terkumpul dalam Saṃghā, itu adalah nissargika pācattika.
Ringkasan: (21)
mangkuk, (22) perbaikan, (23) obat-obatan, (24) tidak merenggut, (25) Varṣāśāṭikā,
(26-27) dua [aturan tentang] seorang penenun, (28) sepuluh hari sebelumnya,
(29) musim hujan, dan (30) mengambil
alih. Bagian ketiga.
O para Āyuṣmānt,
tiga puluh niḥsargika pācattikā dharma telah dibacakan. Oleh karena itu, saya
bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini?
Untuk kedua kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar
murni dalam hal ini? Juga untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
Anda benar-benar murni dalam hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant
benar-benar murni dalam hal ini. Jadi saya mengerti.
Sembilan Puluh Dua Śuddhapācattikā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
sembilan puluh dua śuddhapācattikā dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan
setengah bulan Prātimokṣa Sūtra.
1. Dalam mengatakan
sebuah kebohongan secara sadar, itu adalah sebuah pācattika.
2. Dalam perkataan
yang menghina, itu adalah sebuah pācattika.
3. Dalam (ucapan)
fitnah para Bhikṣu, itu adalah sebuah pācattika.
4. Bhikṣu apapun
yang dengan sadar mengkondisikan pada tindakan lebih lanjut, persoalan formal
yang telah diredakan dan ditetapkan oleh Saṃgha sesuai dengan Dharma dan sesuai
dengan Vinaya, dengan mengatakan: "Tindakan ini yang harus dilakukan lagi,
akan segera [dilakukan]"; setelah melakukan hal itu hanya untuk alasan ini
dan bukan yang lain, mengkondisikan itu adalah sebuah pācattika untuk Bhikṣu
itu.
5. Bhikṣu apapun
yang, adalah seorang yang tidak pantas, mengajarkan Dharma kepada seorang
wanita melebihi lima atau enam kata, kecuali dengan [kehadiran] seorang pria
yang bijaksana, itu adalah sebuah pācattika.
6. Bhikṣu apapun
yang mengatakan Dharma, setahap demi setahap, kepada seorang pria yang tidak
ditahbiskan, itu adalah sebuah pācattika.
7. Bhikṣu apapun
yang, di hadapan orang yang tidak ditahbiskan, membanggakan diri sendiri,
memiliki kemampuan batin luar biasa, penglihatan luhur dan pengetahuan yang
cukup, dan suatu pencapaian spiritual tertentu, dengan berkata:
"Demikianlah yang saya ketahui, demikianlah yang saya lihat" ; jika
itu adalah sebuah fakta, itu adalah sebuah pācattika.
8. Bhikṣu apapun
yang dengan sadar mengatakan tentang pelanggaran berat seorang Bhikṣu kepada
seseorang yang tidak ditahbiskan, kecuali jika izin untuk menjelaskan telah
dibuat, itu adalah sebuah pācattika.
9. Bhikṣu apapun
yang, ketika kekayaan milik Saṃgha sedang didistribusikan, dengan mengetahui,
setelah memberikan persetujuannya, kemudian mengajukan keberatan seperti:
"Para Āyuṣmant, sebagai suatu kendaraan pertemanan, penyitaan untuk
seseorang atau orang lain, kekayaan milik Saṃgha, yang terkumpul dalam Saṃgha";
itu adalah sebuah pācattika.
10. Bhikṣu apapun,
ketika Prātimokṣa Sūtra tiap setengah bulan sedang dibacakan, kemudian
mengatakan: "Apa gunanya, O Para Āyuṣmant, untuk membaca aturan Śīla yang
lebih kecil dan ringan ini, karena mereka kondusif untuk penyesalan, kesusahan,
dan kebingungan bagi para Bhikṣu"; dalam mengkritik Śīla, itu adalah
sebuah pācattika.
Ringkasan: (1)
kebohongan, (2) menghina, (3) fitnah, (4) mengkondisikan [persoalan formal],
(5) instruksi Dharma, (6) setahap demi setahap, (7) spesifik [realisasi
spiritual], (8) berbicara, (9) mengenai persahabatan, dan (10) mengkritik [Śīla].
Bagian pertama.
11. Dalam
penghancuran segala jenis biji-bijian dan sayuran, itu adalah sebuah pācattika.
12. Dalam
menyebabkan gangguan dengan tindakan, itu adalah sebuah pācattika.
13. Dalam (ucapan
yang) menjengkelkan atau kasar, itu adalah sebuah pācattika.
14. Bhikṣu apapun
yang, mengatur atau memiliki sebuah dipan, kursi, bantal, selimut persegi,
permadani dengan rambut panjang, atau bantal yang diatur di ruang terbuka dalam
suatu Bhikṣu-Vihara milik Saṃgha, dan setelah mengaturnya, apakah ia
memindahkannya atau membuat itu dipindahkan, atau pergi tanpa meminta [izin],
itu adalah sebuah pācattika.
15. Bhikṣu apapun
yang, mengatur atau memiliki sebuah tempat tidur di lantai yang diatur dalam
suatu Bhikṣu-Vihara milik Saṃgha, dan setelah mengaturnya, apakah ia
memindahkannya atau membuat itu dipindahkan, atau pergi tanpa meminta [izin],
itu adalah sebuah pācattika.
16. Bhikṣu apapun
yang, tempramental, jahat, dan marah karena kedengkian, mengeluarkan atau
menyebabkan seorang Bhikṣu dilkeluarkan dari suatu Bhikṣu-Vihara milik Saṃgha,
bahkan hingga ia berbuat sejauh ini dengan mengatakan: "Pergilah, O Bhikṣu";
itu adalah sebuah pācattika.
17. Bhikṣu apapun
yang, meskipun tidak datang hingga tempat tidur bagi para Bhikṣu telah diatur
sebelumnya, dengan sengaja mengatur sebuah tempat tidur di tengah-tengah sebuah
Bhikṣu-Vihara milik Saṃgha, dan berkata: "Bagi siapapun yang akan membawa
[sebuah beban], ia harus pergi"; setelah melakukannya hanya untuk alasan
ini dan bukan yang lain, pengusiran [seorang Bhikṣu] adalah sebuah pācattika
bagi Bhikṣu itu.
18. Bhikṣu apapun
yang duduk atau berbaring pada sebuah kursi atau dipan dengan kaki yang dapat
dilepas, di dalam suatu gubuk tinggi di sebuah Bhikṣu-Vihara milik Saṃgha, itu
adalah sebuah pācattika.
19. Bhikṣu apapun
yang, secara sadar, menyirami atau membuat rumput atau tanah tersirami air yang
mengandung makhluk hidup, itu adalah sebuah pācattika.
20. Ketika seorang
Bhikṣu sedang membangun sebuah Vihara besar, di suatu tempat di mana ada rumput
kecil, setelah mengambil persiapan untuk lubang jendela dan baut sehubungan
dengan kusen pintu, ia dapat menutupinya (sejauh) dua atau tiga kali (lebar
pintu) setelah ditentukan. Jika ia menentukan lebih dari itu, di tempat di mana
ada rumput kecil, itu adalah sebuah pācattika.
Ringkasan: (11)
benih, (12) menyebabkan gangguan, (13) menjengkelkan, (14) dipan, (15) tempat
tidur, (16) mengusir, (17) sebelumnya datang, (18) meninggi [gubuk], (19) air,
dan (20) menutupi. Bagian kedua.
21. Bhikṣu apapun
yang, tanpa izin, menegur seorang Bhikṣuṇī, itu adalah sebuah pācattika.
22. Bhikṣu apapun
yang, bahkan jika diizinkan, menegur seorang Bhikṣuṇī pada saat yang salah: ketika
matahari telah terbenam [atau] ketika fajar belum terbit, itu adalah sebuah
pācattika.
23. Bhikṣu apapun
yang, berniat untuk menegur, yang, setelah tidak mengundang seorang Bhikṣu yang
memenuhi syarat, mendekati tempat tinggal para Bhikṣuṇī, kecuali pada saat yang
tepat, itu adalah sebuah pācattika. Dalam keadaan demikian, ini adalah saat
yang tepat: ketika seorang Bhikṣuṇī yang harus dinasihati dan diinstruksikan
sedang sakit. Ini adalah saat yang tepat dalam hal ini.
24. Bhikṣu apapun
yang berbicara demikian kepada seorang Bhikṣu: "Demi kebaikan material, O
Āyuṣmant, Bhikṣu itu menasehati seorang Bhikṣuṇī"; itu adalah sebuah
pācattika.
25. Bhikṣu apapun
yang duduk dengan seorang Bhikṣuṇī, satu sama lain, secara rahasia, itu adalah
sebuah pācattika.
26. Bhikṣu apapun
yang, melanjutkan dengan seorang Bhikṣuṇī, pergi dalam sebuah perjalanan,
bahkan ke desa lain, kecuali pada saat yang tepat, itu adalah sebuah pācattika.
Dalam situasi demikian, ini adalah saat yang tepat: ketika jalan itu dianggap
meragukan, berbahaya, dan menakutkan. Ini adalah saat yang tepat dalam hal itu.
27. Bhikṣu apapun
yang, melanjutkan dengan seorang Bhikṣuṇī, menaiki satu perahu [bersama], pergi
ke hulu atau hilir, kecuali menyeberang ke sisi seberang, itu adalah sebuah
pācattika.
28. Bhikṣu apapun
yang memberikan sebuah jubah kepada seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki
hubungan keluarga dengannya, kecuali dalam pertukaran, itu adalah sebuah
pācattika.
29. Bhikṣu apapun
yang menjahit atau memiliki sebuah jubah yang dijahit untuk seorang Bhikṣuṇī
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, itu adalah sebuah pācattika.
30. Bhikṣu apapun
yang dengan sadar memakan derma makanan di mana seorang Bhikṣuṇī menyebabkan
makanan itu matang, kecuali jika itu sebelumnya dilakukan oleh perumah tangga,
itu adalah sebuah pācattika.
Ringkasan: (21)
tanpa izin, (22) bahkan jika diizinkan, (23) menasehati, (24) kebaikan
material, (25) duduk, (26) pergi dalam suatu perjalanan, (27) perahu, (28)
memberikan [sebuah jubah], (29) menjahit, dan (30) menyebabkan [makanan]
matang. Bagian ketiga.
31. Derma makanan
di satu desa dapat dimakan oleh seorang Bhikṣu yang tidak sakit sampai satu
hari. Dalam memakan lebih (lama) dari itu, itu adalah sebuah pācattika.
32. Dalam memakan
di luar waktu (yang benar), kecuali pada saat yang tepat, itu adalah sebuah
pācattika. Dalam keadaan demikian, ini adalah saat yang tepat: saat sakit atau
saat pemberian jubah. Ini adalah saat yang tepat dalam hal itu.
33. Bhikṣu apapun
yang telah memakan apa yang dipersembahkan dan bangkit dari tempat duduknya,
kemudian mengunyah atau menelan makanan keras atau makanan lunak yang belum
ditinggalkan, itu adalah sebuah pācattika.
34. Bhikṣu apapun
yang, dalam usaha untuk mengganggu, dengan sengaja mengundang seorang Bhikṣu
yang telah memakan apa yang dipersembahkan dan bangkit dari tempat duduknya,
[untuk memakan] makanan keras atau makanan lunak yang belum ditinggalkan, atau
dengan mengatakan: "Marilah, O Bhikṣu, kunyah dan telanlah"; itu
adalah sebuah pācattika.
35. Bhikṣu apapun
yang meletakkan makanan yang tidak diberikan, atau tidak layak diterima, di
mulutnya, kecuali air untuk membilas gigi, itu adalah sebuah pācattika.
36. Dalam makan
pada waktu yang salah, itu adalah sebuah pācattika.
37. Dalam memakan [makanan]
yang telah dikesampingkan [sebagai sebuah simpanan], itu adalah sebuah pācattika.
38. Jika sebuah
keluarga mengundang seorang Bhikṣu yang mendekat untuk kue beras di pagi hari,
hingga tiga mangkuk penuh dapat diterima oleh Bhikṣu yang diundang. Setelah
menerimanya, dua [mangkuk penuh] harus dibawa keluar, dan setelah membawa dua
[mangkuk penuh] ke luar, membaginya dengan para Bhikṣu yang tidak sakit, itu
harus dikunyah dan ditelan. Setelah menerima lebih dari itu, dan membawa dua
[mangkuk penuh] ke luar, jika ia mengunyah atau menelannya, membaginya atau
tidak membagikannya dengan para Bhikṣu yang tidak sakit, itu adalah sebuah
pācattika.
39. Ini adalah
makanan yang dianggap sangat baik, yaitu: ghee, minyak, madu, air tebu, susu,
dadih, ikan, dan daging. Bhikṣu apapun yang tidak sakit, meminta atau telah
meminta keluarga untuk makanan yang dianggap sangat baik, untuk dirinya
sendiri, lalu mengunyah atau menelannya, itu adalah sebuah pācattika.
40. Dalam suatu
kelompok makan, kecuali pada saat yang tepat, itu adalah sebuah pācattika.
Dalam keadaan demikian, ini adalah saat yang tepat: satu saat ketika sakit,
saat pemberian jubah, saat untuk melakukan sebuah perjalanan, saat naik pada
sebuah kapal, saat yang spesial, dan saat makan para Śramaṇa. Ini adalah waktu
yang tepat dalam hal itu.
Ringkasan: (31)
[derma makan] di suatu desa, (32) [memakan] di luar waktu, (33) [makanan]
dipersembahkan, (34) [berusaha] untuk mengganggu, (35) [makanan] yang tidak
diberikan , (36) [memakan] pada waktu yang salah, (37) [makanan]
dikesampingkan, (38) kue beras, (39) meminta [untuk makanan yang sangat baik],
dan (40) kelompok makan. Bagian keempat.
41. Bhikṣu apapun
yang tidak sakit, ingin menghangatkan dirinya karena menggigil, lalu menyalakan
atau menyebabkan sebuah api menyala dengan rumput, kayu, kotoran sapi, kotoran
hasil menyapu, atau sampah, kecuali pada saat yang tepat, itu adalah sebuah
pācattika.
42. Bhikṣu apapun
yang berbaring di rumah yang sama dengan orang yang tidak ditahbiskan selama
lebih dari dua atau tiga malam, itu adalah sebuah pācattika.
43. Bhikṣu apapun
yang, setelah memberikan persetujuannya untuk tindakan formal para Bhikṣu, dan,
setelah itu menjadi tempramental, jahat, dan marah karena kedengkian, lalu
mengatakan: "Persetujuanku tidak diberikan, persetujuanku diberikan secara
tidak tepat; tindakan-tindakan formal ini tidak lengkap, tindakan-tindakan
formal ini dilakukan dengan tidak semestinya, karena aku tidak memberikan
persetujuanku pada tindakan formal [para Bhikṣu] itu"; itu adalah sebuah
pācattika.
44. Bhikṣu apapun
yang berkata kepada seorang Bhikṣu: "Marilah, O Āyuṣmant, kita akan
memasuki sebuah desa untuk derma makan, dan aku akan memberikan sebagian [derma
makan] ku kepadamu"; jika ia, apakah menyebabkan sebagian [derma makan] diberikan
kepadanya atau tidak, lalu setelah itu, berusaha mengusirnya, (dengan)
mengatakan: "Pergilah, O Āyuṣmant. Baik berbincang atau duduk denganmu itu
menyenangkan bagiku"; setelah melakukannya hanya untuk alasan itu dan
bukan yang lain, pengusiran itu adalah pācattika untuk Bhikṣu itu.
45. Bhikṣu apapun
yang berkata kepada para Bhikṣu: "O para Āyuṣmant, seperti yang saya
pahami dari Dharma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, bersenang dalam hal-hal
yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagava sebagai kondisi-kondisi yang
menghalangi tidaklah cukup untuk (menjadi) sebuah rintangan"; Bhikṣu itu
harus diberitahu demikian oleh para Bhikṣu: "Janganlah, O Āyuṣmant,
berkata demikian. Janganlah, O Āyuṣmant, dengan memahami kondisi-kondisi yang
menghalangi sebagai tidak ada, (lalu) menyatakan ini tentang Sang Bhagava,
untuk bersenang dalam hal-hal ini, kondisi yang menghalangi yang sama telah
dinyatakan oleh Sang Bhagava, adalah cukup untuk (menjadi) sebuah
rintangan." Dan jika Bhikṣu itu, yang diberitahu demikian oleh para Bhikṣu,
meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, Bhikṣu itu
harus ditanyai dan ditegur oleh para Bhikṣu hingga tiga kali untuk meninggalkan
upaya itu. Setelah ditanyai atau ditegur hingga ketiga kali, jika ia meninggalkan
upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, Bhikṣu itu harus diusir
oleh Saṃgha yang harmonis. Pengusiran ini adalah sebuah pācattika untuk Bhikṣu
itu.
46. Bhikṣu apapun
yang dengan sadar makan, berdiam, atau berbaring di rumah yang sama dengan
seorang Bhikṣu yang telah diusir oleh Saṃgha yang harmonis sesuai dengan Dharma
dan sesuai dengan Vinaya, dan ia yang, bertindak seperti yang ia katakan, tidak
meninggalkan pandangan salah itu dan belum membuat Ānudharma, itu adalah sebuah
pācattika.
47. Jika seorang
Śrāmaṇera mengatakan: "O para Āyuṣmant, seperti yang saya pahami dari
Dharma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, bersenang dalam hal-hal yang telah
dinyatakan oleh Sang Bhagava sebagai kondisi-kondisi yang menghalangi tidaklah
cukup untuk (menjadi) sebuah rintangan"; Śrāmaṇera itu harus diberitahu
demikian oleh para Bhikṣu: "Janganlah, O Śrāmaṇera, berkata demikian.
Janganlah, O Śrāmaṇera, dengan memahami kondisi-kondisi yang menghalangi
sebagai tidak ada, (lalu) menyatakan ini tentang Sang Bhagava, untuk bersenang
dalam hal-hal ini, kondisi yang menghalangi yang sama telah dinyatakan oleh
Sang Bhagava, adalah cukup untuk (menjadi) sebuah rintangan." Dan jika Śrāmaṇera itu, yang diberitahu
demikian oleh para Bhikṣu, meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak
meninggalkannya, Śrāmaṇera itu harus ditanyai dan ditegur oleh para Bhikṣu
hingga tiga kali untuk meninggalkan upaya itu. Setelah ditanyai atau ditegur
hingga ketiga kali, jika ia meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak
meninggalkannya, Śrāmaṇera itu harus diusir oleh para Bhikṣu, (dengan)
mengatakan: "Mulai hari ini, O Śrāmaṇera, Sang Bhagava, Sang Tathāgata,
Arhant, Samyak Saṃbuddha janganlah kau sebut sebagai gurumu, dan juga engkau
tidak dapat memperoleh pemberian. Juga, mulai hari ini, untukmu tidak ada tidur
di rumah yang sama dengan para Bhikṣu selama dua atau tiga malam. Pergilah,
menjauhlah, larilah!" Bhikṣu apapun yang secara sadar bertemu dengannya,
memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, makan dengannya, tinggal dengannya,
atau berbaring di rumah yang sama dengan Śrāmaṇera yang diusir, yang bertindak
seperti yang ia katakan, tidak meninggalkan pandangan salah itu dan belum
membuat Ānudharma, itu adalah sebuah pācattika.
48. Ketika sebuah
jubah baru diperoleh oleh seorang Bhikṣu, salah satu metode dari tiga metode
penodaan harus dilakukan: biru gelap, coklat lumpur, atau warna hitam. Jika
seorang Bhikṣu menggunakan sebuah jubah baru, tidak melakukan [salah satu dari
tiga metode penodaan], itu adalah sebuah pācattika.
49. Bhikṣu apapun
yang mengambil atau menyebabkan sebuah permata atau apa yang dianggap sebuah
permata untuk diambil, kecuali di Ārāma atau di tempat tinggal, itu adalah
sebuah pācattika. Sebuah permata atau apa yang dianggap sebagai permata harus diambil
di Ārāma atau di tempat tinggal oleh seorang Bhikṣu jika ia mau, (dengan)
berpikir, "Ini akan jadi (milik) bagi ia yang akan mengambilnya."
Setelah melakukannya hanya untuk alasan ini dan bukan yang lain, itu adalah
cara yang benar dalam hal ini.
50. Mandi setengah
bulanan telah dinyatakan oleh Sang Bhagava. Kecuali pada saat yang tepat, itu
(yaitu, mandi lebih sering dari setengah bulan) adalah sebuah pācattika. Dalam
keadaan demikian, ini adalah saat yang tepat: (Dengan) berpikir, "Satu
setengah bulan musim panas tersisa," dan "bulan pertama musim
hujan"; dua setengah bulan adalah saat panas; [juga pada] saat untuk
melakukan suatu perjalanan, saat sakit, saat bekerja, saat berangin, dan saat
hujan. Itu adalah saat yang tepat dalam hal ini.
Ringkasan: (41)
menggigil, (42) [tidur] di rumah yang sama, (43) izin, (44) pengusiran, (45-47)
tiga penghalang, (48) tidak dibuat dengan benar, (49) permata, dan ( 50) mandi.
Bagian kelima.
51. Bhikṣu apapun
yang dengan sadar mengkonsumsi air yang terdapat makhluk hidup, itu adalah
sebuah pāccatika.
52. Bhikṣu apapun
yang memberikan, dengan tangannya sendiri, makanan keras atau makanan lunak
kepada seorang Avelaka (pertapa pria), seorang Avelikā (pertapa wanita),
seorang Parivrājaka (pengembara) pria, atau Parivrājaka wanita, itu adalah
sebuah pāccatika.
53. Bhikṣu apapun
yang, dengan sadar memaksa sebuah keluarga dengan makanan, lalu duduk pada satu
tempat duduk, itu adalah sebuah pāccatika.
54. Bhikṣu apapun
yang dengan sadar duduk pada sebuah tempat duduk yang tersembunyi diantara
sebuah keluarga dengan makanan, itu adalah sebuah pāccatika.
55. Bhikṣu apapun
yang pergi dan melihat pertempuran perajurit, itu adalah sebuah pāccatika.
56. Jika ada suatu
alasan bagi seorang Bhikṣu untuk pergi diantara para perajurit, Bhikṣu itu
dapat tinggal diantara para perajurit selama dua atau tiga malam. Jika ia
tinggal lebih dari itu, itu adalah sebuah pāccatika.
57. Jika seorang Bhikṣu
berdiam diantara para perajurit selama dua atau tiga malam, kemudian pergi dan
melihat sebuah penyerangan, pertempuran, banyaknya pasukan militer, sebuah
panji, atau arena [pertempuran], itu adalah sebuah pāccatika.
58. Bhikṣu apapun
yang memukul seorang Bhikṣu, itu adalah sebuah pāccatika.
59. Bhikṣu apapun
yang mengangkat tangannya pada seorang Bhikṣu, itu adalah sebuah pāccatika.
60. Bhikṣu apapun
yang secara sadar menyembunyikan pelanggaran berat, yang biasa dilakukan,
seorang Bhikṣu, ia tidak menyatakan kepada (Bhikṣu) lain: “Kenapa engkau
bertindak demikian?” Dalam secara sadar menyembunyikan pelanggaran (Bhikṣu)
lain, itu adalah sebuah pāccatika.
Ringkasan: (51)
[air] yang terdapat makhluk hidup, (52) Avelaka, (53) memaksa, (54) tempat duduk tersembunyi, (55-57) diantara
para perajurit, (58) memukul, (59) mengangkat tangan, (60) menyembunyikan.
Bagian keenam.
61. Bhikṣu apapun
yang dengan sengaja menghilangkan kehidupan suatu binatang, itu adalah sebuah
pācattika.
62. Bhikṣu apapun
yang dengan sengaja menyebabkan penyesalan bagi seorang Bhikṣu, (dengan)
berpikir, "Tidak akan ada kesenangan baginya, bahkan untuk sesaat";
itu adalah sebuah pācattika.
63. Bhikṣu apapun
yang, setelah memberikan sebuah jubah kepada seorang Bhikṣu, Bhikṣuṇī, Śrāmaṇera,
Śrāmaṇerī, atau wanita dalam masa percobaan, dan tidak mengambilnya kembali,
kemudian menggunakan benda yang tidak diambil kembali, itu adalah sebuah
pācattika.
64. Bhikṣu apapun
yang menyembunyikan atau menyebabkan mangkuk, jubah, kain duduk, atau kotak
jarum seorang Bhikṣu disembunyikan, bahkan dalam bercanda, itu adalah sebuah
pācattika.
65. Bhikṣu apapun
yang menakuti seorang Bhikṣu, itu adalah sebuah pācattika.
66. Dalam
memercikkan tangan di air, itu adalah sebuah pācattika.
67. Dalam
menggelitik dengan jari, itu adalah sebuah pācattika.
68. Bhikṣu apapun,
yang melanjutkan dengan seorang wanita, pergi dalam suatu perjalanan, bahkan ke
desa lain, itu adalah sebuah pācattika.
69. Bhikṣu apapun
yang berbaring di rumah yang sama dengan seorang wanita, itu adalah sebuah
pācattika.
70. Bhikṣu apapun
yang duduk dengan seorang wanita, yang satu sama lain, secara rahasia, itu
adalah sebuah pācattika.
Ringkasan: (61)
dengan sengaja [membunuh], (62) penyesalan, (63) [sebuah jubah] yang tidak
diambil kembali, (64) menyembunyikan, (65) menakut-nakuti, (66) [memercikan] di
air, (67) ) [Menggelitik dengan] jari, (68) melanjutkan [dengan seorang
wanita], (69) di rumah yang sama [dengan seorang wanita], dan (70) duduk
[dengan seorang wanita]. Bagian ketujuh.
71. Bhikṣu apapun
yang secara sadar menahbiskan seseorang yang usianya kurang dari dua puluh
tahun menjadi Bhikṣu penuh, orang itu tidak ditahbiskan dan para Bhikṣu itu
tercela. Demikianlah tercela di sini adalah sebuah pācattika untuk Bhikṣu
tersebut.
72. Bhikṣu apapun,
yang melanjutkan dengan sebuah rombongan yang berniat untuk mencuri, dengan
sadar melakukan sebuah perjalanan, bahkan ke desa lain, itu adalah sebuah
pācattika.
73. Bhikṣu apapun
yang menggali tanah dengan tangannya sendiri atau menyebabkannya tergali,
bahkan hingga sejauh ini dengan mengatakan: "Galilah di sini"; itu
adalah sebuah pācattika.
74. Setiap undangan
dapat diterima oleh seorang Bhikṣu selama empat bulan. Jika ia menerima lebih
dari itu, kecuali itu adalah undangan baru atau [undangan] untuk tinggal, itu
adalah sebuah pācattika.
75. Bhikṣu apapun,
yang dinasehati demikian oleh para Bhikṣu: "Dengan tidak menutupi dirimu,
O Āyuṣmant, dengan lima kelompok pelanggaran ini, aturan ini harus
diperhatikan"; Jika Bhikṣu itu berkata kepada para Bhikṣu itu: "Aku
tidak akan berlatih sesuai dengan nasehat para Āyuṣmant, tidak sampai aku
melihat Bhikṣu senior yang menguasai Sūtra, menguasai Vinaya, dan menguasai Mātṛkā;
Bhikṣu baru yang menguasai Sūtra, menguasai Vinaya, dan menguasai Mātṛkā; tidak
sampai aku, setelah mendekati mereka, lalu bertanya dan mereka akan membuat
sebuah jawaban"; itu adalah sebuah pācattika. Itu harus dipahami,
diperhatikan, dan dimengerti oleh seorang Bhikṣu yang menginginkan instruksi.
76. Dalam meminum
minuman memabukkan, beralkohol, dan minuman keras, itu adalah sebuah pācattika.
77. Dalam tidak
menghormati para Bhikṣu, itu adalah sebuah pācattika.
78. Bhikṣu apapun
yang, ketika para Bhikṣu melewatkan waktu dengan berselisih, becekcok, terlibat
dalam pertengkaran dan perselisihan, berdiri di suatu tempat [yang cocok untuk]
menguping, (dengan) berpikir, "Setelah mendengar apa yang mereka katakan,
aku akan menyerapnya"; setelah melakukannya untuk alasan itu dan bukan
yang lain, dalam berdiri [untuk] menguping, itu adalah sebuah pācattika untuk
Bhikṣu itu.
79. Bhikṣu apapun
yang, ketika Saṃgha sedang terlibat dalam diskusi filosofis, bangkit dari
tempat duduknya, lalu pergi tanpa berpamitan kepada seorang Bhikṣu yang
memenuhi syarat, kecuali bila ada suatu penyebab untuk perilaku tidak teratur,
itu adalah sebuah pācattika.
80. Bhikṣu apapun,
yang berdiam pada sebuah tempat tidur dan tempat duduk di hutan, lalu memasuki
sebuah desa pada waktu yang salah, tidak berpamiitan kepada seorang Bhikṣu yang
memenuhi syarat, kecuali bila ada suatu penyebab untuk perilaku tidak teratur
seperti itu, itu adalah sebuah pācattika.
Ringkasan: (71)
[menahbiskan seseorang] kurang dari dua puluh (tahun), (72) rombongan yang
berniat mencuri, (73) [menggali] tanah, (74) undangan, (75) aku tidak akan
berlatih, (76) meminum minuman keras, ( 77) tidak hormat, (78) menguping, (79) [diskusi]
filosofis, dan (80) tinggal di hutan. Bagian kedelapan.
81. Bhikṣu apapun,
yang disokong dengan sebuah makanan, pergi mengunjungi keluarga-keluarga,
sebelum makan atau setelah makan, dengan tidak mengundang seorang Bhikṣu yang
memenuhi syarat, kecuali pada saat yang tepat, itu adalah sebuah pācattika.
Dalam situasi demikian, ini adalah saat yang tepat: saat pemberian jubah. Itu
adalah saat yang tepat dalam hal ini.
82. Bhikṣu apapun
yang memasuki rumah selir seorang raja Kṣatriya yang telah disucikan, yang
telah memperoleh kekuasaan dan posisi di kerajaan ketika raja belum masuk,
ketika selir belum masuk, atau ketika permata belum masuk, atau jika ia bahkan
melewati batas tempat, itu adalah sebuah pācattika.
83. Bhikṣu apapun
yang memiliki sebuah kotak jarum yang terbuat dari gading, terbuat dari tulang,
terbuat dari tanduk, terbuat dari emas, terbuat dari perak, atau terbuat dari
permata, itu adalah sebuah pācattika yang melibatkan penghancuran.
84. Ketika seorang
Bhikṣu sedang membuat sebuah dipan atau kursi, kaki-kakinya harus dibuat dengan
ukuran delapan jari Sugatā [ukuran tingginya], kecuali untuk bagian berlekuk.
Jika ia membuat lebih dari itu, itu adalah sebuah pācattika yang melibatkan
pemotongan.
85. Bhikṣu apapun
yang duduk atau berbaring di sebuah kursi atau dipan yang ditutupi kapas, itu
adalah sebuah pācattika yang melibatkan penyobekan.
86. Ketika seorang
Bhikṣu membuat sebuah kain duduk, itu harus dibuat sesuai ukuran. Ini adalah
ukurannya di sini: panjangnya, dua span Sugatā; lebarnya, satu setengah;
batasnya satu span. Jika ia membuat lebih dari itu, itu adalah sebuah pācattika
yang melibatkan pemotongan.
87. Ketika seorang
Bhikṣu membuat sebuah perban gatal, itu harus dibuat sesuai ukuran. Ini adalah
ukurannya di sini: panjangnya, empat span Sugatā; lebarnya, dua span. Jika ia
membuat lebih dari itu, itu adalah sebuah pācattika yang melibatkan pemotongan.
88. Ketika seorang
Bhikṣu sedang membuat sebuah jubah Varṣāśāṣṭikā, itu harus dibuat sesuai
ukuran. Ini adalah ukurannya di sini: panjangnya, enam span Sugatā; lebarnya,
dua setengah span. Jika ia membuat lebih dari itu, itu adalah sebuah pācattika
yang melibatkan pemotongan.
89. Bhikṣu apapun
yang membuat sebuah jubah yang dibuat dengan ukuran jubah Sugatā, ukuran jubah
Sugatā untuk Sang Sugatā, Sang Bhagava, Sang Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha
adalah: panjangnya, sembilan span Sugatā; lebarnya, enam; ini adalah ukuran
jubah Sugatā untuk Sang Sugatā, Sang Bhagava, Sang Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha.
Jika ia membuat lebih dari itu, itu adalah sebuah pācattika yang melibatkan
pemotongan.
90. Bhikṣu apapun
yang, tempramental, jahat, dan marah karena kedengkian, lalu menuduh seorang
Bhikṣu dengan suatu saṃghātiśeṣā dharmā yang tanpa dasar, itu adalah sebuah
pācattika.
91. Bhikṣu apapun
yang secara sadar (melakukan) penyitaan untuk seseorang atau orang lain,
kekayaan milik Saṃgha, yang terkumpul dalam Saṃgha, itu adalah sebuah
pācattika.
92. Bhikṣu apapun
yang, ketika Prātimokṣa Sūtra tiap setengah bulan sedang dibacakan, mengatakan:
"Baru hari ini yang saya mengerti, baru sekarang saya mengerti bahwa
Dharma ini termasuk di dalam Sūtra, tedapat di dalam Sūtra, dan dibacakan dalam
pembacaan Prātimokṣa Sūtra tiap setengah bulan"; jika para Bhikṣu [lain]
tahu bahwa Bhikṣu itu sebelumnya telah masuk dan sebelumnya juga telah duduk
dua atau tiga kali, tanpa mengatakan lebih jauh, tidak ada kebebasan [dari
pelanggaran] karena ketidaktahuan bagi Bhikṣu itu. Kemudian Bhikṣu itu yang
telah jatuh ke dalam pelanggaran harus ditangani dengan cepat sesuai Dharma dan
sesuai Vinaya, dan kebingungan lebih lanjut harus dibuat untuknya, (dengan)
mengatakan, "Perolehan ini tidaklah benar didapatkan olehmu, O Āyuṣmant.
Engkau, ketika Prātimokṣa Sūtra tiap setengah bulan sedang dibacakan, tidak mempedulikannya,
tidak merenungkannya, tidak memperhatikannya dengan seluruh pikiranmu, tidak
menembusnya, mendengarkan Dharma dengan telinga yang tidak diarahkan. "
[memberikan] kebingungan ini adalah sebuah pācattika bagi Bhikṣu itu.
Ringkasan: (81)
dengan sebuah makanan, (82) [batas tempat] seorag raja, (83) kotak jarum, (84)
dipan, (85) kapas, (86) kain duduk, (87) perban gatal, (88) jubah Varṣāśāṣṭikā,
(89) jubah Sang Sugatā. (90) tuduhan palsu, (91) penyitaan, dan (92)
ketidaktahuan. Bagian kesembilan.
Ringkasan Bagian:
(1) kebohongan, (2) benih, (3) tanpa izin, (4) hingga satu hari, (5) menggigil,
(6) dengan makhluk hidup, (7) dengan sengaja, (8) kurang dari dua puluh, dan
(9) dengan sebuah makanan. Sembilan [bagian] telah dibacakan.
O para Āyuṣmānt,
sembilan puluh dua śuddhapācattikā dharmā telah dibacakan. Oleh karena itu,
saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini?
Untuk kedua kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar
murni dalam hal ini? Juga untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
Anda benar-benar murni dalam hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant
benar-benar murni dalam hal ini. Jadi saya mengerti.
Empat Pātideśanikā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
empat pātideśanikā dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa
Sūtra.
1. Bhikṣu apapun
yang tidak sakit, yang berdiam pada sebuah tempat tidur dan tempat duduk di
hutan, yang sebelumnya tidak sadar, dan setelah menerima, dengan tangannya
sendiri, makanan keras atau makanan lunak yang belum diterima [sebagai sebuah
pemberian], di luar atau di dalam tempat tinggal, kemudian mengunyah atau
menelannya, itu harus diakui oleh Bhikṣu yang telah memakannya, (dengan)
mengatakan: "Setelah jatuh, O Āyuṣmānt, dalam sebuah pātideśanikā dharmā
yang tercela yang tidak sesuai bagiku, aku mengakui dharmā ini." Ini
adalah pātideśanikā dharmā.
2. Bhikṣu apa pun
yang tidak sakit, setelah menerima, dengan tangannya sendiri, makanan keras
atau makanan lunak dari seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga
dengannya yang telah berjalan di antara rumah-rumah, kemudian mengunyah atau
menelannya, itu harus diakui oleh Bhikṣu yang telah memakannya, (dengan)
mengatakan: "Setelah jatuh, O Āyuṣmānt, dalam sebuah pātideśanikā dharmā
yang tercela yang tidak sesuai bagiku, aku mengakui dharmā ini." Ini
adalah pātideśanikā dharmā.
3. Ketika para Bhikṣu
sedang makan dengan alasan diundang di antara rumah-rumah. Jika seorang Bhikṣuṇī
berdiri di sana seperti seorang instruktur, (dengan) mengatakan: "Berikan
nasi di sini; berikan saus di sini; berikan bumbu di sini"; Bhikṣuṇī itu
harus ditegur oleh seluruh Bhikṣu itu: "Engkau seharusnya menunggu,
Bhagini, hingga para Bhikṣu makan"; dan bahkan jika ada seorang Bhikṣu
yang tidak mengatakan: "Engkau seharusnya menunggu, Bhagini, hingga para
Bhikṣu makan"; itu harus diakui oleh Bhikṣu yang telah memakannya,
(dengan) mengatakan: "Setelah jatuh, O Āyuṣmānt, dalam sebuah pātideśanikā
dharmā yang tercela yang tidak sesuai bagiku, aku mengakui dharmā ini."
Ini adalah pātideśanikā dharmā.
4. Jika seorang
Bhikṣu, mendekati keluarga-keluarga yang dianggap sedang berpengendalian (diri),
setelah sebelumnya tidak diundang, dan setelah menerima, dengan tangannya
sendiri, makanan keras atau makanan lunak, kemudian mengunyah atau memakannya,
itu harus diakui oleh Bhikṣu yang telah memakannya, (dengan) mengatakan:
"Setelah jatuh, O Āyuṣmānt, dalam sebuah pātideśanikā dharmā yang tercela
yang tidak sesuai bagiku, aku mengakui dharmā ini." Ini adalah pātideśanikā
dharmā.
Ringkasan: (1)
hutan, (2) di antara rumah-rumah, (3) para Bhikṣu yang diundang, dan (4)
[keluarga-keluaga] yang dianggap sedang berlatih. Keempatnya telah dibacakan.
O para Āyuṣmānt, empat
pātideśanikā dharmā telah dibacakan. Oleh karena itu, saya bertanya kepada para
Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya saya
bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini? Juga
untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar
murni dalam hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant benar-benar murni dalam
hal ini. Jadi saya mengerti.
Enam Puluh Tujuh Śikṣādharmmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
lebih dari lima puluh śikṣādharmmā akan segera dibacakan dalam pembacaan
setengah bulan Prātimokṣa Sūtra.
1. "Aku akan
berpakaian dengan jubah dalam menutupi (tubuh)," ini adalah suatu aturan
yang harus dilakukan.
2. "Aku akan
memakai jubah dengan menutupi (tubuh)," ini adalah suatu aturan yang harus
dilakukan.
3. "Aku akan
berjalan di antara rumah-rumah dengan penuh pengendalian," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
4. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah dengan mata yang terangkat," ini
adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
5. "Aku akan
berjalan di antara rumah-rumah dengan sedikit suara," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
6. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah dengan tertawa keras," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
7. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah dengan kepala tertutup," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
8. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah dengan [jubah] yang diangkat ke atas,"
ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
9. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah dengan berjongkok," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
10. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah dengan bertolak pinggang," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
11. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah dengan menggoyangkan tubuh," ini
adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
12. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah dengan menggoyangkan kepala," ini
adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
13. "Aku tidak
akan berjalan di antara rumah-rumah yang menggoyangkan tangan," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
Ringkasan: (1)
jubah dalam, (2) memakai [jubah], (3) penuh pengendalian, (4) mata, (5) suara,
(6) tidak tertawa keras, (7) tidak dengan kepala tertutup, (8) tidak diangkat
ke atas, (9) tidak jongkok, (10) tidak [dengan] bertolak pinggang, (11) tidak
[menggoyangkan] tubuh, (12) tidak [menggoyangkan] kepala, dan (13) tidak
[menggoyangkan] tangan. Bagian pertama.
14. "Aku akan
duduk di antara rumah-rumah dengan penuh pengendalian," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
15. "Aku tidak
akan duduk di antara rumah-rumah dengan mata yang terangkat," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
16. "Aku akan
duduk di antara rumah-rumah dengan sedikit suara," ini adalah suatu aturan
yang harus dilakukan.
17. "Aku tidak
akan duduk di antara rumah-rumah dengan tertawa keras," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
18. "Aku tidak
akan duduk di antara rumah-rumah dengan kepala tertutup," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
19. "Aku tidak
akan duduk di antara rumah-rumah dengan [jubah] yang diangkat ke atas,"
ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
20. "Aku tidak
akan duduk di antara rumah-rumah dalam postur Osaktikā (kepala menatap ke atas),"
ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
21. "Aku tidak
akan duduk di antara rumah-rumah dalam postur Pallatthikā (duduk dengan kaki
seperti berjongkok)," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
22. "Aku tidak
akan duduk di antara rumah-rumah dengan bertolak pinggang," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
23. "Setelah
duduk di antara rumah-rumah, aku tidak akan melakukan kejahatan dengan kaki
atau melakukan kejahatan dengan tangan," ini adalah suatu aturan yang
harus dilakukan.
Rangkuman: (14)
penuh pengendalian, (15) mata, (16) suara, (17) tidak tertawa keras, (18) tidak
dengan kepala tertutup, (19) tidak diangkat ke atas, (20) tidak [menggunakan]
postur Osaktikā, (21) tidak [menggunakan] postur Pallatthikā, (22) tidak
[dengan] bertolak pinggang, dan (23) tidak melakukan kejahatan dengan tangan
atau kaki. Bagian kedua.
24. "Aku akan
menerima derma makanan dengan penuh hormat," ini adalah suatu aturan yang
harus dilakukan.
25. "Aku akan
memakan derma makanan dengan jumlah saus yang sesuai," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
26. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan membuat sebuah saus," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
27. "Aku tidak
akan memakan derma makanan [ketika] membuat [ucapan] yang membingungkan"
ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
28. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan pipi menonjol," ini adalah suatu aturan
yang harus dilakukan.
29. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan menjulurkan lidah," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
30. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan suapan yang terlalu banyak," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
31. "Aku tidak
akan membuka mulut ketika suapan belum tiba," ini adalah suatu aturan yang
harus dilakukan.
32. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan melempar suapan," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
33. "Aku tidak
akan makan derma makanan dengan memilah suapan," ini adalah suatu aturan
yang harus dilakukan.
34. "Aku tidak
akan mengucapkan kata-kata dengan sebuah suapan di mulut," ini adalah
suatu aturan yang harus dilakukan.
Ringkasan: (24)
dengan penuh hormat, (25) jumlah saus yang sesuai, (26) tanpa saus, (27) tidak
membuat [ucapan] yang membingungkan, (28) tidak menonjolkan pipi, (29) tidak
[menjulurkan] lidah, (30) [suapan] yang
tidak terlalu besar, (31) [suapan] yang belum tiba, (32) tidak melempar suapan,
(33) tidak memilah suapan, dan (34) tidak berbicara dengan sebuah suapan di
mulut. Bagian ketiga.
35. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan menjilati mangkuk," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
36. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan menjilati tangan," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
37. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan menjilati jari-jari," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
38. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan membuat suara cuccū (suara kecapan),"
ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
39. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan membuat suara surusuru (suara
selurupan)," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
40. "Aku tidak
akan makan derma makanan dengan membuat suara śuluśulu (suara menelan),"
ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
41. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan menggoyangkan tangan," ini adalah suatu
aturan yang harus dilakukan.
42. "Aku tidak
akan memakan derma makanan dengan menghamburkan gumpalan nasi.
(berserakan)" ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
43. "Aku tidak
akan, mengambil satu keinginan yang tercela, dengan memikirkan secara
berlebihan tentang mangkuk orang lain," ini adalah suatu aturan yang harus
dilakukan.
44. "Aku tidak
akan melihat pada derma makanan dengan memikirkan tentang mangkuk." ini
adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
45. "Tidak
sedang sakit, aku tidak akan memakan derma makanan, yang diperoleh untuk diriku
sendiri, dengan meminta atau (menyuruh orang) meminta nasi, saus, atau bumbu di
antara keluarga-keluarga," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
46. "Aku tidak
akan, mengambil satu keinginan untuk kembali demi perolehan lagi, dengan sadar
menutupi dengan nasi [makanan] yang tidak diinginkan yang telah
diberikan," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
47. "Aku tidak
akan menuangkan air dengan bulir-bulir nasi [di dalamnya] ke tanah," ini
adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
48. "Aku tidak
akan menerima sebuah kendi air dengan air yang berisi bulir-bulir nasi,"
ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
Ringkasan: (35-37)
tiga [jenis] jilatan, (38) cuccū, (39) surusuru. (40) śuluśulu. (41) tidak
[menggoyangkan] tangan, (42) tidak [menghamburkan] gumpalan nasi, (43) tidak
tercela, (44) memikirkan tentang mangkuk derma, (45) meminta. (46) menutupi,
(47) air dalam mangkuk derma, dan (48) [kendi air] dengan gumpalan nasi. Bagian
keempat.
49. "(Ketika)
berdiri, aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang duduk yang sedang
tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
50. "(Ketika)
duduk, aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang berbaring yang
sedang tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
51. "(Ketika)
duduk di tempat duduk yang rendah, aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang duduk di tempat duduk yang tinggi yang sedang tidak sakit,"
ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
52. "Aku tidak
akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang mengenakan sendal yang sedang tidak
sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
53. "Aku tidak
akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang mengenakan sepatu yang sedang tidak
sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
54. "Aku tidak
akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang kepalanya tertutup yang sedang tidak
sakit," adalah sebuah ajaran yang harus dipatuhi.
55. "Aku tidak
akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang kepalanya berkerudung yang sedang
tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
56. "Dalam
postur Osaktikā, saya tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang duduk
yang sedang tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
57. "Dalam
postur Pallatthikā, saya tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang
duduk yang sedang tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
Ringkasan: (49)
tidak berdiri, (50) tidak duduk, (51) tempat duduk tinggi, (52) sandal, (53)
sepatu. (54) [kepala] tertutup. (55) kepala [berkerudung], (56) tidak dalam
postur Osaktikā, dan (57) tidak dalam postur Pallatthikā. Bagian kelima.
58. "Aku tidak
akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memiliki sebuah pisau di
tangannya yang sedang tidak sakit,"ini adalah suatu aturan yang harus
dilakukan.
59. "Aku tidak
akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memiliki sebuah senjata di tangannya
yang sedang tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
60. "Aku tidak
akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memiliki sebuah tongkat di
tangannya yang sedang tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang harus
dilakukan.
61. "Aku tidak
akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang memiliki payung di tangannya yang
sedang tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
62. "(Ketika)
berjalan di sisi jalan, Aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seorang yang berjalan
di tengah jalan yang sedang tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang
harus dilakukan.
63. “ (Ketika)
berjalan di belakang, aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seorang yang
berjalan di depan yang sedang tidak sakit,” ini adalah suatu aturan yang harus
dilakukan.
64. "Berjalan
dengan kaki, aku tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang derjalan
dengan kendaraan yang sedang tidak sakit," ini adalah suatu aturan yang
harus dilakukan.
65. "Aku,
(ketika) sedang tidak sakit, tidak akan membuang kotoran, air kencing, ludah,
atau ingus di rumput hijau," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
66. "Aku,
(ketika) sedang tidak sakit, tidak akan membuang kotoran, air kencing, ludah,
atau ingus di air," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
67. "(Ketika)
berdiri, sedang tidak sakit, aku tidak akan membuang kotoran atau air
kencing," ini adalah suatu aturan yang harus dilakukan.
Ringkasan: (58-59)
tidak dengan sebuah pisau atau senjata, (60) tongkat, (61) payung, (62) sisi
jalan, (63) belakang, (64) kendaraan, (65) rumput, (66) air , dan (67) berdiri.
Bagian keenam.
O para Āyuṣmānt,
lebih dari lima puluh śikṣādharmmā telah dibacakan. Oleh karena itu, saya
bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini? Untuk
kedua kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni
dalam hal ini? Juga untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
Anda benar-benar murni dalam hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant
benar-benar murni dalam hal ini. Jadi saya mengerti.
Tujuh Adhikaraṇasamathā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
tujuh adhikaraṇasamathādharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah
bulan Prātimokṣa Sūtra.
1. Penenangan itu
yang telah muncul untuk penyelesaian, untuk menyelesaikan persoalan formal yang
telah muncul, yaitu: penyelesaian dalam pertemuan.
2. Penyelesaian
berdasarkan ingatan.
3. Penyelesaian
untuk seseorang yang tidak lagi gila.
4. Penyelesaian
yang mengakibatkan pengakuan.
5. Penyelesaian
yang menyelidiki sifat khusus [dari Bhikṣu yang dituduh].
6. Penyelesaian
yang diputuskan dengan suara terbanyak.
7. Penyelesaian
yang menutupi, seperti dengan rumput. [Ini adalah] ketujuh.
O para Āyuṣmānt,
tujuh adhikaraṇasamathādharmā telah dibacakan. Oleh karena itu, saya bertanya
kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini? Untuk kedua
kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam
hal ini? Juga untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
Anda benar-benar murni dalam hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant
benar-benar murni dalam hal ini. Jadi saya mengerti.
Dua Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant,
dua dharmā, Dharma dan Anudharma akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah
bulan Prātimokṣa Sūtra.
Di sini, kedua
Vinaya disebut Dharma;
Hal itu yang adalah
perilaku benar disebut Anudharma.
O para Āyuṣmānt,
dua dharmā, Dharma dan Anudharma telah dibacakan. Oleh karena itu, saya
bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar murni dalam hal ini?
Untuk kedua kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah Anda benar-benar
murni dalam hal ini? Juga untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
Anda benar-benar murni dalam hal ini? Karena berdiam diri, para Āyuṣmant
benar-benar murni dalam hal ini. Jadi saya mengerti.
O para Āyuṣmant,
syair-syair pendahuluan Prātimokṣa telah dibacakan; kata pengantar telah
dibacakan; empat pārājikā dharmā telah dibacakan; tiga belas saṃghātiśeṣā
dharmā telah dibacakan; dua aniyatā dharmā telah dibacakan; tiga puluh niḥsargika
pācattikā telah dibacakan; sembilan puluh dua śuddhapācattikā dharmā telah
dibacakan; empat pātideśanikā dharmā telah dibacakan; lebih dari lima puluh śikṣādharmmā
telah dibacakan; tujuh adhikaraṇasamathādharmā telah dibacakan; dua dharmā,
Dharma dan Anudharma telah dibacakan. Semua Dharma dan Vinaya ini, dan juga
beberapa Anudharma lain (yaitu, perilaku benar) dari Dharma yang termasuk dalam
Sūtra-Sūtra dan tercatat dalam Prātimokṣa Sūtra dari Sang Bhagava, Sang
Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha. Oleh karena itu, disiplin ini harus
diperhatikan oleh semua secara bersama-sama, harmonis, bersukacita, tanpa
perselisihan, menerangi Ajaran Sang Guru, berdiam dengan nyaman dan bahagia di
bawah satu aturan, seperti air dan susu, tidak menghilangkan apa yang telah
terkumpul.
1. Menahankan kesabaran adalah pertapaan
tertinggi,
Nirvāṇa adalah yang tertinggi, sabda
para Buddha;
Bagi ia yang melukai orang lain
bukanlah seorang Bhikṣu,
Ia yang menyakiti orang lain
bukanlah seorang Śramaṇa.
Prātimokṣa ini
telah dilafalkan dengan fasih secara ringkas oleh Sang Bhagava Vipaśyīn, Sang
Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha, Tercerahkan Sempurna untuk waktu yang
lama, di tengah-tengah Bhikṣu-Saṃgha yang sangat besar.
2. Tidak menghina orang lain, tidak
menyakiti orang lain,
Dan mengendalikan diri sesuai dengan
Prātimokṣa;
Terkendali dalam hal makan, tempat
tinggal terasing, dan praktik Adhicitta;
Ini adalah Ajaran Para Buddha.
Prātimokṣa ini
telah dilafalkan dengan fasih secara ringkas oleh Sang Bhagava Śikhin, Sang
Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha, Tercerahkan Sempurna untuk waktu yang
lama, di tengah-tengah Bhikṣu-Saṃgha yang sangat besar.
3. Bagi ia yang bijaksana, berlatih dalam
jalan kebijaksanaan,
Tidak ada kesenangan dalam pikiran
yang lebih tinggi;
Bagi pelindung ketenangan, selalu
penuh perhatian,
Di sana tidak ada duka cita.
Prātimokṣa ini
telah dilafalkan dengan fasih secara ringkas oleh Sang Bhagava Viśvabhu, Sang
Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha, Tercerahkan Sempurna untuk waktu yang
lama, di tengah-tengah Bhikṣu-Saṃgha yang sangat besar.
4. Tidak berbuat segala kejahatan, untuk
mencapai kebaikan,
Untuk memurnikan pikirannya sendiri;
Ini adalah Ajaran para Buddha.
Prātimokṣa ini
telah dilafalkan dengan fasih secara ringkas oleh Sang Bhagava Krakuccaṃda,
Sang Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha, Tercerahkan Sempurna untuk waktu yang
lama, di tengah-tengah Bhikṣu-Saṃgha yang sangat besar.
5. Seperti sebuah lebah, tidak merusak
aroma atau warna sebuah
Bunga, terbang menjauh, [hanya]
mengambil nektar;
Begitulah seharusnya seorang yang
bijaksana memasuki sebuah desa.
6. [Seseorang seharusnya tidak memikirkan]
kesalahan orang lain,
Atau apa yang telah dilakukan dan
tidak dilakukan oleh orang lain;
Namun seseorang seharusnya
memikirkan apa yang telah dilakukan
Dan tidak dilakukan sehubungan
dengan dirinya sendiri.
Prātimokṣa ini
telah dilafalkan dengan fasih secara ringkas oleh Sang Bhagava Kanakamuni, Sang
Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha, Tercerahkan Sempurna untuk waktu yang
lama, di tengah-tengah Bhikṣu-Saṃgha yang sangat besar.
7. Tidak ada konsentrasi bagi ia yang tanpa
kebijaksanaan,
Dan tidak ada kebijaksanaan bagi ia
yang tanpa konsentrasi;
Ia, yang padanya terdapat
konsentrasi dan kebijaksanaan
Tentu saja dekat dengan Nirvāṇa.
Oleh karena itu, ini adalah hal awal
bagi seorang Bhikṣu yang bijaksana:
Pengekangan indra-indra, penenangan,
Dan pengendalian diri sesuai dengan Prātimokṣa.
8. Seseorang hendaknya terus menerus
memenuhi kebajikan, kehidupan suci,
Yang bebas dari kantuk.
Seseorang hendaknya piawai dalam
perilaku yang bajik,
Dan menjadi seorang yang berpikir
bajik;
Kemudian dengan penuh sukacita, Bhikṣu
itu [akan] dekat dengan Nirvāṇa.
Prātimokṣa ini
telah dilafalkan dengan fasih secara ringkas oleh Sang Bhagava Kāśyapa, Sang
Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha, Tercerahkan Sempurna untuk waktu yang
lama, di tengah-tengah Bhikṣu-Saṃgha yang sangat besar.
9. Mengendalikan mata adalah baik,
mengendalikan telinga adalah baik,
Mengendalikan hidung adalah baik,
mengendalikan pikiran adalah baik;
Bhikṣu yang terkendali dalam segala
hal
Terbebaskan dari semua penderitaan.
Prātimokṣa ini
telah dilafalkan dengan fasih secara ringkas oleh Sang Bhagava Śākyamuni, Sang
Tathāgata, Arhant, Samyak Saṃbuddha, Tercerahkan Sempurna untuk waktu yang
lama, di tengah-tengah Bhikṣu-Saṃgha yang sangat besar.
Inilah Prātimokṣa
dari Yang Terunggul, Samyak Saṃbuddhā. ...(teks hilang) ... maṃ ... (teks
hilang) ... , (1) Vipaśyīn: tanpa cela, (2) Śikhin: menyatakan adhicitta, (3)
Viśvabhu: ... (teks hilang) (4) Krakuccaṃda: tidak melakukan kejahatan, (5)
Kanakamuni: kesalahan, (6) Kāśyapa: menyatakan konsentrasi, dan (7) Śākyamuni:
pengendalian diri. Inilah ketujuh mereka (yang) dengan sepuluh kekuatan.
.........................................................(teks
hilang)..........................................................
Ditulis oleh Śrīvijayabhadra, seorang Bhikṣu Śākya.