Patimokkha ini berasal dari terjemahan Inggris milik Bhante Thanissaro yang diadaptasi dengan format Suttacentral. Saya (Arya Karniawan) yang menerjemahkan Patimokkha ini, jika terdapat kesalahan dalam penerjemahan, jangan sungkan untuk memberitahu di komentar. Copyright Patimokkha ini adalah: Translated to Indonesian language by
Anda dipersilahkan menyalin, merubah bentuk, mencetak, mempublikasi, dan mendistribusikan karya ini dalam media apapun, dengan syarat: (1) tidak diperjualbelikan; (2) Dinyatakan dengan jelas bahwa segala turunan dari karya ini (termasuk terjemahan) diturunkan dari dokumen sumber ini; dan (3) menyertakan teks lisensi ini lengkap dalam semua salinan atau turunan dari karya ini. Jika tidak, maka hak penggunaan tidak diberikan.
Diterjemahkan dari teks milik B. Thanissaro. Terjemahan Inggris dari sumber utama teks ini memiliki teks copyright berikut:
Copyright © 2007 Thanissaro Bhikkhu
Access to Insight edition © 2007 For free distribution.
This work may be republished, reformatted, reprinted, and redistributed in any medium. It is the author's wish, however, that any such republication and redistribution be made available to the public on a free and unrestricted basis and that translations and other derivative works be clearly marked as such.
Bhikkhupātimokkhapāḷi
Terpujilah Yang Terberkahi, Mulia, dan Yang Tercerahkan Sempurna
Persiapan
Yang Harus Dikerjakan Sebelumnya
Menyapu
(ruangan), (menyediakan) sebuah lampu, air, bersama dengan tempat duduk.
Inilah yang
disebut sesuatu yang harus di kerjakan sebelumnya untuk Uposatha.
Tugas Awal
Persetujuan,
kemurnian, memberitahukan musim, menghitung jumlah Bhikkhu, dan Ovada
(nasehat). Inilah yang di sebut tugas awal untuk Uposatha.
Faktor Waktu yang Tepat
Uposatha;
semua Bhikkhu telah tiba untuk tindakan formal;
tidak ada
yang berbagi pelanggaran;
dan tidak
ada individu yang harus dihindari.
Inilah yang
di sebut waktu yang tepat.
[Bhikkhu
Senior] Setelah menyelesaikan apa yang harus dikerjakan sebelumnya dan tugas
awal, dengan persetujuan dari Sangha Bhikkhu, saudara sekalian, dengan
pelanggaran yang (harus) diakui, aku mengundang pembacaan Patimokkha.
Pembacaan Kata Pengantar
Bhante,
biarkan Saṅgha mendengarkanku. Hari ini adalah Uposatha tanggal lima belas.
Jika waktu yang tepat telah datang untuk Saṅgha, Saṅgha harus melaksanakan
(pembacaan) Pātimokkha.
Apakah tugas
awal untuk Saṅgha? Para Āyasmant, kalian harus memberitahukan kemurnian kalian.
Aku akan membacakan Pātimokkha. Biarkan kita semua yang [hadir] mendengarkan
dan mengikuti dengan hati-hati.
Siapapun
yang melakukan pelanggaran harus mengungkapkannya. Jika tidak ada pelanggaran,
sikap diam seharusnya di jaga. Aku akan mengetahui dengan sikap diam kalian
bahwa para Āyasmant adalah murni. Sama seperti seseorang yang ditanyakan secara
perorangan akan memiliki jawaban; dengan cara yang sama, ketika (Patimokkha)
dinyatakan sampai ketiga kalinya di dalam kumpulan seperti ini, bila Bhikkhu
manapun tidak mengungkapkan pelanggaran yang ia ingat, ini adalah sebuah
kebohongan secara sadar untuknya. Para Āyasmant, sebuah kebohongan secara sadar
telah dinyatakan oleh Sang Bhāgava sebagai hal yang menghambat. Oleh karena itu
pelanggaran apapun yang ada harus diungkapkan oleh seorang Bhikkhu, yang telah
melakukan pelanggaran, mengingatnya dan mencari pemurnian. Ketika terungkapkan,
itu adalah baik baginya.
Telah di
bacakan, para Āyasmant, kata pengantar. Di sini aku bertanya kepada para
Āyasmant: Apakah kalian murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya aku bertanya:
Apakah kalian murni dalam hal ini? Ketiga kalinya aku bertanya: Apakah kalian
murni dalam hal ini? Para Āyasmant murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka
diam. Jadi aku mengingatnya.
Kata pengantar telah selesai.
Pembacaan bagian Pārājika
Inilah empat
hal yang menyebabkan kekalahan (Pārājika) akan segera di bacakan.
Pārājika 1.
Jika ada
Bhikkhu—yang terlibat dalam pelatihan dan penghidupan bagi para Bhikkhu, tanpa
meninggalkan pelatihan, tanpa menyatakan kelemahannya—terlibat dalam tindakan
seksual, bahkan dengan binatang betina, ia telah terkalahkan dan tidak lagi
dalam kumpulan.
Pārājika 2.
Jika ada
Bhikkhu, dengan cara mencuri, mengambil apa yang tidak diberikan dari daerah
yang berpenghuni atau dari hutan belantara—sama seperti ketika, dalam mengambil
apa yang tidak diberikan, raja-raja yang menangkap penjahat akan mencambuk,
memenjarakan, atau mengusirnya, dengan berkata, ‘Engkau adalah seorang
perampok, engkau adalah seorang dungu, engkau terbutakan, engkau adalah seorang
pencuri’—seorang Bhikkhu dengan cara yang sama mengambil apa yang tidak
diberikan telah terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan.
Pārājika 3.
Jika ada
Bhikkhu dengan sengaja menghilangkan kehidupan seorang manusia, atau mencarikan
pembunuh untuknya, atau memuji manfaat kematian, atau menghasutnya untuk mati
(dengan demikian): ‘Teman baikku, apa gunanya kehidupan yang buruk dan
menyedihkan ini untukmu? Kematian akan lebih baik untukmu daripada kehidupan,’
atau dengan ide semacam itu dalam pikiran, dengan tujuan semacam itu dalam
pikiran, dengan berbagai cara memuji manfaat kematian atau menghasutnya untuk
mati, ia juga terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan.
Pārājika 4.
Jika ada
Bhikkhu, tanpa pengetahuan langsung, mengklaim keadaan manusia yang luhur,
sebuah pengetahuan dan penglihatan yang benar-benar mulia seperti ada dalam
dirinya, dengan berkata, ‘Seperti yang aku tahu; seperti itulah aku melihat,’
seperti demikian sehingga maka terlepas dari apakah ia diperiksa ulang atau
tidak pada kesempatan lain, ia—menjadi menyesal dan berkeinginan untuk
pemurnian—mungkin berkata, ‘Āyasmant, tanpa mengetahui, aku berkata aku tahu;
tanpa melihat, aku berkata aku melihat—dengan kesombongan, kebohongan, dan
sembrono,’ kecuali jika itu adalah dari perkiraan yang berlebihan, ia juga
terkalahkan dan tidak lagi dalam kumpulan.
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah empat hal yang menyebabkan kekalahan. Jika
seorang Bhikkhu telah melakukan satu atau lainnya dari pelanggaran ini, ia
tidak lagi di izinkan untuk [hidup dalam] kumpulan dengan para Bhikkhu; sama
seperti [ia yang] sebelum [pentahbisan] jadi [ia yang] setelah [pengakuan
pelanggaran]; ia menjadi terkalahkan, tidak dalam kumpulan. Di sini aku
bertanya kepada para Āyasmant: Apakah kalian murni dalam hal ini? Untuk kedua
kalinya aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Ketiga kalinya aku
bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Para Āyasmant murni dalam hal ini;
oleh karena itu mereka diam. Jadi aku mengingatnya.
Bagian Pārājika telah selesai.
Pembacaan Bagian Saṅghādisesā
Sekarang,
para Āyasmant, inilah tiga belas hal [yang menyebabkan] [persidangan] awal dan
selanjutnya dari Saṅgha (Saṅghādisesā) akan segera di bacakan.
Saṅghādisesa
1.
Dengan sengaja mengeluarkan air mani, kecuali ketika
bermimpi, menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa
2.
Jika ada Bhikkhu, yang diliputi oleh nafsu, dengan
pikiran yang berubah, terlibat kontak tubuh dengan seorang wanita, atau
memegang tangannya, memegang seikat rambutnya, atau membelai salah satu anggota
tubuhnya, hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa
3.
Jika ada Bhikkhu, yang diliputi oleh nafsu, dengan
pikiran yang berubah, menyampaikan kata-kata cabul kepada seorang wanita
seperti pria muda kepada seorang wanita muda yang menyinggung hubungan seksual,
hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa
4.
Jika ada Bhikkhu, yang diliputi oleh nafsu, dengan
pikiran yang berubah, berbicara di hadapan seorang wanita dengan memuji
pelayanan untuk sensualitasnya sendiri demikian: "Ini, saudari, adalah
pelayanan tertinggi, yaitu pelayanan kepada seorang yang bajik, seorang murni
yang menjalankan kehidupan selibat seperti diriku dengan tindakan ini" —
mengacu pada hubungan seksual — hal itu menyebabkan persidangan awal dan
selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa
5.
Jika ada Bhikkhu yang terlibat dalam menyampaikan
kehendak seorang pria kepada seorang wanita atau kehendak seorang wanita kepada
seorang pria, mengusulkan pernikahan atau kekasih—bahkan jika hanya untuk
penghubung sementara — hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya
dari Saṅgha.
Saṅghādisesa
6.
Ketika seorang Bhikkhu membangun sebuah gubuk (kuṭi) dari (hasil derma yang
diperoleh) oleh dirinya sendiri — tanpa penyokong dan ditujukan untuk dirinya
sendiri — Ia harus membangunnya sesuai ukuran yang telah ditentukan. Di sini
ukurannya adalah: dua belas bentang jari tangan, menggunakan bentang jari
tangan Sugata, panjangnya (diukur dari luar); tujuh bentang lebarnya, (diukur)
dari dalam. Para Bhikkhu harus berkumpul untuk menunjuk tempat itu. Tempat yang
ditunjuk para Bhikkhu haruslah tanpa gangguan dan dengan ruang yang memadai.
Jika Bhikkhu itu membangun sebuah gubuk dari hasil derma yang diperoleh oleh
dirinya sendiri di sebuah tempat dengan gangguan dan tanpa ruang yang memadai,
atau jika ia tidak mengumpulkan para Bhikkhu untuk menunjuk tempat itu, atau
jika ia membangunnya melebihi ukuran yang telah ditentukan, hal itu menyebabkan
persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa
7.
Ketika seorang Bhikkhu membangun sebuah tempat berdiam
yang besar (Vihāra) — memiliki seorang penyokong dan ditujukan untuk dirinya
sendiri — ia harus mengumpulkan para Bhikkhu untuk menunjuk tempat itu. Tempat
yang ditunjuk para Bhikkhu haruslah tanpa gangguan dan dengan ruang yang
memadai. Jika Bhikkhu itu membangun sebuah tempat berdiam yang besar (Vihāra)
yang dibangun di suatu tempat dengan gangguan dan tanpa ruang yang memadai,
atau jika ia tidak mengumpulkan para Bhikkhu untuk menunjuk tempat itu, hal itu
menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa 8.
Jika ada
Bhikkhu yang, jahat, marah, tidak senang, menuduh seorang Bhikkhu dengan kasus
yang tidak berdasar yang menyebabkan kekalahan, (dengan berpikir), 'Tentunya dengan
ini aku dapat menyebabkan ia jatuh dari kehidupan selibat,' kemudian terlepas
dari apakah ia di periksa ulang atau tidak pada kesempatan lain, jika
masalahnya tidak berdasar dan Bhikkhu itu mengakui amarahnya, hal itu
menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa 9.
Jika ada
Bhikkhu yang, jahat, marah, tidak senang, menggunakan hanya sebagai sebuah
aspek dari masalah yang berkaitan dengan yang lain, menuduh seorang Bhikkhu
dengan kasus yang menyebabkan kekalahan, (dengan berpikir), ''Tentunya dengan
ini aku dapat menyebabkan ia jatuh dari kehidupan selibat,' kemudian terlepas
dari apakah ia di periksa ulang atau tidak pada kesempatan lain, jika masalah
itu berkaitan dengan hal lain, suatu aspek yang di gunakan sebagai siasat belaka,
dan Bhikkhu itu mengakui amarahnya, hal itu menyebabkan persidangan awal dan
selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa 10.
Jika ada
Bhikkhu yang menghasut untuk sebuah perpecahan dalam suatu Saṅgha yang bersatu,
atau jika ia tetap mengungkit suatu masalah yang kondusif untuk perpecahan,
maka para Bhikkhu harus menegurnya demikian: 'Janganlah, Āyasmant, menghasut
untuk sebuah perpecahan dalam suatu Saṅgha yang bersatu atau tetap mengungkit
suatu masalah yang kondusif untuk perpecahan. Biarlah Āyasmant di damaikan
dengan Saṅgha, untuk Saṅgha yang bersatu, dengan syarat-syarat yang baik, bebas
dari perselisihan, memiliki pembacaan umum, berdiam dalam kedamaian.' Dan
seandainya Bhikkhu itu, yang ditegur demikian oleh para Bhikkhu, sama seperti
sebelumnya, Para Bhikkhu harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti.
Jika ditegur hingga tiga kali ia berhenti, itu bagus. Jika ia tidak berhenti,
hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa 11.
Jika para
Bhikkhu — satu, dua,
atau tiga — yang adalah pengikut dan pendukung dari Bhikkhu itu, mengatakan,
'Janganlah, para Āyasmant, menegur Bhikkhu itu dengan cara apa pun. Ia adalah
pembabar Dhamma, pembabar Vinaya. Ia bertindak dengan persetujuan dan izin dari
kami. Ia mengetahui, ia berbicara untuk kami, dan itu menyenangkan bagi kami,'
Para Bhikkhu harus menegur mereka demikian: 'Jangan katakan itu, para Āyasmant.
Bhikkhu itu bukanlah pembabar Dhamma dan ia bukanlah pembabar Vinaya.
Janganlah, para Āyasmant, menyetujui perpecahan dalam Saṅgha. Biarlah (pikiran)
para Āyasmant di damaikan dengan Saṅgha, untuk Saṅgha yang bersatu, dengan
syarat-syarat yang baik, bebas dari perselisihan, memiliki pembacaan umum,
berdiam dalam kedamaian.' Dan seandainya para Bhikkhu itu, yang di tegur
demikian oleh para Bhikkhu, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhu harus
menegurnya hingga tiga kali agar mereka berhenti. Jika ditegur hingga tiga kali
mereka berhenti, itu bagus. Jika mereka tidak berhenti, hal itu menyebabkan
persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa 12.
Dalam kasus
seorang Bhikkhu dengan karakter sulit untuk ditegur—ia yang, ketika ditegur
secara sah oleh para Bhikkhu dengan mengacu pada peraturan pelatihan yang
termasuk dalam pembacaan (Pāṭimokkha), membuat dirinya tidak dapat di tegur
(dengan berkata), 'Janganlah, para Āyasmant, mengatakan apa pun kepadaku, baik
atau buruk; dan aku tidak akan mengatakan apa pun pada para Āyasmant, baik atau
buruk. Berhentilah, para Āyasmant, dari menegurku'—Para Bhikkhu harus menegurnya
demikian: 'Biarlah Āyasmant tidak membuat dirinya sendiri tidak dapat di tegur.
Biarkan Āyasmant membuat dirinya dapat di tegur. Biarkan Āyasmant menegur para
Bhikkhu sehubungan dengan apa yang benar, dan para Bhikkhu akan menegur
Āyasmant sehubungan dengan apa yang benar; demikianlah karena hal itu pengikut
Sang Bhagavā berkembang: melalui saling menegur, melalui saling memperbaiki.'
Dan seandainya Bhikkhu itu, yang di tegur demikian oleh para Bhikkhu, sama
seperti sebelumnya, Para Bhikkhu harus menegurnya hingga tiga kali agar ia
berhenti. Jika ditegur hingga tiga kali ia berhenti, itu bagus. Jika ia tidak
berhenti, hal itu menyebabkan persidangan awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Saṅghādisesa 13.
Dalam kasus
seorang Bhikkhu hidup dengan bergantung pada suatu desa atau kota tertentu
adalah seorang perusak keluarga, seorang pria yang berperilaku rusak—yang
perilaku rusak tentangnya terlihat juga terdengar, dan keluarga-keluarga yang
telah dirusaknya telah terlihat dan terdengar—Para Bhikkhu kemudian menegurnya
demikian: 'Engkau, Āyasmant, adalah seorang perusak keluarga, seorang pria yang
berperilaku rusak, perilaku rusakmu telah terlihat juga terdengar, dan
keluarga-keluarga yang telah engkau rusak juga telah terlihat dan terdengar.
Tinggalkan Vihara ini, Āyasmant. Cukuplah untuk tinggal di sini. 'Dan
seandainya Bhikkhu itu, yang di tegur oleh para Bhikkhu, mengatakan tentang
para Bhikkhu, 'Para Bhikkhu berprasangka dengan nafsu, dengan kebencian, dengan
delusi, dengan rasa takut, bahwa untuk pelanggaran semacam ini mereka
mengeluarkan beberapa dan tidak mengeluarkan yang lain,' para Bhikkhu harus
menegurnya demikian: 'Jangan berkata demikian, Āyasmant. Para Bhikkhu tidak
berprasangka dengan nafsu, dengan kebencian, dengan delusi, dengan rasa takut. Engkau,
Āyasmant, adalah seorang perusak keluarga, seorang pria yang berperilaku rusak,
perilaku rusakmu telah terlihat juga terdengar, dan keluarga-keluarga yang
telah engkau rusak juga telah terlihat dan terdengar. Tinggalkan Vihara ini,
Āyasmant. Cukuplah untuk tinggal di sini.” Dan seandainya Bhikkhu itu, yang
ditegur demikian oleh para Bhikkhu, sama seperti sebelumnya, Para Bhikkhu harus
menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur hingga tiga kali ia
berhenti, itu bagus. Jika ia tidak berhenti, hal itu menyebabkan persidangan
awal dan selanjutnya dari Saṅgha.
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah tiga belas hal yang menyebabkan persidangan awal
dan selanjutnya dari Saṅgha, sembilan menjadi pelanggaran ketika sekali
dilakukan dan empat setelah [teguran] ketiga. Jika seorang Bhikkhu telah
melakukan satu atau lainnya dari pelanggaran ini, walaupun tidak
dikehendakinya, ia harus menjalani masa percobaan (parivāsa) sebanyak jumlah hari sejak pelanggarannya ia tutupi
dengan sengaja. Setelah menjalani masa percobaan, Bhikkhu itu harus menjalani
penebusan kesalahan (mānatta) sebanyak enam hari. Bhikkhu itu yang telah
menyelesaikan penebusan kesalahan, harus di rehabilitasi oleh Saṅgha Bhikkhu
sebanyak dua puluh orang. Jika Bhikkhu Saṅgha itu kurang satu saja dari dua
puluh orang yang merehabilitasi Bhikkhu itu, Bhikkhu itu tidak di rehabilitasi
dan para Bhikkhu itu patut dicela. Ini adalah cara yang benar di sini. Di sini
aku bertanya kepada para Āyasmant: Apakah kalian murni dalam hal ini? Untuk
kedua kalinya aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Ketiga kalinya
aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Para Āyasmant murni dalam hal
ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi aku mengingatnya.
Bagian Saṅghādisesa telah selesai.
Pembacaan Bagian Aniyata
Sekarang,
para Āyasmant, inilah dua hal yang tidak tentu (Aniyata) akan segera di
bacakan.
Aniyata 1.
Jika ada
Bhikkhu yang duduk secara pribadi, sendirian dengan seorang wanita pada sebuah
tempat duduk yang cukup terasing yang cocok (untuk hubungan seksual), sehingga
seorang perumah tangga wanita (upāsikā) yang kata-katanya dapat dipercaya,
setelah melihat (mereka), dapat menggambarkannya sebagai merupakan salah satu
dari tiga kasus — menyebabkan kekalahan (Pārājika), pertemuan komunal (Saṅghādisesa),
atau pengakuan (Pācittiyā) — maka Bhikkhu itu, yang mengakui telah duduk (di
sana), dapat ditangani sesuai dengan salah satu dari tiga kasus — menyebabkan
kekalahan (Pārājika), pertemuan komunal (Saṅghādisesa), atau pengakuan (Pācittiyā)
— atau ia dapat ditangani dalam kasus apa pun yang dijelaskan oleh perumah
tangga wanita (upāsikā) itu yang kata-katanya dapat dipercaya. Kasus ini tidak
tentu.
Aniyata 2.
Dalam kasus
suatu tempat duduk tidak cukup terasing, tidak cocok (untuk hubungan seksual)
tetapi cukup untuk menyampaikan kata-kata cabul kepada seorang wanita, jika ada
Bhikkhu duduk secara pribadi, sendirian dengan seorang wanita pada tempat duduk
demikian, sehingga seorang perumah tangga wanita (upāsikā) yang kata-katanya dapat
dipercaya, setelah melihat (mereka), dapat menggambarkannya sebagai merupakan
salah satu dari dua kasus — menyebabkan pertemuan komunal (Saṅghādisesa), atau
pengakuan (Pācittiyā) — maka Bhikkhu itu, yang mengakui telah duduk (di sana),
dapat ditangani sesuai dengan salah satu dari dua kasus — menyebabkan pertemuan
komunal (Saṅghādisesa), atau pengakuan (Pācittiyā) — atau ia dapat ditangani
dalam kasus apa pun yang dijelaskan oleh perumah tangga wanita (upāsikā) itu
yang kata-katanya dapat dipercaya. Kasus ini tidak tentu.
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah dua hal yang tidak tentu. Di sini aku bertanya
kepada para Āyasmant: Apakah kalian murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya
aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Ketiga kalinya aku bertanya:
Apakah kalian murni dalam hal ini? Para Āyasmant murni dalam hal ini; oleh
karena itu mereka diam. Jadi aku mengingatnya.
Bagian Aniyata telah selesai
Pembacaan Bagian Nissaggiya Pācittiyā
Sekarang,
para Āyasmant, inilah tiga puluh hal ini menyebabkan pengakuan dengan penyitaan
barang akan segera dibacakan.
Nissaggiya pācittiya 1.
Ketika
seorang Bhikkhu telah selesai membuat jubahnya dan bingkainya di hancurkan
(hak-hak Kathina-nya tertangguhkan), ia dapat menyimpan kain jubah ekstra
paling lama sepuluh hari. Di luar itu, itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 2.
Ketika
seorang Bhikkhu telah selesai membuat jubahnya dan bingkainya di hancurkan:
Jika ia berdiam dengan terpisah dari (salah satu) dari tiga jubahnya bahkan
untuk satu malam—kecuali di izinkan oleh para Bhikkhu—itu harus di sita dan di
akui.
Nissaggiya pācittiya 3.
Ketika
seorang Bhikkhu telah selesai membuat jubahnya dan bingkainya di hancurkan:
Jika kain jubah di luar musim di sediakan untuknya, ia dapat menerimanya jika
ia begitu menginginkannya. Begitu ia menerimanya, ia harus segera membuatnya.
Jika itu tidak cukup, ia dapat menyimpannya paling lama satu bulan jika ia
memiliki harapan untuk memenuhi kekurangannya. Jika ia menyimpannya lebih dari
itu, bahkan ketika ada harapan (untuk kain lainnya), itu harus di sita dan di
akui.
Nissaggiya pācittiya 4.
Jika ada
Bhikkhu yang memiliki jubah bekas yang dicuci, dicelup, atau dipukul-pukul oleh
seorang Bhikkhuni yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, itu harus di
sita dan diakui.
Nissaggiya pācittiya 5.
Jika ada
Bhikkhu yang menerima kain jubah dari tangan seorang Bhikkhuni yang tidak
memiliki hubungan keluarga dengannya — kecuali dalam pertukaran — itu harus di
sita dan diakui.
Nissaggiya pācittiya 6.
Jika ada
Bhikkhu yang meminta kain jubah dari seorang pria atau wanita perumah tangga
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, kecuali pada saat yang tepat,
itu harus di sita dan di akui. Di sini kesempatan yang tepat adalah: Jubah
Bhikkhu itu telah di curi atau di hancurkan. Ini adalah kesempatan yang tepat
dalam kasus ini.
Nissaggiya pācittiya 7.
Jika seorang
laki-laki atau perempuan perumah tangga itu memberikan Bhikkhu itu dengan
banyak jubah (potongan kain jubah), ia dapat menerima paling banyak (cukup
untuk) sebuah jubah atas dan sebuah jubah bawah. Jika ia menerima lebih dari
itu, itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 8.
Dalam kasus
seorang pria atau wanita perumah tangga menyiapkan sebuah dana untuk membeli
jubah demi seorang Bhikkhu yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya,
dengan berpikir. 'Setelah membeli sebuah jubah dengan dana jubah ini, aku akan
menyediakan Bhikkhu yang bernama ini-dan-itu dengan sebuah jubah': Jika
Bhikkhu, yang sebelumnya tidak di undang, mendekati (perumah tangga) dan
membuat sebuah ketentuan yang berhubungan dengan jubah, dengan berkata,
"Akan sangat baik, tuan, jika Anda menyokongku (dengan sebuah
jubah)," setelah membeli sebuah jubah seperti ini dan itu dengan dana
jubah ini—karena keinginan untuk sesuatu yang baik—itu harus di sita dan di
akui.
Nissaggiya pācittiya 9.
Dalam kasus
dua orang perumah tangga—pria atau wanita— yang tidak memiliki hubungan
keluarga (dengan Bhikkhu itu) menyiapkan dana jubah terpisah demi seorang
Bhikkhu, dengan berpikir, 'Setelah membeli jubah terpisah dengan dana jubah
terpisah milik kami, kami akan menyokong Bhikkhu yang bernama ini-dan-itu
dengan jubah: Jika seorang Bhikkhu, yang sebelumnya tidak diundang, mendekati
(mereka) dan membuat ketentuan yang berhubungan dengan jubah, dengan berkata,
Akan sangat baik, tuan-tuan, jika kalian menyokongku (dengan sebuah
jubah)," setelah membeli sebuah jubah seperti ini dan itu dengan dana
jubah terpisah, dua (dana) yang di gabungkan untuk sebuah (jubah)—karena keinginan
untuk sesuatu yang baik—itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 10.
Dalam kasus
seorang raja, seorang pejabat kerajaan, seorang brahmana atau seorang perumah
tangga mengirimkan sebuah dana jubah untuk seorang Bhikkhu melalui seorang
utusan (dengan berkata): 'Belikanlah sebuah jubah dengan dana jubah dan
sokonglah Bhikkhu yang bernama ini-&-itu dengan jubah.' Jika utusan itu
mendekati Bhikkhu dan berkata: 'Dana jubah ini adalah untuk Āyasmant. Semoga
Āyasmant menerima dana jubah ini.' Kemudian Bhikkhu itu harus memberi tahu
utusan itu: 'Kami tidak menerima dana jubah, teman. Kami menerima jubah (kain
jubah) pada waktu yang tepat.' Jika utusan itu berkata kepada Bhikkhu: 'Apakah
Āyasmant memiliki seorang pelayan?'
Kemudian, jika Bhikkhu itu menginginkan sebuah jubah, ia dapat menunjuk seorang
pelayan, baik seorang petugas Vihara atau seorang perumah tangga (dengan
berkata): 'Itu, tuan, adalah pelayan para Bhikkhu.' Jika utusan itu telah
menginstruksikan pelayan untuk menghadap ke Bhikkhu dan berkata: 'Aku telah
menginstruksikan pelayan yang di tunjuk oleh Āyasmant. Semoga Āyasmant pergi
(kepadanya) dan ia akan menyokongmu dengan sebuah jubah yang sesuai musim.
'Kemudian Bhikkhu itu, menginginkan sebuah jubah dan mendekati pelayan, dapat
meminta dan mengingatkannya 2 atau 3 kali: 'Aku membutuhkan sebuah jubah.' Jika
(pelayan itu) menyediakan jubah setelah di minta dan di ingatkan 2 atau 3 kali,
itu bagus. Jika ia tidak menyediakan jubah, (Bhikkhu itu) harus berdiri diam 4,
5, atau 6 kali paling banyak untuk tujuan itu. Jika (pelayan itu) menyediakan
jubah setelah (Bhikkhu itu) telah berdiri diam untuk tujuan 4, 5, atau 6 kali
paling banyak, itu bagus. Jika ia tidak harus menyediakan jubah, tetapi ia
menyediakan jubah setelah (Bhikkhu) telah mencoba lebih jauh, itu harus di sita
dan di akui. Jika ia tidak juga menyediakan (jubah itu), maka Bhikkhu itu
sendiri harus pergi ke tempat dari mana dana jubah itu di bawakan, atau seorang
utusan harus di kirim (untuk mengatakan), 'Dana jubah yang engkau, tuan yang
mulia, kirimkan demi Bhikkhu tidak memberi manfaat bagi Bhikkhu sama sekali.
Semoga engkau bersatu dengan apa yang menjadi milikmu. Semoga apa yang menjadi
milikmu tidak hilang. ’Ini adalah cara yang tepat di sini.
Bagian pertama: Bab tentang Kain Jubah.
Nissaggiya pācittiya 11.
Jika ada
Bhikkhu yang memiliki sebuah kain tebal (selimut/ permadani) yang terbuat dari
campuran yang mengandung sutra, itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 12.
Jika ada
Bhikkhu yang memiliki sebuah kain tebal (selimut / permadani) yang terbuat dari
wol hitam murni, itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 13.
Ketika
seorang Bhikkhu sedang membuat sebuah kain tebal (selimut / permadani) baru,
dua bagian wol hitam murni harus disatukan, (bagian) ketiga putih, dan keempat
dari cokelat. Jika seorang Bhikkhu sedang membuat sebuah kain tebal (selimut /
permadani) baru yang dibuat tanpa menggabungkan dua bagian wol hitam murni,
bagian ketiga putih, dan bagian keempat cokelat, itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 14.
Ketika
seorang Bhikkhu telah membuat sebuah kain tebal (selimut / permadani) baru, ia
harus menyimpannya selama (setidaknya) enam tahun. Jika setelah kurang dari
enam tahun ia membuat kain tebal (selimut / permadani) baru lainnya, terlepas
dari apakah ia telah membuang yang pertama atau tidak, maka—kecuali jika ia
telah diberi wewenang oleh para Bhikkhu—itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 15.
Ketika
seorang Bhikkhu sedang membuat sebuah kain untuk duduk, sepotong kain duduk
yang lama sebesar satu span Sugata [25 cm.] Di setiap sisi harus digabungkan
demi menodainya. Jika, tanpa memasukkan sepotong kain yang lama sebesar satu
span Sugata di setiap sisi, seorang Bhikkhu membuat kain untuk duduk yang baru,
itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 16.
Jika wol
diperoleh seorang Bhikkhu saat ia melakukan suatu perjalanan, ia dapat
menerimanya jika ia menginginkannya. Setelah menerimanya, ia dapat membawanya
dengan tangan — karena tidak ada orang lain yang dapat membawanya — paling
banyak tiga Yojana [48 kilometer = 30 mil]. Jika ia membawanya lebih jauh dari
itu, bahkan jika tidak ada orang lain yang membawanya, itu harus di sita dan di
akui.
Nissaggiya pācittiya 17.
Jika ada
Bhikkhu yang wolnya dicuci, dicelup, atau disisir oleh seorang Bhikkhuni yang
tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 18.
Jika ada
Bhikkhu yang mengambil emas dan perak, atau telah mengambilnya, atau menyetujui
untuk disimpan (di dekatnya), itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 19.
Jika ada
Bhikkhu yang terlibat dalam berbagai jenis pertukaran moneter, (pendapatan) itu
harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 20.
Jika ada
Bhikkhu yang terlibat dalam berbagai jenis perdagangan, (benda itu) harus di
sita dan di akui.
Bagian kedua: Bab tentang Sutra.
Nissaggiya pācittiya 21.
Mangkuk
derma ekstra dapat disimpan paling lama sepuluh hari. Lebih dari itu, itu harus
di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 22.
Jika seorang
Bhikkhu dengan sebuah mangkuk derma yang memiliki kurang dari lima tambalan
meminta mangkuk baru lainnya, itu harus di sita dan di akui. Mangkuk itu harus
di lepaskan oleh Bhikkhu untuk kumpulan Bhikkhu. Mangkuk terakhir harus di
serahkan kepada Bhikkhu oleh kumpulan Bhikkhu: 'Ini, Bhikkhu, adalah mangkukmu.
Itu harus di simpan sampai rusak.’ Ini adalah prosedur yang tepat di sini.
Nissaggiya pācittiya 23.
Bila ada
obat yang harus diambil oleh para Bhikkhu yang sakit: ghee, mentega segar,
minyak, madu, gula / air tebu. Setelah di terima, obat-obatan itu harus di
gunakan dari penyimpanan paling lama tujuh hari. Di luar itu, obat-obatan itu
harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 24.
Ketika musim
panas tersisa satu bulan lagi, seorang Bhikkhu dapat mencari sebuah kain mandi
musim hujan. Ketika musim panas tersisa setengah bulan lagi, (kain itu) telah
selesai dibuat, dapat di pakai. Jika ketika lebih dari sebulan lagi musim panas
tersisa ia mencari sebuah kain mandi musim hujan, (atau) ketika lebih dari dari
setengah bulan lagi musim panas tersisa, (kain itu) yang telah selesai dibuat,
dipakai, itu harus di sita dan diakui.
Nissaggiya pācittiya 25.
Jika ada
Bhikkhu — setelah
dengan dirinya sendiri memberikan sebuah kain jubah kepada seorang Bhikkhu
(lain), dan kemudian menjadi marah dan tidak senang — merebutnya kembali atau telah merebutnya kembali, itu
harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 26.
Jika ada
Bhikkhu, setelah meminta benang, mempunyai kain jubah yang ditenun oleh
penenun, itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 27.
Dalam kasus
seorang pria atau wanita perumah tangga yang tidak memiliki hubungan keluarga
(dengan Bhikkhu) memiliki penenun yang menenun kain jubah untuknya, dan jika
Bhikkhu itu, tanpa undangan sebelumnya (oleh perumah tangga) kemudian mendekati
penenun, membuat ketentuan untuk kain itu, dengan berkata: 'Kain ini,
teman-teman, sedang di tenun untukku. Buatlah itu menjadi panjang, lebar,
anyaman yang erat, anyaman yang baik, tersebar dengan baik, tergores dengan
baik, di haluskan dengan baik, dan mungkin aku dapat memberikan kalian sebuah
pemberian kecil. 'Dan bila Bhikkhu itu, setelah mengatakan hal itu, memberikan
mereka sebuah pemberian kecil, bahkan sedikit derma makanan, (kain) itu harus
di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 28.
Sepuluh hari
sebelum bulan purnama di bulan ketiga Kattika (5 Sukka Pakkha Assayujja), jika
kain jubah yang diberikan dalam keadaan mendesak bertambah untuk seorang
Bhikkhu, ia harus menerimanya jika ia menganggapnya sebagai pemberian yang
mendesak. Begitu ia menerimanya, ia dapat menyimpannya sepanjang musim jubah.
Di luar itu, itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 29.
Ada tempat
berdiam di hutan belantara yang dianggap meragukan dan berbahaya. Seorang
Bhikkhu yang tinggal di kediaman seperti itu setelah mengamati bulan purnama
Kattika dapat menyimpan salah satu dari tiga jubahnya di sebuah desa jika ia
menginginkannya. Jika ia punya alasan untuk hidup terpisah dari jubahnya, ia dapat
melakukannya paling lama enam malam. Jika ia harus hidup terpisah lebih dari
itu — kecuali diizinkan oleh para Bhikkhu — itu harus di sita dan di akui.
Nissaggiya pācittiya 30.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar mengalihkan untuk dirinya sendiri perolehan-perolehan
yang telah di tujukan untuk sebuah Saṅgha, perolehan-perolehan itu harus di
sita dan di akui.
Bagian ketiga: Bab tentang Mangkuk Derma.
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah tiga puluh hal ini yang menyebabkan pengakuan
dengan penyitaan barang. Di sini aku bertanya kepada para Āyasmant: Apakah
kalian murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya aku bertanya: Apakah kalian
murni dalam hal ini? Ketiga kalinya aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal
ini? Para Āyasmant murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi aku
mengingatnya.
Bagian Nissaggiya pācittiya telah selesai
Pembacaan Bagian Pācittiyā
Sekarang,
para Āyasmant, inilah sembilan puluh dua hal ini menyebabkan pengakuan akan
segera dibacakan.
Pācittiya 1.
Sebuah kebohongan
yang di sengaja harus di akui.
Pācittiya 2.
Sebuah
hinaan harus di akui.
Pācittiya 3.
Desas-desus
yang di antara para Bhikkhu harus di akui.
Pācittiya 4.
Jika ada
Bhikkhu yang setelah seorang yang belum di tahbiskan membacakan Dhamma bait demi
bait (bersamanya), itu harus di akui.
Pācittiya 5.
Jika ada
Bhikkhu yang berbaring (di penginapan yang sama) dengan seorang yang belum di
tahbiskan selama lebih dari dua atau tiga malam berturut-turut, itu harus di
akui.
Pācittiya 6.
Jika ada Bhikkhu
yang berbaring di (penginapan yang sama) dengan seorang wanita, itu harus di
akui.
Pācittiya 7.
Jika ada
Bhikkhu yang mengajarkan lebih dari lima atau enam kalimat Dhamma kepada
seorang wanita, kecuali seorang pria yang berpengetahuan hadir, itu harus di
akui.
Pācittiya 8.
Jika ada
Bhikkhu yang memberitahukan (miliknya sendiri) fakta keadaan kualitas di atas
manusia biasa kepada seseorang yang tidak di tahbiskan, itu harus di akui.
Pācittiya 9.
Jika ada
Bhikkhu yang memberitahukan pelanggaran berat Bhikkhu (lain) kepada seseorang
yang tidak di tahbiskan—kecuali di izinkan oleh para Bhikkhu—itu harus di akui.
Pācittiya 10.
Jika ada
Bhikkhu yang menggali tanah atau telah menggalinya, itu harus di akui.
Bagian Pertama: Bab tentang Kebohongan.
Pācittiya 11.
Merusak
sebuah tanaman hidup harus di akui.
Pācittiya 12.
Perkataan
yang bersifat menghindar dan tidak kooperatif harus di akui.
Pācittiya 13.
Fitnah atau
mengeluh (tentang sebuah Sangha resmi) harus di akui.
Pācittiya 14.
Jika ada
Bhikkhu yang memasang sebuah tempat tidur, bangku, matras, atau kursi milik Saṅgha
di tempat terbuka—atau telah memasangnya—dan kemudian pada saat akan pergi
tidak menyimpannya atau telah menyimpannya, atau jika ia pergi tanpa meminta
izin, itu harus di akui.
Pācittiya 15.
Jika ada
Bhikkhu yang, setelah mengatur tempat tidur di sebuah penginapan milik Saṅgha—atau
telah mengaturnya—dan kemudian pada saat akan pergi tidak menyimpannya atau
telah menyimpannya, atau jika ia pergi tanpa meminta izin, itu harus di akui .
Pācittiya 16.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar berbaring di sebuah penginapan milik Saṅgha sehingga
mengganggu Bhikkhu yang tiba di sana lebih dulu, (dengan berpikir), Siapa pun
yang merasakan keramaian akan pergi menjauh—melakukannya karena alasan ini dan
tidak ada alasan yang lain—itu harus di akui. .
Pācittiya 17.
Jika ada
Bhikkhu yang, marah dan tidak senang, mengusir seorang Bhikkhu dari sebuah
tempat tinggal Saṅgha—atau telah mengusirnya—itu harus di akui.
Pācittiya 18.
Jika ada Bhikkhu
yang duduk atau berbaring di tempat tidur atau bangku dengan kaki yang dapat di
lepas pada sebuah loteng (yang tidak di tutupi) papan di sebuah tempat tinggal
milik Sangha, itu harus di akui.
Pācittiya 19.
Ketika
seorang Bhikkhu sedang membangun sebuah tempat tinggal yang besar, ia dapat
menggunakan dua atau tiga lapis pelapis untuk memplester area di sekitar kusen
jendela dan memperkuat area di sekitar kusen pintu dengan luas bidang kerja
selebar dari pintu yang terbuka, ketika sedang berdiri di mana tidak ada
tanaman yang dapat menjadi celaan. Jika ia menerapkan lebih dari itu, bahkan
jika berdiri di mana tidak ada tanaman yang dapat menjadi celaan, itu harus di
akui.
Pācittiya 20.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar menuangkan air yang mengandung makhluk hidup—atau
telah menuangkannya—di rumput atau di tanah liat, itu harus di akui.
Bagian Kedua: Bab tentang Tanaman Hidup.
Pācittiya 21.
Jika ada
Bhikkhu, yang tanpa diizinkan, menasihati para Bhikkhuni, itu harus diakui.
Pācittiya 22.
Jika ada
Bhikkhu, bahkan jika diizinkan, menasehati para Bhikkhuni setelah matahari
terbenam, itu harus diakui.
Pācittiya 23.
Jika ada
Bhikkhu, setelah pergi ke tempat tinggal para Bhikkhuni, menasihati para
Bhikkhuni — kecuali pada kesempatan yang tepat — itu harus diakui. Di sini
kesempatan yang tepat adalah ini: Seorang Bhikkhuni sedang sakit. Ini adalah
kesempatan yang tepat di sini.
Pācittiya 24.
Jika ada
Bhikkhu mengatakan bahwa para Bhikkhu menasihati para Bhikkhuni demi keuntungan
duniawi, itu harus diakui.
Pācittiya 25.
Jika ada
Bhikkhu yang memberikan kain jubah kepada seorang Bhikkhuni yang tidak memiliki
hubungan keluarga dengannya, kecuali dalam pertukaran, itu harus diakui.
Pācittiya 26.
Jika seorang
Bhikkhu menjahit sebuah jubah atau membuatnya dijahit untuk seorang Bhikkhuni
yang tidak memiliki hubungan keluarga dengannya, itu harus diakui.
Pācittiya 27.
Jika seorang
Bhikkhu, dengan berencana, bepergian bersama dengan seorang Bhikkhuni bahkan
untuk jeda antara satu desa dan desa berikutnya, kecuali pada kesempatan yang
tepat, itu harus diakui. Di sini kesempatan yang tepat adalah ini: Jalan itu
harus dilalui oleh karavan dan dianggap meragukan dan berbahaya. Ini adalah
kesempatan yang tepat di sini.
Pācittiya 28.
Jika ada
Bhikkhu, dengan berencana, menaiki perahu yang sama dengan seorang Bhikkhuni
yang pergi ke hulu atau hilir — kecuali untuk menyeberang ke sisi lain — itu
harus diakui.
Pācittiya 29.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sengaja memakan derma makanan yang disumbangkan melalui bisikan
seorang Bhikkhuni, kecuali untuk makanan yang sebelumnya telah ditujukan
untuknya oleh para perumah tangga (untuk bisikannya), itu harus diakui.
Pācittiya 30.
Jika ada
Bhikkhu yang duduk secara pribadi, sendirian dengan seorang Bhikkhuni, itu
harus diakui.
Bagian Ketiga: Bab tentang Nasehat.
Pācittiya 31.
Seorang
Bhikkhu yang tidak sakit dapat makan satu kali di tempat makan umum. Jika ia
makan lebih dari itu, itu harus di akui.
Pācittiya 32.
Sebuah
kelompok makan, kecuali pada kesempatan yang tepat, itu harus di akui. Di sini
kesempatan yang tepat adalah: suatu waktu ketika sakit, suatu waktu ketika
memberi jubah, suatu waktu ketika membuat jubah, suatu waktu ketika melakukan
perjalanan, suatu waktu ketika menaiki sebuah perahu, kesempatan yang luar
biasa, suatu waktu ketika makanan di sokong oleh para pertapa. Ini adalah
kesempatan yang tepat di sini.
Pācittiya 33.
Makan diluar
waktu, kecuali pada kesempatan yang tepat, itu harus di akui. Di sini
kesempatan yang tepat adalah: suatu waktu
ketika sakit, suatu waktu ketika memberi jubah, suatu waktu ketika membuat
jubah. Ini adalah kesempatan yang tepat di sini.
Pācittiya 34.
Dalam kasus
seorang Bhikkhu yang tiba di suatu kediaman keluarga di sajikan dengan kue atau
makanan gandum yang dimasak, ia dapat menerima dua atau tiga mangkuk jika ia
begitu menginginkannya. Jika ia harus menerima lebih dari itu, itu harus di
akui. Setelah menerima dua atau tiga mangkuk dan setelah mengambilnya dari
sana, ia harus membagikannya di antara para Bhikkhu. Ini adalah cara yang tepat
di sini.
Pācittiya 35.
Jika ada
Bhikkhu, setelah makan dan menolak tawaran (untuk makanan lebih lanjut),
mengunyah atau menelan makanan pokok atau non pokok yang tidak ditinggalkan,
itu harus di akui.
Pācittiya 36.
Jika ada
Bhikkhu, yang dengan sadar dan ingin menemukan kesalahan, memberikan makanan
pokok atau non pokok yang telah dibawanya kepada seorang Bhikkhu yang telah
makan dan menolak tawaran (makanan tambahan), dengan mengatakan, "Di sini,
Bhikkhu, kunyah atau telanlah ini "— ketika makanan itu sudah dimakan, itu
harus di akui.
Pācittiya 37.
Jika ada
Bhikkhu yang mengunyah atau mengkonsumsi makanan pokok atau non pokok pada
waktu yang salah, itu harus di akui.
Pācittiya 38.
Jika ada
Bhikkhu yang mengunyah atau mengkonsumsi makanan pokok atau makanan non pokok
yang disimpans, itu harus di akui.
Pācittiya 39.
Ada makanan
pokok yang lebih baik: ghee, mentega segar, minyak, madu, gula / air tebu,
ikan, daging, susu, dan dadih. Jika ada Bhikkhu yang tidak sakit, setelah
meminta makanan pokok yang lebih baik seperti ini untuk dirinya sendiri,
kemudian menelannya, itu harus di akui.
Pācittiya 40.
Jika ada
Bhikkhu yang memasukkan ke dalam mulutnya sesuatu yang dapat di makan yang
belum diberikan—kecuali untuk air dan tusuk gigi— itu harus di akui.
Bagian Keempat: Bab tentang Makanan.
Pācittiya 41.
Jika ada
Bhikkhu yang memberikan makanan pokok atau non pokok dengan tangannya sendiri
kepada seorang pertapa telanjang (Acelaka), seorang pertapa pengembara pria non
Buddhis (Paribbājaka), atau seorang pertapa pengembara wanita non Buddhis
(Paribbājikā), itu harus di akui.
Pācittiya 42.
Jika ada
Bhikkhu yang berkata kepada seorang Bhikkhu, 'Ayo, Āyasmant, mari kita memasuki
desa atau kota untuk derma makanan,' dan kemudian—terlepas dari apakah karena
ia telah memberikan (makanan) kepadanya—menyingkirkannya, dengan berkata,
'Pergilah, Āyasmant. Aku tidak suka duduk atau berbicara denganmu. Aku lebih
suka duduk atau berbicara sendiri, jika ia melakukannya karena alasan itu dan
tidak ada yang lain, itu harus di akui. "
Pācittiya 43.
Jika seorang
Bhikkhu yang duduk mengganggu pada suatu keluarga dengan makanannya, itu harus
di akui.
Pācittiya 44.
Jika ada
Bhikkhu yang duduk secara pribadi di sebuah tempat duduk tersendiri dengan
seorang wanita, itu harus di akui.
Pācittiya 45.
Jika ada
Bhikkhu yang duduk secara pribadi, sendirian dengan seorang wanita, itu harus
di akui.
Pācittiya 46.
Jika ada
Bhikkhu, yang di undang untuk makan dan tanpa meminta izin dari Bhikkhu yang
ada, pergi memanggil keluarga-keluarga sebelum atau sesudah makan, kecuali pada
waktu yang tepat, itu harus di akui. Di sini waktu yang tepat adalah: waktu
memberi jubah, waktu pembuatan jubah. Inilah waktu yang tepat di sini.
Pācittiya 47.
Seorang Bhikkhu
yang tidak sakit dapat menerima (memanfaatkan) sebuah undangan selama empat
bulan untuk meminta kebutuhan-kebutuhan. Jika ia harus menerima (menggunakan)
lebih lama dari itu—kecuali undangannya di perbarui atau permanen — itu harus
di akui.
Pācittiya 48.
Jika ada
Bhikkhu yang pergi menemui tentara yang sedang bertugas, kecuali ada satu
alasan yang sesuai, itu harus di akui.
Pācittiya 49.
Karena ada
satu dan lain hal alasan bagi seorang Bhikkhu untuk pergi ke seorang tentara,
ia dapat tinggal dua atau tiga malam (berturut-turut) dengan tentara. Jika ia
harus tinggal lebih lama dari itu, itu harus di akui.
Pācittiya 50.
Jika seorang
Bhikkhu yang tinggal dua atau tiga malam dengan tentara bila ia pergi ke suatu
medan perang, barisan perang, pasukan dalam formasi perang, atau untuk melihat
peninjauan unit (pertempuran), itu harus di akui.
Bagian Kelima: Bab tentang Pertapa Telanjang.
Pācittiya 51.
Meminum
alkohol atau minuman fermentasi itu harus di akui.
Pācittiya 52.
Menggelitik
dengan jari-jari itu harus di akui.
Pācittiya 53.
Tindakan
bermain air itu harus di akui.
Pācittiya 54.
Sikap tidak
menghormati itu harus di akui.
Pācittiya 55.
Jika ada
Bhikkhu yang mencoba untuk menakut-nakuti Bhikkhu lain, itu harus di akui.
Pācittiya 56.
Jika ada
Bhikkhu yang tidak sakit, berusaha menghangatkan dirinya, menyalakan sebuah api
atau telah menyalakannya—kecuali ada alasan yang sesuai—itu harus di akui.
Pācittiya 57.
Jika ada
Bhikkhu yang mandi dengan jangka waktu kurang dari setengah bulan, kecuali pada
waktu yang tepat, itu harus di akui. Di sini, kesempatan yang tepat adalah:
bulan terakhir dan setengah musim panas, bulan pertama hujan, dua setengah
bulan pada saat panas, suatu saat ketika demam; (juga) suatu saat ketika sakit;
satu waktu ketika bekerja; suatu waktu untuk melakukan sebuah perjalanan; suatu
waktu saat angin atau hujan. Ini adalah waktu yang tepat di sini.
Pācittiya 58.
Ketika
seorang Bhikkhu menerima sebuah jubah baru, salah satu dari tiga cara menodai
dengan warna harus di terapkan: hijau, coklat, atau hitam. Jika seorang Bhikkhu
yang menggunakan suatu jubah baru tanpa menerapkan salah satu dari tiga cara
menodai dengan warna itu, itu harus di akui.
Pācittiya 59.
Jika seorang
Bhikkhu, dengan dirinya sendiri menempatkan kain-jubah di bawah kepemilikan
bersama (Vikappana) dengan seorang Bhikkhu, seorang Bhikkhuni, seorang
Sikkhamānā, seorang Sāmaṇera, atau seorang Sāmaṇeri, kemudian menggunakan kain
itu tanpa kepemilikan bersama yang dicabut, itu harus di akui.
Pācittiya 60.
Jika ada
Bhikkhu yang menyembunyikan milik Bhikkhu lain: mangkuk, jubah, kain duduk,
kotak jarum, atau ikat pinggang—atau telah menyembunyikannya—bahkan sebagai
sebuah candaan, itu harus di akui.
Bagian Keenam: Bab tentang Minuman Alkohol.
Pācittiya 61.
Jika ada
Bhikkhu yang secara sadar menghilangkan kehidupan satu binatang, itu harus di
akui.
Pācittiya 62.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar menggunakan air dengan makhluk hidup di dalamnya, itu
harus di akui.
Pācittiya 63.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar menghasut untuk membangkitkan kembali suatu masalah
yang telah di tangani dengan benar, itu harus di akui.
Pācittiya 64.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar menyembunyikan pelanggaran serius Bhikkhu (lain), itu
harus di akui.
Pācittiya 65.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar memberikan penerimaan penuh (penahbisan) ke seseorang
yang kurang dari dua puluh tahun, orang itu tidak diterima dan para Bhikkhu itu
patut dicela; dan baginya (penahbis), itu harus di akui.
Pācittiya 66.
Jika ada
Bhikkhu yang secara sadar dan dengan merencanakan perjalanan bersama dengan
sebuah rombongan pencuri, bahkan untuk jangka waktu antara satu desa dan desa
berikutnya, itu harus di akui.
Pācittiya 67.
Jika ada
Bhikkhu, dengan berencana, melakukan perjalanan bersama dengan seorang wanita,
bahkan untuk jangka waktu antara satu desa dan desa berikutnya, itu harus di
akui.
Pācittiya 68.
Jika ada
Bhikkhu yang mengatakan demikian: 'Setelah aku memahami Dhamma yang di ajarkan
oleh Sang Bhagavā, tindakan-tindakan demikian yang di katakan oleh Sang Bhagavā
sebagai rintangan, ketika di lakukan bukanlah rintangan yang sebenarnya,' para
Bhikkhu harus menegurnya demikian: 'Janganlah berkata demikian, Āyasmant.
Jangan salah memahami Sang Bhagavā, karena tidak baik untuk salah memahami Sang
Bhagavā. Sang Bhagavā tidak akan mengatakan hal seperti itu. Dalam berbagai
cara, Āyasmant, Sang Bhagavā telah menggambarkan tindakan-tindakan yang
merintangi, dan ketika di lakukan mereka adalah rintangan yang sebenarnya. Dan
seandainya Bhikkhu itu, yang telah di tegur, sama seperti sebelumnya, para
Bhikkhu harus menegurnya hingga tiga kali agar ia berhenti. Jika di tegur
hingga tiga kali oleh para Bhikkhu ia berhenti, itu bagus. Jika ia tidak
berhenti, itu harus di akui.
Pācittiya 69.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar mendampingi, bergabung dalam kumpulan, atau berbaring
di penginapan yang sama dengan seorang Bhikkhu yang menyatakan pandangan
seperti itu, yang tidak bertindak sesuai dengan aturan, yang tidak meninggalkan
pandangan itu, itu harus di akui.
Pācittiya 70.
Dan jika
seorang Sāmaṇera yang mengatakan demikian:'Setelah aku memahami Dhamma yang di
ajarkan oleh Sang Bhagavā, tindakan-tindakan demikian yang dikatakan oleh Sang
Bhagavā sebagai rintangan, ketika di lakukan bukanlah rintangan yang
sebenarnya,' para Bhikkhu harus menegurnya demikian: 'Janganlah berkata
demikian, Āvuso. Jangan salah memahami Sang Bhagavā, karena tidak baik untuk
salah memahami Sang Bhagavā. Sang Bhagavā tidak akan mengatakan hal seperti
itu. Dalam berbagai cara, Āvuso, Sang Bhagavā telah menggambarkan
tindakan-tindakan yang merintangi, dan ketika di lakukan mereka adalah
rintangan yang sebenarnya. Dan seandainya Sāmaṇera itu, yang telah di tegur,
sama seperti sebelumnya, para Bhikkhu harus menegurnya demikian: 'Mulai dari
hari ini, Āvuso, engkau tidak boleh mengklaim Sang Bhagavā sebagai gurumu, Juga
engkau bahkan tidak memiliki kesempatan seperti yang di dapatkan oleh para Sāmaṇera
lain—yaitu berbagi penginapan dua atau tiga malam dengan para Bhikkhu.
Menjauhlah engkau! Keluar dari pandangan kami! 'Jika ada Bhikkhu yang dengan
sadar mendukungnya, menerima pelayanan darinya, mendampinginya, atau berbaring
di penginapan yang sama dengan seorang Sāmaṇera yang di usir, itu harus di
akui.
Bagian Ketujuh: Bab tentang Minuman Binatang.
Pācittiya 71.
Jika ada
Bhikkhu, yang dinasihati oleh para Bhikkhu sesuai dengan aturan, mengatakan:
'Para Āyasmant, aku tidak akan melatih diriku di bawah aturan pelatihan ini
sampai aku telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hal ini kepada
Bhikkhu lain, berpengalaman dan terpelajar dalam Vinaya,' itu harus di akui.
Para Bhikkhu, seorang Bhikkhu dalam aturan pelatihan harus di pahami, harus di
tanyakan tentangnya, harus di pertimbangkan. Ini adalah cara yang tepat di
sini.
Pācittiya 72.
Jika ada
Bhikkhu yang, ketika Patimokkha sedang di ulang, mengatakan: 'Mengapa aturan
pelatihan yang lebih kecil dan ringan ini di ulangi ketika mereka hanya
menyebabkan kecemasan, gangguan dan kebingungan?', Kritik terhadap aturan pelatihan
itu harus di akui.
Pācittiya 73.
Jika ada
Bhikkhu yang, ketika Patimokkha sedang dibacakan setiap setengah bulan,
mengatakan: 'Baru saja telah kudengar bahwa kasus ini, juga, di tuturkan dalam
Patimokkha, termasuk di dalam Patimokkha, dan akan di bacakan setiap setengah
bulan'; dan jika para Bhikkhu lain seharusnya mengetahui: 'Bhikkhu itu telah
duduk dalam dua atau tiga pembacaan Patimokkha, jika tidak lebih dari itu,
Bhikkhu itu tidak dibebaskan karena tidak tahu. Apa pun pelanggaran yang telah
ia lakukan, ia harus di tangani sesuai dengan aturan; dan sebagai tambahan,
tipuannya harus di ungkapkan: 'Tidak ada keuntungan bagimu, Āyasmant, itu tidak
baik, bahwa ketika Patimokkha sedang dibacakan, engkau tidak memperhatikan
dengan benar dan tidak sepenuh hati.' Di sini penipuan itu harus di akui.
Pācittiya 74.
Jika ada
Bhikkhu yang, marah dan tidak senang, memberikan sebuah pukulan kepada seorang
Bhikkhu, itu harus di akui.
Pācittiya 75.
Jika ada
Bhikkhu yang, marah dan tidak senang, mengangkat tangannya terhadap seorang
Bhikkhu, itu harus di akui.
Pācittiya 76.
Jika ada
Bhikkhu yang menuntut seorang Bhikkhu dengan sebuah (pelanggaran) Saṅghādisesa
yang tidak berdasar, itu harus di akui.
Pācittiya 77.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sengaja memprovokasi kecemasan terhadap seorang Bhikkhu
(lain) (dengan berpikir): 'Dengan cara ini, bahkan untuk sesaat, ia tidak akan
memiliki kedamaian'—jika ia melakukannya hanya untuk alasan ini dan tidak ada
alasan lain—itu harus di akui.
Pācittiya 78.
Jika ada
Bhikkhu yang berdiri menguping pada para Bhikkhu ketika mereka berdebat,
bertengkar, dan berselisih (dengan berpikir): 'Aku akan mendengar apa yang
mereka katakan'—jika ia melakukannya hanya untuk alasan ini dan tidak ada
alasan lain—itu harus di akui.
Pācittiya 79.
Jika ada
Bhikkhu yang, setelah memberikan persetujuan (dengan perwakilan) untuk suatu
tindakan formal yang di jalankan sesuai dengan aturan, kemudian mengeluh
(tentang tindakan tersebut), itu harus di akui.
Pācittiya 80.
Jika ada
Bhikkhu yang, ketika diskusi panjang sedang di jalankan pada Saṅgha, bangkit
dari tempat duduknya dan pergi tanpa memberikan persetujuan, itu harus di akui.
Pācittiya 81.
Jika ada
Bhikkhu yang, (bertindak sebagai bagian dari) suatu Saṅgha dalam kerukunan,
memberikan kain jubah (kepada seorang Bhikkhu secara perorangan) dan kemudian
mengeluh, 'Para Bhikkhu membagi perolehan Saṅgha berdasarkan dengan
persahabatan', itu harus di akui.
Pācittiya 82.
Jika ada
Bhikkhu yang dengan sadar mengalihkan suatu perolehan pribadi yang telah di
peruntukan untuk suatu Sangha, itu harus di akui.
Bagian Kedelapan: Bab tentang Sesuai Dengan Aturan.
Pācittiya 83.
Jika ada bhikkhu, tanpa
memberitahu sebelumnya, melewati batas (kamar tidur) seorang raja bangsawan
yang ditahbiskan yang di mana raja belum pergi, yang di mana pusaka (sang ratu)
belum keluar, itu harus diakui.
Pācittiya 84.
Jika ada
Bhikkhu yang mengambil atau memiliki (seseorang) mengambil sesuatu yang
berharga atau apa yang di anggap berharga, kecuali di dalam suatu Vihara atau
di dalam suatu tempat tinggal, itu harus di akui. Tetapi ketika seorang Bhikkhu
telah mengambil atau memiliki (seseorang) mengambil sesuatu yang berharga atau
apa yang di anggap berharga (yang tertinggal) di suatu Vihara atau di suatu
tempat tinggal, ia harus menyimpannya, (dengan berpikir,) 'Siapapun pemiliknya
akan (datang dan) mengambilnya. 'Ini adalah cara yang tepat di sini.
Pācittiya 85.
Jika ada
Bhikkhu, tanpa meminta izin pergi dari para Bhikkhu yang ada, memasuki sebuah
desa ketika waktu yang salah — kecuali ada suatu keadaan mendesak yang sesuai —
itu harus di akui.
Pācittiya 86.
Jika ada
Bhikkhu yang memiliki sebuah kotak jarum yang terbuat dari tulang, gading, atau
tanduk, itu harus di rusak dan di akui.
Pācittiya 87.
Ketika seorang
Bhikkhu sedang membuat sebuah tempat tidur atau bangku baru, itu harus memiliki
kaki-kaki (paling banyak) delapan ruas jari panjangnya—menggunakan ruas jari
Sugata—tidak termasuk bagian bawah kerangka (16.64 cm). Lebih dari itu, itu
harus di potong dan di akui.
Pācittiya 88.
Jika ada
Bhikkhu yang memiliki tempat tidur atau bangku yang di lapisi, (pelapisnya) itu
harus di sobek dan di akui.
Pācittiya 89.
Ketika
seorang Bhikkhu membuat sebuah kain duduk, itu harus dibuat sesuai dengan
ukuran. Di sini standarnya adalah: Dua jengkal tangan — menggunakan jengkal
tangan Sugata — panjangnya (50cm), satu setengah jengkal tangan lebarnya
(37.5cm), sisi pembatas satu jengkal tangan (25cm). Jika lebih dari itu, itu
harus dipotong dan di akui.
Pācittiya 90.
Ketika
seorang Bhikkhu membuat sebuah kain untuk penyakit kulit, itu harus di buat
sesuai dengan ukuran. Di sini standarnya adalah: empat jengkal — menggunakan
jengkal tangan Sugata — untuk panjangnya, dua jengkal tangan untuk lebarnya
(sekitar 100 x 50 cm). Jika lebih dari itu, itu harus di potong dan di akui.
Pācittiya 91.
Ketika
seorang Bhikkhu membuat sebuah kain mandi musim hujan, itu harus di buat sesuai
dengan ukuran. Di sini standarnya adalah: enam jengkal tangan — menggunakan
jengkal tangan Sugata — untuk
panjangnya, dua setengah jengkal tangan untuk lebarnya (sekitar 150 x 67.5 cm).
Jika lebih dari itu, itu harus di potong dan di akui.
Pācittiya 92.
Jika ada
Bhikkhu yang memiliki sebuah jubah yang berukuran jubah Sugata atau lebih
besar, itu harus di potong dan di akui. Di sini, ukuran jubah Sugata adalah:
sembilan jengkal tangan—menggunakan jengkal tangan Sugata—untuk panjangnya,
enam jengkal tangan lebarnya (sekitar 225 x 150 cm). Ini adalah ukuran jubah
Sugata.
Bagian Kesembilan: Bab tentang Harta.
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah sembilan puluh dua hal ini yang menyebabkan
pengakuan. Di sini aku bertanya kepada para Āyasmant: Apakah kalian murni dalam
hal ini? Untuk kedua kalinya aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini?
Ketiga kalinya aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Para Āyasmant
murni dalam hal ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi aku mengingatnya.
Bagian Pācittiya telah selesai
Pembacaan Bagian Pāṭidesanīyā
Sekarang,
para Āyasmant, inilah empat hal yang harus di akui akan segera di bacakan.
Pāṭidesanīyā 1.
Jika ada
Bhikkhu yang mengunyah atau menelan makanan pokok atau non pokok, setelah
menerimanya dengan tangannya sendiri dari tangan seorang Bhikkhuni yang tidak
memiliki hubungan keluarga dengannya di suatu area yang berpenduduk, ia harus
mengakuinya: Para Āyasmant, aku telah melakukan suatu tindakan yang patut di
cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Aku mengakuinya.
Pāṭidesanīyā 2.
Dalam kasus
para Bhikkhu, ketika sedang diundang, sedang makan di dalam kediaman keluarga,
dan jika seorang Bhikkhuni berdiri di sana seolah memberi arahan, (dengan
berkata) “Berikan kari di sini, berikan nasi di sini,” kemudian para Bhikkhu
mengusirnya: “Pergilah, Bhagini, ketika para Bhikkhu sedang makan.” Jika tidak
ada salah satu dari para Bhikkhu yang berkata untuk mengusirnya: “Pergilah,
Bhagini, ketika para Bhikkhu sedang makan.” Para Bhikkhu harus mengakuinya:
Para Āyasmant, kami telah melakukan suatu tindakan yang patut di cela, tindakan
yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Kami mengakuinya.
Pāṭidesanīyā 3.
Ada
keluarga-keluarga yang ditunjuk sebagai yang sedang berlatih. Jika ada Bhikkhu,
tidak sedang sakit, tanpa diundang sebelumnya, mengunyah atau menelan makanan
pokok atau non-pokok, setelah menerimanya dengan dirinya sendiri dari kediaman
keluarga-keluarga yang ditunjuk sebagai yang sedang berlatih, ia harus
mengakuinya: Para Āyasmant, aku telah melakukan suatu tindakan yang patut di
cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Aku mengakuinya.
Pāṭidesanīyā 4.
Ada kediaman
di hutan belantara yang dianggap meragukan dan berbahaya. Jika ada Bhikkhu,
tidak sedang sakit, berdiam di kediaman demikian, mengunyah atau menelan (suatu
pemberian) makanan pokok atau non pokok yang tidak diberitahukan sebelumnya,
setelah menerimanya dengan tangannya sendiri di dalam kediaman, ia harus
mengakuinya: Para Āyasmant, aku telah melakukan suatu tindakan yang patut di
cela, tindakan yang tidak pantas yang seharusnya di akui. Aku mengakuinya.
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah empat hal ini yang harus diakui. Di sini aku
bertanya kepada para Āyasmant: Apakah kalian murni dalam hal ini? Untuk kedua
kalinya aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Ketiga kalinya aku
bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Para Āyasmant murni dalam hal ini;
oleh karena itu mereka diam. Jadi aku mengingatnya.
Bagian Pāṭidesanīyā telah selesai
Pembacaan Bagian Sekhiyā
Sekarang,
para Āyasmant, inilah aturan-aturan pelatihan akan segera di bacakan.
Sekhiyā 1.
Aku akan
mengenakan jubah bawah yang menutupi sekitar (tubuhku): inilah sebuah pelatihan
untuk di patuhi.
Sekhiyā 2.
Aku akan
mengenakan jubah atas yang menutupi sekitar (tubuhku): inilah sebuah pelatihan
untuk di patuhi.
Sekhiyā 3.
Aku akan
berjalan dengan jubah tertutup rapi di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 4.
Aku akan
duduk dengan jubah tertutup rapi di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 5.
Aku akan
berjalan dengan pengendalian diri yang baik di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 6.
Aku akan
duduk dengan pengendalian diri yang baik di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 7.
Aku akan
berjalan dengan mata memandang kebawah di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 8.
Aku akan
duduk dengan mata memandang kebawah di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 9.
Aku tidak
akan berjalan dengan jubah yang di angkat ke atas di daerah-daerah yang
berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 10.
Aku tidak
akan duduk dengan jubah yang diangkat ke atas di daerah-daerah yang
berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 11.
Aku tidak
akan berjalan dengan tertawa keras di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 12.
Aku tidak
akan duduk dengan tertawa keras di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 13.
Aku akan
berjalan (dengan berbicara) menggunakan suara rendah di daerah-daerah yang
berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 14.
Aku akan
duduk (dengan berbicara) menggunakan suara rendah di daerah-daerah yang
berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 15.
Aku tidak
akan berjalan dengan menggoyangkan tubuh di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 16.
Aku tidak
akan duduk dengan menggoyangkan tubuh di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 17.
Aku tidak
akan berjalan dengan menggoyangkan lengan di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 18.
Aku tidak
akan duduk dengan menggoyangkan lengan di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 19.
Aku tidak
akan berjalan dengan menggoyangkan kepala di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 20.
Aku tidak
akan duduk dengan menggoyangkan kepala di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 21.
Aku tidak
akan berjalan dengan tangan bertolak pinggang di daerah-daerah yang
berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 22.
Aku tidak
akan duduk dengan tangan bertolak pinggang di daerah-daerah yang berpenghuni:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 23.
Aku tidak
akan berjalan dengan kepala tertutup di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 24.
Aku tidak
akan duduk dengan kepala tertutup di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 25.
Aku tidak
akan berjinjit atau berjalan hanya dengan tumit di daerah-daerah yang
berpenghuni: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 26.
Aku tidak
akan duduk dengan merangkul lutut di daerah-daerah yang berpenghuni: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Bagian Pertama: Dua Puluh Enam Hal Sehubungan dengan Tingkah Laku yang
Sesuai
Sekhiyā 27.
Aku akan
menerima dana makanan dengan penuh penghargaan: inilah sebuah pelatihan untuk
di patuhi.
Sekhiyā 28.
Aku akan
menerima dana makanan dengan perhatian tertuju pada mangkuk: inilah sebuah
pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 29.
Aku akan
menerima dana makanan dengan kari kacang dalam perbandingan (4 nasi : 1 kari)
yang tepat: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 30.
Aku akan
menerima dana makanan hingga sebatas ujung (mangkuk): inilah sebuah pelatihan
untuk di patuhi.
Sekhiyā 31.
Aku akan
memakan dana makanan dengan penuh penghargaan: inilah sebuah pelatihan untuk di
patuhi.
Sekhiyā 32.
Aku akan
memakan dana makanan dengan perhatian tertuju pada mangkuk: inilah sebuah
pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 33.
Aku akan
memakan dana makanan sesuai prosedur
(mengambil suapan dari ujung): inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 34.
Aku akan
memakan dana makanan dengan kari kacang dalam perbandingan (4 nasi : 1 kari)
yang tepat: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 35.
Aku tidak
akan memakan dana makanan dengan mengambil suapan dari suatu tumpukan: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 36.
Aku tidak
akan menyembunyikan kari kacang dan makanan-makanan dengan nasi karena suatu
keinginan untuk mendapatkan lebih banyak: inilah sebuah pelatihan untuk di
patuhi.
Sekhiyā 37.
Tidak sedang
sakit, Aku tidak akan makan nasi atau kari kacang yang kuminta untuk diriku
sendiri: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 38.
Aku tidak
akan melihat mangkuk orang lain dengan tujuan untuk mencari kesalahan: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 39.
Aku tidak
akan mengambil sebuah suapan besar: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 40.
Aku akan
membuat sebuah suapan yang bulat: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 41.
Aku tidak
akan membuka mulut ketika suapan belum sampai ke sana: inilah sebuah pelatihan
untuk di patuhi.
Sekhiyā 42.
Aku tidak
akan memasukkan seluruh tangan ke mulut ketika makan: inilah sebuah pelatihan
untuk di patuhi.
Sekhiyā 43.
Aku tidak
akan berbicara dengan mulut penuh makanan: inilah sebuah pelatihan untuk di
patuhi.
Sekhiyā 44.
Aku tidak
akan makan dari bola-bola makanan yang diangkat: inilah sebuah pelatihan untuk
di patuhi.
Sekhiyā 45.
Aku tidak
akan makan dengan mengunyah banyak suapan makanan: inilah sebuah pelatihan
untuk di patuhi.
Sekhiyā 46.
Aku tidak
akan makan dengan menggembungkan pipi: sinilah sebuah pelatihan untuk di
patuhi.
Sekhiyā 47.
Aku tidak
akan makan dengan menggoyangkan tangan (untuk melepaskan makanan): inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 48.
Aku tidak
akan makan dengan nasi yang berserakan: inilah sebuah pelatihan untuk di
patuhi.
Sekhiyā 49.
Aku tidak
akan makan dengan menjulurkan lidah: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 50.
Aku tidak
akan makan menghasilkan bunyi kecapan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 51.
Aku tidak
akan makan membuat sebuah suara menghirup: inilah sebuah pelatihan untuk di
patuhi.
Sekhiyā 52.
Aku tidak
akan makan dengan menjilati tangan: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 53.
Aku tidak
akan makan dengan menjilati mangkuk: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 54.
Aku tidak
akan makan dengan menjilati bibir: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 55.
Aku tidak
akan menerima sebuah wadah air dengan sebuah tangan kotor oleh makanan: inilah
sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 56.
Aku tidak
akan, di suatu daerah yang berpenghuni, membuang air cucian mangkuk yang
terdapat nasi di dalamnya: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Bagian Kedua: Tiga Puluh Hal Sehubungan dengan Makanan
Sekhiyā 57.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang dengan payung di tangannya dan ia
tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 58.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang dengan sebuah tongkat di tangannya dan
ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 59.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang dengan sebuah pisau di tangannya dan
ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 60.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang dengan sebuah senjata di tangannya dan
ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 61.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang mengenakan sepatu non-kulit dan
ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 62.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang mengenakan sepatu kulit dan ia
tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 63.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang didalam sebuah kendaraan dan ia tidak
sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 64.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang berbaring dan ia tidak sakit:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 65.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang duduk merangkul lututnya dan ia
tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 66.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang memakai tutup kepala dan ia tidak
sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 67.
Aku tidak
akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang kepalanya di tutupi (dengan
sebuah jubah atau syal) dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di
patuhi.
Sekhiyā 68.
Ketika
sedang duduk di tanah, Aku tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang
duduk di kursi dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 69.
Ketika
sedang duduk di tempat duduk yang rendah, Aku tidak akan mengajarkan Dhamma
kepada seseorang yang duduk di kursi tinggi dan ia tidak sakit: inilah sebuah
pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 70.
Ketika
sedang berdiri, Aku tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang yang duduk
dan ia tidak sakit: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 71.
Ketika
sedang berjalan di belakang, Aku tidak akan mengajarkan Dhamma kepada seseorang
yang berjalan di depan dan ia tidak sakit:inilah sebuah pelatihan untuk di
patuhi.
Sekhiyā 72.
Ketika
sedang berjalan di bahu sebuah jalan, Aku tidak akan mengajarkan Dhamma kepada
seseorang yang berjalan di dalam jalan dan ia tidak sakit: inilah sebuah
pelatihan untuk di patuhi.
Bagian Ketiga: Enam Belas Hal Sehubungan dengan Mengajarkan Dhamma
Sekhiyā 73.
Tidak sedang
sakit, Aku tidak akan buang air besar atau buang air kecil ketika berdiri:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 74.
Tidak sedang
sakit, Aku tidak akan buang air besar, buang air kecil, atau meludah pada
tanaman-tanaman hidup: inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Sekhiyā 75.
Tidak sedang
sakit, Aku tidak akan buang air besar, buang air kecil, atau meludah pada air:
inilah sebuah pelatihan untuk di patuhi.
Bagian Keempat: Tiga Hal Aturan-aturan Lainnya
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah aturan-aturan pelatihan. Di sini aku bertanya
kepada para Āyasmant: Apakah kalian murni dalam hal ini? Untuk kedua kalinya
aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Ketiga kalinya aku bertanya:
Apakah kalian murni dalam hal ini? Para Āyasmant murni dalam hal ini; oleh
karena itu mereka diam. Jadi aku mengingatnya.
Bagian Sekhiyā telah selesai.
Pembacaan Bagian Adhikaraṇasamathā
Sekarang,
para Āyasmant, inilah tujuh hal untuk penyelesaian masalah akan segera di
bacakan.
Adhikaraṇasamathā 1.
Sebuah
keputusan dalam pertemuan dapat di berikan.
Adhikaraṇasamathā 2.
Sebuah
keputusan dari ingatan dapat di berikan.
Adhikaraṇasamathā 3.
Sebuah
keputusan dari gangguan kejiwaan sebelumnya dapat di berikan.
Adhikaraṇasamathā 4.
Tindakan
sehubungan dengan pengkuan.
Adhikaraṇasamathā 5.
Tindakan
sehubungan dengan mayoritas.
Adhikaraṇasamathā 6.
Tindakan
sehubungan dengan kesalahan pelaku lebih jauh.
Adhikaraṇasamathā 7.
Menutupi
dengan rumput.
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah tujuh hal untuk penyelesaian masalah. Di sini
aku bertanya kepada para Āyasmant: Apakah kalian murni dalam hal ini? Untuk
kedua kalinya aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Ketiga kalinya
aku bertanya: Apakah kalian murni dalam hal ini? Para Āyasmant murni dalam hal
ini; oleh karena itu mereka diam. Jadi aku mengingatnya.
Bagian Adhikaraṇasamathā telah selesai.
Kesimpulan
Telah di
bacakan, para Āyasmant, adalah kata pengantar, di bacakan empat hal yang
menyebabkan kekalahan, di bacakan tiga belas hal [yang menyebabkan]
[persidangan] awal dan selanjutnya dari Saṅgha, di bacakan dua hal yang tidak
tentu, di bacakan tiga puluh hal menyebabkan pengakuan dengan penyitaan barang,
di bacakan sembilan puluh dua hal yang menyebabkan pengakuan, di bacakan empat
hal yang harus di akui, di bacakan aturan-aturan pelatihan, di bacakan tujuh
hal untuk penyelesaian masalah. Begitu banyak, yang di turunkan di dalam Sutta
Sang Bhagavā, yang terkandung di dalam Sutta, akan di bacakan setiap setengah
bulan. Di sini semua itu untuk berlatih–bersama, dalam kesepakatan, tidak
berselisih.
Pembacaan bagian; Bagian ke empat.
Bhikkhu Pātimokkha telah selesai.