Translated by 2020.
,
Diterjemahkan dari teks milik CSP.
Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.
Prepared by Arya Karniawan.
Prātimokṣa Sutra Mūlasarvāstivāda
[Syair-syair
Pembukaan dan Pengantar]
Terpujilah
Ia yang mahatahu
1-2 Setelah bersujud di hadapan Sang Pemimpin di dunia,
Ia yang menyebrangi kemelekatan tanpa batas pada penderitaan, Ia yang adalah
pandu kejayaan yang dirayakan di tiga dunia, Ia yang auman SingaNya memunculkan
auman Dharma Sejati. Ia yang mencapai harta permata mahatahu, Ia yang kakiNya
digosok oleh pucuk permata dari indung Brahmā, aku akan menjelaskan harta
permata, yang merupakan aturan moral sehubungan dengan kemahatahuan, di
tengah-tengah Saṃgha Bhikṣu.
3. Prātimokṣa ini disebut intisari, jantung dan landasan
dari samudera Vinaya Sang Buddha yang tak terbatas dan tak terukur.
4. Ini adalah ringkasan Dharma Sejati yang ditulis oleh
Sang Raja Dharma Sejati. Traktat besar ini terdiri dari risalah pelatihan untuk
para Bhikṣu seperti sebuah serikat pedagang.
5. Ini adalah obat untuk penghalang racun dari mereka
yang rusak oleh Śīla yang buruk.
6. Ini adalah rakit untuk menyeberangi samudera saṃsāra
yang dalam. [Ini adalah] panduan utama bagi seorang raja.
7. Ini berdiri seperti tangga untuk mendaki kota
pembebasan. Ini telah dinyatakan, "Ketika aku mencapai Nirvāṇa, [Prātimokṣa]
ini akan menjadi Gurumu."
8. Mendengar pelafalan Prātimokṣa adalah sulit diperoleh
dalam sepuluh juta tahun; bahkan lebih dari itu, untuk memahami dan
menjalankannya jauh lebih sulit diperoleh.
9. Kelahiran para Buddha adalah kebahagiaan, pengetahuan
Dharma adalah kebahagiaan ; Kerukunan dalam Saṃgha adalah kebahagiaan, tapa
para Śramaṇā adalah kebahagiaan.
10. Penglihatan para Mulia adalah kebahagiaan, berkumpul
dengan kebenaran juga adalah kebahagiaan;
11. Melihat mereka yang disiplin adalah kebahagiaan,
melihat yang terpelajar adalah kebahagiaan; Dan melihat para Arhanta adalah
kebahagiaan (baik) untuk menghilangkan kelahiran kembali.
12. Sungai adalah kebahagiaan, tepi sungai adalah
kebahagiaan, orang yang telah memperoleh Dharma adalah kebahagiaan; Pencapaian
Prajñā adalah kebahagiaan, hancurnya egoisme juga tentu adalah kebahagiaan.
13. Kebahagiaan adalah kondisi mereka yang terpelajar,
yang telah membuat tekad kuat dan mengekang indera mereka; [Kebahagiaan adalah
kondisi] mereka yang telah memasuki usia tua di hutan yang damai, dari mereka
yang menghabiskan masa muda mereka di hutan.
[Kata
Pengantar]
Pemimpin: O para Āyuṣmant, sekian banyak musim panas
telah berlalu, sekian banyak yang tersisa. Kehidupan berlalu, usia tua dan
kematian mendekat. Ajaran Sang Guru semakin meredup. Yoga harus dipraktikkan
oleh Para Āyuṣmant dengan tekun. Tathāgatā, Arhatā, Samyaksaṃbuddhā memperoleh
Bodhipakṣyā Dharmā yang baik, sungguh kondusif untuk Bodhi, dengan ketekunan.
Apakah persiapan yang telah dilakukan oleh Śrāvaka Saṃgha dari Sang Bhagava?
Penjawab: Sedikit, hanya sedikit yang telah dilakukan.
Pemimpin: Biarkan para Āyuṣmant mengumumkan kemurnian dan
persetujuan yang lengkap dari mereka yang belum tiba, dan setelah
mengumumkannya, buatlah diketahui.
14. Bersujud kepada para Singa Śākya, dan salam
penghormatan telah dibuat, aku akan mengumumkan Prātimokṣa, dan biarkan mereka
mendengarkan Vinaya dariku.
15. Dan setelah mendengarnya, biarkan mereka bertindak di
sini seperti yang dinyatakan oleh Sang Bijaksanawan Agung; dengan berusaha
[dan] dengan menjadi tanpa kesalahan [bahkan] kecil.
16. Bagi mereka yang terus-menerus, cepat, dan dengan
usaha mengejar kudanya seperti pikiran dengan pernyataan dari mulut [Sang
Buddha], Prātimokṣa seperti sebuah pengekang dari seratus duri tajam yang
ditembakan.
17. Mereka yang berpikiran besar yang tidak berpaling
dari stasiun yang tepat [bahkan] karena kata-kata belaka, memang seperti pria
berkuda yang akan menang dalam pertempuran Kleśa.
18. Tetapi bagi mereka yang tidak berpengendalian, kepada
mereka (Prātimokṣa) ini tidaklah dikenal sebagai sebuah pengekang, dan itu
bahkan tidak diharapkan dalam batin mereka, dalam pertempuran Kleśa, mereka
akan dibuat bimbang oleh kebingungan.
Pemimpin: O Para Āyuṣmant, biarkan Saṃgha mendengarkan.
Hari ini adalah tanggal 14 atau 15 [penanggalan bulan lunar], hari Poṣadha bagi
Saṃgha. Jika hal itu terdengar baik [dan Saṃgha] setuju bahwa ini adalah saat
yang tepat bagi Saṃgha, Saṃgha harus melakukan Poṣadha dan melafalkan pelafalan
Prātimokṣa Sutra. Ini adalah sebuah mosi.
Penjawab: O Āyuṣmant, kami akan membuat Poṣadha dan
melafalkan pelafalan Prātimokṣa Sutra.
Pemimpin: Bagi siapapun yang mungkin terdapat kesalahan,
itu harus diakui oleh orang itu. Jika tidak ada kesalahan, [orang itu] harus
diam. Dengan tetap diam, kami akan mengerti bahwa Para Āyuṣmant sepenuhnya
murni. Sama seperti ada penjelasan bagi seorang Bhikṣu yang ditanyai secara
individual dalam bentuk ini atau itu, demikian juga ada tiga kali pengumuman
publik dalam pertemuan para Bhikṣu. Bagi Bhikṣu apapun, yang ditanyai dengan
cara ini tiga kali dalam pertemuan para Bhikṣu, yang tidak mengungkapkan
kesalahan yang ada yang diingat, itu adalah mengatakan kebohongan yang
disengaja. Mengatakan kebohongan yang disengaja, O Para Āyuṣmant, telah dengan
pasti dinyatakan oleh Sang Bhagavā sebagai suatu kondisi yang menghalangi. Oleh
karena itu, kesalahan yang ada harus diungkapkan oleh seorang Bhikṣu yang
jatuh, mengingat [pelanggaran dan] berharap untuk kemurnian. Dengan mengungkapkannya,
ada kenyamanan baginya, tetapi dengan tidak mengungkapkannya, tidak ada
(kenyamanan baginya).
O Para Āyuṣmant, kata pengantar dari pembacaan Prātimokṣa
Sutra telah dibacakan olehku. Karena itu, aku bertanya kepada Para Āyuṣmant—Apakah
kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Kedua dan juga ketiga kalinya aku
bertanya—Apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Karena ada keheningan,
Para Āyuṣmant [sepenuhnya murni] dalam hal ini. Oleh karena itu aku mengerti.
Empat
Pārājikā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant, empat Pārājikā Dharmā akan
segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa Sutra.
1. Bhikṣu apapun yang, setelah mengambil pembimbingan dan
pelatihan yang sesuai dari para Bhikṣu, kemudian, tidak melepaskan pelatihan dan
tidak mengungkapkan kelemahannya dalam pelatihan, menikmati hubungan seksual,
hal yang tidak suci, bahkan hanya dengan seekor binatang, Bhikṣu ini adalah
Pārājikā, dikeluarkan [dari komunitas monastik].
2. Bhikṣu apapun yang, setelah pergi ke suatu desa atau
hutan, kemudian mengambil dari orang lain apa yang tidak diberikan, dengan
suatu cara yang dianggap sebagai pencurian, dan dengan bentuk pencurian seperti
itu, seorang raja atau menteri raja, setelah menangkapnya, akan membunuh,
mengikat, atau mengusirnya, dengan mengatakan, "O tuan, engkau adalah
seorang pencuri , engkau adalah orang bodoh, engkau adalah seorang
perampok"; jika Bhikṣu itu mengambil dengan cara ini apa yang tidak
diberikan, Bhikṣu ini adalah Pārājikā, dikeluarkan [dari komunitas monastik].
3. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja, dengan tangannya
sendiri, mencabut kehidupan seseorang atau mereka yang memiliki bentuk tubuh
manusia, memberikan ia sebilah pisau, mencari seorang pembunuh untuknya,
menghasutnya untuk mati, atau memuji sifat kematian, dengan mengatakan ,
"O tuan, apa gunanya hidup yang mengerikan, tidak murni, dan penuh dosa
ini bagimu? O tuan, kematian adalah lebih baik bagimu daripada kehidupan";
Setelah [Bhikṣu itu] dengan sengaja, dengan suatu pendapat, menghasutnya dalam
banyak cara untuk mati, atau menyarankan sifat kematian kepadanya, dan ia
(yaitu, orang itu) kemudian mati dengan [cara] itu, Bhikṣu ini adalah Pārājikā,
dikeluarkan [dari komunitas monastik].
4. Bhikṣu apapun yang, tidak mengetahui dan tidak
memahami, kemudian menyombongkan diri memiliki kemampuan batin luar biasa,
pengetahuan yang cukup dan realisasi tingkatan kesucian tertentu dari Para
Mulia, penglihatan dan suatu tingkatan kenyamanan yang tidak dicapai dan tidak
diketahui [olehnya], dengan mengatakan, "Aku tahu tentang ini, aku melihat
ini "; dan kemudian di lain waktu, [Bhikṣu] yang jatuh ini, menginginkan
kemurnian, setelah ditanyai atau tidak ditanyai, kemudian berkata, Ö para Āyuṣmant,
aku berkata aku tahu, aku melihat, [namun itu adalah] tidak berguna, sia-sia,
kebohongan" ; kecuali [dikatakan] karena perkiraan yang berlebihan, Bhikṣu
ini adalah Pārājikā, dikeluarkan [dari komunitas monastik].
O para Āyuṣmant, empat Pārājikā Dharmā telah dibacakan
olehku. Bhikṣu apapun yang, setelah melakukan satu pelanggaran atau pelanggaran
lainnya, tidak dapat memperoleh tempat tinggal atau makan bersama dengan para
Bhikṣu. Seperti sebelumnya, begitupun setelahnya; ia adalah Pārājikā,
dikeluarkan [dari komunitas monastik]. Karena itu, aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Yang kedua dan ketiga kalinya aku
bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini?
Karena ada keheningan, para Āyuṣmant sepenuhnya murni dalam hal ini. Jadi aku
mengerti.
Tiga
Belas Saṃghāvaśeṣā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant, tiga belas Saṃghāvaśeṣā Dharmā
akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa Sutra.
1. Dengan sengaja mengeluarkan air mani, kecuali dalam
sebuah mimpi, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
2. Bhikṣu apapun, dengan pikiran penuh nafsu, melakukan
kontak tubuh dengan seorang wanita, mengangkat tangannya, mengangkat lengannya,
mengangkat rambutnya, menyentuh salah satu dari tangan dan kakinya, atau
bersenang ketika mengelus tangan dan kainya, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
3. Bhikṣu apapun, dengan pikiran penuh nafsu, berbicara
dengan seorang wanita dengan kata-kata jahat, keji, atau vulgar sehubungan
dengan hubungan seksual, seperti seorang pria muda [berbicara] kepada seorang
wanita muda, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
4. Bhikṣu apapun, dengan pikiran penuh nafsu,
menyarankan, di depan seorang wanita, pelayanan [secara seksual] dengan tubuh
untuk dirinya, dengan mengatakan, ""Saudari, ini adalah pelayanan
tertinggi; yaitu, ketika seseorang melayani dengan tindakan ini sehubungan
dengan hubungan seksual, seorang Bhikṣu sepertiku yang bermoral, bajik,dan suci
"; itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
5. Bhikṣu apapun yang mengambil tindakan sebagai
perantara, [membawa] seorang pria kepada seorang wanita atau seorang wanita
kepada seorang pria, seperti untuk seorang istri, seorang kekasih, atau bahkan
hanya untuk sesaat, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
6. Ketika seorang Bhikṣu, dengan meminta sendiri, sedang
membangun sebuah gubuk, tidak memiliki penyokong dan ditujukan untuk dirinya
sendiri, gubuk itu harus dibangun sesuai ukuran. Ini adalah ukuran untuk gubuk:
panjangnya, dua belas span Sugata; Lebarnya, tujuh span dari sisi dalam. Para
Bhikṣu harus diundang oleh Bhikṣu itu untuk melihat tempat tersebut. Tempat
tersebut harus dilihat oleh para Bhikṣu yang diundang untuk (memastikan) tidak
melibatkan pembunuhan dan akan baik untuk berkelana. Jika Bhikṣu itu membangun
sebuah gubuk, dengan meminta sendiri, tidak memiliki penyokong dan ditujukan
untuk dirinya sendiri, di tempat yang melibatkan pembunuhan dan tidak baik
untuk berkelana, atau ia tidak megundang para Bhikṣu untuk melihat tempat itu,
atau ia melebihkan ukuran pada tempat
yang belum dilihat oleh para Bhikṣu yang tidak diundang, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
7. Ketika seorang Bhikṣu sedang membangun sebuah Vihāra
besar, dengan seorang penyokong dan ditujukan untuk Saṃgha. Para Bhikṣu harus
diundang oleh Bhikṣu itu untuk melihat tempat tersebut. Juga, tempat tersebut
harus dilihat oleh para Bhikṣu yang diundang untuk (memastikan) tidak melibatkan
pembunuhan dan akan baik untuk berkelana. Jika Bhikṣu itu membangun sebuah
Vihāra besar, dengan seorang penyokong dan ditujukan untuk Saṃgha, di tempat
yang tidak baik untuk berkelana, atau ia tidak megundang para Bhikṣu untuk
melihat tempat itu, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
8. Bhikṣu apapun yang, marah karena kebencian, menuduh
seorang Bhikṣu yang murni dengan suatu Pārājikā Dharmā yang tidak berdasar,
dengan berpikir, "Dengan ini, aku akan membuatnya jatuh dari kehidupan
suci"; dan di kemudian waktu, ketika ia diperiksa atau tidak sedang
diperiksa, bahwa pernyataan resminya [ditetapkan sebagai] tidak berdasar, dan
Bhikṣu itu bergegas karena kebencian, berkata, "Aku berbicara karena
kebencian"; itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
9. Bhikṣu apapun yang, marah karena kebencian, mengangkat
suatu hal sepele sebagai dalih untuk pernyataan resmi sehubungan dengan sesuatu
yang bertentangan atau hal lain, menuduh seorang Bhikṣu yang murni dengan suatu
Pārājikā Dharmā, dengan berpikir, "Dengan ini, aku akan membuatnya jatuh dari
kehidupan suci"; dan di kemudian waktu, ketika ia diperiksa atau tidak
sedang diperiksa, bahwa pernyataan resminya [ditetapkan sebagai] sehubungan
dengan sesuatu yang lain, hal itu adalah
hal sepele sebagai dalih untuk hal lainnya, dan Bhikṣu itu bergegas karena
kebencian, berkata, "Aku berbicara karena kebencian"; itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
10. Bhikṣu apapun yang berupaya untuk sebuah perpecahan
dari suatu Saṃgha yang harmonis, atau telah mengangkat pernyataan resmi yang
kondusif untuk menyebabkan sebuah perpecahan, dan bersikeras dalam
mengangkatnya, Bhikṣu itu harus dinasehati demikian oleh para Bhikṣu: "Āyuṣmant
seharusnya tidak berupaya untuk sebuah perpecahan dari suatu Saṃgha yang
harmonis, atau telah mengangkat pernyataan resmi yang kondusif untuk
menyebabkan sebuah perpecahan, dan bersikeras dalam mengangkatnya. Biarlah Āyuṣmant
datang bersama dengan Saṃgha, demi Saṃgha yang harmonis, bersatu, dengan
isyarat yang ramah, tanpa sengketa, dan berdiam dalam kondisi bahagia di bawah
sebuah eksposisi Dharma yang bersatu, menjadi seperti susu dan air,
mempraktikkan Ajaran Sang Guru. Tinggalkanlah, O Āyuṣmant, tujuan demikian yang
menyebabkan perpecahan dalam Saṃgha." Jika Bhikṣu itu, setelah dinasehati
oleh para Bhikṣu, meninggalkan tujuan itu, itu bagus. Jika ia tidak
meninggalkannya, ia harus diperiksa dan diinstruksikan untuk yang kedua dan
ketiga kalinya demi ditinggalkannya tujuan itu. Jika ia, setelah diperiksa dan
diinstruksikan untuk yang kedua dan ketiga kalinya, meninggalkan tujuan itu,
itu bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
11. Jika ada satu, dua, tiga, atau banyak Bhikṣu pengikut
dari seorang Bhikṣu yang adalah seorang pencetus perpecahan, dan para Bhikṣu
ini mengatakan kepada para Bhikṣu [lainnya], "Janganlah, O para Āyuṣmant,
mengatakan sesuatu yang baik ataupun buruk tentang Bhikṣu ini. Karena apa? Bhikṣu
ini, para Āyuṣmant, berbicara sesuai dengan Dharma dan sesuai Vinaya, dan (ia)
mewujudkan keinginan juga tujuan kami, mendapatkan [hal-hal itu]. Bhikṣu ini
berbicara dengan mengetahui dan bukan tidak mengetahui, dan hal itulah yang
menyenangkan Bhikṣu ini juga menyenangkan dan terlihat baik bagi kami.
"Para Bhikṣu ini [yang berpihak dengan pembuat perpecahan] harus
dinasehati demikian oleh para Bhikṣu: "Janganlah para Āyuṣmant berkata
demikian. Bhikṣu itu tidak berbicara sesuai dengan Dharma dan sesuai Vinaya.
[Janganlah mengatakan bahwa Bhikṣu itu], mewujudkan keinginan juga tujuan kami,
mendapatkan [hal-hal itu]. [Janganlah mengatakan] Bhikṣu itu berbicara dengan mengetahui
dan bukan tidak mengetahui, dan hal itulah yang menyenangkan dan terlihat baik
bagi Bhikṣu itu juga terlihat baik bagi kalian. Juga, O para Āyuṣmant,
janganlah bersenang dalam suatu perpecahan dalam Saṃgha. Lagi, janganlah
[menyetujui] suatu perpecahan pada Saṃgha demi [menghadirkan] kesenangan bagi
para Āyuṣmant. Biarlah para Āyuṣmant datang bersama dengan Saṃgha, demi Saṃgha
yang harmonis, dengan isyarat yang ramah, tanpa sengketa, dan berdiam dalam
kondisi bahagia di bawah sebuah eksposisi Dharma yang bersatu, menjadi seperti
susu dan air, mempraktikkan Ajaran Sang Guru. Janganlah, O para Āyuṣmant,
bersikeras terhadap suatu perpecahan dalam Saṃgha. Tinggalkanlah bentuk-bentuk
ucapan ini yang menyebabkan suatu perpecahan dalam Saṃgha." Para Bhikṣu
[pemecah belah] ini harus diperiksa dan diinstruksikan untuk yang kedua dan
ketiga kalinya oleh para Bhikṣu [lainnya] untuk meninggalkan tujuan itu, dan
jika mereka, setelah diperiksa dan diinstruksikan untuk yang kedua dan ketiga
kalinya, meninggalkan tujuan itu, itu bagus. Jika mereka tidak meninggalkan
tujuan itu, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
12. Jika terdapat banyak Bhikṣu yang adalah perusak para
keluarga dan praktisi kejahatan yang tinggal di dekat suatu desa atau kota
tertentu dan keluarga-keluarga yang dirusak oleh [para Bhikṣu] ini terlihat,
terdengar, atau diketahui, para Bhikṣu ini harus dinasehati demikian oleh para
Bhikṣu: "Para Āyuṣmant adalah perusak para keluarga dan praktisi
kejahatan, dan keluarga-keluarga yang dirusak oleh kalian terlihat, terdengar,
dan diketahui. Pergilah, O para Āyuṣmant, dari Āvāsā ini. Kalian telah tinggal
di sini cukup lama!"Jika para Bhikṣu [jahat] ini berkata kepada para Bhikṣu
[lainnya]: "Para Bhikṣu, O para Āyuṣmant, adalah pengikut nafsu, pengikut
kebencian, pengikut delusi, dan pengikut ketakutan. Mereka mengusir beberapa
Bhikṣu karena kesalahan seperti ini, tetapi tidak mengusir beberapa para Bhikṣu
[lainnya]"; Para Bhikṣu itu harus ditegur demikian: "Janganlah. O
para Āyuṣmant, berkata demikian; bahwa beberapa Bhikṣu adalah pengikut nafsu,
pengikut kebencian, pengikut delusi, dan pengikut ketakutan. Mereka mengusir
beberapa Bhikṣu karena kesalahan seperti ini, tetapi tidak mengusir beberapa
para Bhikṣu [lainnya]". Karena apa? Para Bhikṣu ini bukanlah pengikut nafsu,
pengikut kebencian, pengikut delusi, dan pengikut ketakutan, tetapi kalian para
Āyuṣmant memang adalah perusak keluarga-keluarga dan praktisi kejahatan.
Keluarga-keluarga yang dirusak oleh kalian terlihat dan terdengar, dan
praktik-praktik kejahatan kalian terlihat, terdengar, dan diketahui. [kalian]
para Bhikṣu, O para Āyuṣmant, adalah pengikut nafsu, pengikut kebencian,
pengikut delusi, dan pengikut ketakutan. Tinggalkanlah bentukan ucapan
ini." Para Bhikṣu [jahat] ini harus ditegur demikian oleh para Bhikṣu.
Jika mereka kemudian meninggalkannya, itu bagus. Jika mereka tidak
meninggalkannya, mereka harus diperiksa dan diinstruksikan untuk yang kedua dan
ketiga kalinya untuk meninggalkan [upaya itu]. Jika mereka, setelah diperiksa
dan diinstruksikan untuk yang kedua dan ketiga kalinya, meninggalkan [upaya
itu], itu bagus. Jika mereka tidak meninggalkan hal itu, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
13. Jika terdapat beberapa Bhikṣu di sini yang sulit
diajak bicara, yang ketika diajak bicara oleh para Bhikṣu sesuai dengan Dharma
dan sesuai dengan Vinaya, mengenai pelatihan moralitas yang terdapat dalam
penjelasan dan termasuk dalam Sūtra-sūtra Sang Sugata, membuat dirinya sendiri
menjadi orang yang sulit diajak bicara, dengan mengatakan, "Janganlah, O
para Āyuṣmant, mengatakan sesuatu kepadaku, apakah baik atau buruk, dan aku
juga tidak akan mengatakan apa pun baik atau buruk kepada para Āyuṣmant.
Biarlah para Āyuṣmant menahan diri dari berbicara kepadaku, dan aku juga akan
menahan diri berbicara kepada kalian"; Bhikṣu itu harus dinasehati
demikian oleh para Bhikṣu: "Engkau, O Āyuṣmant, ketika diajak bicara oleh
para Bhikṣu sesuai dengan Dharma dan sesuai dengan Vinaya, mengenai pelatihan
moralitas yang terdapat dalam penjelasan dan termasuk dalam Sūtra-sūtra Sang
Sugata, menjadikan dirimu orang yang sulit diajak bicara. Biarlah Āyuṣmant
menjadikan dirinya orang yang dapat diajak bicara. Biarlah para Bhikṣu
berbicara kepada Āyuṣmant sesuai dengan Dharma dan sesuai dengan Vinaya, dan
juga biarlah Āyuṣmant berbicara kepada para Bhikṣu sesuai dengan Dharma dan
sesuai dengan Vinaya, karena dengan demikian, dengan saling menegur dan dengan
saling membantu untuk menghilangkan pelanggaran, demikianlah Saṃgha Sang
Bhagava, Tathāgata, Arhat, Samyaksaṃbuddha, terikat bersama. Janganlah Āyuṣmant
menjadikan dirinya orang yang sulit diajak bicara." Bhikṣu itu harus
dinasehati demikian oleh para Bhikṣu. Jika ia meninggalkan upaya itu, itu
bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, ia harus diperiksa dan diinstruksikan
untuk yang kedua dan ketiga kalinya untuk meninggalkan [upaya] itu. Jika ia,
setelah diperiksa dan diinstruksikan untuk yang kedua dan ketiga kalinya,
meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, itu adalah Saṃghāvaśeṣā.
O para Āyuṣmant, tiga belas Saṃghāvaśeṣā Dharmā telah
dibacakan olehku: Sembilan yang menjadi pelanggaran saat sekali dilakukan dan
empat yang tidak menjadi pelanggaran hingga teguran ketiga. Jika seorang Bhikṣu
terjatuh ke dalam satu pelanggaran atau pelanggaran lainnya, sebanyak itulah
waktu [Parivāsa] yang harus dihabiskan oleh [Bhikṣu] itu, bahkan dengan
keengganan, saat ia dengan sadar menyembunyikannya. Ketika Bhikṣu itu, bahkan
dengan keengganan, telah menyelesaikan Parivāsa, enam malam lagi harus
dihabiskan [menjalani] Mānatva di dalam Saṃgha. Ketika Mānatva telah selesai,
Bhikṣu itu, dengan pikiran yang puas, harus diampuni oleh upacara Āvarhaṇa oleh
Bhikṣu-Saṃgha, yang dilakukan sesuai Dharma. Jika, Bhikṣu-Saṃgha adalah suatu
kelompok (berjumlah) dua puluh, Bhikṣu itu dapat dipulihkan. Jika suatu Bhikṣu-Saṃgha
yang memulihkan Bhikṣu itu ketika menjadi kelompok (berjumlah) dua puluh
kekurangan bahkan seorang [Bhikṣu], Bhikṣu itu tidak dipulihkan dan para Bhikṣu
itu patut dicela. Inilah perilaku yang sesuai. Karena itu, aku bertanya kepada
para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Yang kedua dan
ketiga kalinya aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya murni
dalam hal ini? Karena ada keheningan, para Āyuṣmant sepenuhnya murni dalam hal
ini. Jadi aku mengerti.
Dua
Aniyata Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant, dua Aniyata Dharmā akan segera
dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa Sutra.
1. Bhikṣu apapun yang duduk bersama dengan seorang
wanita, satu sama lain, secara rahasia, pada sebuah tempat duduk tersembunyi
yang cocok untuk melakukan hubungan seksual, dan jika seorang Upāsikā yang
dapat dipercaya menuduh [ia] dengan salah satu dari tiga Dharmā: [apakah]
dengan Pārājikā, Saṃghāvaśeṣā, atau Pāyantikā Dharmā, Bhikṣu itu, mengakui
bahwa ia duduk demikian, harus ditangani sesuai dengan salah satu dari tiga Dharmā
lainnya: [apakah] dengan Pārājikā, Saṃghāvaśeṣā, atau Pāyantikā Dharmā; Atau dengan
Dharmā apapun yang Upāsikā yang dapat dipercaya itu menuduh Bhikṣu itu.
Demikianlah Bhikṣu itu harus ditangani oleh Dharmā ini atau itu. Itu adalah
Aniyata.
2. Bhikṣu apapun yang duduk bersama dengan seorang
wanita, satu sama lain, secara rahasia, pada sebuah tempat duduk tersembunyi
yang tidak cocok untuk melakukan hubungan seksual, dan jika seorang Upāsikā
yang dapat dipercaya menuduh [ia] dengan salah satu dari dua Dharmā: [apakah]
dengan Saṃghāvaśeṣā, atau Pāyantikā Dharmā, Bhikṣu itu, karena mengakui bahwa
ia duduk demikian, [harus ditangani sesuai dengan] salah satu dari dua Dharmā
lainnya: [apakah] dengan Saṃghāvaśeṣā, atau Pāyantikā Dharmā; Atau dengan
Dharmā apapun yang Upāsikā yang dapat dipercaya itu menuduh Bhikṣu itu.
Demikianlah Bhikṣu itu harus ditangani oleh Dharmā ini atau itu. Itu adalah
Aniyata.
O para Āyuṣmant, dua Aniyata Dharmā telah dibacakan
olehku. Karena itu, aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya
murni dalam hal ini? Yang kedua dan ketiga kalinya aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Karena ada keheningan, para Āyuṣmant
sepenuhnya murni dalam hal ini. Jadi aku mengerti.
Tiga
Puluh Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant, tiga puluh Naisargikāḥ
Pāyantikā Dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa
Sutra.
1. Ketika seorang Bhikṣu telah disokong dengan sebuah
[set tiga] jubah, dan upacara Kaṭhina telah ditangguhkan, sebuah jubah ekstra,
jubah opsional dapat dipakai hingga sepuluh hari. Jika ia memakainya di luar
itu, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
2. Ketika seorang Bhikṣu telah disokong dengan sebuah
[set tiga] jubah, dan upacara Kaṭhina telah ditangguhkan, ia terpisah, di luar
Sīmā, dengan salah satu dari tiga jubah, bahkan untuk satu malam, kecuali
dengan izin dari Saṃgha, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
3. Sebuah jubah yang diperoleh oleh seorang Bhikṣu di
waktu yang salah: ketika ia telah disokong dengan sebuah [set tiga] jubah, dan
upacara Kaṭhina telah ditangguhkan, dapat diterima oleh Bhikṣu itu jika ia
menginginkannya. Setelah menerima jubah itu, dan membuatnya dengan cepat, jubah
itu harus dipakai jika sudah selesai. Jika tidak selesai, jubah itu harus
dikesampingkan oleh Bhikṣu itu paling lama satu bulan jika ia berharap bahwa ia
dapat menyelesaikan kekurangan jubah itu. Jika ia mengesampingkan lebih dari
itu, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
4. Bhikṣu apapun yang memiliki jubah tua yang dicuci,
dicelup, atau dipukul-pukul oleh seorang Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan
keluarga dengannya, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
5. Bhikṣu apapun yang menerima sebuah jubah dari Bhikṣuṇī
dari satu wilayah yang dekat, yang tidak memiliki hubungan keluarga
dengannya,kecuali dalam pertukaran, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
6. Bhikṣu apapun yang, setelah mendekati perumah tangga
ataupun istri perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya,
kemudian meminta sebuah jubah, kecuali pada waktu yang tepat, itu adalah
Naisargika Pāyantikā. Dalam hal ini, inilah waktu yang tepat: ketika seorang
Bhikṣu adalah ia yang jubahnya telah dicuri, yang jubahnya telah rusak, yang
jubahnya telah terbakar, yang jubahnya telah hanyut, yang jubahnya telah
terbawa oleh angin. Ini adalah waktu yang tepat dalam hal ini.
7. Ketika seorang Bhikṣu yang jubahnya telah dicuri, yang
jubahnya telah rusak, yang jubahnya telah terbakar, yang jubahnya telah hanyut,
yang jubahnya telah terbawa [oleh angin], setelah mendekati perumah tangga
ataupun istri perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya,
kemudian meminta sebuah jubah, jika [istri] ataupun Brāhmaṇa perumah tangga
yang berkeyakinan menawarkan hal itu secara berlebihan, sehubungan dengan
[bahan untuk] banyak jubah, [bahan untuk] sebuah jubah dalam dan jubah luar
paling banyak harus diterima oleh Bhikṣu itu, jika ia menginginkannya. Jika ia
menerima lebih dari itu, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
8. Jika dana untuk jubah sedang dikumpulkan, yang
ditujukan untuk seorang Bhikṣu, oleh seorang perumah tangga atau istri perumah tangga
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, dengan berpikir, "Bhikṣu
bernama anu akan mendekat, dan aku, setelah membeli jubah ini dan itu dengan
dana jubah ini, akan memberinya dengan sebuah jubah, dengan benar, pada waktu
yang tepat"; dan jika seorang Bhikṣu, mendekati, namun tidak diundang
sebelumnya, [mencari untuk] mendapatkan suatu hadiah, kemudian berkata kepada
perumah tangga atau istri perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga
dengannya: "Ini adalah dana jubah yang, setelah dikumpulkan oleh Yang
Mulia, adalah ditujukan, untukku. Tentu itu bagus untukmu, O Yang Mulia, bahwa
engkau seharusnya, setelah membeli jubah ini dan itu dengan dana jubah itu,
memberikan [ku] dengan sebuah jubah, dengan benar, pada waktu yang tepat"
; dalam memperoleh jubah itu, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
9. Jika berbagai dana untuk jubah sedang dikumpulkan,
yang ditujukan untuk seorang Bhikṣu, oleh seorang perumah tangga atau istri
perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, dengan
berpikir, "Bhikṣu itu akan mendekat, dan kami, [setelah masing-masing
membeli sebuah jubah] dengan sejumlah [dana jubah], akan memberinya dengan dua
buah jubah, satu demi satu, dengan benar, pada waktu yang tepat"; dan jika
Bhikṣu itu, mendekati, namun tidak diundang sebelumnya, [mencari untuk]
mendapatkan suatu hadiah, kemudian berkata kepada perumah tangga atau istri
perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya: "Ini
adalah berbagai dana jubah yang, setelah dikumpulkan oleh para Yang Mulia,
adalah ditujukan untukku. Tentu itu adalah bagus. Biarlah para Yang Mulia,
setelah membeli jubah ini dan itu dengan berbagai dana jubah itu, memberikan
[ku] dengan sebuah jubah, dengan benar, pada waktu yang tepat, kedua [dana
jubah] untuk sebuah [jubah]" ; dalam memperoleh jubah itu, setelah membangkitkan
keinginan untuk sesuatu yang bagus, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
10. Jika dana jubah telah dikirimkan melalui tangan
seorang utusan, setelah ditujukan untuk seorang Bhikṣu, oleh seorang Raja, atau
Menteri kerajaan, atau Brāhmaṇa, atau perumah tangga, atau penduduk kota, atau
penduduk desa, atau orang kaya, atau pedagang kaya, atau pemimpin karavan,
kemudian utusan itu, setelah mengambil dana itu, pergi ke tempat Bhikṣu itu,
dan setelah mendekat, kemudian berkata kepada Bhikṣu itu: "Āyuṣmant perlu
mengetahui bahwa dana jubah telah dikirimkan, yang ditujukan untukmu, oleh seorang
Raja, atau Menteri kerajaan, atau Brāhmaṇa, atau perumah tangga, atau penduduk
kota, atau penduduk desa, atau orang kaya, atau pedagang kaya, atau pemimpin
karavan. Biarlah Āyuṣmant, setelah membangkitkan belas kasihan, menerima [dana
jubah ini]. "Utusan itu harus diinstruksikan demikian oleh Bhikṣu itu:
"Pergilah, utusan yang terhormat. Ini adalah kehancuran bagi para Bhikṣu
untuk menerima dana jubah, namun kami menerima sebuah jubah, setelah
mendapatkannya dengan benar, pada waktu yang tepat." Utusan itu harus
berkata demikian kepada Bhikṣu itu: "Apakah ada beberapa Vaiyyāvṛtyakara
dari para Āyuṣmant yang melakukan pekerjaan para Āyuṣmant?" Vaiyyāvṛtyakara
harus ditunjuk oleh Bhikṣu yang menginginkan sebuah jubah—antara seorang
Ārāmika atau Upāsaka, dan mengatakan, "Inilah para Vaiyyāvṛtyakara, O
utusan, yang melakukan pekerjaan para Bhikṣu." Kemudian utusan itu,
setelah mengambil dana jubah, kemudian pergi ke tempat Vaiyyāvṛtyakara itu, dan
setelah mendekat, kemudian berkata kepada Vaiyyāvṛtyakara itu: "Engkau
harus tahu. O Vaiyyāvṛtyakara Yang Mulia, bahwa Bhikṣu yang bernama anu akan
mendekat, dan engkau, setelah membeli sebuah jubah ini dan itu dengan dana
jubah ini, harus memberikannya dengan sebuah jubah, dengan benar, pada waktu
yang tepat." Lalu utusan itu, setelah memberitahu dan menginstruksikan
Vaiyyāvṛtyakara dengan benar dan secara terperinci, kemudian pergi ke tempat
Bhikṣu itu, dan setelah mendekat, (ia) harus mengatakan kepada Bhikṣu itu:
"Vaiyyāvṛtyakara itu yang ditunjuk oleh Āyuṣmant telah diinstruksikan.
Engkau harus mendekatinya di waktu yang tepat, dan ia akan memberikanmu dengan
sebuah jubah, dengan benar, pada waktu yang tepat. "Vaiyyāvṛtyakara,
setelah didekati oleh Bhikṣu yang menginginkan sebuah jubah, seharusnya diminta
dan diingatkan dua atau tiga kali: "Aku, O Vaiyyāvṛtyakara Yang Mulia,
sedang memerlukan sebuah jubah; Aku, O Vaiyyāvṛtyakara Yang Mulia, sedang
memerlukan sebuah jubah." Jika, setelah diminta dan diingatkan dua atau
tiga kali, jubah itu diperoleh, itu bagus. Jika ia tidak memperolehnya, ia
harus berdiri diam di tempat itu hingga empat, lima, atau enam kali. Jika,
setelah berdiri diam di tempat itu hingga empat, lima, atau enam kali, ia
kemudian memperoleh jubah itu, itu bagus. Jika ia tidak memperolehnya, ia tidak
boleh melanjutkannya itu lebih dari itu. Jika [ia lebih jauh mengupayakan
dirinya] untuk memperoleh jubah itu, dalam memperoleh jubah itu, itu adalah
Naisargika Pāyantikā. Jika ia tidak memperoleh [jubah], ia harus pergi sendiri
ke tempat dari mana dana jubah itu dikirimkan,atau seorang utusan tepercaya
harus dikirimkan, dengan mengatakan. "Dana jubah ini yang dikirim oleh
para Yang Mulia, yang setelah ditujukan untuk Bhikṣu bernama anu, tidak
memberikan manfaat apa pun untuk Bhikṣu itu. Biarlah para Yang Mulia mengetahui
kekayaan milik kalian. Jangan biarkan kekayaanmu pergi menuju kehancuran."
11. Bhikṣu apapun yang memiliki permadani baru yang
terbuat dari sutra, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
12. Bhikṣu apapun yang memiliki permadani baru yang terbuat
dari wol domba hitam murni, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
13. Ketika seorang Bhikṣu sedang membuat sebuah permadani
baru, dua bagian wol domba hitam murni harus diambil, bagian ketiga adalah (wol
domba) putih, dan yang keempat adalah (wol domba) kuning kecoklatan. Jika
seorang Bhikṣu memiliki permadani baru, yang tidak mengambil dua bagian yang
wol domba hitam murni, bagian ketiga (wol domba) putih, dan yang keempat (wol
domba) kuning kecoklatan, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
14. Ketika seorang Bhikṣu memiliki sebuah permadani baru,
yang telah dibuat, (permadani) itu harus dipakai, bahkan dengan keengganan,
selama enam tahun. Jika Bhikṣu itu, sebelum enam tahun berakhir, apakah
mengesampingkan atau tidak mengesampingkan permadani lama itu, lalu membuat
permadani yang baru, kecuali dengan izin Saṃgha, itu adalah Naisargika
Pāyantikā.
15. Ketika seorang Bhikṣu memiliki sebuah kain duduk yang
sedang dibuat, satu span Sugata harus diambil dari kain duduk lama, pada semua
sisi, untuk memperburuk [kain duduk] baru. Jika seorang Bhikṣu menggunakan kain
duduk baru, tanpa mengambil satu span Sugata dari kain duduk lama, pada semua
sisi, untuk memperburuk [kain duduk] yang baru, itu adalah Naisargika
Pāyantikā.
16. Jika wol domba diberikan kepada seorang Bhikṣu ketika
dalam suatu perjalanan, (wol) itu dapat diterima oleh Bhikṣu itu jika ia mau,
dan setelah menerimanya, (wol) itu dapat dibawa olehnya hingga tiga Yojana
ketika tidak ada yang membawakannya. Jika ia membawanya lebih itu, itu adalah
Naisargika Pāyantikā.
17. Bhikṣu apapun yang, memiliki wol domba yang dicuci,
diwarnai, atau disisir oleh seorang Bhikṣuṇī
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, itu adalah Naisargika
Pāyantikā.
18. Bhikṣu apapun yang, dengan tangannya sendiri,
menerima emas atau perak, atau membuat itu diterima, itu adalah Naisargika
Pāyantikā.
19. Bhikṣu apapun yang melakukan berbagai kegiatan dalam
hal uang, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
20. Bhikṣu apapun yang melakukan berbagai [jenis dari]
pembelian dan penjualan, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
21. Sebuah mangkuk ekstra dapat disimpan oleh seorang
Bhikṣu paling lama selama sepuluh hari. Jika ia menyimpannya lebih dari itu,
itu adalah Naisargika Pāyantikā.
22. Bhikṣu apapun, yang setelah membangkitkan keinginan
untuk sesuatu yang sangat bagus, kemudian mencari mangkuk baru ketika mangkuk
[lama] miliknya, yang layak untuk digunakan, telah diperbaiki di kurang dari
lima tambalan, [adalah bersalah], dalam memperoleh mangkuk, [adalah] sebuah
Naisargika Pāyantikā. Mangkuk itu harus diserahkan ke perkumpulan Bhikṣu Saṃgha
oleh Bhikṣu itu. Mangkuk itu yang merupakan mangkuk terakhir di perkumpulan
Bhikṣu Saṃgha harus diberikan kepada Bhikṣu itu, dengan mengatakan: "[Mangkuk]
ini untukmu, O Bhikṣu. Itu haruslah diandalkan, dan tidak selayaknya diganti.
Setelah mengambil itu, itu harus digunakan secara bertahap hingga rusak
sepenuhnya." Ini adalah cara yang tepat dalam hal ini.
23. Bhikṣu apapun yang, dengan sendirinya meminta benang,
kemudian memiliki sebuah jubah yang ditenun oleh penenun yang tidak memiliki
hubungan keluarga dengannya, dalam memperoleh jubah itu, itu adalah Naisargika
Pāyantikā.
24. Jika seorang perumah tangga atau istri perumah tangga
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya mendapatkan sebuah jubah yang
ditenun oleh penenun yang tidak tidak memiliki hubungan keluarga dengannya,
yang ditujukan untuk seorang Bhikṣu, dan jika Bhikṣu itu, mendekat, namun tidak
diundang sebelumnya, dalam [mencari untuk] mendapatkan suatu hadiah, kemudian
mengatakan kepada penenun itu: "Ketahuilah, O penenun Yang Mulia, jubah
itu yang sedang ditenun ini ditujukan untukku. Adalah bagus, O penenun Yang
Mulia. Buatlah jubah ini lebar, ditenun dengan baik, terbentuk dengan baik, dan
dipukul dengan baik. Jika engkau melakukan demikian, kami, untuk mendapatkan
jubah itu, akan mengumpulkan sejumlah uang untuk penenun Yang Mulia, seperti:
derma makanan, substansi dalam suatu Piṇḍapāta, atau ketentuan dalam suatu Piṇḍapāta";
dalam memperoleh jubah, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
25. Bhikṣu apapun, yang setelah memberikan jubah kepada
seorang Bhikṣu, dan setelahnya, menjadi marah, gusar, murka, dan tempramen,
kemudian merebut kembali atau menyebabkan [jubah itu] direbut kembali, dan
mengatakan kepadanya demikian, ketika merebut kembali: "Bahkan, O Bhikṣu,
aku tidak memberikan jubah itu kepadamu"; jubah itu dan sisanya harus
diserahkan oleh Bhikṣu [yang marah] itu kepada ia yang sebelumnya
menggunakannya, dan itu adalah Naisargika Pāyantikā.
26. Jika sebuah jubah spesial diberikan kepada seorang
Bhikṣu sepuluh hari sebelum bulan purnama Kārtikyā, (jubah) itu dapat diterima
oleh Bhikṣu itu jika ia menginginkannya. Setelah diterima, (jubah) itu harus
disimpan hingga saat pemberian jubah. Jika ia menyimpannya lebih dari itu, itu
adalah Naisargika Pāyantikā.
27. Ketika banyak Bhikṣu [menghabiskan] musim hujan di
tempat tidur dan tempat duduk di hutan yang dianggap meragukan, [penuh dengan]
berbagai ketakutan, dan penuh dengan bahaya, salah satu dari ketiga jubah dapat
dikesampingkan, di dalam sebuah rumah, oleh Bhikṣu [penghuni] hutan, jika ia
mau. Jika ada alasan seperti itu untuk seorang Bhikṣu [penghuni] hutan untuk
pergi ke luar Sīmā, Bhikṣu [penghuni] hutan itu dapat menjauh, di luar Sīmā,
dari jubah itu selama enam malam paling lama. Jika ia menjauh lebih dari itu,
itu adalah Naisargika Pāyantikā.
28. Ketika satu bulan dari musim panas tersisa, sebuah
jubah Varṣāśāṭīka dapat dicari oleh seorang Bhikṣu. Ketika setengah bulan tersisa,
setelah (jubah) itu dibuat, (jubah) itu harus dipakai. Jika seorang Bhikṣu
mencari sebuah jubah Varṣāśāṭīka dan mendapatkannya sebelum kurang dari sebulan
musim panas tersisa, atau kemudian memakainya, setelah membuat jubah sesudah
setengah bulan dari musim panas tersisa, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
29. Bhikṣu apapun yang secara sadar mengambil untuk
dirinya sendiri, secara individu, benda-benda yang dimiliki dan dikumpulkan
dalam Saṃgha, itu adalah Naisargika Pāyantikā.
30. Ini adalah obat-obatan yang sesuai yang telah
dinyatakan oleh Sang Bhagava untuk dikonsumsi oleh para Bhikṣu yang sakit:
sarpis (ghee), tailaṃ (minyak), madhu (madu), phāṇitaṃ (sirup gula). Inilah,
setelah disimpan olehnya selama tujuh hari paling lama, untuk digunakan sebagai
cadangan persediaan, yang harus dikonsumsi oleh Bhikṣu yang sakit jika ia
menginginkannya. Jika ia mengonsumsinya lebih dari itu, itu adalah Naisargika
Pāyantikā.
O para Āyuṣmant, tiga puluh Naisargikāḥ Pāyantikā Dharmā telah
dibacakan olehku. Karena itu, aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian
sepenuhnya murni dalam hal ini? Yang kedua dan ketiga kalinya aku bertanya
kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Karena ada
keheningan, para Āyuṣmant sepenuhnya murni dalam hal ini. Jadi aku mengerti.
Sembilan
Puluh Pāyantikā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant, sembilan puluh Pāyantikā
Dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa Sutra.
1. Dalam mengatakan sebuah kebohongan yang disengaja, itu
adalah Pāyantikā.
2. Dalam mengatakan keburukan seseorang, itu adalah
Pāyantikā.
3. Dalam memfitnah para Bhikṣu, itu adalah Pāyantikā.
4. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja membuka untuk
tindakan lebih lanjut, sebuah persoalan resmi yang telah ditetapkan oleh
seluruh Saṃgha sesuai Dharma, itu adalah Pāyantikā.
5. Bhikṣu apapun yang mengajarkan Dharma kepada seorang
wanita lebih dari lima atau enam kata, kecuali dihadapan seorang pria
bijaksana, itu adalah Pāyantikā.
6. Bhikṣu apapun yang berbicara Dharma, setahap demi
setahap, kepada seseorang yang tidak ditahbiskan, itu adalah Pāyantikā.
7. Bhikṣu apapun yang mengatakan tentang pelanggaran
berat [seorang Bhikṣu] kepada seseorang yang tidak ditahbiskan, kecuali dengan
persetujuan Saṃgha, itu adalah Pāyantikā.
8. Bhikṣu apapun yang mengatakan tentang kemampuan batin
luar biasa [dari dirinya sendiri] kepada seseorang yang tidak ditahbiskan, jika
itu adalah suatu kebenaran, itu adalah Pāyantikā.
9. Bhikṣu apapun yang, setelah sebelumnya memberikan
persetujuannya, kemudian mengatakan: "O para Āyuṣmant, demi pertemanan,
berupaya menyita untuk keperluan pribadi mereka, kekayaan yang terkumpul milik
Saṃgha"; itu adalah Pāyantikā.
10. Bhikṣu apapun, ketika pembacaan setengah bulan
Prātimokṣa Sutra sedang dibacakan, mengatakan: "Apakah gunanya, O para Āyuṣmant,
membaca aturan pelatihan yang lebih rendah dan kecil ini dalam pembacaan
setengah bulan Prātimokṣa Sutra, karena mereka kondusif untuk penyesalan,
kesedihan, kebingungan, keengganan, dan penyesalan mendalam bagi para Bhikṣu";
dalam pelanggaran aturan pelatihan, itu adalah Pāyantikā.
11. Dalam penghancuran semua jenis benih dan tumbuhan,
itu adalah Pāyantikā.
12. Dalam (ucapan) menyakiti atau kasar, itu adalah
Pāyantikā.
13. Dalam menghina para penahbis, itu adalah Pāyantikā.
14. Bhikṣu apapun yang, menaruh atau meletakkan sebuah
bantal, sofa, kursi, atau bantal empat sudut di suatu ruang terbuka milik Saṃgha,
kemudian, tidak memindahkan atau menyebabkan itu dipindahkan, pergi tanpa
meminta seorang Bhikṣu yang kompeten [untuk izin], kecuali ketika ada suatu
alasan,itu adalah Pāyantikā.
15. Bhikṣu apapun yang, menghamparkan atau menyebabkan
sebuah tempat tidur rumput atau tempat tidur daun dihamparkan dalam sebuah
Vihāra milik Saṃgha, setelahnya, tidak memindahkan atau menyebabkan itu
dipindahkan, pergi tanpa meminta seorang Bhikṣu yang kompeten [untuk izin],
kecuali ketika ada suatu alasan, itu adalah Pāyantikā.
16. Bhikṣu apapun yang, karena marah, gusar, murka, dan
tempramen, lalu mengusir atau menyebabkan seorang Bhikṣu terusir keluar dari
sebuah Vihāra milik Saṃgha, kecuali
ketika ada suatu alasan, itu adalah Pāyantikā.
17. Bhikṣu apapun yang, walaupun tidak datang hingga
[tempat tidur] untuk para Bhikṣu yang
sebelumnya telah diperoleh, dan setelah memaksa, kemudian dengan sengaja duduk
atau berbaring pada sebuah tempat duduk di sebuah Vihāra milik Saṃgha, dengan
mengatakan: "Bagi siapapun (yang karenanya) hal ini akan menjadi beban, ia
harus pergi"; setelah melakukannya hanya untuk hal ini, itu adalah Pāyantikā.
18. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja duduk atau
berbaring, dengan memaksa, pada sebuah kursi atau sofa yang memiliki kaki yang
dapat dilepas, di dalam sebuah gubuk tinggi di sebuah Vihāra milik Saṃgha, itu
adalah Pāyantikā.
19. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja menyiram atau
menyebabkan rumput, sampah, atau tanah disiram dengan air yang mengandung
makhluk hidup, itu adalah Pāyantikā.
20. Ketika seorang Bhikṣu sedang membangun sebuah Vihāra
besar, setelah mengambil persiapan, merapihkan lahan, untuk lubang jendela dan
untuk menempatkan baut kusen pintu, berarti untuk menutupi (lahan) itu dua atau
tiga kali (lebar daun pintu) dengan rumput harus ditetapkan. Jika ia menetapkan
lebih dari itu, itu adalah Pāyantikā.
21. Bhikṣu apa pun, yang tidak diizinkan oleh Saṃgha,
menasehati para Bhikṣuṇī, dengan memiliki Dharma seperti itu, itu adalah
Pāyantikā.
22. Bhikṣu apapun yang, bahkan jika diizinkan oleh Saṃgha,
[kemudian menasehati para Bhikṣuṇī] pada saat matahari telah terbenam, itu
adalah Pāyantikā.
23. Bhikṣu apapun yang berkata kepada seorang Bhikṣu:
"Para Bhikṣu menasehati para Bhikṣuṇī demi beberapa benda-benda
materi"; itu adalah Pāyantikā.
24. Bhikṣu yang memberikan sebuah jubah kepada seorang
Bhikṣuṇī yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, kecuali dalam
pertukaran, itu adalah Pāyantikā.
25. Bhikṣu apapun yang membuat sebuah jubah untuk Bhikṣuṇī
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, itu adalah Pāyantikā.
26. Bhikṣu apapun yang melakukan perjalanan dengan
sekelompok Bhikṣuṇī, bahkan ke desa lain, kecuali pada waktu yang tepat, itu
adalah Pāyantikā. Dalam hal ini, ini adalah waktu yang tepat: ketika jalan yang
dilalui kelompok yang sedang dalam perjalanan dianggap meragukan, berbahaya,
dan menakutkan. Ini waktu yang tepat dalam hal ini.
27. Bhikṣu apapun, yang melanjutkan perjalanan bersama
sekelompok Bhikṣuṇī, menaiki satu perahu, pergi ke hulu atau hilir, kecuali
untuk menyeberang ke tepi seberang, itu adalah Pāyantikā.
28. Bhikṣu apapun yang duduk bersama seorang wanita, satu
sama lain, pada sebuah rahasia, tempat duduk tersembunyi, itu adalah Pāyantikā.
29. Bhikṣu apapun yang berdiri dengan seorang Bhikṣuṇī,
satu sama lain, secara rahasia, [di tempat] tersembunyi, itu adalah Pāyantikā.
30. Bhikṣu apapun yang dengan sadar memakan derma makanan
yang karena seorang Bhikṣuṇī menyebabkannya menjadi matang, kecuali jika
sebelumnya dilakukan oleh perumah tangga, itu adalah sebuah Pāyantikā.
31. Dalam makan di luar masa (yang tepat), kecuali pada
waktu yang tepat, itu adalah Pāyantikā. Dalam hal ini, ini adalah waktu yang
tepat: sewaktu sakit, sewaktu bekerja, sewaktu melakukan suatu perjalanan, atau
waktu pemberian jubah. [Ini adalah waktu yang tepat dalam hal ini.]
32. Satu [porsi] derma makanan dapat dimakan oleh seorang
Bhikṣu yang tidak sakit, yang berdiam di sebuah desa. Jika ia makan lebih dari
itu, itu adalah Pāyantikā.
33. Jika banyak Bhikṣu mendatangi keluarga-keluarga, jika
Brāhmaṇa perumah tangga yang berkeyakinan mengundang mereka untuk makan seperti
bubur sereal dan tepung, dua atau tiga mangkuk penuh dapat diterima oleh para
Bhikṣu itu jika mereka mau. Jika mereka menerima lebih dari itu, itu adalah
Pāyantikā. Setelah menerima dua atautiga mangkuk penuh, dan pergi ke luar
Ārāma, [mangkuk yang penuh] itu harus dibagi oleh para Bhikṣu tersebut dengan
para Bhikṣu [lainnya], dan itu (yaitu, makanan) harus dimakan oleh
masing-masing. Ini adalah cara yang
tepat dalam hal ini.
34. Bhikṣu apapun yang telah memakan apa yang telah
dipersembahkan, kemudian mengunyah atau menelan makanan keras atau makanan
lunak yang belum ditinggalkan, itu adalah Pāyantikā.
35. Bhikṣu apapun yang, dalam berupaya mengganggu, dengan
sengaja mengundang seorang Bhikṣu yang telah makan apa yang telah
dipersembahkan, untuk makanan keras atau makanan lunak yang belumtelah
ditinggalkan, dengan mengatakan: "Kunyahlah ini, O Āyuṣmant, telanlah
ini";setelah melakukannya hanya karena alasan ini, itu adalah Pāyantikā.
36. Dalam sebuah kelompok makan, kecuali pada waktu yang
tepat, itu adalah Pāyantikā. Di dalam hal-hal itu, ini adalah waktu yang tepat:
sewaktu sakit, sewaktu bekerja, sewaktu melakukan suatu perjalanan, sewaktu
pertemuan besar, dan waktu makan para Śramaṇa. Ini adalah waktu yang tepat
dalam hal ini.
37. Bhikṣu apapun yang mengunyah atau menelan makanan
keras atau makanan lunak diwaktu yang salah, itu adalah Pāyantikā.
38. Bhikṣu apapun yang mengunyah atau menelan makanan
keras atau makanan lunak yang telah disimpan, itu adalah Pāyantikā.
39. Bhikṣu apapun yang memasukkan makanan yang belum
dipersembahkan ke dalam mulutnya, kecuali air atau tusuk gigi, itu adalah
Pāyantikā.
40. Ini adalah makanan untuk para Bhikṣu yang dinyatakan
oleh Sang Bhagava sebagai sangat baik, yaitu: susu, dadih, mentega segar, ikan,
daging, dan daging kering. Bhikṣu apapun yang tidak sakit, meminta makanan yang
sangat baik dari keluarga-keluarga yang berbeda, untuk dirinya sendiri,
kemudian mengunyah atau menelannya, itu adalah Pāyantikā.
41. Bhikṣu apapun yang dengan sadar meminum air yang
mengandung makhluk hidup, itu adalah Pāyantikā.
42. Bhikṣu apapun yang, dengan sengaja mengganggu suatu
keluarga dengan makanan, duduk pada sebuah tempat duduk, itu adalah Pāyantikā.
43. Bhikṣu apapun yang dengan sadar berdiri secara
tersembunyi di tengah-tengah suatu keluarga dengan makanan, itu adalah
Pāyantikā.
44. Bhikṣu apapun yang memberikan, dengan tangannya
sendiri, makanan keras atau makanan lunak untuk seorang petapa telanjang pria
(Acelakā), petapa telanjang wanita (Acelikā), atau pengembara pria
(Parivrājakā), itu adalah Pāyantikā.
45. Bhikṣu apapun yang pergi melihat pertempuran
perajurit, itu adalah Pāyantikā.
46. Jika ada alasan bagi seorang Bhikṣu untuk pergi
melihat perajurit bertempur-, Bhikṣu itu dapat tinggal di antara perajurit itu
selama dua atau tiga malam paling lama. Jika ia tinggal lebih dari itu, itu
adalah Pāyantikā.
47. Jika seorang Bhikṣu, yang berdiam di antara perajurit
selama dua malam, pergi ke manuver, atau menikmati spanduk [pertempuran],
kepala perajurit, barisan pertempuran, atau inspeksi perajurit, itu adalah Pāyantikā.
48. Bhikṣu apapun, yang menjadi marah, gusar, murka, dan
tempramen, memberikan sebuah pukulan kepada seorang Bhikṣu, itu adalah
Pāyantikā.
49. Bhikṣu apapun, yang menjadi marah, gusar, murka, dan
tempramen, menyerang dengan sebuah pukulan (dengan sebuah senjata) ke seorang
Bhikṣu, itu adalah Pāyantikā.
50. Bhikṣu apapun yang dengan sadar menyembunyikan
pelanggaran berat seorang Bhikṣu, itu adalah Pāyantikā.
51. Bhikṣu apapun yang mengatakan kepada seorang Bhikṣu:
"Marilah, O Āyuṣmant, kita akan mendekati keluarga-keluarga, dan aku akan
minta mereka memberikanmu makanan keras dan makanan lunak, sebanyak
mungkin"; jika ia, setelah menyebabkan makanan keras dan makanan lunak
yang sangat baik diberikan kepada orang itu, sebanyak mungkin, kemudian setelahnya,
mencari cara untuk mengusirnya, dengan mengatakan: "Pergilah, O Āyuṣmant.
Tidak ada kesenangan bagiku ketika bersamamu, namun berbicara dan duduk
sendirian adalah menyenangkan bagiku," dengan berpikir, "Bhikṣu ini
akan kuusir"; setelah melakukannya hanya karena alasan ini dan bukan yang
lain, itu adalah Pāyantikā.
52. Bhikṣu apapun yang tidak sakit, yang ingin
menghangatkan dirinya sendiri, menggabungkan bersama atau membuat sebuah api
tergabung bersama, itu adalah Pāyantikā.
53. Bhikṣu apapun yang, setelah memberikan persetujuannya
kepada seorang Bhikṣu untuk tindakan formal Saṃgha [yang dilakukan] sesuai
Dharma, dan setelahnya, menjadi marah, gusar, murka, dan tempramen, mengajukan keberatan, dengan mengatakan:
"Singkirkan[persetujuanku]. Aku tidak memberikan persetujuan kepada
bhikkhu itu untuk [tindakan] "; itu adalah Pāyantikā.
54. Bhikṣu apapun yang berbaring di rumah yang sama
dengan seseorang yang tidak ditahbiskan selama lebih dari dua malam, itu adalah
Pāyantikā.
55. Bhikṣu apapun yang berkata: "Seperti yang aku
pahami dari Dharma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, bersenang dalam hal-hal
yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagava sebagai kondisi-kondisi yang
menghalangi tidaklah cukup untuk sebuah penghalang"; Bhikṣu itu harus
dinasehati demikian oleh para Bhikṣu: "Janganlah, O Āyuṣmant, berkata
demikian: 'Seperti yang aku pahami dari Dharma yang diajarkan oleh Sang
Bhagava, bersenang dalam hal-hal yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagava
sebagai kondisi-kondisi yang menghalangi tidaklah cukup untuk sebuah
penghalang.' Janganlah mengatakan [hal ini] terhadap Sang Bhagava. Tuduhan
salah terhadap Sang Bhagava adalah tidak baik, dan juga Sang Bhagava tidak
mengatakan itu. Kondisi-kondisi yang menghalangi, O Āyuṣmant, telah dinyatakan
oleh Sang Bhagava dalam berbagai cara sebagai penghalang, dan bersenang [di
dalamnya] adalah cukup untuk sebuah penghalang. Tinggalkan pandangan sesat
seperti itu, O Āyuṣmant." Jika Bhikṣu
itu, setelah dinasehati oleh para Bhikṣu, meninggalkan upaya itu, itu bagus.
Jika ia tidak meninggalkannya, ia harus diperiksa dan diinstruksikan kedua atau
ketiga kalinya untuk meninggalkan upaya itu. Setelah diperiksa dan
diinstruksikan kedua atau ketiga kalinya, jika ia meninggalkan upaya itu, itu
bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, itu adalah Pāyantikā.
56. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja berbicara atau
berkomunikasi dengan seseorang yang tidak meninggalkan pandangan jahat itu, dan
sesuai dengan ucapannya. telahtidak membuat Ānudharmā, atau jika (ia) makan,
berdiam, atau berbaring di rumah yang sama dengan orang itu, itu adalah
Pāyantikā.
57. Jika seorang Śrāmaṇera berkata: "Seperti yang
aku pahami dari Dharma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, bersenang dalam
hal-hal yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagava sebagai kondisi-kondisi yang
menghalangi tidaklah cukup untuk sebuah penghalang"; Śrāmaṇera itu harus
dinasehati demikian oleh para Bhikṣu: "Janganlah, O Āyuṣman Śrāmaṇera,
berkata demikian: 'Seperti yang aku pahami dari Dharma yang diajarkan oleh Sang
Bhagava, bersenang dalam hal-hal yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagava
sebagai kondisi-kondisi yang menghalangi tidaklah cukup untuk sebuah
penghalang.' Janganlah mengatakan [hal ini] terhadap Sang Bhagava. Tuduhan
salah terhadap Sang Bhagava adalah tidak baik, dan juga Sang Bhagava tidak
mengatakan itu. Kondisi-kondisi yang menghalangi, O Āyuṣman Śrāmaṇera, telah
dinyatakan oleh Sang Bhagava dalam berbagai cara sebagai penghalang, dan
bersenang [di dalamnya] adalah cukup untuk sebuah penghalang. Tinggalkan
pandangan sesat seperti itu, O Āyuṣman
Śrāmaṇera." Jika Śrāmaṇera itu, setelah dinasehati oleh para Bhikṣu,
meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, ia harus
diperiksa dan diinstruksikan kedua atau ketiga kalinya untuk meninggalkan upaya
itu. Setelah diperiksa dan diinstruksikan kedua atau ketiga kalinya, jika ia
meninggalkan upaya itu, itu bagus. Jika ia tidak meninggalkannya, Śrāmaṇera itu
harus diperingati demikian oleh para Bhikṣu:"Mulai hari ini, O Āyuṣman
Śrāmaṇera, Sang Bhagava, Tathāgata, Arhat, Samyaksaṃbuddha tidaklah disebut
sebagai gurumu. Engkau tidak dapat mengikuti seseorang atau Brahmacāri lainnya,
dan seperti para Śrāmaṇera lainnya yang memperoleh [hak untuk] tidur di rumah
yang sama dengan para Bhikṣu hingga dua malam, mulai hari ini, untukmu hal ini
tidak diizinkan. Pergilah, orang dungu, engkau telah diusir." Bhikṣu
apapun yang dengan sengaja memperlakukan dengan baik atau bertemu dengan
seorang Śrāmaṇera yang telah diusir,
atau berbaring di rumah yang sama dengan yang orang itu, itu adalah Pāyantikā.
58. Ketika seorang Bhikṣu memperoleh sebuah jubah baru,
salah satu dari tiga metode penodaan harus dipilih untuk penodaan [jubah itu]:
Biru tua, merah, atau kuning. Jika seorang Bhikṣu menggunakan sebuah jubah
baru, tanpa mengambil salah satu dari tiga metode penodaan [jubah itu]: Metode
biru tua, merah, atau kuning untuk penodaan, itu adalah Pāyantikā.
59. Bhikṣu apapun yang mengambil dengan tangannya sendiri
atau menyebabkan sebuah permata atau apa yang dianggap sebagai permata untuk
diambil, kecuali di Ārāma atau di Āvāsa, itu adalah Pāyantikā. Sebuah permata
atau apa yang dianggap sebagai permata harus diambil oleh seorang bhikkhu di
Ārāma atau di Āvāsa, dengan berpikir, "Ini akan menjadi milik ia yang akan
mengambilnya." Ini adalah cara yang tepat dalam hal ini.
60. [Mandi] setengah bulanan dinyatakan oleh Sang
Bhagava. Dalam mandi lebih dari itu, kecuali pada waktu yang tepat, itu adalah
Pāyantikā. Dalam hal ini, ini adalah waktu yang tepat: Dengan berpikir,
"Satu setengah bulan musim panas tersisa," dan "Bulan pertama
musim hujan"; dua setengah bulan, musim panas tersisa; [juga] pada saat
sakit, saat bekerja, saat hujan, dan saat hujan angin. Ini adalah waktu yang
tepat dalam hal ini.
61. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja merusak kehidupan
seekor binatang, itu adalah Pāyantikā.
62. Bhikṣu apapun yang dengan sengaja menyebabkan
penyesalan bagi seorang Bhikṣu, dengan berpikir, "Tidak akan ada
kenyamanan atau kesenangan bagi Bhikṣu itu, bahkan selama sedetikpun"; itu
adalah Pāyantikā.
63. Dalam menggelitik dengan jari, itu adalah Pāyantikā.
64. Dalam bermain di air, itu adalah Pāyantikā.
65. Bhikṣu apapun yang berbaring di rumah yang sama
dengan seorang wanita, itu adalah Pāyantikā.
66. Bhikṣu apapun yang menakuti atau menyebabkan seorang
Bhikṣu menjadi takut, bahkan dalam candaan, itu adalah Pāyantikā.
67. Bhikṣu apapun yang menyembunyikan atau menyebabkan
salah satu dari barang-barang pribadi milik seorang Bhikṣu, Bhikṣuṇī, Śrāmaṇera,
Śrāmaṇeri, atau Śikṣamāṇā disembunyikan: [apakah sebuah] mangkuk, jubah,
sandal, kotak jarum, atau ikat pinggang, kecuali jika ada alasan (yang tepat),
itu adalah Pāyantikā.
68. Bhikṣu apapun yang, setelah memberikan sebuah jubah
kepada seorang Bhikṣu, dan kemudian, dengan tidak mengambil kembali, ia menggunakannya,
itu adalah Pāyantikā.
69. Bhikṣu apapun yang temperamen dan marah, menuduh
seorang yang murni, Bhikṣu yang tanpa cela dengan sebuah Saṃghāvaśeṣā Dharmā
yang tak berdasar, itu adalah Pāyantikā.
70. Bhikṣu apapun yang melanjutkan dengan seorang wanita
[tanpa seorang pria], pergi dalam suatu perjalanan, bahkan ke desa lain, itu
adalah Pāyantikā.
71. Bhikṣu apapun yang, melanjutkan dengan sebuah karavan
yang berniat untuk mencuri, pergi dalam suatu perjalanan, bahkan ke desa lain,
itu adalah Pāyantikā.
72. Bhikṣu apapun yang menahbiskan seseorang yang berusia
kurang dari dua puluh tahun menjadi seorang Bhikṣu, itu adalah Pāyantikā. Orang
itu tidak ditahbiskan dan para Bhikṣu itu patut dicela. Ini adalah cara yang
tepat dalam hal ini.
73. Bhikṣu apapun yang menggali tanah dengan tangannya
sendiri atau menyebabkan tanah itu tergali, itu adalah Pāyantikā.
74. Sebuah undangan empat bulan dapat diterima oleh
seorang Bhikṣu; lebih dari itu adalah Pāyantikā, kecuali sehubungan dengan
sebuah undangan sewaktu, sebuah undangan baru, sebuah undangan sehubungan
dengan saat [spesial], atau sebuah undangan permanen. Ini adalah cara yang
tepat dalam hal ini.
75. Bhikṣu apapun, yang setelah dinasehati [demikian]
oleh para Bhikṣu: "Pelatihan ini harus dipraktikkan oleh Āyuṣmant";
kemudian mengatakan: "Aku tidak akan berlatih sesuai dengan perkataan
kalian yang dungu, bodoh, dan berpikiran lemah; tidak sampai aku bertanya
kepada para Bhikṣu yang adalah penghafal Sūtra, penghafal Vinaya, dan penghafal
Mātṛka"; itu adalah Pāyantikā. Pelatihan ini harus dipraktikkan oleh
seorang Bhikṣu yang menginginkan kemahatahuan, [dan juga] para Bhikṣu yang
adalah penghafal Sūtra, penghafal Vinaya, dan penghafal Mātṛka yang ditanyai
(oleh Bhikṣu itu). Ini adalah cara yang tepat dalam hal ini.
76. Bhikṣu apapun yang, ketika para Bhikṣu sedang
bercekcok, bertengkar, berkelahi, terlibat dalam perselisihan, berdiri diam
sebagai penguping, dengan berpikir, "Aku akan mempertahankan (yaitu,
mengingat) apa yang akan dikatakan oleh para Bhikṣu"; setelah melakukannya
hanya untuk alasan ini, itu adalah Pāyantikā.
77. Bhikṣu apapun yang, ketika Saṃgha sedang terlibat
dalam diskusi filosofis yang suci, bangkit dari tempat duduknya, pergi tanpa
memberitahu seorang Bhikṣu yang kompeten untuk meminta izin, kecuali jika ada
suatu alasan, itu adalah Pāyantikā.
78. Dalam perilaku yang tidak sopan, itu adalah
Pāyantikā.
79. Dalam meminum minuman yang memabukkan, beralkohol,
dan minuman keras, itu adalah Pāyantikā.
80. Bhikṣu apapun yang memasuki sebuah desa pada waktu
yang salah tanpa memberitahu seorang Bhikṣu yang kompeten untuk meminta izin,
kecuali jika ada suatu alasan, itu adalah Pāyantikā.
81. Bhikṣu apapun, yang setelah diundang ke sebuah
keluarga untuk sebuah jamuan makan, pergi berkunjung di antara
keluarga-keluarga sebelum jamuan makan atau setelah jamuan makan, ketika
keluarga [yang mengundangnya] tidak menyadarinya, kecuali jika ada suatu
alasan, itu adalah Pāyantikā.
82. Bhikṣu apapun yang melewati batas pintu atau sekitar
batas pintu dari Rājña Kṣatriya yang disucikan ketika malam belum berakhir dan
matahari belum terbit, dan ketika perhiasan atau apa yang dianggap perhiasan
belum dipindahkan, kecuali ketika ada suatu alasan, itu adalah Pāyantikā.
83. Bhikṣu apapun, ketika Prātimokṣa Sutra setiap
setengah bulan sedang dibacakan, berkata: "Baru saja, O para Āyuṣmant, aku
mengerti Dharma ini yang termasuk dalam Sutra, terdapat dalam Sutra, dan
dibacakan dalam pelafalan"; dan jika para Bhikṣu tahu, sehubungan dengan
Āyuṣmant, bahwa Āyuṣmant sebelumnya telah duduk di upacara Poṣadha dua atau
tiga kali, tanpa mengatakan lebih jauh, tidak ada kebebasan bagi Bhikṣu yang
bodoh itu. Kemudian [Bhikṣu itu] yang telah jatuh dalam pelanggaran harus
ditangani sesuai dengan Dharma, dan penyesalan lebih lanjut harus dikenakan
[padanya], dengan mengatakan, "Untukmu , O Āyuṣmant, ini yang telah
diperoleh secara salah dan tidak benar adalah tidak didapatkan dan tidak
diperoleh. Engkau, ketika Prātimokṣa Sutra setiap setengah bulan sedang
dibacakan, tidak mendengarkan dengan hormat, tidak memperhatikan dengan hormat,
tidak membuat permohonan, tidak bermeditasi dengan pikiran yang terpusat, tidak
mendengarkan dengan telinga yang penuh perhatian, dan tidak mendengarkan dengan
keyakinan dari (pengerahan) seluruh pikiran. Karena itulah, O Āyuṣmant, karena
penyesalan ini, itu adalah Pāyantikā."
84. Bhikṣu apapun yang memiliki sebuah tempat jarum yang
terbuat dari tulang atau terbuat dari tanduk, itu adalah Pāyantikā yang
melibatkan penghancuran.
85. Ketika seorang Bhikṣu sedang membuat sebuah sofa atau
kursi untuk Saṃgha, kaki-kakinya harus
dibuat seukuran delapan jari Sugata [ukuran tingginya], kecuali untuk bagian
berlekuk di ujung bawah. Jika ia membuatnya melebihi itu, itu adalah Pāyantikā
yang melibatkan pemotongan.
86. Bhikṣu apapun yang melapisi atau memiliki sebuah sofa
atau kursi yang dilapisi dengan kapas, itu adalah Pāyantikā yang melibatkan
pengrobekan.
87. Ketika seorang Bhikṣu membuat sebuah karpet untuk
duduk, itu harus dibuat sesuai dengan ukuran. Ini adalah ukurannya di sini:
panjangnya, dua span Sugata; lebarnya, satu setengah; satu span di sekeliling
untuk pembatas. Jika ia membuatnya melebihi itu, itu adalah Pāyantikā yang
melibatkan pengerusakan.
88. Ketika seorang Bhikṣu membuat sebuah perban gatal, itu
harus dibuat sesuai dengan ukuran. Ini adalah ukurannya di sini: panjangnya,
empat span Sugata; lebarnya, dua [span]. Jika ia membuatnya melebihi itu, itu
adalah Pāyantikā yang melibatkan pemotongan [pengurangan].
89. Ketika seorang Bhikṣu sedang membuat sebuah jubah Varṣāśāṭīka,
itu harus dibuat sesuai dengan ukuran. Ini adalah ukurannya di sini:
panjangnya, enam span Sugata; lebarnya, dua setengah [span]. Jika ia membuatnya
melebihi itu, itu adalah Pāyantikā yang melibatkan pemotongan [pengurangan].
90, Bhikṣu yang membuat sebuah jubah sesuai dengan ukuran
jubah Sang Sugata atau lebih dari (ukuran) jubah Sang Sugata, itu adalah
Pāyantikā. Ini adalah ukuran dari jubah Sang Sugata: panjangnya, sembilan span;
lebarnya, enam span. Ini adalah ukuran jubah Sang Sugata.
O para Āyuṣmant, sembilan puluh Pāyantikā Dharmā telah
dibacakan olehku. Karena itu, aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian
sepenuhnya murni dalam hal ini? Yang kedua dan ketiga kalinya aku bertanya
kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Karena ada
keheningan, para Āyuṣmant sepenuhnya murni dalam hal ini. Jadi aku mengerti.
Empat
Pratideśanīyā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant, empat Pratideśanīyā Dharmā akan
segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa Sutra.
1. Bhikṣu apapun yang, setelah menerima makanan keras
atau makanan lunak, dengan tangannya sendiri, di hadapan seorang Bhikṣuṇī yang
tidak memiliki hubungan keluarga dengannya yang telah mengembara di antara
rumah-rumah untuk derma makan, kemudian mengunyah atau menelannya, itu harus
diakui di hadapan para Bhikṣu oleh Bhikṣu itu, pergi ke luar Ārāma, dan
mengatakan: "Setelah jatuh ke posisi yang tidak bermanfaat, O para Āyuṣmant,
aku layak dicela. Oleh karena itu, aku mengakui Pratideśanīyā Dharmā itu."
Itu adalah Pratideśanīyā Dharmā.
2. Banyak para Bhikṣu yang makan, setelah diundang di
antara keluarga-keluarga. Jika seorang Bhikṣuṇī berdiri di sana memberikan
petunjuk, "Berikan makanan lunak di sini; berikan nasi; berikan
saus"; Bhikṣuṇī itu harus dinasehati demikian oleh para Bhikṣu:
"Engkau harus menunggu satu waktu, Bhagini, sampai para Bhikṣu
makan." Jika bahkan seorang Bhikṣu tidak berbicara untuk mengusir Bhikṣuṇī
itu, itu harus diakui di hadapan para Bhikṣu oleh seluruh Bhikṣu itu, pergi ke
luar Ārāma, dan mengatakan: "Setelah jatuh ke posisi yang tidak
bermanfaat, O para Āyuṣmant, kami layak dicela. Oleh karena itu, kami mengakui
Pratideśanīyā Dharmā itu." Itu adalah Pratideśanīyā Dharmā.
3. Terdapat keluarga-keluarga yang telah dianggap oleh
deklarasi formal sebagai menjalani pelatihan. Bhikṣu apapun, yang sebelumnya
tidak diundang dan telah menerima makanan keras dan makanan lunak di antara
keluarga-keluarga yang telah dianggap oleh deklarasi formal Saṃgha sebagai
menjalani pelatihan, kemudian mengunyah atau menelannya, itu harus diakui di
hadapan para Bhikṣu oleh Bhikṣu itu, pergi ke luar Ārāma, dan mengatakan:
"Setelah jatuh ke posisi yang tidak bermanfaat, O para Āyuṣmant, aku layak
dicela. Oleh karena itu, aku mengakui Pratideśanīyā Dharmā itu." Itu
adalah Pratideśanīyā Dharmā.
4. Terdapat tempat tinggal hutan yang dianggap oleh Saṃgha
sebagai meragukan, berbahaya, dan menakutkan. Bhikṣu apapun yang, di tempat
tinggal hutan demikian yang dianggap oleh Saṃgha sebagai meragukan, berbahaya,
dan menakutkan, karena sebelumnya tidak sadar, kemudian mengunyah atau menelan
makanan keras dan makanan lunak di hutan di luar Ārāma, itu harus diakui di
hadapan para Bhikṣu oleh Bhikṣu itu, dengan mengatakan: "Setelah jatuh ke
posisi yang tidak bermanfaat, O para Āyuṣmant, aku layak dicela. Oleh karena
itu, aku mengakui Pratideśanīyā Dharmā itu." Itu adalah Pratideśanīyā
Dharmā.
O para Āyuṣmant, empat Pratideśanīyā Dharmā telah
dibacakan olehku. Karena itu, aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian
sepenuhnya murni dalam hal ini? Yang kedua dan ketiga kalinya aku bertanya
kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Karena ada
keheningan, para Āyuṣmant sepenuhnya murni dalam hal ini. Jadi aku mengerti.
Banyak
Śaikṣā Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant, banyak Śaikṣā Dharmā akan
segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa Sutra.
1. "Kami akan memakai jubah dalam dengan menutupi
sekitar (tubuh)," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
2. "Kami tidak akan memakai jubah dalam yang
diangkat terlalu tinggi," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
3. "Kami tidak akan memakai jubah dalam yang terlalu
rendah," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
4. "Kami tidak akan memakai jubah dalam seperti
belalai seekor gajah," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
5. "Kami tidak akan memakai jubah dalam seperti
sehelai daun palem," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
6. "Kami tidak akan memakai jubah dalam seperti
sebuah bola gandum." adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
7. "Kami tidak akan memakai jubah dalam seperti
kepala seekor ular," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
8. "Kami akan memakai jubah dengan menutupi sekitar
(tubuh)," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
9. "Kami tidak akan memakai jubah yang diangkat
terlalu tinggi," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
10. "Kami tidak akan memakai jubah yang terlalu
rendah," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
11. "Kami akan berjalan di antara rumah-rumah dengan
penuh pengendalian," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
12. "Kami akan berjalan di antara rumah-rumah
[dengan tubuh] tertutup dengan baik," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
13. "Kami akan berjalan di antara rumah-rumah dengan
sedikit kebisingan," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
14. "Kami akan berjalan di antara rumah-rumah dengan
tidak mengangkat mata," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
15. "Kami akan berjalan di antara rumah-rumah dengan
tatapan memandang ke arah tanah," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
16. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan kepala tertutup." adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
17. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan [jubah] terangkat," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
18. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan postur Otsaktika," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
19. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan postur Vyastika," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
20. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan posisi Paryastika," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
21. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan melompat-lompat," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
22. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan tangan menyentuh kaki," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
23. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan posisi jongkok," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
24. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan berlutut," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
25. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan bertolak pinggang," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
26. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan menggoyangkan tubuh," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
27. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan menggoyang-goyangkan tangan," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
28. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan menggoyangkan kepala," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
29. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan saling memegang bahu," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
30. "Kami tidak akan berjalan di antara rumah-rumah
dengan bergandengan tangan," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
31. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah tanpa diizinkan," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
32. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah tanpa memeriksa tempat duduk," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
33. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah dengan menaruh [berat dari] seluruh tubuh, " adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
34. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah dengan meletakan satu kaki pada yang lainnya,"
adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
35. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah dengan meletakan satu pergelangan kaki dengan yang
lainnya," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
36. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah dengan meletakan satu paha dengan yang lainnya,"
adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
37. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah dengan menarik kaki," adalah suatu latihan yang
harus diperhatikan.
38. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah dengan merenggangkan kaki," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
39. "Kami tidak akan duduk pada sebuah tempat duduk
di antara rumah-rumah dengan memperlihatkan kelamin," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
40. "Kami akan menerima derma makanan dengan penuh
hormat," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
41. "Kami akan menerima derma makanan [hanya hingga]
penuh sampai bibir [dari mangkuk]," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
42. "Kami akan menerima derma makanan dengan jumlah
saus yang sesuai." adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
43. "Kami akan menerima derma makanan tanpa terputus,"
adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
44. "Kami tidak akan mengulurkan mangkuk jika
makanan keras dan makanan lunak belum datang," adalah suatu latihan yang
harus diperhatikan.
45. "Kami tidak akan menutupi saus dengan
nasi," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
46. "Membangkitkan keinginan untuk lebih, [kami
tidak akan menutupi] nasi dengan saus." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
47. "Kami tidak akan mengulurkan mangkuk dengan
mengacu pada makanan keras dan makanan lunak." adalah suatu latihan yang
harus diperhatikan.
48. "Kami akan memakan derma makanan dengan penuh
hormat," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
49. "Kami tidak akan memakan derma makanan yang
dihancurkan hingga halus." adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
50. "Kami tidak akan memakan derma makanan dalam
suapan yang terlalu besar." adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
51. "Kami akan memisahkan suapan-suapan makanan
menjadi bola-bola kecil," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
52. "Kami tidak akan membuka mulut ketika suapan
belum tiba." adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
53. "Kami tidak akan mengucapkan ucapan yang tidak
jelas dengan suapan di mulut." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
54. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
membuat suara cuccat (kecapan)." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
55. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
membuat suara śuśaśut (selurupan)." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
56. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
membuat suara thutyut (suara menelan)." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
57. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
membuat suara phuphphuph (suara meniup)." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
58. "'Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
menjulurkan lidah," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
59. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
memisahkan nasi," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
60. "Kami tidak akan memakan derma makanan ketika
suatu gangguan telah terbentuk," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
61. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
mengembungkan pipi," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
62. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
membuat suara cepak-cepak dengan lidah," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
63. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
memilah suapan," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
64. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
menjilati tangan," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
65. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
menjilati mangkuk," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
66. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
menggoyang-goyangkan tangan." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
67. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan
menggoyang-goyangkan mangkuk," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
68. "Kami tidak akan memakan derma makanan dengan memisahkan
[makanan] yang tidak berbentuk menjadi sebuah [bentuk] Stupa," adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
69. "Kami tidak akan, dalam upaya untuk mengganggu,
melihat ke dalam mangkuk seorang Bhikṣu terdekat," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
70. "Kami tidak akan menerima sebuah kendi air
dengan makhluk hidup [di dalamnya]." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
71. "Kami tidak akan menyiram ke dekat seorang Bhikṣu
air yang mengandung daging." adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
72. "Kami tidak akan membuang air yang mengandung
daging di antara rumah-rumah," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
73. "Kami tidak akan membuang sisa makanan dengan
mangkuk," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
74. "Kami tidak akan meletakkan mangkuk di suatu
tempat pada tanah yang tanpa alas," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
75. "Kami tidak akan meletakkan mangkuk di suatu
lereng, tebing, atau gunung." adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
76. "Kami tidak akan mencuci mangkuk sambil
berdiri." adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
77. "Kami tidak akan mencuci mangkuk di suatu
lereng, tebing, atau gunung," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
78. "Kami tidak akan mengambil air ke dalam mangkuk
dari arus sebuah sungai yang mengalir," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
79. "Sedang berdiri, kami tidak akan mengajarkan
Dharma kepada seseorang yang duduk yang tidak sakit," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
80. "Sedang Duduk, kami tidak akan mengajarkan
Dharma kepada seseorang yang berbaring yang tidak sakit, " adalah suatu
latihan yang harus diperhatikan.
81. "Sedang duduk di suatu kursi yang rendah, kami
tidak akan mengajarkan Dharma kepada seseorang yang duduk di sebuah kursi yang
tinggi, yang tidak sakit," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
82. "Sedang berjalan di belakang, kami tidak akan
mengajarkan Dharma kepada seseorang yang berada di depan, yang tidak
sakit," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
83. "Sedang berjalan di sisi jalan, kami tidak akan
mengajarkan Dharma pada seseorang yang berjalan di suatu jalan yang tidak
sakit," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
84. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang kepalanya tertutup, yang tidak sakit," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
85. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang mengangkat [jubahnya], yang tidak sakit," adalah suatu
latihan yang harus diperhatikan.
86. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang dalam posisi Otsaktikā, yang tidak sakit," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
87. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang dalam postur Vyastikā, yang tidak sakit," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
88. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang dalam posisi Paryastikā, yang tidak sakit," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
89. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada orang
dengan rambut dikepang, yang tidak sakit," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
90. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang dengan sebuah topi di kepalanya, yang tidak sakit," adalah suatu
latihan yang harus diperhatikan.
91. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang dengan sebuah mahkota di kepalanya, yang tidak sakit," adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
92. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang dengan sebuah karangan bunga di kepalanya, yang tidak sakit,"
adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
93. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang berkerudung, yang tidak sakit," adalah suatu latihan yang
harus diperhatikan.
94. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang sedang menunggangi seekor gajah, yang tidak sakit," adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
95. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang sedang menunggangi seekor kuda, yang tidak sakit," adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
96. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang menaiki sebuah tandu, yang tidak sakit," adalah suatu
latihan yang harus diperhatikan.
97. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang menaiki sebuah kendaraan, yang tidak sakit," adalah suatu
latihan yang harus diperhatikan.
98. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada orang
yang memakai sepatu, yang tidak sakit," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
99. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang memiliki sebilah tongkat di tangannya, yang tidak sakit,"
adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
100. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang memiliki sebuah payung di tangannya, yang tidak sakit,"
adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
101. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang memiliki sebilah pisau di tangannya, yang tidak sakit,"
adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
102. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
orang yang memiliki sebilah pedang di tangannya, yang tidak sakit," adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
103. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang memiliki senjata di tangannya, yang tidak sakit," adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
104. "Kami tidak akan mengajarkan Dharma kepada
seseorang yang memakai sebuah mantel perang, yang tidak sakit," adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
105. "Tidak sedang sakit, kami tidak akan buang air
besar atau air kecil [sambil] berdiri," adalah suatu latihan yang harus
diperhatikan.
106. "Tidak sedang sakit, kami tidak akan membuang
tinja, urin, dahak, ingus, atau zat-zat lainnya yang disingkirkan di dalam
air," adalah suatu latihan yang harus diperhatikan.
107. "Tidak sedang sakit, kami tidak akan membuang
tinja, urin, dahak, ingus, atau zat-zat lainnya yang disingkirkan di suatu
tempat pada tanah yang [ditutupi] dengan rumput," adalah suatu latihan
yang harus diperhatikan.
108. "Kami tidak akan memanjat sebuah pohon yang
lebih tinggi dari seorang manusia kecuali terdapat sebuah bencana," adalah
suatu latihan yang harus diperhatikan.
O para Āyuṣmant, banyak Śaikṣā Dharmā telah dibacakan
olehku. Karena itu, aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya
murni dalam hal ini? Yang kedua dan ketiga kalinya aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah
kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Karena ada keheningan, para Āyuṣmant
sepenuhnya murni dalam hal ini. Jadi aku mengerti.
Tujuh
Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā
Sekarang, O para Āyuṣmant, tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ
Dharmā akan segera dibacakan dalam pembacaan setengah bulan Prātimokṣa Sutra.
1. Untuk sebuah kasus yang layak untuk diselesaikan dalam
pertemuan, kami akan memberikan penyelesaian dalam pertemuan.
2. Untuk sebuah kasus yang layak untuk diselesaikan
berdasarkan ingatan, kami akan memberikan penyelesaian berdasarkan ingatan.
3. Untuk sebuah kasus yang layak untuk diselesaikan bagi
seseorang yang tidak lagi gila, kami akan memberikan penyelesaian bagi
seseorang tidak lagi gila.
4. Untuk sebuah kasus yang layak untuk diselesaikan
dengan suara mayoritas, kami akan memberikan penyelesaian dengan suara
mayoritas.
5. Untuk sebuah kasus yang layak untuk diselesaikan
dengan menyelidiki sifat khusus [dari Bhikṣu yang tertuduh], kami akan
memberikan penyelesaian dengan menyelidiki sifat khusus [dari Bhikṣu yang
tertuduh].
6. Untuk sebuah kasus yang layak untuk diselesaikan
dengan menutupi semuanya, seperti dengan rumput, kami akan memberikan
penyelesaian dengan menutupi semuanya, seperti dengan rumput.
7. Untuk sebuah kasus yang layak untuk diselesaikan
dengan menimbulkan pengakuan, kami akan memberikan penyelesaian dengan
menimbulkan pengakuan.
Kami akan membuat permasalahan resmi yang telah muncul
untuk diselesaikan, ditetapkan ,menurut Dharma, Vinaya, dan Ajaran Sang Guru,
dengan memberikan tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā ini.
O para Āyuṣmant, tujuh Adhikaraṇaśamathāḥ Dharmā telah
dibacakan olehku. Karena itu, aku bertanya kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian
sepenuhnya murni dalam hal ini? Yang kedua dan ketiga kalinya aku bertanya
kepada para Āyuṣmant—Apakah kalian sepenuhnya murni dalam hal ini? Karena ada
keheningan, para Āyuṣmant sepenuhnya murni dalam hal ini. Jadi aku mengerti.
1. Menahankan
kesabaran adalah pertapaan tertinggi,
Nirvāṇa adalah yang tertinggi, sabda para Buddha;
Bagi ia yang melukai orang lain bukanlah seorang Bhikṣu,
Ia yang menyakiti orang lain bukanlah seorang Śramaṇa.
2. Seperti ia yang diberkahi dengan penglihatan, dalam mengerahkan upayanya,
[Seharusnya menghindari] tindakan salah;
Demikianlah seorang bijaksana seharusnya menghindari kejahatan
Di alam manusia ini.
3. Tidak menghina orang lain, tidak menyakiti orang lain,
Dan mengendalikan diri sesuai dengan Prātimokṣa;
Terkendali dalam hal makan, tempat tinggal terasing, dan praktik Adhicitta;
Ini adalah Ajaran Para Buddha.
4. Seperti sebuah lebah, tidak merusak aroma atau warna sebuah
Bunga, terbang menjauh, [hanya] mengambil nektar;
Begitulah seharusnya seorang yang bijaksana memasuki sebuah desa.
5. [Seseorang seharusnya tidak memikirkan] kesalahan orang lain,
Atau apa yang telah dilakukan dan tidak dilakukan oleh orang lain;
Namun seseorang seharusnya memikirkan kesulitan yang sama
Sehubungan dengan dirinya sendiri.
6. Bagi ia yang bijaksana, berlatih dalam jalan kebijaksanaan,
Tidak ada kesenangan dalam pikiran yang lebih tinggi;
Bagi pelindung ketenangan, selalu penuh perhatian, di sana
Tidak ada duka cita.
7. Jasa kebajikan meningkat bagi ia yang memberi,
Permusuhan tidak terkumpul bagi ia yang terkendali dengan baik;
Ia yang bajik meninggalkan kejahatan,
Dan karena mengakhiri Kleśā, mencapai kebahagiaan.
8. Tidak berbuat segala kejahatan, untuk mencapai kebaikan,
Untuk memurnikan pikirannya sendiri; Ini adalah
Ajaran para Buddha.
9. Mengendalikan tubuh adalah baik, mengendalikan ucapan adalah baik,
Dan terkendali dalam segala sesuatu adalah baik;
Bhikṣu yang terkendali dalam segala hal
Terbebaskan dari semua penderitaan.
10. Ia yang menjaga ucapannya, terkendali dengan baik dalam pikirannya,
Dan tidak melakukan kejahatan dengan tubuhnya;
Dimurnikan sehubungan dengan tiga jalur perbuatan ini,
Akan mencapai Jalan yang dinyatakan oleh para Ṛṣi.
11&12. Prātimokṣa ini dibacakan secara terperinci oleh ketujuh
Buddha yang terkenal ini, Para Buddha dengan kepercayaan diri yang adalah Pemimpin
Pelindung dan Penjaga dunia: Vipaśyī, Śikhī, Viśvabhu, Krakutsunda,
Kanakamuni, Kāśyapa, dan setelahnya diikuti, Śākyamuni Gautama, Dewa dari para
Dewa, Sang Kusir
Yang menaklukan manusia.
13. Para Buddha dan para Śrāvakā dari para Buddha sangatlah menghormati
hal itu [yaitu, Prātimokṣa];
Dengan menghormati hal itu, seseorang memperoleh Jalan yang tak berkondisi.
14. Meninggalkan keduniawian, berpegang kepada, menggunakan Ajaran Para Buddha;
Menghancurkan pasukan Penguasa Kematian,
Seperti seekor gajah [menghancurkan] sebuah gubuk alang-alang.
15. Ia yang tekun berusaha dalam Dharma dan Vinaya ini,
Setelah meninggalkan kelahiran dan Saṃsāra,
Akan mengakhiri penderitaan.
16. Prātimokṣa ini telah dibacakan, dan Poṣadha telah dibuat oleh Saṃgha,
Demi peningkatan Śāsana,
Dan demi saling melindungi Śīla.
17. Demi mereka yang telah membaca Sutra,
Dan demi mereka yang telah membuat Poṣadha,
Kalian seharusnya menjaga Śīla, seperti seekor Yak melindungi anak sulungnya.
18. Apapun jasa kebajikan yang telah diperoleh dari penjabaran lengkap
Prātimokṣa ini,
• Dengan itu semoga seluruh dunia ini memperoleh posisi
Pemimpin Para Bijaksana.
Nirvāṇa adalah yang tertinggi, sabda para Buddha;
Bagi ia yang melukai orang lain bukanlah seorang Bhikṣu,
Ia yang menyakiti orang lain bukanlah seorang Śramaṇa.
2. Seperti ia yang diberkahi dengan penglihatan, dalam mengerahkan upayanya,
[Seharusnya menghindari] tindakan salah;
Demikianlah seorang bijaksana seharusnya menghindari kejahatan
Di alam manusia ini.
3. Tidak menghina orang lain, tidak menyakiti orang lain,
Dan mengendalikan diri sesuai dengan Prātimokṣa;
Terkendali dalam hal makan, tempat tinggal terasing, dan praktik Adhicitta;
Ini adalah Ajaran Para Buddha.
4. Seperti sebuah lebah, tidak merusak aroma atau warna sebuah
Bunga, terbang menjauh, [hanya] mengambil nektar;
Begitulah seharusnya seorang yang bijaksana memasuki sebuah desa.
5. [Seseorang seharusnya tidak memikirkan] kesalahan orang lain,
Atau apa yang telah dilakukan dan tidak dilakukan oleh orang lain;
Namun seseorang seharusnya memikirkan kesulitan yang sama
Sehubungan dengan dirinya sendiri.
6. Bagi ia yang bijaksana, berlatih dalam jalan kebijaksanaan,
Tidak ada kesenangan dalam pikiran yang lebih tinggi;
Bagi pelindung ketenangan, selalu penuh perhatian, di sana
Tidak ada duka cita.
7. Jasa kebajikan meningkat bagi ia yang memberi,
Permusuhan tidak terkumpul bagi ia yang terkendali dengan baik;
Ia yang bajik meninggalkan kejahatan,
Dan karena mengakhiri Kleśā, mencapai kebahagiaan.
8. Tidak berbuat segala kejahatan, untuk mencapai kebaikan,
Untuk memurnikan pikirannya sendiri; Ini adalah
Ajaran para Buddha.
9. Mengendalikan tubuh adalah baik, mengendalikan ucapan adalah baik,
Dan terkendali dalam segala sesuatu adalah baik;
Bhikṣu yang terkendali dalam segala hal
Terbebaskan dari semua penderitaan.
10. Ia yang menjaga ucapannya, terkendali dengan baik dalam pikirannya,
Dan tidak melakukan kejahatan dengan tubuhnya;
Dimurnikan sehubungan dengan tiga jalur perbuatan ini,
Akan mencapai Jalan yang dinyatakan oleh para Ṛṣi.
11&12. Prātimokṣa ini dibacakan secara terperinci oleh ketujuh
Buddha yang terkenal ini, Para Buddha dengan kepercayaan diri yang adalah Pemimpin
Pelindung dan Penjaga dunia: Vipaśyī, Śikhī, Viśvabhu, Krakutsunda,
Kanakamuni, Kāśyapa, dan setelahnya diikuti, Śākyamuni Gautama, Dewa dari para
Dewa, Sang Kusir
Yang menaklukan manusia.
13. Para Buddha dan para Śrāvakā dari para Buddha sangatlah menghormati
hal itu [yaitu, Prātimokṣa];
Dengan menghormati hal itu, seseorang memperoleh Jalan yang tak berkondisi.
14. Meninggalkan keduniawian, berpegang kepada, menggunakan Ajaran Para Buddha;
Menghancurkan pasukan Penguasa Kematian,
Seperti seekor gajah [menghancurkan] sebuah gubuk alang-alang.
15. Ia yang tekun berusaha dalam Dharma dan Vinaya ini,
Setelah meninggalkan kelahiran dan Saṃsāra,
Akan mengakhiri penderitaan.
16. Prātimokṣa ini telah dibacakan, dan Poṣadha telah dibuat oleh Saṃgha,
Demi peningkatan Śāsana,
Dan demi saling melindungi Śīla.
17. Demi mereka yang telah membaca Sutra,
Dan demi mereka yang telah membuat Poṣadha,
Kalian seharusnya menjaga Śīla, seperti seekor Yak melindungi anak sulungnya.
18. Apapun jasa kebajikan yang telah diperoleh dari penjabaran lengkap
Prātimokṣa ini,
• Dengan itu semoga seluruh dunia ini memperoleh posisi
Pemimpin Para Bijaksana.
Prātimokṣa telah selesai.